Bab 1-3(revisi 4).docx

  • Uploaded by: Nytha Yunitha
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1-3(revisi 4).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,464
  • Pages: 51
PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DENGAN MENGGUNAKAN LKPD PADA MATERI POKOK PENGUKURAN DI KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 7 PALANGKARAYA TAHUN AJARAN 2015/2016

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh : YUSEVA ANGELA NIM. ACB 110 088

UNIVERSITAS PALANGKARAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN MIPA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perkembangan dan perubahan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat dan perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab ( Trianto, 2009: 1). Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktik, teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan praktik adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara nyata. Teori pendidikan disusun seperti latar belakang yang hakiki dan sebagai rasional dari praktik pendidikan serta pada dasarnya bersifat direktif. Istilah direktif memberi makna bahwa pendidikan itu mengarah pada tujuan yang pada hakikatnya untuk mencapai kesejahteraan bagi peserta didik ( Faturrahman dkk, 2012:5). Suatu sistem pendidikan ada yang mengajar dan ada yang belajar. Kriteria keberhasilan proses belajar tidak hanya dilihat sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi dilihat dari sejauh mana siswa telah melakukan proses

1

belajar sesuai prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran berpusat pada siwa menekankan pemerolehan pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan yang didapat siswa adalah dari siswa dan untuk siswa itu sendiri. Ketika merasakan dan melakukan sendiri maka akan memberikan kesan secara langsung pada diri siswa, sehingga materi yang dipelajari akan lebih membekas dalam pikiran siswa, siswa akan belajar secara langsung pada lingkungan dan alam sekitar dalam kehidupan sehari-hari. Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang di maksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru yang diperoleh individu (Trianto, 2009: 16). Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi

2

(transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya (Trianto, 2009: 17). Pada dasarnya mengajar adalah membantu seseorang untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar. Artinya mengajar adalah suatu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar. Hal ini akan dapat terwujud jika dilakukan melalui proses pengajaran dengan strategi pelaksanaan melalui : 1. Bimbingan yaitu pemberian bantuan, arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi, memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiri. 2. Pengajaran yaitu bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dengan peserta didik. 3. Pelatihan yaitu sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan keterampilan tertentu. Menurut Langford (1978) yang penting hubungan yang relevan bukanlah antara pengajaran dengan pendidikan tetapi antara pengajaran sebagai suatu profesi dengan pendidikan (Faturrahman dkk, 2012:6). Depdiknas (dalam Stepheni, 2011: 3) menyatakan proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasa kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

3

penenemuan. Pendidikan IPA di harapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam usaha untuk memajukan dunia pendidikan dapat melalui pengembangan Ilmu Pengetahuan. Di mana salah satu cabang ilmu pengetahuan adalah ilmu fisika. Ilmu fisika juga merupakan salah satu ilmu sains yang mempunyai perencanaan penting dalam pendidikan. Karena tujuan dari pembelajaran fisika adalah untuk merancang dan eksperimen serta menarik kesimpulan sehingga dapat memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat kita hidup (Halliday, 2010: 2). Pemerintah telah banyak melakukan usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, termasuk di dalamnya pendidikan fisika. Bentuk usaha pemerintah yang terwujud melalui penyempurnaan kurikulum seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan sekarang Kurikulum 2013 (K-13). Ada beberapa sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 tetapi ada juga sekolah yang masih menerapkan kurikulum KTSP. Seperti pada SMP Negeri 7 Palangka Raya yang masih menerapkan kurikulum KTSP. Kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik didalam maupun diluar sekolah asal kegiatan tersebut berada dibawah tanggung jawab guru (sekolah). Yang di maksud dengan kegiatan itu tidak terbatas pada kegiatan intra ataupun ekstrakurikuler, apapun yang dilakukan

4

siswa selama masih di bawah tanggung jawab dan bimbingan guru itu adalah kurikulum. Misalnya, kegiatan siswa mengerjakan pekerjaan rumah, mengerjakan tugas kelompok, mengadakan observasi dan lain sebagainya itu merupakan bagian dari kurikulum, karena memang pekerjaan tersebut adalah tugas-tgas yang diberikan guru dalam rangka mencapai tujuan pendidikan seperti yang di programkan sekolah. Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar dapat hidup bermasyarakat dalam artian peserta didik tidak hanya pintar di dalam hal pelajaran disekolah tetapi juga di dalam kehidupan bermasyarakat (Sanjaya, 2008: 10). Metode eksperimen merupakan salah satu metode mengajar, di mana siswa melakukan percobaan di laboratorium tentang materi pengukuran, mengamati proses serta menuliskan hasil percobaannya pada LKPD, kemudian hasil pengaman di sampaikan di kelas dan di evaluasi oleh guru sehingga siswa mengerahkan seluruh keterampilannya, seperti keterampilan intelektual, sosial dan fisik untuk menemukan suatu konsep dari apa yang di pelajari. Keterampilanketerampilan yang dikembangkan dalam memproseskan perolehan dan membantu siswa dalam menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, sikap dan nilai yang di tuntut. Tindakan dalam proses pembelajaran ini akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif dalam penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan kesempatan berlatih kepada siswa untuk meningkatkan keterampilan sebagai penerapan pengetahuan yang telah mereka pelajari sebelumnya untuk mencapai tujuan pengajaran siswa dapat berlatih dengan cara berpikir yang ilmiah.

5

Pembelajaran

dengan

metode

eksperimen

melatih

siswa

dalam

menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang di pelajarinya. Roestiyah dalam Sitiatava (2001: 132) beranggapan bahwa metode eksperimen adalah suatu cara mengajar saat siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu, mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatannya itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Metode eksperimen bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Selain itu, siswa juga bisa terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah. Dengan eksperimen, siswa pun mampu menemukan bukti kebenaran dari suatu teori yang sedang dipelajarinya (Sitiatava, 2013: 132). Materi pelajaran IPA di SMP terdapat materi pokok Pengukuran. Materi pokok pengukuran mengandung konsep, prinsip-prinsip dan aplikasi yang sering ditemukan

dalam

kehidupan

sehari-hari,

sehingga

menganggap

metode

eksperimen cocok digunakan dalam proses pembelajaran materi pokok pengukuran. Laboratorium memiliki peranan penting dalam pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran IPA siswa di bawa ke laboratorium untuk melakukan percobaan maka siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berarti. Dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan metode eksperimen, siswa di beri kesempatan untuk mengalami atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu objek percobaan. Metode eksperimen di harapkan dapat menumbuhkan motivasi siswa sehingga siswa dapat

6

aktif berpartisipasi dalam proses belajar dan mampu mengembangkan keterampilan dalam percobaan. Belawati (2011: 5) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa di harapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKPD, siswa pada saat yang bersamaan diberi materi dan tugas yang berkaitan dengan materi tersebut. Suatu upaya untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam pelajaran adalah dengan member kepada siswa untuk melakukan kegiatan kerja secara perseorangan atau secara kelompok dalam menyelesaikan lembaran-lembaran kerja siswa. LKPD di samping berfungsi sebagai penguatan juga berfungsi sebagai dasar pemberian umpan balik kepada siswa sehingga termasuk dalam perencanaan pembelajaran merencanakan LKPD. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru fisika kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya, diketahui bahwa di SMP Negeri 7 Palangka Raya ini salah satu sekolah yang masih menerapkan kurikulum KTSP. Guru tersebut juga menyatakan bahwa nilai rata-rata fisika siswa di kelas VII semester II tahun ajaran 2014/2015 adalah 71. Untuk nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimun) yang telah di tetapkan oleh sekolah SMP Negeri 7 Palangka Raya adalah 75. SMP Negeri 7 Palangka Raya mempunyai fasilitas sarana dan prasarananya seperti ruang kelas, perpustakaan dan laboraturium IPA yang cukup lengkap untuk menunjang proses pembelajaran, tetapi peralatan di laboraturium jarang di gunakan karena untuk kegiatan praktikum jarang di lakukan. Hal ini di sebabkan karena dalam proses pembelajaran guru cenderung menggunakan

7

metode diskusi kelas tanpa melibatkan siswa secara langsung aktif dalam kegiatan praktikum. Berdasarkan informasi di atas, maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat, sehingga lebih memperkuat keaktifan siswa dan kemampuan berfikir siswa pun semakin optimal siswa aktif dan banyak berperan serta dalam proses pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah metode eksperimen. Pada pembelajaran fisika dengan menerapkan metode eksperimen dengan menggunakan LKPD di harapkan dapat mewujudkan pencapaian tujuan pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya. Serta di harapkan pula perilaku siswa yang pada mulanya kurang aktif menjadi lebih aktif, baik aktif dalam bertanya, menyampaikan pendapat, serta bekerja sama dengan siswa yang lainnya. Perubahan dalam proses pembelajaran di harapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya pada materi pokok Pengukuran. Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Penerapan Metode Eksperimen Dengan Menggunakan LKPD Pada Materi Pokok Pengukuran Di Kelas VII Semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.

Bagaimana aktivitas siswa dalam pengajaran menerapkan metode eksperimen dengan menggunakan LKPD pada materi pokok pengukurun di kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya tahun ajaran 2015/2016?

8

2.

Bagaimanakah hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok Pengukuran kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016.

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui aktivitas siswa dalam pengajaran menerapkan metode eksperimen dengan menggunakan LKPD pada materi pokok pengukurun di kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya tahun ajaran 2015/2016. 2. Mengetahui hasil belajar kognitif dan psikomotor siswa dalam pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok Pengukuran di kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016. 1.4 Batasan Masalah Peneliti memberi batasan masalah yang akan di kaji dalam penelitian ini, yaitu: 1. Guru yang mengajar sebagai peneliti. 2. Hasil aktivitas siswa diukur melalui lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 3. Hasil belajar kognitif diukur melalui THB.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, untuk menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang relevan.

9

2. Bagi guru, untuk menjadi inspirasi dan motivasi dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan inovatif serta efektif bagi siswa. 3. Bagi siswa, diharapkan dapat melatih siswa bekerja sama dalam sebuah kelompok belajar dan meningkatkan hasil belajar fisika pada materi pokok pengukuran. 4. Bagi sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas sekolah melalui peningkatan kualitas pembelajaran.

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Metode Pembelajaran Metode

pembelajaran

adalah

cara

yang

digunakan

guru

untuk

menyampaikan pelajaran kepada siswa. Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos. Methodos berasal dari kata ”meta” dan “hodos”. Meta berarti melalui, sedang hodos berarti jalan. Sehingga, metode berarti jalan yang harus dilalui atau cara untuk melakukan sesuatu atau prosedur (Asmani, 2010: 19). Mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode. Wijaya Kusuma (dalam Asmani, 2011: 30) bependapat bahwa metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode mengajar yang digunakan guru hampir tidak sia-sia, karena suatu metode akan mendatangkan hasil, baik dalam waktu dekat maupun waktu yang relatif lama. Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk menciptakan lingkungan belajar dan mendasari aktivitas guru dan peserta didik. Metode adalah cara menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Metode merupakan cara mengajar yang telah disusun berdasarkan prinsip dan sistem tertentu (Sani, 2013: 90). Uno (2012: 2) berpendapat bahwa metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam

11

menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu. Manusia dalam segala hal selalu berusaha mencari efisiensi-efisiensi kerja dengan jalan memilih dan menggunakan suatu metode yang dianggap terbaik mencapai tujuannya. Demikian pula halnya dalam lapangan pengajaran di sekolah. Para pendidik (guru) selalu berusaha memilih metode pengajaran yang setepat-tepatnya, yang dipandang lebih efektif daripada metode-metode lainnya sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh guru itu benar-benar menjadi milik peserta didiknya. Jadi jelaslah bahwa metode adalah cara, yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Makin tepat metodenya, diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. (Suryosubroto, 2009:140). 2.1.1 Model Pembelajaran Kontekstual Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsep yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan (Trianto, 2014: 138). Dalam CTL proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa sebagaimana model pembelajaran konvensional atau metode ceramah. Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan kontruktivisme dipandang sebagai

12

salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi (Sitiatava, 2012: 242). Dalam kelas kontekstual tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa sekaligus mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Sitiatava, 2012: 243). 2.1.2 Penerapan Pendekatan Model Pembelajaran Kontekstual Menurut (Depdiknas, 2002) Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian sebenarnya (authentic assessment). CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Trianto, 2014: 144). a.

Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL yang menekankan

bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal atau mengingat pengetahuan, tetapi juga merupakan suatu proses belajar mengajar dengan siswa aktif secara mental dalam membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya (Sitiatava, 2012: 248).

13

b.

Inkuiri (Inquiry) Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis

kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta melainkan hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya (Trianto, 2014: 147). c.

Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya.

Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya (Trianto, 2014: 148). Pada aktivitas belajar yang menerapkan questioning (bertanya) antara siswa dan siswa, antara guru dan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk bertanya (Trianto, 2014: 148).

14

d.

Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep learning community menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari

hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar siswa, antar kelompok, dan siswa yang tahu kepada yang belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok, atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar (Sitiatava, 2012: 250). e.

Pemodelan (Modeling) Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model.

Pemodelan dapat dirancangkan dengan melibatkan siswa. Seseorang bias ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya. Model juga dapat didatangkan dari luar yang ahli di bidangnya, misalnya mendatangkan seorang perawat untuk memodelkan cara menggunakan termometer untuk mengukur suhu tubuh pasien (Trianto, 2014: 150). f.

Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang sesuatu yang baru

dipelajari atau berpikir ke belakang mengenai sesuatu yang sudah dilakukan pada masa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang sesuatu yang diperoleh pada hari itu (Sitiatava, 2012: 251). g.

Penilaian Sebenarnya (Authenric Assesment) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bias

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa

15

mengalami proses pembelajaran dengan benar. Gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegritas (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran (Trianto, 2014: 151). 2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kontekstual a.

Kelebihan Model Pembelajaran Kontekstual (Sitiatava,

2012:

259)

mengatakan

ada

beberapa

kelebihan

dari

pembelajaran kontekstual ialah sebagai berikut: 1.)

Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya, siswa dituntut dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.

2.)

Pelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep pada siswa, karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme yakni seorang siswa dituntut menemukan pengetahuannya sendiri, siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.

3.)

Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

4.)

Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan di lapangan.

5.)

Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian guru.

16

6.)

Penerapan pembelajaran kontekstual yang bisa menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

b.

Kekurangan Model Pembelajaran Kontekstual (Sitiatava, 2012: 260) mengatakan ada beberapa kekurangan dari model

pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut: 1.)

Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual berlangsung.

2.)

Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka bias menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif.

3.)

Guru lebih intensif dalam membimbing. Sebab, dalam metode CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.

4.)

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide serta mengajak siswa agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar.

2.1.4 Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry Learning) Dari sudut pandang pembelajaran pengertian inkuiri adalah strategi belajar mengajar yang dirancang untuk membimbing siswa terkait cara meneliti masalah dan pertanyaan berdasarkan fakta. Pembelajaran inkuiri juga merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia, atau peristiwa) secara matematis, kritis, logis dan analitis, sehingga ia mampu merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Sitiatava, 2012: 87).

17

2.1.5 Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Model Pembelajaran Inkuiri (Trianto, 2014: 81) mengatakan model pembelajaran inkuiri memiliki prinsip-prinsip pelaksanaan metode pembelajaran inkuiri, yaitu: a.

Berorientasi Pada Pengembangan Intelektual Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri yaitu pengembangan kemampuan

berpikir. Dengan demikian pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. b.

Prinsip Interaksi Pembelajaran sebagai proses interaksi menempatkan guru bukan sebagai

sumber belajar, melainkan sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. c.

Prinsip Bertanya Peran guru yang dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah

guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari prinsip berpikir. d.

Prinsip Belajar Untuk Berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, melainkan belajar adalah

proses berpikir yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. e.

Prinsip Keterbukaan Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan

berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.

18

2.1.6 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri a.

Kelebihan Model Pembelajaran Inkuiri (Trianto, 2012: 82) pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang

banyak dianjurkan karena memiliki beberapa kelebihan, di antaranya: 1.)

Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran melalui pembelajaran ini di anggap jauh lebih bermakna.

2.)

Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

3.)

Pembelajaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses pembelajaran tingkah laku berkat adanya pengalaman.

4.)

Keuntungan lainnya adalah dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

b.

Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri (Trianto, 2014: 83) mengatakan di samping memiliki kelebihan,

pembelajaran ini juga memiliki kekurangan, diantaranya: 1.)

Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

2.)

Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

19

3.)

Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

4.)

Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit diimplementasikan.

2.1.7 Metode Eksperimen Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran atau mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu (Djamarah 2010: 84). Mulyani Sumantri dkk(dalam Sitiatava, 2012: 132) menyatakan bahwa metode eksperimen diartikan sebagai cara belajar-mengajar yang melibatkan siswa dengan mengalami serta membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan. Lain halnya dengan Roestiyah( dalam Sitiatava, 2012: 132), yang beranggapan bahwa metode eksperimen ialah suatu cara mengajar saat siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu, mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan

20

dievaluasi oleh guru. Berdasarkan definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Dengan eksperimen, siswa pun mampu menemukan bukti kebenaran dari suatu teori yang sedang dipelajarinya. Dalam proses pembelajaran dengan metode eksperimen siswa diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek keadaan atau proses tertentu. Metode eksperimen berbeda dengan metode demonstrasi, metode demonstrasi hanya menekankan pada proses terjadinya dan mengabaikan hasilnya, sedangkan penekanan metode eksperimen adalah proses sampai hasil. Penting diperhatikan pula, eksperimen atau percobaan yang dilakukan tidak harus selalu dilaksanakan di dalam laboratorium, tetapi juga dapat dilakukan di luar kelas seperti alam sekitar ( Sitiatava, 2012: 133). 2.1.8 Tujuan Model Pembelajaran Eksperimen Adapun berbagai tujuan dari metode eksperimen ialah sebagai berikut (Sitiatava, 2012: 134;135): 1. Siswa mampu mengumpulkan fakta-fakta, informasi, atau data-data yang diperoleh. 2. Melatih siswa dalam merancang, mempersiapkan, melaksanakan, dan melaporkan percobaan. 3. Melatih siswa dalam menggunakan logika berpikir induktif guna menarik kesimpulan dari fakta, informasi, atau data yang terkumpul melalui percobaan.

21

2.1.9 Langkah-langkah Metode Eksperimen Ketika siswa ingin melaksanakan suatu eksperimen, maka guru perlu memperhatikan prosedur-prosedur eksperimen. Diantaranya adalah sebagai berikut (Sitiatava, 2012: 135): 1. Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, ia harus memahami masalah-masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen. 2. Siswa perlu mengetahui tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan dalam percobaan. Supaya tidak mengalami kegagalan, siswa perlu mengetahui

variabel

yang

harus

dikontrol

secara

ketat

sekaligus

memperhatikan urutan yang akan ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung. 3. Selama proses eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu, guru bisa memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen. 4. Setelah eksperimen selesai, guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikan di kelas, serta mengevaluasi dengan tes atau sekedar tanya jawab. Dalam menggunakan metode eksperimen, agar memperoleh hasil yang diharapkan, terdapat tiga langkah yang harus diperhatikan, yakni (Sitiatava, 2012: 136). 1. Persiapan Eksperimen Dalam melakukan eksperimen, persiapan yang matang mutlak diperlukan agar memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam hal ini, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan, yakni:

22

a. Menetapkan tujuan eksperimen. b. Mempersiapkan berbagai alat atau bahan yang diperlukan. c. Mempersiapkan tempat eksperimen. d. Mempertimbangkan jumlah siswa dengan alat atau bahan yang ada serta daya tamping eksperimen. e. Mempertimbangkan apakah dilaksanakan sekaligus(serentak seluruh siswa) atau secara bergiliran. f. Perhatikan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindar risiko yang merugikan. g. Berikan penjelasan mengenai sesuatu yang harus diperhatikan dan tahapantahapan yang harus dilakukan oleh siswa, yang termasuk dilarang atau membahayakan. 2. Pelaksanaan Eksperimen Setelah semua persiapan kegiatan selesai, maka langkah selanjutnya adalah sebagai berikut: a. Siswa

memulai

percobaan.

Saat

siswa

melakukan

percobaan,

guru

mendekatinya untuk mengamati proses percobaan serta memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa, sehingga eksperimen tersebut dapat diselesaikan dan berhasil. b. Selama eksperimen berlangsung, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan. Sehingga, jika terjadi hal-hal yang menghambat maka bisa segera diselesaikan. 3. Tindak Lanjut Eksperimen Setelah eksperimen dilakukan, kegiatan-kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut:

23

a. Siswa mengumpulkan laporan eksperimen untuk diperiksa guru. b. Mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen, serta memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan sekaligus peralatan yang digunakan. 2.1.10 Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen a. Kelebihan Metode Eksperimen (Sitiatava, 2012: 138) menyatakan kelebihan metode eksperimen antara lain adalah sebagai berikut: 1. Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima informasi dari guru atau buku. 2. Siswa bisa mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi. 3. Dengan metode ini, akan terbina manusia yang dapat menghadirkan terobosan-terobosan baru dari penemuan, sebagai hasil percobaan yang diharapkan bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. 4. Siswa memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan eksperimen. 5. Siswa terlibat aktif dalam mengumpulkan fakta dan informasi yang diperlukan saat percobaan. 6. Siswa dapat menggunakan serta melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berpikir ilmiah. 7. Siswa bisa memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif, realitas, dan menghilangkan verbalisme.

24

8. Siswa lebih aktif berfikir dan berbuat, karena hal itulah yang sangat diharapkan dalam dunia pendidikan, siswa lebih aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru. 9. Dengan melaksanakan proses eksperimen, siswa bisa memperoleh ilmu pengetahuan sekaligus menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat percobaan. 10. Dengan eksperimen, siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori sehingga akan mengubah sikapnya yang percaya terhadap hal-hal yang tidak logis. b. Kekurangan Metode Eksperimen (Sitiatava, 2012: 139) menyatakan selain kelebihan metode eksperimen juga memiliki beberapa kekurangan, di antaranya ialah sebagai berikut: 1. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap siswa berkesempatan mengadakan eksperimen. 2. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, siswa harus menanti untuk melanjutkan pelajaran. 3. Kesalahan dan kegagalan siswa yang tidak terdeteksi oleh guru dalam bereksperimen berakibat siswa keliru dalam mengambil kesimpulan. 4. Sering kali mengalami kesulitan dalam melaksanakan eksperimen, karena guru dan siswa kurang berpengalaman dalam melakukan eksperimen. 2.2 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik pada saat tertentu. LKPD sebagai penunjang untuk meningkatkan aktifitas siswa dalam proses belajar agar dapat

25

mengoptimalkan hasil belajar. LKPD biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas(Mathlicious, 2010: 1). Pannen (Tian Belawati, 2003) menyatakan bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Peran bahan ajar bagi guru dan siswa adalah: 1. Menghemat waktu bagi guru dalam mengajar. 2. Mengubah peran guru dari seorang pengajar menjadi fasilitator. 3. Siswa dapat belajar tanpa harus ada guru atau teman siswa yang lain. Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja dia kehendaki, dapat belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri, siswa dapat belajar menurut aturan yang dipilihnya sendiri, dan membantu potensi siswa menjadi pelajar mandiri. LKPD dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi. LKPD memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar (Trianto, 2008: 148). Peran LKPD sangat besar dalam proses pembelajaran karena dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar dan penggunaannya dalam pembelajaran fisika dapat membantu guru untuk mengarahkan siswanya menemukan konsep-konsep melalui aktivitasnya sendiri. Disamping itu LKPD juga dapat mengembangkan keterampilan proses, meningkatkan aktivitas siswa dan dapat mengoptimalkan hasil belajar.

26

Metode eksperimen di pilih sebagai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode ini dipilih karena, dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar dan penggunaannya dalam pembelajaran fisika dapat membantu guru

untuk

mengarahkan siswanya

menemukan

konsep-konsep

melalui

aktivitasnya sendiri, dapat mengembangkan keterampilan proses, dan dapat mengoptimalkan hasil belajar. 2.3 Materi Pokok Pengukuran 2.3.1 Pengertian Pengukuran Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu besaran yang diukur dengan alat ukur yang digunakan sebagai satuan. Sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan angka disebut besaran, sedangkan pembanding dalam suatu pengukuran disebut satuan (Teguh & Eny, 2008: 2). 2.3.2 Satuan-satuan Tak Baku Pada zaman dahulu, satuan yang dipakai dalam pengukuran menggunakan peralatan sederhana yang ada di lingkungan sekitar, misalnya mengukur panjang dengan satuan tongkat, dan mengukur volume dengan satuan kaleng. Satuan panjang yang sering digunakan adalah satuan yang menggunakan anggota tubuh, misalnya jengkal, telapak tangan, hasta, depa, kaki dan langkah (Tim, 2012: 37). Satu telapak tangan adalah jarak antara satu sisi telapak tangan ke sisi yang lain ketika jari-jari tangan saling dirapatkan. Satu jengkal adalah jarak antara ujung ibu jari dengan jari kelingking ketika kelima jari dibentangkan. Satu hasta adalah jarak dari siku sampai ujung jari tengah. Satu depa adalah jarak antara ujung jari tengah tangan kiri sampai ke ujung jari tengah tangan kanan ketika

27

kedua tangan direntangkan. Satu kaki adalah jarak dari tumit hingga ke ujung ibu jari kaki. Sedangkan satu langkah adalah jarak antara tumit kaki sebelah kanan dengan ujung ibu jari kaki sebelah kiri atau sebaliknya ketika kaki melangkah(Tim, 2012: 37). (Teguh & Eny, 2008: 4) sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan angka disebut besaran, sedangkan pembanding dalam suatu pengukuran disebut satuan. Satuan yang digunakan untuk melakukan pengukuran dengan hasil yang sama atau tetap untuk semua orang disebut satuan baku, sedangkan satuan yang digunakan untuk melakukan pengukuran dengan hasil yang tidak sama untuk orang yang berlainan disebut satuan tidak baku. 2.3.3 Pengukuran dengan Satuan Baku dan Tak Baku (Tim, 2012: 39) menyatakan mengukur adalah membandingkan besaran yang diukur dengan besaran sejenis yang digunakan sebagai satuan. Mengukur menggunakan telapak tangan tidak dapat dijadikan satuan baku. Telapak tangan disebut satuan tidak baku. Pengukuran menggunakan aturan tak baku menghasilkan data yang berbeda. Sedangkan, pengukuran menggunakan alat ukur penggaris dan meteran gulung menghasilkan data yang sama besar, walaupun alat ukur yang digunakan berbeda. Satuan yang digunakan adalah sentimeter (cm), dan sentimeter merupakan satuan baku. Pengukuran dengan menggunakan satuan baku menghasilkan data yang sama walaupun pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda dengan alat ukur yang berbeda.

28

2.3.4 Pengukuran Besaran Pokok a. Pengukuran Panjang Pada umumnya, alat yang digunakan untuk mengukur panjang dalam kehidupan sehari-hari ada tiga macam. Pemakaian masing-masing alat ukur tersebut disesuaikan dengan objek atau benda yang akan diukur sehingga diperoleh data yang lebih akurat. Untuk mengukur benda-benda yang berukuran relatif besar bisa diukur menggunakan penggaris, benda-benda yang berukuran kecil dan memiliki diameter diukur dengan menggunakan jangka sorong, sedangkan benda yang berukuran sangat kecil diukur menggunakan micrometer sekrup (Tim, 2012: 40). 1. Pengukuran Panjang dengan Penggaris (Tim, 2012: 40) Penggaris yang digunakan dalam pengukuran ada beberapa macam, yaitu penggaris lurus, penggaris siku, dan penggaris gulung (meteran gulung). Penggaris yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari memiliki skala terkecil hingga 1 milimeter sehingga ketelitian penggaris itu 1 milimeter. Ketelitian alat ukur adalah nilai skala terkecil yang masih dapat diukur oleh alat tersebut. Untuk memperoleh data yang benar setiap pengukuran panjang harus dimulai dari angka nol.

Gambar 1. Penggaris

29

2. Pengukuran Panjang dengan Jangka Sorong Jangka sorong biasa digunakan untuk mengukur panjang suatu benda, garis tengah bagian luar tabung, diameter bola, garis tengah bagian dalam tabung, dan dalamnya tabung (Teguh&Eny, 2008: 18). Jangka sorong memiliki ketelitian lebih tinggi dibandingkan penggaris, jangka sorong dapat mengukur panjang benda sampai 12 sentimeter. Secara umum, jangka sorong yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari memiliki ketelitian 0,1 milimeter (Tim, 2012: 41).

Gambar 2. Jangka Sorong 3. Pengukuran Panjang dengan Mikrometer Sekrup Mikrometer sekrup adalah alat ukur panjang yang paling teliti dengan ketelitian 0,01 milimeter. Alat ini digunakan untuk mengukur tebal sebuah benda yang berbentuk pelat, lembaran, atau mengukur diameter kawat. Hasil pengukuran dengan menggunakan mikrometer sekrup berdasarkan pada skala tetap dan skala putar (Tim, 2012: 43).

30

Cara kerja mikrometer sekrup adalah jika selubung luar dengan skala 50 diputar satu kali maka rahang geser dan selubung akan bergerak maju atau mundur. Jarak maju mundurnya rahang geser sejauh 0,5 mm/ 50 menghasilkan tingkat ketelitian 0,01 mm (Teguh&Eny, 2008: 19).

Gambar 3. Mikro Meter Sekrup b. Pengukuran Massa Massa sebuah benda diukur dengan neraca atau timbangan. Mengukur massa berarti membandingkan massa benda yang diukur dengan massa anak timbangan. Prinsip kerja neraca yaitu berprinsip pada tuas atau pengungkit (Tim, 2012: 44). 1. Neraca Ohaus (Neraca Batang) (Tim, 2012, 44) Neraca Ohaus biasanya digunakan di laboratorium untuk kegiatan praktium. Neraca Ohaus ada tiga macam, yaitu neraca dua lengan, neraca tiga lengan, dan neraca empat lengan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, maka sebelum digunakan neraca ini harus dikalibrasi terlebih dahulu sehingga posisi angka nol berimpit dengan garis kesetimbangan. (Teguh & Ety, 2008: 20) Neraca batangan terdiri dari neraca sama lengan, neraca tiga lengan (O’hauss –

31

2610 dapat mengukur massa sampai 2.610 kg dengan ketelitian 0,1 gram), neraca empat lengan (O’hauss – 311 dapat mengukur massa sampai 310 gram dengan ketelitian 0,01 gram).

Gambar 4. Neraca Ohaus 2. Neraca Neraca duduk digunakan untuk mengukur massa benda yang lebih besar. Neraca ini di gunakan untuk mengukur massa hingga 500 kilogram. Neraca pasar digunakan untuk menimbang benda hingga 5 kilogram. Neraca dacin dapat digunakan untuk mengukur massa benda hingga 100 kilogram. Neraca sama lengan digunakan untuk menimbang benda yang massanya kurang dari 1 kilogram. Neraca sama lenga banyak digunakan pedagang emas karena memiliki ketelitian yang sangat tinggi (Tim, 2012: 45).

32

Gambar 5. Neraca Pasar c. Pengukuran Waktu Alat ukur waktu yang biasa digunakan adalah arloji dan stopwatch (Teguh & Eny, 2008: 21). Satuan waktu yang sering digunakan adalah detik, sekon, menit, dan jam. Pada arloji mekanik terdapat tiga jarum, yaitu jarum panjang, jarum sedang, dan jarum pendek. Jarum panjang kecil di sebut jarum sekon, setiap bergerak 1 skala jarum ini menunjukkan waktu 1 sekon. Jarum sedang menunjukkan waktu dalam menit, setiap bergerak satu skala waktu berubah satu menit. Sedangkan jarum yang paling pendek menunjukkan jam, perubahan setiap skala pada jarum pendek menunjukkan perubahan waktu selama 1 jam (Tim, 2012: 45). Arloji atau jam memiliki tingkat ketelitian 1 sekon (Teguh & Eny, 2008: 21). Stopwatch memiliki ketelitian hingga 0,1 sekon. Stopwatch memiliki dua jarum yaitu jarum panjang dan jarum pendek setiap skala yang ditunjukkan oleh jarum panjang nilainya satu sekon, sedangkan setiap skala yang ditunjuk oleh jarum pendek nilainya 1 menit. Cara penggunaan stopwatch adalah sebelum stopwatch digunakan semua jarum penunjuk harus menunjukkan angka nol. Untuk memulai pengukuran tekan tombol start, untuk mengakhiri pengukuran

33

tekan tombol stop, dan untuk mengembalikan ke posisi nol tekan tombol reset (Tim, 2012: 46).

Gambar 6. Stopwatch 2.3.5 Pengukuran Besaran Turunan Besaran turunan diturunkan dari besaran pokok, sehingga alat yang digunakan untuk mengukur besaran turunan adalah alat-alat yang digunakan untuk mengukur besaran pokok yang menyusun besaran turunan. Sebagian besaran turunan dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sebuah alat ukur, namun sebagian harus diukur secara tidak langsung. Pengukuran besaran turunan yang dapat dilakukan secara langsung misalnya pengukuran volume zat cair dengan gelas ukur, sedangkan pengukuran secara tidak langsung misalnya pengukuran volume benda berbentuk balok (Tim, 2012: 47). a. Pengukuran Luas Benda (Tim, 2012: 48) pengukuran luas yang menggunakan perhitungan dengan rumus matematika di sebut dengan pengukuran secara tidak langsung. b. Pengukuran Zat Padat Volume benda yang berbentuk tidak teratur tidak dapat diukur dengan menggunakan penggaris. Untuk mengukur volume benda yang berbentuk tidak

34

teratur digunakan gelas ukur atau gelas berpancur secara bersamaan (Tim, 2012: 49). c. Pengukuran Volume Zat Cair Berdasarkan hasil percobaan misalnya volume spiritus 30 ml. Agar data yang diperoleh benar, pada saat mengamati posisi mata harus segaris dengan permukaan spiritus yang berada di dalam gelas ukur. Selain itu, perlu diketahui bahwa spiritus merupakan zat cair yang mudah menguap. Oleh karena itu, pencatatan hasil pengukuran volume spiritus harus segera dilakukan (Tim, 20012: 50).

35

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang di analisis secara deskriptif. Penelitian eksperimen yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek teliti (Suharsimi Arikunto, 2005: 207). Jenis penelitian eksperimen ini adalah eksperimen tidak murni (quasi experiment), model one shot case study, yaitu sebuah eksperimen yang dilaksanakan tanpa adanya kelompok pembanding dan juga tanpa tes awal (Suharsimi Arikunto, 2005: 212).

Tabel 1. Desain Penelitian Eksperimen Perlakuan X

Kondisi Setelah Perlakuan O

Keterangan: X = Perlakuan (Metode eksperimen dengan menggunakan LKPD) O = kondisi setelah diberikan perlakuan (efek dari perlakuan yang diberikan). Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan yang diajukan peneliti tentang metode eksperimen, yakni bagaimana hasil belajar kognitif dan psikomotor siswa dalam pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD, dan bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok Pengukuran berdasarkan fakta yang tampak atau bagaimana adanya.

36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 7 Palangka Raya pada kelas VII semester I tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai dengan Agustus 2015. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016 yang terdiri dari 4 kelas. Sebaran siswa tiap kelas dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.

Kelas

Tabel 2 Sebaran Populasi Penelitian 𝑽𝑰𝑰𝟏 𝑽𝑰𝑰𝟐 𝑽𝑰𝑰𝟑

𝑽𝑰𝑰𝟒

Jumlah 31 28 31 31 Siswa (Sumber : Tata Usaha SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2014/2015) 3.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti (Suharsimi Arikunto, 2005: 91). Pada penelitian ini sampel yang diambil sebanyak 1 kelas. Pemilihan sampel diambil secara acak (random sampling) berdasarkan kelas dengan asumsi kelasnya homogen yaitu dengan cara memasukkan seluruh kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya kedalam sistem undian. 3.4 Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: 3.4.1 Tahap Persiapan 1. Menetapkan tempat penelitian

37

2. Seminar proposal penelitian 3. Membuat instrumen penelitian 4. Permohonan ijin penelitian pada instansi terkait 5. Menentukan kelompok sampel 6. Mengajarkan materi pokok pengukuran di kelas uji coba 7. Menganalisis uji coba instrument 3.4.2 Tahap Pelaksanaan Pada kelas yang digunakan sebagai sampel dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok pengukuran. Pada saat pembelajaran berlangsung guru mengamati apa yang dilakukan siswa saat pembelajaran berlangsung. Setelah seluruh proses pembelajaran selesai, kelas sampel diberikan tes akhir untuk mengetahui ketuntasan nilai belajar kognitif siswa. Pada hari selanjutnya kelas yang digunakan sebagai sampel diberi tes praktik untuk mengetahui keterampilan psikomotor dalam melakukan unjuk kerja yang berhubungan dengan materi pokok pengukuran, serta mengisi angket respon siswa terhadap seluruh proses pembelajaran pada materi pokok pengukuran. 3.4.3 Tahap Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: 1. Data hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pengukuran dikumpulkan dengan cara memberikan uji akhir berapa THB kognitif sebanyak 40 soal. 2. Data hasil belajar psikomotor siswa untuk mengetahui siswa dalam melaksanakan langkah-langkah kegiatan berdasarkan LKPD yang diberikan.

38

3. Data respon siswa terhadap pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok pengukuran. 3.4.4 Tahap Analisis Data 1. Menganalisis jawaban siswa pada tes hasil belajar siswa kognitif untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok pengukuran. 2. Menganalisis hasil belajar psikomotor siswa berupa unjuk kerja. 3. Menganalisis data respon siswa terhadap metode eksperimen dengan menggunakan LKPD. 3.4.5 Menarik Kesimpulan Tahap ini peneliti mengambil kesimpulan tentang penerapan metode eksperimen dengan menggunakan LKPD pada materi pokok pengukuran kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya tahun ajaran 2015/2016. Setelah semua data terkumpul di analisis dari proses penelitian yang sudah terlaksana agar hasil akhir dapat tersaji secara singkat dan jelas. 3.5

Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis instrumen,

yaitu: 1. Lembar Aktivitas Siswa Pengamatan aktivitas siswa dalam menerapkan metode eksperimen dengan menggunakan LKPD. Lembar pengamatan aktivitas siswa diisi oleh 4 orang pengamat yang terdiri dari 3 orang pengamat mengamati setiap 2 kelompok siswa dan 1 orang pengamat mengamati 1 kelompok siswa. Pengamatan dilakukan

39

selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan cara mengamati aktivitas siswa sesuai dengan kolom waktu yang telah ditentukan pada lembar pengamatan. 2. Tes Hasil Belajar Kognitif Tes hasil belajar (THB) disusun dengan mengacu kepada silabus KTSP SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016. Tes yang digunakan berupa tes tertulis dalam bentuk tes objektif dengan 4 pilihan, yaitu a, b, c, dan d sebanyak 40 soal yang akan diujicobakan . Setiap item yang dijawab benar diberi skor 1 dan item yang dijawab salah diberi nilai 0. Tabel 3 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar (THB) Untuk Uji Coba Satuan Pendidikan : SMP Negeri 7 Palangka Raya Kelas/Semester

: VII/I

Mata Pelajaran

: IPA Terpadu

Pokok Bahasan

: Pengukuran

Indikator

Tujuan Pembelajaran Khusus

1. Mengukur dengan 1. satuan baku dan tak baku 2.

3. 4.

2. Mengukur dengan 5. alat ukur besaran pokok panjang dan massa 6.

Aspek

Butir soal 1 33

Kunci Jawaban B A

Menjelaskan pengertian mengukur

C2

Menyebutkan alat ukur tak baku dalam kehidupan sehari-hari. Menyebutkan alat ukur baku dalam kehidupan sehari-hari Menyebutkan satuan dalam alat ukur tak baku dan baku

C1

2 3

A C

C1

Menyebutkan alat ukur yang digunakan untuk mengukur besaran panjang

C1

Menyebutkan alat ukur yang digunakan untuk mengukur besaran massa

C1

4 23 12 22 32 7 27 38 39 9 30 35

D B B B D C D A A B C D

40

C1

7.

8.

9.

Menjelaskan bagian-bagian dari salah satu alat ukur besaran panjang Menjelaskan bagian-bagian dari salah satu alat ukur besaran massa

C2

6 14

C C

C2

11 36

D

Menentukan hasil pengukuran besaran panjang

C3

5 8 16 24 15 17 18 10 37

B D C

13 20 29 25 21

A A D C A C A B C A D A

10. Menentukan hasil pengukuran besaran massa

C3

11. Menentukan posisi mata saat melakukan pengukuran

C3

3. Mengukur dengan 12. menyebutkan alat ukur yang besaran pokok digunakan untuk mengukur waktu besaran waktu 13. menjelaskan salah satu bagian dari stopwatch

C1

14. Menentukan hasil pengukuran alat ukur waktu

C3

C2

19 26 28 31 34 40

C B B C B

Keterangan : Distribusi soal. - Untuk soal aspek pengetahuan (C1) = 17 soal - Untuk soal aspek pemahaman (C2) = 8 soal - Untuk soal aspek aplikasi/penerapan (C3) = 15 soal

3.5.1

Uji Coba Instrumen Instrumen yang diuji coba adalah tes hasil belajar kognitif berupa tes

tertulis dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 50 soal dengan 4 pilihan jawaban a, b, c, dan d. Uji coba instrumen THB kognitif dilaksanakan di kelas yang di

41

tetapkan sebagai sampel pada kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya yang terlebih dahulu di ajarkan materi pokok pengukuran oleh guru. Uji coba tes hasil belajar kognitif dilakukan untuk mengetahui kualitas tes yang meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda. 3.5.2

Tahap Uji Coba Instrumen Instrumen yang di uji coba adalah Tes Hasil Belajar (THB) kognitif berupa

tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 40 soal dengan 4 pilihan a, b, c, dan d. Uji coba tes hasil belajar kognitif dilaksanakan di kelas yang ditetapkan sebagai sampel pada kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya. Uji coba tes hasil belajar kognitif dilakukan untuk mengetahui kualitas tes yang meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda. 1.

Uji Validitas Tes disebut valid, apabila tes itu tepat mengukur apa yang hendak diukur

(Suharsimi Arikunto, 2009: 79). Untuk mencari validitas instrumen, digunakan rumus kolerasi point biseral: 𝛾𝜌𝑏𝑖 =

𝑀𝑝 −𝑀𝑡 𝑆𝑡

𝑝

√𝑞......................................................................................(3.1)

Keterangan:

𝛾𝑝𝑏𝑖 = Koefisien kolerasi biserial 𝑀𝑝

= Rerata skor dari subjek yang menjawab betul dari item yang dicari validitasnya

𝑀𝑡

= Rerata skor total

𝑆𝑡

= Standar deviasi dari skor total

42

𝑝

= Proporsi siswa yang menjawab benar

q

= proporsi siswa yang menjawab salah ( q = 1-p ) interprestasi besarnya koefisien kolerasi mengenai validitas menurut

Suharsimi Arikunto (2009: 75) adalah sebagai berikut: Tabel 4 Kriteria Validitas Instrumen

Koefisien Validasi Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Antara 0, 600 sampai dengan 0,800 Antara 0, 400 sampai dengan 0,600 Antara 0, 200 sampai dengan 0,400 Antara 0, 00 sampai dengan 0,200

Kriteria Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

Harga validitas hitung yang digunakan dalam penelitian adalah soal valid jika 𝛾𝑝𝑏𝑖 ≥ 0,4 dan jika < 0,4 soal tidak valid. 2.

Uji Reliabilitas Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat

dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Suharsimi Arikunto, 2009: 86). Reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan rumus Kuder dan Richardoon (K-R 21) sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2009: 103): 𝑛

𝑟11 = (𝑛−1) (1 −

𝑀 (𝑛−𝑚) 𝑛𝑠12

).....................................................................(3.2)

Keterangan :

43

𝑟11 = Koefisien reliabilitas tes n

= Banyaknya butir item

M = Mean total (rata-rata hitung dari skor total) 1

= Bilangan Konstan

𝑆𝑡2 = Varian total Kriteria reliabilitas instrumen adalah (Suharsimi Arikunto, 2009: 75): Tabel 5 Kriteria koefisien reliabilitas Koefisien Validasi

Kriteria

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Antara 0, 600 sampai dengan 0,800 Antara 0, 400 sampai dengan 0,600 Antara 0, 200 sampai dengan 0,400 Antara 0, 00 sampai dengan 0,200

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

Interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (𝑟11 ) pada umumnya berpatokan dengan (Sudijono, 2005: 209): 1.

Apabila 𝑟11 sama dengan atau lebih besar daripada 0,70 berarti tes hasil belajar yang sedang di uji reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi (reliable).

2.

Apabila 𝑟11 lebih kecil daripada 0,7 berarti bahwa tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan belum reliabilitas yang tinggi (unreliable).

44

3.

Uji Tahap Kesukaran Suharsimi Arikunto (2009: 207) menyatakan bahwa indeks kesukaran

(difficulty indeks) adalah bilangan yang menunjukkan sukarnya dan mudahnya sesuatu soal. Indeks kesukaran di beri simbol P, yang dirumuskan sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2005: 208): 𝐵

𝑃 = 𝐽𝑆.................................................................................................... (3.3) Keterangan: P = Indeks kesukaran B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes Harga indeks kesukaran (Suharsimi Arikunto, 2009: 210) di interpretasikan menurut kriteria yang tersaji dalam table 3.4 berikut: Tabel 6 Kriteria Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran Kriteria 0,00 – 0,30 Soal Sukar 0,30 – 0,70 Soal Sedang 0,70 – 1,00 Soal Mudah

4.

Daya Pembeda Suharsimi Arikunto (2012: 226) mendefinisikan bahwa daya pembeda soal

adalah kemampuan sesuatu soal untukmembedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah (Suharsimi, 2012 : 228) :

45

D=

BA BB = PA – PB ................................................................................................. (3.4)  JA JB

Keterangan: D

= daya pembeda

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA

= banyaknya peserta kelompok atas

JB

= banyaknya peserta kelompok bawah

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Harga daya pembeda soal diinterpretasikan menurut klasifikasi pada tabel berikut (Suharsimi, 2013 : 232): Tabel 7 Klasifikasi Daya Pembeda Butir Soal Daya Pembeda Kriteria 0,01 – 0,20 Jelek (poor) 0,21 – 0,40

Cukup (satistifactory)

0,41 – 0,70

Baik (good)

0,71 – 1,00

Baik Sekali (excellent) Semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negative sebaiknya dibuang sja

Negatif

Soal yang baik yaitu memiliki daya pembeda yang tinggi, artinya soal tersebut dapat membedakan antara siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah. Sebaliknya semakin rendah daya beda maka kualitas soal semakin jelek karena tidak dapat membedakan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah.

46

3.6 Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian dalam rangka perumusan kesimpulan. 1.

Data hasil LKPD dan evaluasi untuk mengetahui nilai yang diperoleh siswa, dengan cara merata-ratakan hasil keseluruhan.

2.

Data tes hasil belajar kognitif siswa dimaksudkan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individu dan klasikal setelah pembelajaran.

a. Ketuntasan Individu Setiap siswa dikatakan tuntas dalam belajar (ketuntasan individu) jika proporsinya jawaban benar siswa ≥ 75% yaitu ketuntasan yang ditetapkan sekolah SMP Negeri 7 Palangka Raya. Rumus untuk menentukan ketuntasan individu dapat dihitung persamaan sebagai berikut: T

KB = [T ] × 100% ...............................................(Trianto, 2010: 241) 1

Keterangan: KB =

ketuntasan belajar

T

=

jumlah skor yang diperoleh siswa

T1

=

jumlah skor total

b. Ketuntasan Klasikal Ketuntasan secara klasikal jika ≥ 85% individu yang tuntas dari jumlah siswa yang berada di kelas tersebut (Widiyoko, 2002: 55). Rumus persentase (P) adalah sebagai berikut : Jumlah siswa yang tuntas P = Jumlah seluruh siswa x 100% (Widiyoko, 2002:55)

Keterangan :

47

P = Persentase ketuntasan klasikal N = Jumlah siswa c. Ketuntasan TPK Suatu TPK tuntas bila persentase (P) siswa yang mencapai TPK tersebut sebesar  75 % yaitu ketuntasan yang ditetapkan SMP Negeri 7 Palangka Raya. Untuk jumlah siswa sebanyak N orang rumus persentasenya (P) adalah sebagai berikut : P=

Jumlah Siswa Yang Mencapai TPK x 100% ................ (Widiyoko, 2002: 55) N

Keterangan : P

=

Persentase ketuntasan klasikal

N

=

Jumlah siswa

48

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi . 2008. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Yogyakarta: Rineka Asmani, Jamal M. 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Jogjakarta: DIVA press. Belawati, Tian. 2003. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta : Universitas Terbuka Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta Halliday. 2010. Fisika Dasar jilid 1 Hamalik, Oemar. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Grasindo Mulyani, Catri Septi. 2012. Penerapan Pendekatan Inquiry dan Metode Course Review Horay untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA Sub Pokok Bahasan Alat Optik di Kelas V SDN 6 Cikidang Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012 (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung. Mustaghfiroh. 2010. Upaya meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Diskusi Course Review Horay di Kelas VIIB SMP IT Masjid Syuhada Yogyakarta (Study Kasus pada Lesson Study Berbasis MGMP Home Base 1 MGMP Matematika SMP Kota Yogyakarta Tanggal 21 Oktober 2010 di Kelas VIIB SMP IT Syuhada Yogyakarta). Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011 dari http://www.smpitmasjidsyuhada.files.wordpress.com/2011/02/ktiq2.pdf Putra, Sitiatava Rizema. 2012. Deesain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta : Diva Press Sagala, S. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Sejati, Risma Astri. 2012. Efektivitas Penggunaan Metode Course Review Horay Terhadap Penguasaan Kosakata (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

49

Teguh & Eny. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTS kelas VII. Jakarta : Depdiknas TIM. 2012. Fisika IPA Terpadu SMP/MTS kelas VII. Jakarta. Erlangga Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Konstektual. Jakarta : Cerdas Pustaka Publisher Trianto, 2014. Mendesain Pembelajaran Konstektual Inovatif, Progresif, dan Kontekstual. Jakarta : Prenadamedia Group

50

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Rancangan Kps.docx
November 2019 20
Bab Ii Dan Iii.docx
November 2019 33
Bab 1-3(revisi 4).docx
April 2020 18