BAB I TINJAUAN TEORI
1. 1. Tinjauan Medis 1.1.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2010). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2010). Diabetes mellitus didefinisikan sebagai serangkaian gangguan atau sindroma dimana tubuh tidak mampu mengatur secara tepat pengolahan atau metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Mc Wright, 2011) Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat (Elies, 2010).
1.1.2 Etiologi Diabetes Mellitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel –sel beta pulau langerhans. Jenis juvenilis (usia muda) disebabkan oleh predisposisi herediter terhadap perkembangan anti bodi yang merusak sel-sel beta atau degenerasi sel-sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan oleh degenasi sel-sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan/obesitas. Tipe ini jelas disebabkan oleh degenarasi sel-sel beta sebagai akibat penuaan yang cepat pada orang yang rentan dan obesitas mempredisposisi terhadap jenis obesitas ini karena diperlukan insulin dalam jumlah besar untuk pengolahan metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang normal. Penyebab resistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain: 1.
Kelainan Genetik Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes mellitus akan ikut di informasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
1
2.
Usia Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3. Gaya hidup stre Stres kronis cnderung membuat mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengewet, lemak dan gula Makanan in berpengaruh besar terhadap kerja pancreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada pemerunan insulin 4. Pola makan yang salah Kurang gizi atau kelebihan berat sama sama meningkatkan risiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pakreas, sedangkat obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resisten insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada ketidakstabilan kerja pankreas. 5. Obesitas Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pancreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh
terhadap
penurunan
produksi
insulin.Hipertropi
pancreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak 6. Infeksi Masuknya bakteri atau virus ke dalam pancreas akan berakibat rusaknya sel-sel pancreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas
1.1.3 Klasifikasi 1. Diabetes tipe I: a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
2
asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. 2. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko : a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas c. Riwayat keluarga 3. Diabetes karena malnutrisi Golongan diabetes ini terjadi akibat malnutrisi, biasanya pada penduduk yang miskin. Diabetes ini dapat ditegakkan bila ada 3 gejala dari gejala yang mungkin yaitu : a) Adanya gejala malnutrisi seperti badan kurus, berat badan kurang dari 80% berat badan ideal b) Adanya tanda-tanda malabsorpsi makanan c) Usia antara 15-40 tahun d) Memerlukan insulin untuk regulasi DM dan menaikkan berat badan e) Nyeri perut berulang 4. Diabetes sekunder yaitu DM yang berhubungan dengan keadaan atau penyakit tertentu,
misalnya
penyakit
pankreas
(pankreatitis,
neoplasma,
trauma/panreatectomy), endokrinopati (akromegali, cushing’s syndrome, pheochromacytoma,
hypertyroidism),
obat-obatan
atau
zat
kimia
(glukokortikoid, hormon tiroid, dilantin, nicotinic acid), penyakit infeksi seperti kongineta rubella, infeksi cytomegalovirus, serta syndrome genetic diabetes seperti Down Syndrome. 5. Diabetes melitus gestasional yaitu DM yang terjadi pada masa kehamilan, dapat didiagnosa menggunakan tus toleran glukosa, terjadi pada kira-kira 24 minggu kehamilan. Individu dengan DM gestasional 25% akan berkembang menjadi DM.
3
1.1.4 Tanda dan Gejala Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Tanda dan Gejala DM antara lain : 1. Sering kencing Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh ginjal bersama urin karena keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan reabsorpsi dari tubulus ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka diperlukan banyak air, sehingga frekuensi kencing meningkat 2. Meningkatnya rasa haus (polidipsia) Banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus yang mengakibatkan peningkatan rasa haus 3. Meningkatnya rasa lapar (polipagia) Meningkatnya katabolisme, pemecahan glikogen untuk energi menyebabkan cadangan energi berkurang, keadaan ini menstimulasi rasa lapar 4. Penurunan berat badan Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilangan cairan, glikogen dan cadangan triglisakarida serta massa otot 5. Kelainan pada mata, penglihatan kabur Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah melambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang merusak retina serta kekeruhan pada lensa 6. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal disekitar penis dan vagina Peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang kulit 7. Ketonuria Ketika glukosa tidak lagi digunakan untu energi, maka digunakan asam lemak untuk energi, asam lemak untuk dipecah menjadi keton yang kemudian berada pada darah dan dikeluarkan melalui ginjal 8. Kelemahan dan keletihan Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih 9. Terkadang tanpa gejala Pada keadaan tertent, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan peningkatan glukosa darah
4
1.1.5 Kriteria DM Menurut Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) tahun 1997 untuk menentukan diagnosa dan kriteria DM, memenuhi 2 diantara 3 kriteria sebagai berikut : 1. Adanya tanda dan gejala DM ditambah kadar gula acak lebih atau sama dengan 200 mg/dl. 2. Gula darah puasa Fasting Blood Sugar (FBS) lebih besar atau sama dengan 126 mg/dl (puasa sekurangnya 8 jam). 3. Hasil Glukose Toleran Test (GTT) lebih besar atau sama dengan 200 mg/dl, 2 jam sesudah beban. Sedangkan pre Diabetes Melitus 1. Impaired glucose tolerance (IGT) jika hasil pemeriksaan 2 jam sesudah beban glukosa lebih dari 140 – kurang dari 200 mg/dl. 2. Impaired fosting glucose (IFG), jika hasil pemeriksaan glukosa darah puasa lebih dari 110 – kurang dari 126 mg/dl. Kadar glukosa darah dalam mendiagnosis DM Kadar glukosa darah (mg/dl) Sewaktu
Bukan DM
Belum Pasti DM
DM
Plasma vena
˂ 100 mg/dl
100-199 mg/dl
≥ 200 mg/dl
Darah kapiler
˂ 90 mg/dl
90-199
≥ 200 mg/dl
mg/dl Puasa
Plasma vena
˂ 100 mg/dl
100-125 mg/dl
≥ 126 mg/dl
Darah kapiler
˂ 90 mg/dl
90-99
≥ 100 mg/dl
Mg/dl
5
1.1.6 Patofisiologi Gangguan pada pembentukan insulin Herediter kurang lebih 25 % Gangguan pada otot Sel pankreas rusak
Kegagalan produksi Peningkatan glukosa ein Katabolisme Peningkatan glikosa kronis
aterosklerosis Gangguan fungsi imun Hipertensi, peningkatan kadar LDL Infeksi,
Suplai darah turun
Gangguan perfusi jaringan
Nyeri akut
Gangguan penyembuhan luka
Kerusakan integrutas kulit
Gangguan rasa nyaman
6
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang 1. Perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM antara lain : a.) Usia lebih 40 tahun b.) Obesitas c.) Hipertensi d.) Riwayat kelurga DM e.) Riwayat kelahiran dengan BB lebih dari 4 kg f.) Riwayat DM pada kehamilan g.) Dislipidemia 2. Dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu- waktu, kadar glukosa darah puasa. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO )
1.1.8 Penatalaksanaan Hal-hal yang perlu diperhatikan antara laian : 1. Motivasi Pasien diberitahu bahwa penyakit DM tidak dapat disembuhjan , tapi kadar gula darah dapat diturunkan, jadi harus ada kerja sama dengan pasien 2. Diit a) Tujuan Diit
Mengakibatkan pertumbuhan yang normal
Mengarahkan BB normal
Mempertahankan GD normal
Mencegah / menunda komplikasi
b) Pedoman Diit
Jumlah Relatif body wheight (RBW) RBW : BB / TB – 100 x 100% Klasifikasi : - Kurus ( under weight ) < 70 % - Un Over nutrisi < 80 % - Normal 90- 110 % - Gemuk (over wheight) 110-120 % - Obesitas >120 % Pedoman pemberian kalori - Kurus : BB x 40-60 kal 7
- Normal : BB x 30 kal - Gemuk : BB x 20 kal - Obesitas: BB x 10-15 kal
Jadwal Jadwal pemberian 3 jam dengan cara bergantian antara snak dengan makanan.
Jenis Jenis bahan makanan yang boleh diberikan adalah golongan B yaitu apel, pisang kopok, pepaya, kedondong, tomat.
3. Latihan Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
4. Penyuluhan Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. 5. Insulin Indikasi penggunaan insulin :
DM tipe I
DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
DM kehamilan
DM dan gangguan faal hati yang berat
DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
DM dan TBC paru akut
DM dan koma lain pada DM
DM operasi
8
DM patah tulang
DM dan underweight
DM dan penyakit Graves
1.1.9 Komplikasi 1. Akut
Ketoasidosis diabetik
Hipoglikemi
Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
Hiperglikemi pada pagi hari antara jam 5-9 pagi yang disebabkan peningkatan sikardian kadar glukosa pada pagi hari.
2. Komplikasi jangka panjang
Makroangiopati (penyakit arteri koroner, penyakit vaskuler perifer, stroke)
Mikroangiopati (retinopati, nefropati, neuropati diabetik)
1.1.10 Pemeriksaan Diagnostik 1. pemeriksaan kadar serum glukosa
Gula darah puasa
Gula darah 2 jam pp : 200 mg/dl
Gula darah sewaktu
: hasil lebih dari 120 mg/dl pada 2x tes
: lebih dari 200 mg/dl
2. Tes toleransi glukosa Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu nilai lain lebih dari 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gr. 3. Pemeriksaan kadar glukosa urin Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan enzim glukosa. Pemeriksaan reduksi urin positif jika didapatkan glukosa dalam urin.
9
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan 2.1.1 Pengkajian 1. Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? 2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. 3. Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. 4. Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah 5. Integritas Ego Stress, ansietas 6. Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare 7. Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. 8. Neurosensori Pusing,
sakit
kepala,
kesemutan,
kebas
kelemahan
pada
otot,
parestesia,gangguan penglihatan. 9. Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) 10. Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) 11. Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit. 2.1.2 Pemeriksaan Fisik 1. Status penampilan kesehatan: yang sering muncul adalah kelemahan fisik. 2. Tingkat kesadaran: normal, latergi, stupor, koma (tergantung kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologi untuk melakukan kompensasi kelebihan gula darah). 10
3. Tanda-tanda vital Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi (terjadi kekurangan energi sel sehingga jantung melakukan kompensasi untuk meningkatkan pengiriman), hipertensi (karena peningkatan viskositas darah oleh glukosa sehingga terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah dan risiko terbentunya plak pada pembuluh. Kondisi ini terjadi pada fase diabetes milletus yang sudah
lama
atau
penderita
yang
memang
mempunyai
bakat
hipertensi).Frekuensi pernafasan: takhipnea (pada kondisi ketoasidosis).Suhu tubuh: demam (pada penderita dengan komplikasi infeksi pada uka atau pada jaringan lain), hipotermia (pada penderita yang tidak mengalami infeksi atau penurunan metabolic akibat menurunnya masukkan nutrisi secara drastis. Berat badan melalui penampilan atau pengukuran: kurus ramping (pada diabetes milletus fase lanjutan dan lama tidak mengalami terapi). gemuk padat, gendut (pada fase awal penyakit atau penderita lanjutan dengan pengobatan yang rutin dan pola makan yang masih tidak terkontrol). 4. Kulit Warna: perubahan-perubahan pada melanin, kerotenemia (pada penderita yang mengalami peningkatan trauma mekanik yang berakibat luka sehingga menimbulkan ganggren. Tampak warna kehitam-hitaman disekitar luka. Daerah yang sering terkena adalah ekstermitas bawah).Kelembaban: lembab (pada penderita yang tidak mengalami diuresis osmosis dan tidak mengalami dehidrasi), kering (pada pasien yang mengalami diuresis osmosis dan dehidrasi).Suhu: dingin (pada penderita yang tidak mengalami infeksi dan menurunnya masukan nutrisi), hangat (mengalami infeksi atau kondisi intake nutrisi normal sesuai aturan diet).Tekstur: halus (cadangan lemak dan glikogen belum banyak di bongkar), kasar (terjadi pembongkaran lemak, protein, glikogen otot untuk produksi energi).Turgor: menurun pada dehidrasi. 5. Kuku Warna: pucat, sianosis (penurunan perfusi pada kondisi ketoasidosis atau komplikasi infeksi saluran pernafasan) 6. Rambut Kuantitas: tipis (banyak yang rontok karena kekurangan nutrisi dan buruknya sirkulasi), lebat.Penyebaran: jarang atau alopesia total.Tekstur: halus atau kasar. 7. Mata dan kepala
Kepala
11
Rambut:termasukkuantitas,penyebaran dan tekstur antara lain: kasar dan halus.Kulit kepala: termasuk benjolan atau lesi, antara lain: kista pilar dan psoriasis (yang rentan terjadi pada penderita dibetes milletus karena penurunan antibody).
Tulang tengkorak: termasuk ukuran dan kontur. Wajah: termasuk simetris dan ekspresi wajah, antara lain: paralisis wajah (pada penderita dengan komplikasi stroke) dan emosi.
Mata Yang perlu dikaji yaitu lapang pandang dan uji ketajaman pandang dari masing-masing mata (ketajaman menghilang. 1. Inspeksi Posisi dan kesejajaran mata: mungkin muncul eksoftalmus, strabismus.Alis mata: dermatitis, seborea (penderita sangat berisiko tumbuhnya mikroorganisme dan jamur pada kulit). 2.
Kelopak mata Aparatus akrimalis: mungkin ada pembengkakan sakus lakrimalis. Sklera dan konjungtiva: sclera mungkin ikterik. Konjungtiva anemis pada penderita yang sulit tidur karena banyak kencing pada malam hari).Kornea, iris dan lensa: opaksitas atau katarak (penderita diabetes milletus sangat berisiko pada kekruhan lensa mata).Pupil: miosis, midriosis atau anisokor.
Telinga Daun telinga dilakukan ispeksi: masih simetris antara kanan dan kiri.Lubang hidung dan gendang telinga.Lubang telinga: produksi serumen tidak sampai mengganggu diameter lubang.Gendang telinga: kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan, dan masih dapat bervibrasi
dengan
sekunder.Pendengaran
baik
apa
bila
tidak
Pengkajianketajaman
mengalami pendengaran
infeksi terhadap
bisikan atau tes garputala dapat mengalami penurunan.
Hidung Jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali ada infeksi sekunder seperti influenza
Mulut dan faring a. Inspeksi Bibir: sianosis, pucat (apabila mengalami asidosis atau penurunanan perfusi jaringan pada stadium lanjut).Mukosa oral: kering (dalam 12
kondisi dehidrasi akaibat diuresisi osmosis).Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis karena penderita memang rentan terhadap pertumbuhan mikroorganisme).Langit-langit
mulut:
mungkin
terdapat
bercak
keputihan karena pasien mengalami penurunan kemampuan personal hygiene akibat kelemahan fisik).Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral hygiene. Faring mungkin terlihat kemeraharn akibat proses peradangan (faringitis).
Leher Pada inspeksi jarang tampak distensi jugularis, pembesaran kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada infeksi sistemik
Toraks dan paru-paru a. Inspeksi frekuensi: irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain: tekipnea, hipernea, dan pernafasan Chyne Stoke (pada kondisi ketoasidosis) b. Amati bentuk dada: normal atau dada tong. c.
Dengarkan
pernafasan
pasien.Stridor
pada
obstruksi
jalan
nafas.Mengi (apabila penderita sekaligus mempunyai riwayat astma atau brokhitis kronik).
Dada a. Dada posterior 1. Inspeksi antara lain: deformitas, atau asimetris dan retruksi inspirasi abdomen. 2. Palpasi antara lain: adanya nyeri tekan atau tidak. 3. Perkusi antara lain: pekak terjadi bila cairan atau jaringan padat menggantikan bagian paru yang normalnya terisi udara (terjadi pada penderita dengan penyakit lain seperti effuse pleura, tumor atau pasca penyembuhan TBC). 4. Auskultasi antara lain: bunyi nafas vasikuler, bronko vesikuler (dalam kondisi nomal) Dada anterior 1. Inspeksi antara lain: deformitas atau asimetris 2. Palpasi antara lain: adanya nyeri tekan, ekspansi pernafasan 3. Perkusi antara lain: pada penderita normal area paru terdengar sonor. 4. Auskultasi bunyi nafas vaskuler, bronkovasikuler (dalam kondisi tanpa penyerta penyakit lain)asimetris.
13
Aksila a. Inspeksi terhadap kemerahan, infeksi dan pigmentasi b. Palpasi kelenjar aksila sentralis apaka linfodenopati.
Sistem kardiovaskuler Adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardi, tekanan darah yang cenderung meningkat, disritmia, nadi yang menurun, rasa kesemutan dan kebas pada ekstremitas merupakan tanda gejala dari penderita diabetes melitus.
Abdomen a. Inspeksi Pada kulit apakah ada strie dan simteris adanya pembesaran organ (pada penderita dengan penyerta penyakit sirosis hepatic atau hepatomegali dan splenomegali). b. Auskultasi Auskultasi bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan motilitas c. Perkusi Perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tympani serta kepekaan. d. Palpasi Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan/massa.
Ginjal Palpasi ginjal apakah ada nyeri tekan sudut kosta vertebral.
Sistem muskuloskeletal Inspeksi persendian dan jaringan sekitar saat anda memeriksa berbagai kondisi tubuh. Amati kemudahan dan rentang gesekan kondisi jaringan sekitar, setiap deformitas muskuloskeletal, termasuk kurvatura abnormal dari
tulang
belakang.
Sering
mengalami
penurunan
kekuatan
muskeloskeletal dibuktikan dengan skor kekuatan otot yang menurun dari angka 5.
Sistem neurosensori Penderita diabetes melitus biasanya merasakan gejala seperti: a. Pusing. b. Sakit kepala. c. Kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia d. Gangguan penglihatan.
14
2.1.3 Diagnosa Keperawatan Diagnosa 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis NANDA Nyeri Akut
00132
Definisi :Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association fot the Study of Pain); awitan yang tiba tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi Batasan karakteristik
Faktor yang berhubungan
Bukti nyeri dengan menggunakan
Agens cedera biologis (mis infeksi,
standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat
iskemia, neoplasma) Agens cedera fisik (mis., abses,
mengungkapkannya (mis, Neonatal
amputasi, luka bakar, terpotong,
Infant Pain Scale, Pain Assessment
mengangkat berat, prosedur bedah,
Checklist for Senior with Limited
trauma, olahraga berlebihan)
Ability to Communicate)
Agen cedera kimia (mis, luka bakar,
Diaforesis
kapsaisin, metilen klorida, agen
Dilatasi pupil
mustard)
Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis) Fokus menyempit (mis., persepsi waktu, proses berpikir, interaksi dengan orang dan lingkungan Fokus pada diri sendiri Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis., skala Wong-Baker FACES, skala analog visual skala penilaian numerik) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
15
instrumen nyeri (mis., McGill Pain Questionnaire, Brief Pain Inventory) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (mis., anggota keluarga, pemberi asuhan) Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis, waspada) Perilaku distraksi Perubahan pada parameter fisiologis (mis., tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan saturasi oksigen, dan end- tidal karbon dioksida (CO2) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri Perubahan selera makan Putus asa Sikap melindungi area nyeri Sikap tubuh melindungi
NOC Kontrol Nyeri
1605
Definisi : Tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri 160502
Mengenali kapan nyeri terjadi
160501
Menggambarkan faktor penyebab
160510
Menggunakan jurnal harianuntuk memonitor gejala dari waktu ke waktu
160503 160504
Menggunakan tindakan pencegahan Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik
16
160505
Menggunakan analgesik yang di rekomendasikan
160513
Melaporkan perubahan perubahan terhadap gejala nyeri terhadap profesional kesehatan Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada profesional
160507
kesehatan
160508
Menggunakan sumber daya yang tersedia
160509
Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri
160511
Melaporkan nyeri yang terkontrol
NIC Manajemen Nyeri Definisi : pengurangan ataau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyemanan yang dapatditerima oleh pasien
Aktivitas-aktivitas
Lakukan
pengkajian
komprehensif
yang
nyeri
faktor yang dapat mencetuskan
meliputi
atau
meningkatkan
lokasi , karekteristik,onset/durasi,
nyeri(misalnya,
ketakutan
frekuensi, kualitas, intensitas atau
kelelahan,keadaan monoton dan
beratnya nyeri dan faktor pencetus
kurang pengetahuan)
Observasi
adanya
petunjuk
nonverbal
mengenai
ketidak-
,
Pertimbangkan keinginann pasien untuk berpartisipasi, kemampuan
nyamanan terutama pada mereka
berpaartisipasi,
yang tidak bisa berkomunikasi
dukungan dari orang terdekat
secara efektif
terhadap
Pastikan perawatan analgesic bagi
ketika memilih strategi penurunan
pasien
nyeri
dilakuka
dengan
pemantauan yang ketat
Kurangi atau eliminasi faktor-
Pilih
kecenderungan,
dan
dan
kontraindikasi
implementasikan
Gunakan
strategi
komunikasi
tindakan
yang
beragam
terapeutik
untuk
mengetahui
(misalnya,farmakologi,
pengalaman nyeri dan sampaikan
nonfarmakologi,
penerimaan pasien terhadap nyeri
untuk memfasilitasi penurunan
Gali
nyeri, sesuai dengan kebutuhan
pengetahuan
dan
17
interpersonal)
kepercayaan
pasien
mengenai
nyeri
Perhatikan
pengaruh
budaya
nyeri ketika memilih strategi
Tentukan akibat dari pengalaman
penurunn nyeri
terhadap
kualitashidup
nyeri dan menangani nyerinya
makan, pengertian, perasaan ,
dengan tepat
penggunaan
teknik
nonfarmakologi (seperti, biofeed
Gali bersama pasien faktor-faktor
back. TENS, hypnosis, relaksasi,
yang
bimbingan antisipasif,
dapat
menurunkan
Evalasi
atau
terapi
music, terapi bermain,, terapi
pengalaman
nyeri
aktifitas,
akupressur,
aplikasi
dimasalaluyang meliputi riwayat
panas/dingin dan pijatan, sebelum
nyeri
kronik
individu
atau
, sesudah dan jika memungkinkan
nyeri
yang
, ketika melakukan aktifitas yang
atau
menyebabkan
menimbulkan
disability/ketidakmampuan/kecac
nyeri terjadi atau meningkat dan
atan, dengan tepat
bersamaan
Evaluasi bersama pasien dan tim
penurunan rasa nyeri lainnya)
kesehatan
lain
mengenai
Gali
nyeri,
sebelum
dengan
tindakan
penggunaan
metode
efektivitas tindakan pengontrolan
farmakologi yang di pakai pasien
nyer yang pernah di lakukan
saat ini untuk menurunkan nyeri
sebelumnya Bantu keluarga dalam mencari
Ajarkan
metodefarmakologi
untuk menurunkan nyeri
dan menyediakan dukungan
Ajarkan
tanggung jawab peran)
keluarga
Dorong pasien untuk memonitor
pasien (misalnya, tidur, nafsu
memperberat nyeri
Pertmbangkan tipe dan sumber
terhadap respon nyeri
hubungan peforma kerja, dan
prinsip-prinsip
manajemen nyeri
nyeri
Ajarkan
Dorong
pasien
menggunakan
Gunakan metode penilaian yang
obat-oobatan penurun nyeri yang
sesuai
adekuat
dengan
tahapan
perkembangan
yang
memungkinkan
untuk
terdekat
dan
meonitoring perubahan nyeri yang
lainnya
untuk
akan
mengimplementasikan
dapat
membantu
Kolaborasi dengan pasien, orang tim
kesehatan
memilih
dan
tindakan
mengidentifikasi faktor pencetus
penurunan nyeri nonfarmakologi
actual
sesuai kebutuhan
dan
potensial
(missal,
catatan perkembangan dan catatan
18
Beriakn individu penurun nyeri
harian)
yang optimal dengan peresepan
Tentukan untuk
kebutuhan
frekuensi
melakukan
ketidaknyamanan
pengkajian pasien
mengimplementasikan
, seperti penyebab nyeri, berapa
berat
akibat prosedur
partisipasi,
dapat
lingkungan
terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya,
(lakukan)
Pastikan pemberian analgesic dan atau
strategi
nonfarmakologi
sebelum dilakukan prosedur yang
suara bising)
menimbulkan nyeri
Informasikan tim kesehatan lain
Periksa tingkat ketidak nyamanan
atau anggota keluarga mengenai
bersama pasien , catat perubahan
strategi
nonfarmakologi
yang
pada catatan medis pasien ,
sedang
di
untuk
informasikan petugas kesehatan
gunakan
lain yang merawat pasien
Evaluasi keefektifan dan dari
Gunakan pendekata multi disiplin
tindakan pengontol nyeri yang di
untu manajemen nyeri , jika
pakai selama pengkajian nyeri
sesuai
dilakukan
Pertimbangkan pasien
untuk
keluarga
terdekat
merujuk
dan
pada
orang
Mulai dan modifikasi tindakan pengontrolan nyeri berdasarkan
kelompok
pendukung dan sumber-sumber
respon pasien
Dukung istirahaat atau tidur yang
lainnya sesuai kebutuhan
adekuat
Berikan informasi yang akurat
penurunan nyeri
untuk meningkatkan pengetahun dn
respon
keluarga
terhadap
Libatkan
keluarga
Dorong
untuk
membantu
pasien
mendiskusikan
pengalaman nyeri
namun
suhu, ruangan , pencaahayaan,
terkait dengan manajemen nyeri
meningkatkan
sedasi
mendorong pendekatan preventif
untuk
evaluasi (mengenai) bahaya dari
mempengaaruhi
pasien
pengontrol
Berikan obat sebelum melakukan aktivitas
faktor
tindakan
sebelum nyeri bertambah
antisipasi dari ketidak-nyamanan
respon
Gunakan nyeri
Kendalikan
penggunaan
(PCA), jika sesuai
Berikan informasi mengenai nyeri
yang
Implementasikan
pasien – -terkontrol analgesic
rencana
lama nyeri akan dirasakan , dan
dan
monitor
analgesic
untuk pengalaman
nyerinya sesuai kebutuhan dalam
19
Beri tahu dokter jika tindakan
modalitas penurunan nyeri, jika
tidak berhasil dan jika keluhan
memungkinkan
pasien saat ini berubah signifikan
Monitor kepuasan pasien terhadap
dari pengalaman nyer sebelum
manajeman nyeri dalam interval
nya
yang spesifik
Diagnosa 2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit Gangguan Rasa Nyaman
KODE : 00214
Definisi : merasa kurang nyaman, lega, dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya, dan/sosial. Batasan karakteristik:
Faktor yang berhubungan:
Ansietas
Gejala terkait penyakit
Berkeluh kesah
Kurang kontrol situasi
Gangguan pola tidur
Kurang pengendalian lingkungan
Gatal
Kurang privasi
Gejala distres
Program pengobatan
Gelisah
Stimuli lingkungan yang
Iritabilitas
Ketidakmampuan untuk relaks
Kurang puas denga keadaan
finansial, pengetahuan, dan
Menangis
sosial)
Merasa dingin
Merasa kurang senang dengan
mengganggu
situasi
Merasa hangat
Merasa lapar
Merasa tidak nyaman
Merintih
Takut
20
Sumber daya tidak adekuat (mis.,
NOC Status Kenyamanan
KODE: 2008
Definisi: keseluruhan rasa nyaman dan keamanan individu secara fisik, psikospiritual, sosial budaya dan lingkungan. 200801
Kesejahteraan fisik
200802
Kontrol terhadap gejala
200803
Kesejahteraan psikologis
200804
Lingkungan fisik
200805
Suhu ruangan
200806
Dukungan sosial dari keluarga
200807
Dukungan sosial dari teman-teman
200808
Hubungan sosial
200809
Kehidupan spiritual
200810
Perawatan sesuai dengan keyakinan budaya
200811
Perawatan sesuai dengan kebutuhan
200812
Mampu mangkomunikasiakn kebutuhan
NIC Manajeman Lingkungan: Kenyamanan
KODE: 6482
Definisi : manipulasi lingkungan pasien untuk mendapatkan kenyamanan yang optimal
Aktivitas-aktivitas:
ketidaknyamanan
Tentukan tujuan pasien dan
keluarga dalam mengelola
Sesuaikan suhu ruangan yang paling menyamankan individu
lingkungan dan kenyamanan yang
optimal
Pertimbangkan sumber
Berikan atau singkirkan selimut untuk meningkatkan kenyamanan
Mudahkan transisi pasien dan
terhadap suhu
keluarga denagn adanya sambutan
21
Hindari paparan dan aliran udara
hangat di lingkungan yang baru
yang tidak perlu
Pertimbangan penempatan pasien di kamar dengan beberapat tempat
memenuhu kebutuhan kegiatan
tidur
individu
Sediakan kamar terpisah jika
untuk menjaga kenyamanan
pasien untuk mendapatkan
individu
Posisikan pasien untuk
Cepat bertindak jika terdapat
memfasilitasi kenyamanan
panggilan bel
individu
Hindari gangguan yang tidak
Monitor kulit terutama daerah
perlu dan berikan waktu untuk
tonjolan tubuh terhadap adanya
istirahat
tanda-tanda tekanan atau iritasi
Ciptakan lingkungan yang aman dan mendukung
Fasilitasi tindakan kebersihan
terdapat prevalensi dan kebutuhan
ketenangan dan istirahat
Sesuaikan pencahayaan untuk
Hindari mengekspos kulit atau selaput lendir pada zat iritan
Sediakan lingkungan yang aman
Berikan sumber edukasi yang
dan bersih
relefan dan berguna mengenai
Berikan pilihan sedapat mungkin
manajemen penyakit dan cedera
untuk dapat melakukan kegiatan
pada pasien dan keluarga jika
dan kunjungn sosial
sesuai
22
DAFTAR PUSTAKA
https://www.pdfcoke.com/doc/252108877/LP-Diabetes-Mellitus http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/diabetes-mellitusa.html#.WwVufTkxXIU Brunner and Suddarth. 2010 . Keperawatan Medikal Bedah, Edisi : 8, Vol : 2. Jakarta : EGC
Arjatmo. 2010. Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed. 3. Jakarta : Penerbit FKUI
Mc Wright. 2011. Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC
Elies. 2011, Buku Gangguan Sistem Endokrin, Info POM, 12 (2), 01-03 Marilyn E, Doenges, 2011 Rencana Asuhan Keperawatan Edisi : 3. Jakarta : ECG Nanda International. (2015). Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi 20152017 Edisi : 10. Jakarta : ECG Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2008). Nursing Outcome Classification (NOC) Edisi : 5. Jakarta : Elsevier Inc Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi : 6. Jakarta : Elsevier Inc
23