MAKALAH KEPERAWATAN JIWA ASUHAN KEPERAWATAN DISTRESS SPIRITUAL Dosen pengampu : Natalia Yohanes, S.Kep., Ns.
DISUSUN OLEH :
WIDYA WATI (01.2.16.00563)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS BAPTIS KEDIRI PRODI KEPERAWATAN STRATA 1 TAHUN AJARAN 2017/2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Spiritualitas adalah suatu aktivitas individu untuk mencari arti dan tujuan hidup yang berkaitan dengan kegiatan spiritual atau keagamaan. Distress spiritual merubuan suatu respons akibat dari suatu kejadian yang traumatis baik fisik maupun emosional yang tidak sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan pasien dalam menerima kenyataan yang terjadi. Bagi individu yang mengalami masalah bencana, seperti tsunami dan gempa di propinsi NAD dn Nias, ketidaknyamanan akibat permasalahan – permasalahan dari kejadian tersebut akan menimbulkan pertanyaan bagi pasien tentang apa yang telah dilakukan atau apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap dirinya. Pasien terkadang ragu, bimbang atau antipati dengan spiritual atau agama yang dianutnya. Menurut Rousseau (2003) distress spiritual harus pula diperhatikan atau dipertimbangkan bila pasien mengeluhkan gejala – gejala fisik dan tidak berespons terhadap intervensi yang efektif.
1.2 Rumusan masalah 1. Apa yang di maksud dengan Distress spiritual? 2. Bagaimana etiologi Distress spiritual? 3. Apa saja karakteristik dari Distress spiritual? 4. Bagaimana patofisiologi Distress spiritual? 5. Bagaimana strategi pelaksanaan Distress spiritual? 6. Apa saja terapi aktivitas Distress spiritual?
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang Distress spiritual. 2. Untuk mengetahui etiologi Distress spiritual. 3. Untuk mengetahui karakteristik dari Distress spiritual. 4. Untuk memahami patofisiologi Distress spiritual. 5. Untuk memahami strategi pelaksanaan Distress spiritual. 6. Untuk mengetahui terapi aktivitas Distress spiritual.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Distress Spiritual Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan prinsipprinsip kehidupan, keyakinan, atau kegamaan dari pasien yang menyebabkan gangguan pada aktivitas spiritual, yang merubuan akibat dari masalah - masalah fisik atau psikososial yang dialami. (Dochterman, 2004: 120). Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya (Nanda, 2005). Distress spiritual adalah gangguan pada prinsip hidup yang meliputi aspek dari seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis seseorang. (Wilkinson, Judith M., 2007: 490). Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya. 2.2 Etiologi Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut : a. b.
Pengkajian Fisik Abuse Pengkajian Psikologis Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
c.
Pengkajian Sosial Budaya dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien (Spencer, 1998). .
2.3 Karakteristik Nanda (2005) meliputi empat hubungan dasar yaitu : 1. Hubungan dengan diri a. Ungkapan kekurangan 1) Harapan 2) Arti dan tujuan hidup 3) Perdamaian/ketenangan b. Penerimaan c. Cinta d. Memaafkan diri sendiri e. Keberanian 1) Marah 2) Kesalahan 3) Koping yang buruk
2. Hubungan dengan orang lain a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama b. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung d. Mengungkapkan pengasingan diri
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam a. Ketidakmampuan
untuk
mengungkapkan
kreativitas
(bernyanyi,
mendengarkan musik, menulis) b. Tidak tertarik dengan alam c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya a. Ketidakmampuan untuk berdo’a b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan c. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan
d. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama e. Tiba-tiba berubah praktik agama f. Ketidakmampuan untuk introspeksi g. Mengungkapkan hidup tanpa harapan, menderita 2.4 Pengkajian 1) Faktor Predisposisi Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual seseorang. Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial. 2) Faktor Presipitasi a. Kejadian Stresfull Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi. b. Ketegangan Hidup Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas
2.5 Diagnosa Distress spiritual Batasan karakteristik : a.
Hubungan dengan diri sendiri 1.
Marah
2.
Mengungkapkan kurang dapat menerima (kurang pasrah)
3.
Mengungkapkan kurangnya motivasi
4.
Mengungkapkan kurang dapat memaafkan diri sendiri
5.
Mengungkapkan kekurangan harapan
6.
Mengungkapkan kekurangan cinta
7.
Mengungkapkan kekurangan makna hidup
8.
Mengungkapkan kekurangan tujuan hidup
9.
Mengunkapkan kurangnya ketenangan (mis, kedamaian)
10. Merasa bersalah 11. Koping tidak efektif b. Hubungan dengan orang lain 1.
Mengungkapkan rasa terasing
2.
Menolak interaksi dengan orang yang dianggap penting
3.
Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual
4.
Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dari system pendukung
c. Hubungan dengan seni, litelatur, music, alam 1.
Tidak berminat terhadap alam
2.
Tidak berminat membaca litelatur spiritual
3.
Ketidakmampuan mengungkapkan kondisi kreativitas sebelumnya (mis, menyanyi/mendengarkan music/menulis)
d. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri 1.
Mengungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari dirinya
e.
2.
Mengungkapkan telah diabaikan
3.
Mengungkapkan ketidakberdayaan
4.
Mengungkapkan penderitaan
5.
Ketidakmampuan berintrospeksi
6.
Ketidakmampuan mengalami pengalaman religiositas
7.
Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan
8.
Perubahan yang tiba-tiba dalam praktek spiritual
Faktor Yang Berhubungan 1.
Menjelang ajal, Ansietas
2.
Sakit kronis, Kematian
3.
Perubahan hidup, kesepian
4.
Nyeri
5.
Keterasingan diri
6.
Keterasingan social
7.
Gangguan sosiokultural
2.6 Intervensi NIC Spiritual Support 1. Gunakan komunikasi terapeutik untuk membangun kepercayaan dan kepedulian empatik 2. Memanfaatkan alat untuk memonitor dan mengevaluasi kesejahteraan rohani 3. Mendorong individu untuk meninjau kehidupan masa lalu dan fokus pada peristiwa dan hubungan yang memberi kekuatan spiritual dan dukung 4. Perlakukan individu dengan bermartabat dan hormat 5. Mendorong pratinjau hidup melalui kenangan 6. Mendorong partisipasi dalam interaksi dengan anggota keluarga, teman, dll 7. Menyediakan privasi dan cukup waktu untuk kegiatan spiritual 8. Mendorong partisipasi dalam kelompok pendukung 9. Ajarkan metode relaksasi, meditasi, dan citra dipandu 10. Bagi keyakinan sendiri tentang arti dan tujuan, sesuai 11. Berbagi perspektif spiritual sendiri, sesuai 12. Memberikan kesempatan untuk diskusi tentang berbagai sistem kepercayaan dan pandangan dunia 13. Jadilah terbuka untuk ekspresi individu yang menjadi perhatian 14. Mengatur kunjungan oleh penasihat spiritual individu 15. Bermain dengan individu 16. Menyediakan musik spiritual, sastra, atau program radio atau TV ke individu 17. Jadilah terbuka untuk ekspresi individu kesepian dan ketidakberdayaan 18. Mendorong kehadiran kapel layanan, jika diinginkan 19. Menyediakan artikel spiritual yang diinginkan, sesuai dengan preferensi individu 20. Mengacu pada penasehat spiritual pilihan individu
21. Gunakan klarifikasi nilai teknik untuk membantu individu memperjelas keyakinan dan nilai-nilai, yang sesuai 22. Selalu siap untuk mendengarkan perasaan individu 23. Mengungkapkan empati dengan perasaan individu 24. Memfasilitasi penggunaan individu meditasi, doa, dan tradisi keagamaan lain nya dan ritual 25. Mendengarkan
dengan
seksama
komunikasi
individu,
dan
mengembangkan rasa waktu untuk berdoa atau ritual spiritual 26. Yakinkan individu yang perawat akan tersedia untuk mendukung individu dalam saat-saat penderitaan 27. Jadilah terbuka untuk perasaan individu tentang penyakit dan kematian 28. Membantu
individu
untuk
mengekspresikan
dengan
benar
dan
mengurangi kemarahan dengan cara yang tepat Tujuan dan Kriteria Hasil : NOC 1.
Ansietas kematian
2.
Konflict pembuatan keputusan
3.
Koping, ketidakefektifan
4.
Distress spiritual, resiko. Kriteria hasil :
1.
Mampu mengontrol kecemasan
2.
Mampu Mengontrol tingkat depresi dan Ievel stress
3.
Mampu memproses informasi
4.
Penerimaan atau kesiapan menghadapi kematian
5.
Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
6.
Penerimaan terhadap status kesehatan
7.
Mampu beradaptasi terhadap ketidakmampuan fisik / cacat fisik
8.
Adaptasi anak terhadap hospitalisasi
9.
Psikososial penyesuaian: perubahan hidup
10. Kesehatan spiritual 11. Menunjukkan harapan arti hidup 12. Terlibat dalam lingkungan sosial
2.7 Strategi Pelaksanaan Distress Spiritual Tindakan Psikoterapeutik 1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tujuan tindakan keperawatan gangguan spiritual untuk pasien adalah agar pasien: a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat. b. Mengungkapkan penyebab gangguan spiritual. c. Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya. d. Mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakit atau perubahan spiritual dalam kehidupan. e. Aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan. f.
Ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
2. Tindakan Keperawatan a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien. b. Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien. c. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap spiritual yang diyakininya. d. Bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual dalam kehidupan. e. Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang dianut oleh pasien. f.
Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
g. Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
h. Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan ibadah atau kegiatan spiritual lainnya.
Sp. 1-P : Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien, bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap spiritual yang diyakininya, bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual dalam kehidupan.
a. Orientasi Perawat
: Assalamualaikum pak, nama saya suster Lily Puspita Rini saya dipanggil Lily, Nama bapak siapa?
Pasien
: Iya suster, nama saya Anton.
Perawat
: Bapak suka dipanggil apa?
Pasien
: Panggil saja saya Anton.
Perawat
: Oh, baik. Saya dari Politeknik Kesehatan Depkes Tasikmalaya Program Studi Keperawatan Cirebon yang akan merawat bapak selama 2 minggu di sini. Bagaimana perasaan bapak pagi ini.
Pasien
: Saya sedang sedih suster.
Perawat
: Bagaimana kalau kita berbicara tentang masalah - masalah yang bapak alami, kita ngobrol selama 30 menit ya? Dimana menurut bapak tempat yang cocok untuk kita ngobrol?
Pasien
: Di bawah pohon rindang saja suster.
Perawat
: Oh disana? Mari pak kalau begitu.
b. Kerja Perawat
: Apa masalah yang bapak rasakan saat ini?
Pasien
: Saya marah sama tuhan, saya tidak mau shalat dan tidak mau mengaji lagi. Saya merasa tidak berguna lagi.
Perawat
: Coba bapak sampaikan apa yang menyebabkan bapak tidak sholat dan mengaji seperti dulu?
Pasien
: Semenjak musibah tsunami itu saya kehilangan pekerjaan dan harta saya suster.
Perawat
: Oh, ya! selain itu faKtor apa lagi yang menyebabkan bapak tidak sholat dan mengaji.
Pasien
: Sekarang saya merasa sudah tidak berguna lagi.
Perawat
: Coba bapak sampaikan pendapat bapak tentang agama atau keyakinan yang bapak anut selama ini?
Pasien
: Agama yang saya anut adalah agama yang membawa kedamaian.
Perawat
: Menurut bapak, apakah agama yang bapak anut bisa membawa kedamaian dan ketenangan dalam kehidupan bapak saat ini?
Pasien
: Saya merasa ini tidak seperti yang saya yakini.
Perawat
: Apakah hal tersebut yang mempengaruhi bapak sehingga kurang aktif melakukan sholat dan mengaji?
Pasien
: Iya suster.
Perawat
: Apa saja kegiatan ibadah yang bapak jalankan?
Pasien
: Shalat, shalawat dan zikir, suster.
Perawat
: Yang mana kira-kira yang ingin bapak jalankan?
Pasien
: Shalawat dan zikir, suster.
Perawat
: Mari bapak coba misalnya sholawat atau zikir.
Pasien
: Shalatullah salaamullah ‘alatoha rasulillah, salaatullah salamullah ‘alaa yasiin habibillah.
Perawat
: Bagus sekali! Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?
Pasien
: Saya merasa tenang, suster.
Perawat
: Apa keuntungan giat beribadah yang pernah bapak rasakan?
Pasien
: Saya merasa tenang, suster.
Perawat
: Betul sekali, setelah beribadah kita merasa tenang.
c. Terminasi Perawat
: Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang – bincang?
Pasien
: Saya merasa lebih lega, suster.
Perawat
: Tampaknya bapak semangat menjawab pertanyaan suster ya?
Pasien
: Iya suster.
Perawat
: Coba bapak ulangi apa yang sudah kita diskusikan bersama - sama
hari ini! Pasien
: Saya merasa tidak maksimal beribadah dan tadi saya sudah mencoba bershalawat, suster.
Perawat
: Bagus sekali, jadi bapak sudah tahu penyebab masalah bapak ya? Selain itu bapak juga telah mengungkapkan perasaan dan pikiran bapak tentang agama dan tahu kegiatan yang bapak bisa lakukan.
Pasien
: Iya suster.
Perawat
: Nah sekarang ibadah mana yang bapak coba lakukan? Jangan lupa ya pak!
Pasien
: Iya suster.
Perawat
: Besok lagi kita bertemu untuk mengetahui manfaat kegiatan ibadah yang bapak lakukan serta belajar cara ibadah lain.
Pasien
: Iya suster.
Perawat
: Sampai jumpa bapak, Assalamualaikum!
Pasien
: Waalaikumsalam.
Sp. 2-P : Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang dianut oleh pasien, fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain, bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
a. Orientasi Perawat
: Assalamualaikum, bapak bagaimana keadaan dan perasaan bapak saat ini? Sudah dicoba melakukan ibadah?
Pasien
: Baik suster, sudah.
Perawat
: Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?
Pasien
: Lebih tenang.
Perawat
: Hari ini kita akan mendiskusikan tentang persiapan alat-alat sholat dan cara-cara menjalankan sholat baik sendiri maupun berjamaah.
Bagaimana kalau kita ngobrol selama 30 menit. Dimana bapak mau ngobrol? Atau bagaimana kalau disini saja? Pasien
: Iya suster boleh.
b. Kerja Perawat
: Pak, sepengetahuan bapak, apa saja persiapaan sholat, baik alat maupun diri kita?
Pasien
: Pakai sarung, kopiah, dan sajadah.
Perawat
: Bagus sekali! Menyiapkan kopiah, sajadah dan sarung dan sebelum sholat bapa harus mandi dulu dan berwudlu.
Pasien
: iya.
Perawat
: Coba bapak sebutkan sholat lima waktu dalam sehari?
Pasien
: Subuh, dzuhur, ashar, magrib, isya.
Perawat
: Sholat subuh jam berapa? Bagaimana ucapannya?
Pasien
: jam 4.30 wib. Ussholli fardossubkhi rok’ataini mustaqbilal kiblati fadollillah hita’ala.
Perawat
: Bagus sekali, Selain itu, bapak dapat melakukan sholat berjamaah?
Pasien
: Dulu sering tapi sekarang tidak pernah.
c. Terminasi Perawat
: Bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi tentang cara-cara mempersiapkan alat sholat dan mengerjakan sholat.
Pasien
: Lebih tenang dan legah sekarang suster.
Perawat
: Berapa kali sehari bapak mencoba? Mari kita buat jadwalnya, kalau sudah dilakukan beri tanda ya!
Pasien
: 3x sehari dzuhur, ashar dan magrib saja suster.
Perawat
: Besok saya akan datang untuk mendiskusikan tentang perasaan bapak dalam melakuakn sholat serta membahas kegiatan ibadah yang lainnya.
Pasien
: Iya suster terimakasih.
Perawat
: Kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa besok. Assalamualaikum.
Pasien
Sp. 1-K
: Wa’alaikum salam.
: Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien, bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi.
a. Orientasi Perawat
: Assalamualaikum, bu. Bagaimana keadaan keluarga ibu hari ini?
Ibu
: Wa’alaikum salam. Alhamdulilah baik suster.
Perawat
: Hari ini kita akan mendiskusikan tentang masalah yang ibu hadapi dalam merawat atau membantu anak ibu, selama 30 menit. Disini saja yah bu!
Ibu
: Iya suster silakan.
b. Kerja Perawat
: Bu, menurut ibu apa masalah yang ibu hadapi dalam merawat atau membantu anak ibu?
Ibu
: Iya suster, anak saya jadi malas sholat dan tidak mau mengikuti pengajian. Pada hal dia sangatlah rajin beribadah sebelumnya.
Pewat
: Apakah hal tersebut terjadi setelah gempa atau akibat tsunami yang lalu. Oh, jadi masalah yang ibu hadapi adalah susah memberitahu dan mengajak dia untuk sholat lima waktu ya?
Ibu
: Benar suster. Sekarang dia susah banget untuk di ajak sholat semenjak kejadian stunami itu.
Perawat
: Bagaimana dengan kegiatan keagamaan lainnya, apakah anak ibu mau melakukannya?
Ibu
: Tidak suster, dia males malesan saja di rumah. Diemm saja
Perawat
: Jadi ibu kewalahan menasehati agar dapat melakukan ibadah dan ini terjadi sesudah tsunami.
Ibu
: Iya, saya sudah angkat tangan menyuruh dia untuk sholat.
Perawat
: Ibu, biasanya kalau ada kejadian bencana seperti gempa tsunami, kadang seseorang akan mengalami kejadian seperti itu anak ibu tersebut. Oleh karena itu mari saya bantu ibu untuk bersama-sama dan merawat anak ibu ya.
Ibu
: Iya suster. Apa yang harus saya lakukan?
Perawat
: Bu cara untuk membantu anak ibu yang malas sholat adalah dengan selalu mengingatkan, mengajak atau memberi contoh solat pada waktu sholat telah tiba. Selain itu ibu menyiapkan perlengkapan sholat untuk anak ibu misalnya kopiah, sarung dan sajadah. Lalu bu bersama-sama satu keluarga melakukan sholat berjamah ya? Jangan lupa mengajak anak-anak untuk bersama-sama sholat berjamaah. Bila perlu ajak anak ibu untuk menjadi imam.
Ibu
: Oh, begitu yah suster. Ings’allah saya akan melakukannya.
Perawat
: Iya bu. Setelah sholat ibu ajak anak ibu untuk berdoa semoga diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi masalah akibat adanya bencana alam yang dialami tersebut.
Ibu
: Iyah suster
Perawat
: Jangan lupa, agar ibu mengigatkan anak ibu untuk sholat Jum’at berjamaah di masjid bersama warga lainnya. Ya bu yah?
Ibu
: Siap suster.
Perawat
: Kemudian, ibu jangan segan-segan untuk meminta nasehat dan bantuan kepada ustadz setempat. Saya yakin mereka akan dengan senang hati membantu ibu dan terutama memberi nasehat keagamaan kepada anak ibu.
Ibu
: Iya suster
Perawat
: Sudah bisa mengerti cara merawat dan membantu anak ibu yang mengalami masalah tersebut. Dengan demikian, ibu bisa membantu agar dia aktif dan rajin sholat lima waktu serta mengikuti pengajian, ya kan bu?
Ibu
: Terimakasih suster atas nasehat ya.
c. Terminasi Perawat
: Bagaimana perasaan ibu setelah kita diskusi tentang
masalah-masalah yang ibu hadapi dalam merawat anak ibu? Ibu
: Lebih tenang suster dan semangat untuk mengajak anak saya sholat lima waktu.
Perawat
: Bisa ulangi kembali apa saja cara untuk masalah yang ibu hadapi dalam merawat anak ibu tersebut?
Ibu
: Dengan cara menasehati, mengajak dan selalu mengigatkan untuk selalu beribadah suster.
Perawat
: Bagus sekali bu, ibu sudah mengetahui semua permasalahan yang terjadi ya?
Ibu
: Iya suster.
Perawat
: Kalau begitu saya pamit dulu. Assalamualaikum.
Ibu
: Terimakasih bayak suster atas bantuannya. Wa’alaikum salam.
2.8 Terapi aktifitas A. Psikofarmako 1. Memberikan obat - obatan sesuai program pengobatan pasien. Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri. Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas abuah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat atau lima. 2. Memantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum. 3. Mengukur vital sign secara periodik. B. Manipulasi Lingkungan 1. Memodifikasi ruangan dengan menyediakan tempat ibadah. 2. Menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan spiritual. 3. Melibatkan pasien dalam kegiatan spiritual secara berkelompok.
2.9 Evaluasi A. Kemampuan Pasien 1. Pasien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat. 2. Pasien mengungkapkan penyebab gangguan spiritual. 3. Pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya. 4. Pasien mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakit atau perubahan spiritual dalam kehidupan. 5. Pasien aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan. 6. Pasien ikut serta dalam kegiatan keagamaan. B. Kemampuan Keluarga 1. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien dengan masalah spiritual. 2. Mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi oleh pasien. 3. Mengetahui tentang cara merawat anggota keluarga yang mengalami masalah spiritual. 4. Melakukan rujukan pada tokoh agama apabila diperlukan. C. Kemampuan Perawat 1. Mampu membina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. 2. Mampu membantu pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang gangguan spiritual. 3. Mampu membantu pasien dan keluarga mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau perubahan spiritual. 4. Mampu membantu pasien dalam melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan serta aktif dalam kegiatan sosial keagamaan. 5. Memberikan reinforcement bila keluarga melakukan hal – hal yang positif.
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan prinsip-
prinsip kehidupan, keyakinan, atau kegamaan dari pasien yang menyebabkan gangguan pada aktivitas spiritual, yang merubuan akibat dari masalah - masalah fisik atau psikososial yang dialami. Kita sebagai perawat meminta orang-orang terdekat seperti keluarga, teman dan tokoh masyarakat (ustadz) untuk membantu dalam mendukung proses penyembuhan klien yang mengalami distress spiritual selain obat yang di berikan di rumah sakit.
3.2 Saran a. Melakukan pengkajian pada pasien distress spiritual. b. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien distress spiritual. c. Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien dengan distress spiritual. d. Melakukan tindakan keperawatan kepada keluarga pasien dengan distress spiritual. e. Mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat pasien dengan distress spiritual. f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien dengan distress spiritual.
DAFTAR PUSTAKA Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.