316130131-lp-ulkus-dm.docx

  • Uploaded by: Nytha Yunitha
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 316130131-lp-ulkus-dm.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,484
  • Pages: 24
LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny. R DENGAN ULKUS + DIABETES MELITUS DI RUANG BUGENVILE RSUD dr. SYLVANUS PALANGKARAYA

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Pk 3 Ruang Bougenvile Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus palangkaraya

DISUSUN OLEH : YUYUN (PO.62.20.1.15.148)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Jurusan Keperawatan Prodi Div Keperawatan Reguler II 2019

1.1 Pengertian Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.

Kadar

LDL

yang

tinggi

memainkan

peranan

penting

untukterjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (Zaidah 2005). Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

1.2 Anatomi dan fisiologi 1.2.1 Anatomi Pankreas Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (

kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001). Fungsi pankreas ada 2 yaitu : 1. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit. 2. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang

bersama-sama

membentuk

organ

endokrin

yang

mensekresikan insulin. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu : a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “. b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin. c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat pelepasan insulin dan glucagon (Tambayong, 2001).

1.2.2 Fisiologi Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari,

tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan gliogenolisis.

fosforilase. Bila

Enzim

cadangan

fosforilase

glikogen

hepar

penting

untuk

menurun

maka

glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain : 1. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel. 1). Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans. 2). Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin. 3). Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal. 4). Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. 2. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan

growth hormone

membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

1.3 Klasifikasi Klasifikasi diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001:) adalah sebagai berikut : a) Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) b) Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) c) Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya. d) Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus)

Sedangkan Wagner (1983) membagi klasifikasi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu: a) Derajat 0

: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan

kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus“. b) Derajat I

: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

c) Derajat II

: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

d) Derajat III

: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

e) Derajat IV

: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau

tanpa selulitis. f) Derajat V

: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

1.4 Etiologi Menurut Smeltzer dan Bare (2001) penyebab dari diabetes mellitus adalah: 1. Diabetes Tipe I a) Faktor genetik. b) Faktor imunologi. c) Faktor lingkunngan. 2. Diabetes Tipe II a) Usia. b) Obesitas. c) Riwayat keluarga. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi factor endogen dan ekstrogen. 1. Faktor endogen a) Genetik, metabolik. b) Angiopati diabetik. c) Neuropati diabetik.

2. Faktor ekstrogen a) Trauma. b) Infeksi. c) Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

1.5 Patofisiologi Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes mellitus adalah : Diabetes tipe I Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme

protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Diabetes tipe II Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi). Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi

kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

1.6 Pathways

1.7 Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tanda dan gejala ulkus Diabetes melitus adalah sebagai berikut : 1.7.1

Diabetes Tipe I a) Hiperglikemia berpuasa b) Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia c) Keletihan dan kelemahan d) Ketoasidosis

diabetik

(mual,

nyeri

abdomen,

muntah,

hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian) 1.7.2

Diabetes Tipe II a) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif b) Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur c) Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

1.7.3

Ulkus Diabetikum Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu : a. Pain (nyeri) b. Paleness (kepucatan) c. Paresthesia (kesemutan) d. Pulselessness (denyut nadi hilang) e. Paralysis (lumpuh). Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine: a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan). b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat. d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

1.8 Komplikasi Menurut Subekti (2002), komplikasi akut dan kronis dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut : 1. Komplikasi akut a) Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea. b) Hiperglikemia Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus,

kulit

melepuh,

kuku

kaki

yang

tumbuh

kedalam,

pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA). 2. Komplikasi kronis Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan atau mulai terdiagnosa diabetes mellitus. a) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral. b) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.

c) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki. d) Ulkus/gangren

1.9 Pemeriksaan Penunjang Menurut Arora (2007), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu: 1. Postprandial Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl mengindikasikan diabetes. 2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C Sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes. 3. Tes toleransi glukosa oral Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl. 4. Tes glukosa darah dengan finger stick Yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah. 5. Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ) 6. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

1.10 Penatalaksanaan  Medis Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi: 1. Obat hiperglikemik oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan : a) Pemicu sekresi insulin. b) Penambah sensitivitas terhadap insulin. c) Penghambat glukoneogenesis. d) Penghambat glukosidase alfa. 2. Insulin Insulin diperlukan pada keadaan : a) Penurunan berat badan yang cepat. b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis. c) Ketoasidosis diabetik. d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. e) Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.  Keperawatan Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya

komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik: a) Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak. b) Latihan Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin. c) Pemantauan Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal. d) Terapi (jika diperlukan) Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. e) Pendidikan Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari

keterampilan

dalam

melakukan

penatalaksanaan

diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri. f) Kontrol nutrisi dan metabolic Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan

karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total. g) Stres Mekanik Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka. h) Tindakan Bedah Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut: a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada. b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

1.11 Konsep dasar asuhan keperawatan 1.11.1 Pengkajian Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan seharihari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :

1. Aktivitas dan istirahat : Kelemahan,

susah

berjalan/bergerak,

kram

otot,

gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma 2. Sirkulasi Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung. 3. Eliminasi Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat. 4. Nutrisi Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. 5. Neurosensori Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. 6. Nyeri Pembengkakan perut, meringis. 7. Respirasi Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas. 8. Keamanan Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum. 9. Seksualitas Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

1.11.2 Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik 2. Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zatzat gizi berhubungan dengan faktor biologis. 3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:

perubahan

sirkulasi,

imobilitas

dan

penurunan

sensabilitas (neuropati) 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi. 6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya 7. PK: Hipo / Hiperglikemi 8. PK : Infeksi

1.11.3 Intervensi keperawatan

No 1

Diagnosa NOC NIC Nyeri akut b/d  Pain level Manajemen nyeri :  Pain Control 1. Lakukan pegkajian nyeri secara agen injuri fisik  Comfort level komprehensif termasuk lokasi, Kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, 1. Mampu mengontrol kualitas dan ontro presipitasi. nyeri (tahu 2. Observasi reaksi nonverbal dari penyebab nyeri, ketidaknyamanan. mampu 3. Gunakan teknik komunikasi menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui nonfarmakologi pengalaman nyeri klien untuk mengurangi sebelumnya. nyeri) 4. Kontrol ontro lingkungan yang 2. Melaporkan bahwa mempengaruhi nyeri seperti suhu nyeri berkurang ruangan, pencahayaan, kebisingan. dengan managemen 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri. nyeri 6. Pilih dan lakukan penanganan 3. Mampu mengenali nyeri (farmakologis/non nyeri (skala, farmakologis). intensitas, frekuensi, 7. Ajarkan teknik non farmakologis dan tanda nyeri) (relaksasi, distraksi dll) untuk

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri bekurang 5. Tanda vital dalam rentang normal

2.

mengetasi nyeri. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri. 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil. 11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri. Administrasi analgetik :. 1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. 2. Cek riwayat alergi.. 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal. 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik. 5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul. 6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

 Nutritional status : Manajemen Nutrisi food and fluid intake 1. Kaji pola makan klien ngan nutrisi Kriteria hasil : 2. Kaji adanya alergi makanan. 1. Adanya peningkatan 3. Kaji makanan yang disukai oleh kurang dari BB sesuai dengan klien. kebutuhan tujuan 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk 2. Berat badan ideal penyediaan nutrisi terpilih sesuai tubuh bd sesuai dengan tinggi dengan kebutuhan klien. ketidakmampua badan 5. Anjurkan klien untuk 3. Mampu meningkatkan asupan nutrisinya. n tubuh mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengabsorbsi kebutuhan nutrisi mengandung cukup serat untuk 4. Tidak ada tanda – mencegah konstipasi. zat-zat gizi tanda mal nutrisi 7. Berikan informasi tentang berhubungan 5. Tidak terjadi kebutuhan nutrisi dan pentingnya penurunan BB yang bagi tubuh klien. dengan faktor berarti Monitor Nutrisi biologis. 1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan. 2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan. 3. Monitor lingkungan selama makan. Ketidakseimba

4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan. 5. Monitor adanya mual muntah. 6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb. 7. Monitor intake nutrisi dan kalori. 3.

Kerusakan

Setelah dilakukan Wound care asuhan keperawatan, 1. Catat karakteristik luka:tentukan integritas Wound healing ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers jaringan bd meningkat dengan criteria: 2. Catat karakteristik cairan secret faktor mekanik: Luka mengecil dalam yang keluar ukuran dan peningkatan 3. Bersihkan dengan cairan anti perubahan granulasi jaringan bakteri sirkulasi, 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9% 5. Lakukan nekrotomi K/P imobilitas dan 6. Lakukan tampon yang sesuai penurunan 7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan sensabilitas 8. Lakukan pembalutan (neuropati) 9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka 10. Amati setiap perubahan pada balutan 11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka 12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4..

Kerusakan

Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi Asuhan keperawatan, 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi mobilitas fisik dapat teridentifikasi yang dialami 2. Kolaborasi dengan fisioterapi bd tidak Mobility level Joint movement: aktif. 3. Pastikan motivasi klien untuk nyaman nyeri, Self care:ADLs mempertahankan pergerakan sendi Dengan kriteria hasil: 4. Pastikan klien untuk intoleransi 1. Aktivitas fisik mempertahankan pergerakan sendi aktifitas, meningkat 5. Pastikan klien bebas dari nyeri 2. ROM normal sebelum diberikan latihan penurunan 3. Melaporkan 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: kekuatan otot perasaan jadual; keteraturan, Latih ROM peningkatan pasif. kekuatan Exercise promotion kemampuan dalam 1. Bantu identifikasi program latihan bergerak yang sesuai

4. Klien bisa 2. Diskusikan dan instruksikan pada melakukan aktivitas klien mengenai latihan yang tepat 5. Kebersihan diri Exercise terapi ambulasi klien terpenuhi 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di walaupun dibantu tempat tidur sesuai toleransi oleh perawat atau 2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai keluarga toleransi 3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu Self care assistance: Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting. 1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien 2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat merawat secara mandiri 3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya. 4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari 5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan 6. Promosi aktivitas sesuai usia

5.

6.

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya

Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process asuhan keperawatan, 1. Kaji tingkat pengetahuan klien pengetahuan klien dan keluarga tentang proses meningkat. penyakit 2. Jelaskan tentang patofisiologi Knowledge : Illness Care dg kriteria : penyakit, tanda dan gejala serta 1. Tahu Diitnya penyebab yang mungkin 2. Proses penyakit 3. Sediakan informasi tentang kondisi 3. Konservasi energi klien 4. Kontrol infeksi 4. Siapkan keluarga atau orang-orang 5. Pengobatan yang berarti dengan informasi 6. Aktivitas yang tentang perkembangan klien dianjurkan 5. Sediakan informasi tentang 7. Prosedur pengobatan diagnosa klien 8. Regimen/aturan 6. Diskusikan perubahan gaya hidup pengobatan yang mungkin diperlukan untuk 9. Sumber-sumber mencegah komplikasi di masa kesehatan yang akan datang dan atau kontrol 10. Manajemen penyakit proses penyakit 7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan 10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi 11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit 12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada 13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan 14. Kolaborasi dg tim yang lain. Defisit self care Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri asuhan keperawatan, 1. Monitor kemampuan pasien klien mampu Perawatan terhadap perawatan diri diri 2. Monitor kebutuhan akan personal Self care :Activity Daly hygiene, berpakaian, toileting dan Living (ADL) dengan makan indicator : 3. Beri bantuan sampai klien 1. Pasien dapat mempunyai kemapuan untuk melakukan aktivitas merawat diri sehari-hari (makan, 4. Bantu klien dalam memenuhi berpakaian, kebutuhannya. kebersihan, toileting, 5. Anjurkan klien untuk melakukan

ambulasi) 2. Kebersihan diri pasien terpenuhi

7.

aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya 6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin 7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.

PK: Hipo/Hiper Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia: glikemi asuhan keperawatan, 1. Monitor tingkat gula darah sesuai diharapkan perawat indikasi akan menangani dan 2. Monitor tanda dan gejala meminimalkan episode hipoglikemi ; kadar gula darah < hipo / hiperglikemia 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk. 3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl 4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol 5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya. Managemen Hiperglikemia 1. Monitor GDR sesuai indikasi 2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun. 3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi 4. Berikan insulin sesuai order 5. Pertahankan akses IV 6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan 7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk

8.

PK : Infeksi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, perawat akan menangani / mengurangi komplikasi defesiensi imun

8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi 9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine 10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium 11. Anjurkan banyak minum 12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder 2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. 3. Batasi pengunjung bila perlu. 4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya. 5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan. 6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. 7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung. 8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan. 9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari. 10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi 11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan 12. Berikan antibiotik sesuai program. 13. Monitor hitung granulosit dan WBC. 14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip. 15. Dorong istirahat yang cukup. 16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan. 17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddarth. (2014). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC Brunner & Suddart, 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta. Evelyn C. Pearce (2015). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia Johnson, M.,et all, 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2015, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2015. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Price, A.S (2014). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC Syaifuddin (2017). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC Teguh, Subianto. (2016). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited URL:

12

Februari

2014],

avaible

from

http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-

diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/ Umami, Vidhia, Dr. 2011. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

More Documents from "Nytha Yunitha"

Rancangan Kps.docx
November 2019 20
Bab Ii Dan Iii.docx
November 2019 33
Bab 1-3(revisi 4).docx
April 2020 18