APLIKASI MODEL KONSEP SELF CARE OREM PADA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN NY. L G2P1OOO1 DENGAN SECTIO CAESAREA H.0. ATAS INDIKASI DENGAN ANTE PARTUM BLEEDING (APB) DI RUANG MAWAR RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
Disusun Oleh : Triwahyu Novitasari 1801031036
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2018
APLIKASI MODEL KONSEP SELF CARE OREM PADA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN NY. L G2P1OOO1 DENGAN SECTIO CAESAREA H.0. ATAS INDIKASI DENGAN ANTE PARTUM BLEEDING (APB) DI RUANG MAWAR RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO A. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Post partum atau yang biasa disebut sebagai masa nifas pada ibu pasca melahirkanmerupakan periode yang sangat penting untuk diketahui. Pada fase inilah terjadi beberapa perubahan pada ibu baik fisiologis maupun psikologis. Menurut Bobak (2005) periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini juga disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal. Pada fase ini kita harus mengobservasi perubahan fisiologis dan psikologis yang terjadi pada ibu untuk mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi pada masa nifas sehingga masalah diketahui sedini mungkin untuk menghindari komplikasi lebih lanjut (Indriyani, Asmuji, & Wahyuni, 2016). Namun melewati masa pemulihan pada ibu post partum dengan riwayat partus spontan tentunya akan berbeda dengan ibu post partum dengan riwayat kelahiran karena komplikasi yang memerlukan tindakan lain seperti kelahiran dengan sectio caesaria (SC). Tindakan SC sendiri dilakukan karena adanya indikasi dari ibu antara lain panggul sempit(CPD), placenta dibawah (placenta previa), placenta agak rendah, anak mengalami lilitan tali pusat, letak sungsang, abortus (Nadesul, 2010). Ibu post partum dengan tindakan sectio caesaria (SC) merupakan pembedahan guna melahirkan anak melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010). Klien yang dilakukan tindakan SC akan menjalani masa nifas dengan dua tantangan sekaligus, yaitu pemulihan dari proses persalinan dan pemulihan dari tindakan pembedahan daerah abdomen. Kecuali perineum tetap utuh, setelah menjalani SC klien juga mengalami hal ketidaknyamanan pasca persalinan sama seperti ibu bersalin secara spontan, hanya saja mereka juga
merasakan kondisi efek dari anastesi dan nyeri sekitar sayatan dan juga mungkin kesulitan dalam melakukan aktivitas seperti menyusui dan merawat bayi. Kondisi Ny. L yang proses melahirkannya dibantu dengan tindakan SC tentunya pada fase transisi menuju proses pemulihan akan memerlukan berbagai bantuan. Tujuan akhir pada keadaan ini adalah kita memfasilitasi dan membawa klien untuk menyadari tentang keterbatasannya, hingga pada akhirnya secara bertahap akan kembali memiliki fungsi Self Carenya secara optimal. Melalui pendekatan dengan menggunakan konsep model Orem, maka perawat akan memfasilitasi
Ny.
L
sesuai
dengan
tingkat
ketergantungannya
untuk
mengakomodasi pemberian asuhan keperawatan secar komperehensif. Pada awal post SC tentunya Ny. L akan berada pada tingkat ketergantungan total care, dan hal ini memerlukan bantuan petugas kesehatan supaya klien mencapai kembali fungsi Self Carenya. Bekaitan dengan hal di atas tentunya kita harus berpedoman pada tingkat kemampuan klien dalam menuju proses Self Care. Kasus klien Ny. L ini dipilih dan menarik untuk dipelajari karena kondisi Post partum dengan SC ini merupakan pengalaman pertama kali bagi Ny. L. Hal ini tentunya memerlukan support sosial antara lain oleh petugas kesehatan. Selain itu pertama kali asuhan keperawatan ini diberikan klien berada pada kondisi total care, sehingga penulis ingin mengidentifikasi bagaimana perkembangan Ny. L dalam mencapai fungsi Self Carenya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus klien Ny. L dengan kondisi Post Partum dengan tindakan SC nifas hari pertama dengan menggunakan pendekatan model konsep Self Care Orem. 2. PERUMUSAN MASALAH Klien yang dilakukan tindakan SC akan menjalani masa nifas dengan dua tantangan sekaligus, yaitu pemulihan dari proses persalinan dan pemulihan dari tindakan pembedahan daerah abdomen. Kecuali perineum tetap utuh, setelah menjalani SC klien juga mengalami hal ketidaknyamanan pasca persalinan sama seperti ibu bersalin secara spontan, hanya saja mereka juga merasakan kondisi efek dari anastesi dan nyeri sekitar sayatan dan juga mungkin kesulitan dalam melakukan aktivitas seperti menyusui dan merawat bayi Ny. L dengan kondisi post partum dengan tindakan SC nifas hari pertama berada pada tingkat
ketergantungan sebagian, hal ini membutuhkan bantuan antara lain oleh petugas kesehatan menuju transisi pencapaian fungsi self care-nya. 3. TUJUAN PENULISAN a. Tujuan Umum Mempelajari aplikasi Model Konsep Keperawatan self care Orem pada kasus klien Ny. L kondisi post partum dengan tindakan SC nifas hari 0 di Ruang Mawar RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso. b. Tujuan Khusus 1)
Menguraikan alasan ketertarikan dalam pengambilan kasus post partum dengan tindakan SC nifas hari 0 pada klien Ny. L
2)
Melakukan penerapan model konsep keperawatan self care Orem pada klien Ny.L kondisi post partum dengan SC nifas hari pertama.
3)
Melakukan pengelolaan pada kasus post partum dengan SC nifas hari 0 pada klien Ny.L dengan menggunakan pendekatan model konsep keperawatan tersebut.
4)
Melakukan pembahasan terhadap kasus yang telah dikelola.
5)
Menarik kesimpulan dari proses penerapan model konsep tersebut pada kasus post partum dengan SC nifas hari pertama.
B. TINJAUAN PUSTAKA 1. KONSEP MEDIS POST PARTUM DAN SECTIO CAESAREA a. Konsep Post Partum 1) Pengertian Post Partum Post partum atau yang biasa disebut sebagai masa nifas pada ibu pasca melahirkanmerupakan periode yang sangat penting untuk diketahui. Pada fase inilah terjadi beberapa perubahan pada ibu baik fisiologis maupun psikologis. Menurut Bobak (2005) periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini juga disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal. Pada fase ini kita harus mengobservasi perubahan fisiologis dan psikologis yang terjadi pada ibu untuk mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi pada masa nifas sehingga masalah diketahui sedini mungkin untuk menghindari komplikasi lebih lanjut (Indriyani, Asmuji, & Wahyuni, 2016).
2) Periode Post Partum Menurut (Indriyani, Asmuji, & Wahyuni, 2016) dibagi 3 periode yaitu: 1. Periode Immediate Postpartum Masa segera setelah placenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu. 2. Periode Early Postpartum (24 jam – 1 minggu) Pada fase ini memastikan ivolusi uteri dalam keadaan normal, tidak perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. 3. Periode Late Postpartum (1 minggu – 5 minggu) Pada periode ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari – hari serta konseling KB. 3) Perubahan Fisiologis pada Ibu Post Partum Ketika hamil ibu mengalami beberapa perubahan pada bentuk tubuhnya. Begitu juga pasca melahirkan akan terjadi banyak sekali perubahan dari kondisi saat hamil. Hal tersebut merupakan proses yang wajar selama perubahan tersebut dalam batas normal. Oleh sebab itu kita harus mengetahui proses normal yang akan terjadi pada ibu post pastum. Menurut (Bobak (2005) dalam Indriyani, dkk, 2016) perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post partum antara lain: 1. Sistem Reproduksi dan Struktur Terkait a. Uterus 1) Proses Involusi Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. 2) Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intra uterin yang sangat besar.
3) Afterpains Kondisi ini banyak terjadi pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pad umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi pada periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bisa bertahan sepanjang awal puerperium. b. Tempat Plasenta Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskuler dan thrombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan
jaringan
parut
yang
menjadi
karakteristik
penyembuhan luka. c. Lokea Lokea adalah rabas uterus setelah bayi lahir. Lokea mula-mula muncul berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Lokea dibedakan menjadi 3 yaitu lokea rubra, lokea serosa dan lokea alba. d. Servik Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pasca partum, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali kebentuk semula. e. Vagina dan Perineum Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat merenggang akan kembali bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat. Mukosa akan tetap atropik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali.
f. Topangan Otot Panggul Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginokologi dapat timbul dikemudian hari. 2. Sistem Endokrin a. Hormon Plasenta Dengan terjadi perubahan hormon yang menyebabkan penururna hormon-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. b. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada waktu menyusui dampaknya berperan dalam menekan ovulasi. 3. Abdomen Abdomen akan terlihat menonjol ketika wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan dan tampak seperti masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil. 4. Sistem Urinarius Perubahan hormonal pada masa hamil menyebabkan fungsi ginjal meningkat, sedangkan penurunan kadar steroid stelah wanita melahirkan menurunkan fungsi ginjal selam post partum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah melahirkan. Diperlukan kira-kira 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi pada ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. 5. Sistem Cerna a. Nafsu Makan Ibu
biasanya
lapar
segera
setelah
melahirkan,
sehingga
diperbolehkan mengkonsumsi makanan ringan. Setelah benarbenar pulih dari efek analgesia, anastesi, dan keletihan kebanyakan ibu merasa sangat lapar. b. Motilitas Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot tratus pencernaan menetap salam waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal. c. Defekasi Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot menurun selama proses persalinan dan pada awal masa post partum. Diare setelah melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. 6.
Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama
wanita
hamil(estrogen,
progesteron,
human
chorionic
gonadotropin, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan oleh hormon-hormon ini untuk kembali ke keadaan sebelum hamil sebagian ditentukan oleh ibu apakah menyusui atau tidak. a. Ibu tidak menyusui Payudara biasanya teraba nodular (pada wanita tidak hamil teraba granular). Nodularitas bersifat bilateral dan difus. Pada wanita tidak menyusui sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah melahirkan. Pada saat hari ke 3 atau ke 4 post partum bisa terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan dan hangat bila diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasahangat). b. Ibu menyusui Ketika laktasi terbentuk teraba suatu massa (benjolan). Tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari kehari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yaitu kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai payudara teraba keras dan hangat bila disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 4-8 jam. Susu putih kekuningan tampak seperti susu krim dapat dikeluarkan dari puting susu. Puting harus dikaji erektilitasnya, sebagai kebalikan dari intervense dan untuk menemukan adanya fisura atau keretakan.
7.
Sistem Kardiovaskuler a. Volume darah Perubahan volume darah tergantung dari beberapa faktor, misalnya kehilangan
darah
selama
melahirkan
dan
mobilitas
serta
pengeluaran cairan ektravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang tetap tetapi terbatas. b. Curah jantung Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit euro placenta tiba-tiba kembali ke sirlukasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran. c. Tanda – tanda vital Beberapa tanda vital bisa terlihat jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan darah sistole maupun diastole dapat timbul dan berlangsung selama sekitar 4 hari setelah wanita melahirkan. d. Varises Varises di tungkai atau di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil. Varises, bukan varises vulva yang jarang ditemui akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama hamil. 8.
Sistem Neurologi Perubahan neurologis selama masa puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
9.
Sistem Muskuloskeletal Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa post partum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan perubahan ibu akibat pembesaran rahim.
10. Sistem integumen Kloasma yang muncul selama masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan liniea nigra tidak
menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen dan panggul mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar, dan epulis biasanya berkurang sebagai respon terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Rambut halus yang lebat yang tumbuh pada waktu hamil biasanya akan menghilang setelah wanita melahirkan. Rambut kasar yang timbul selama hamil biasanya akan menetap. Konsentrasi dan kekuatan kuku biasanya akan kembali ke keadaan sebelum hamil. 4) Perubahan Psikologis pada Ibu Post Partum Selain perubahan fisiologis, hal lain yang perlu diperhatikan pada ibu post partum yaitu kondisi psikologisnya. Adaptasi psikologis ibu merupakan fase yang bertahap yang harus dilalui oleh ibu post partum. Kegagalan dalam adaptasi ini memberikan dampak cukup signifikan pada ibu dan keluarga sehingga perawat perlu mendampingi dan meberikan arahan yang benar pada ibu dan keluarga selama masa adaptasi. Dalam adaptasi psikologis terbagi atas Fase menerima (Taking-in Phase), Fase DependenMandiri( Fase Taking Hold), Fase Interdependent (Letting-go). 5) Perawatan pasca persalinan a) Mobilisasi, miring kanan miring kiriuntuk mencegah tromboemboli, pada hari kedua boleh duduk dan jalan-jalan. b) Diet, sebaiknya makan makanan yang mengandung cukup protien, banyak cairan, sayuran dan buah-buahan. c) Miksi, hendaknya miksi dapat dilakukan sendiri secepatnya d) Defekasi, buang air besar harus dilakukan maksimal 3 – 4 hari pasca persalinan. e) Breash Care f) Laktasi dan pemeriksaan pasca persalinan 2. Konsep Sectio Caesarea a. Pengertian Sectio Caesaria Sectio Caesaria (SC) adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian 2012 dalam Nurarif 2015).
Sectio Caesaria (SC) merupakan suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010). b. Indikasi Sectio Caesaria Menurut Nurarif (2015) indikasi Sectio Caesaria terbagi menjai 2: 1) Indikasi dari ibu Pada ibu primigravida dengan kelainan letak, disproporsi janin/panggul, riwayat kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama ibu primigravida, solutsio plasenta, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, kehamilan disertai penyakit (jantung dan DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovari dan mioma uteri). 2) Indikasi pada janin Fetal distres/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolaptus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forcep ekstraksi. c. Tujuan tindakan Sectio Caesaria Tujuan tindakan Sectio Caesaria adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen dibawah rahim. d.
Discharge planning 1) Dianjurkan jangan hamil selama kurang lebih satu tahun 2) Kehamilan selanjutnya hendak diawasi dengan pemeriksaan yang baik 3) Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang besar 4) Lakukan perawatan post op sesuai arahan tenaga medis selama di rumah 5) Jaga kebersihan diri 6) Konsumsi makanan yang bergizi dan istirhat yang cukup
C. KONSEP MODEL SELF CARE OREM 1. Pengkajian/ Riwayat keperawatan Perawat perlu mengumpulkan data tentang adanya tuntutan dalam perawatan diri pasien, kekuatan dalam perawatan diri dan kebutuhan untuk perawatan diri, hal tersebut meliputi universal self care requisite, developmental self care requisite dan health deviation. Pengkajian yang harus dilakukan menurut Orem diawali dengan pengkajian personel klien yang meliputi usia, sex, tinggi badan dan berat badan, budaya, ras, status perkawinan, agama dan pekerjaan klien. Selanjutnya menurut Orem seperti yang telah di sebutkan di atas pengkajian juga didaarkan pada 3 kategori perawatan diri yang meliputi: a. Universal Self Care Requisite Kebutuhan
yang
berkaitan
dengan
proses
hidup
manusia,
proses
mempertahankan integritas, struktur dan fungsi tubuh manusia selama siklus kehidupan berlangsung yang meliputi keseimbangan pemasukan air, udara, makanan, ekskresi atau eliminasi, aktivitas dan istirahat, solitude dan interaksi sosial, hambatan hidup dan kesejahteraan, peningkatan dan pengembangan fungsi manusia selama hidup dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi keterbatasan serta norma. b. Developmental Self Care Requisite Kebutuhan-kebutuhan yang dikhususkan untuk proses perkembangan, kebutuhan akibat adanya suatu kondisi yang baru, kebutuhan yang dihubungkan dengan suatu kejadian. Contohnya penyesuaian diri terhadap kondisi post partum dengan tindakan SC. c. Health Deviation Kebutuhan yang berkaitan dengan adanya penyimpangan status kesehatan seperti kondisi sakit atau injury, yang dapat menurunkan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan self care-nya baik secara permanen ataupun kontemporer, sehingga individu tersebut membutuhkan bantuan orang lain.
2. Perencanaan a. The Wholly Compensatory Nursing System
Perawat memberi perawatan total karena tingkat ketergantungan klien sangat tinggi. Contohnya guna mempertahankan keseimbangan pemasukan makanan dengan penatalaksanaan total parenteral nutrition. b. The Partially Compensatory Nursing System
Perawat dan klien saling berkolaborasi dalam melakukan tindakan keperawatan, seperti untuk mempertahankan keseimbangan pemasukan makanan dengan monitoring keseimbangan intake dan output bersama-sama klien. c. The Education Nursing System
Perawat memberikan pendidikan kesehatan atau penjelasan untuk memotivasi klien melakukan self care, tapi yang melakukan kegiatan tersebut adalah klien. Contoh monitoring keseimbangan intake dan output secara mandiri. 3. Implementasi Orem memandang implementasi keperawatan sebagai assuhan kolaboratif dengan saling melengkapi antara klien dn perawat, dengan kata lain perawat bertindak dalam berbagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien. 4. Evaluasi Evaluasi difokuskan pada tingkat kemampuan klien untuk mempertahankan kebutuhan self care-nya, kemampuan klien untuk mengatasi self care deficit-nya dan sampai sejauh mana perkembangan kemandirian klien dan kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika klien tidak mampu.
D. APLIKASI MODEL KONSEP SELF CARE OREM DALAM STUDI KASUS Menurut Orem pengkajian sebelumnya diawali dengan pengkajian personal yaitu meliputi usia, sex, TB/BB, budaya, ras, status perkawinan, agama dan pekerjaan. 1. PENGKAJIAN (26-11-2018/11.30) a.
Riwayat Pasien 1) Identitas Ny. L usia, 35 tahun, pendidikan SLTP, agama islam, suku madura, pekerjaan ibu rumah tangga, suami Tn. A usia 40 tahun, pendidikan SLTP, agama islam, pekerjaan Wiraswasta, alamat KaranganyarBondowoso. 2) Alasan Masuk rumah Sakit Klien datang ke RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso tanggal 26-11-2018 klien periksa ke poli dengan G3P20002 usia kandungan 40-41 minggu dan hasil USG Oligohidramnion. Pada tanggal 30-10-2018 klien dilakukan operasi SC di RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso. 3) Keluhan Utama Saat Ini Klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi, belum berani melakukan mobilisasi karena nyeri pada luka jahitan post SC 4) Riwayat Kesehatan a) Riwayat Penyakit Masa lalu Klien mengatakan hanya sakit biasa seperti batuk, flu, panas dan tidak pernah memiliki keluhan sakit yang berhubungan dengan asma, jantung, hipertensi, DM atau yang lain. b) Riwayat Penyakit Saat Ini Klien hamil ke 3 usia kehamilan 40-41 minggu belum merasakan kenceng-kenceng, periksa ke poli kandungan hasil USG air ketuban tinggal sedikit dan disarankan masuk rumah sakit untuk dilakukan operasi SC. c) Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit yang berhubungan dengan keluhan asma, penyakit jantung, hipertensi , DM dan lain-lain.
5) Riwayat Obstetri dan Gynekologi a. Riwayat menstruasi Klien mengatakan pertama kali menstruasi pada umur 13 tahun, siklus 28 hari, lama 11 hari, jumlah darah 2x ganti pembalut, disminore ada, HTHP Februari 2018. b. Riwayat obstetri P2A0 , riwayat ANC sebelumnya di Bidan, rutin dilakukan. c. Riwayat perkawinan Menikah 1 kali dengan suami sekarang saat usia 19 tahun dan Tn.A usia 29 tahun d. Riwayat gynekologi Klien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang berkaitan dengan penyakit reproduksi e. Riwayat Kontrasepsi Klien mengatakan sebelum hamil ketiga klien menggunakan kontrasepsi Pil KB. 6) Riwayat Psikososial Saat ini orang yang dianggap paling penting dan dekat adalah suami. Menurut klien suaminya sabar dan sangat pengertian. Bila ada masalah selalu membicarakan dengan suami juga keluarga. Mungkin dengan bantuan dan saran orangtua juga akan menjadi lebih lengkap. Hubungan dengan suami dan anggota keluarga (orangtua, mertua) termasuk tetangga adalah baik dan harmonis. Klien mengatakan kehamilan dan kelahiran pada anak yang ketiga ini memang sangat diharapkan. 7) Pengkajian Budaya klien mengatakan tidak ada budaya mengenai pantangan makan setelah melahirkan. b. Pengkajian Terhadap : (Tanggal 30-10-2018/ 11-30) 1) Universal self care requisite a) Udara/oksigen Klien tidak mengalami gangguan oksigenasi. Pernapasan 20 kali/menit, nadi 65 kali/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, Capilary
refill time < 3 detik, konjungtiva anemis, ekspansi dada maksimal, tidak ada suara tambahan, pernapasan regular. b) Keseimbangan pemasukan air (Cairan elektrolit) Minum diberikan, masih terpasang infus RL 20 tetes/menit, turgor kulit normal, balance cairan seimbang, suhu 36oC, mukosa bibir kering. c) Makanan (nutrisi) Sebelum Sakit : makan 3x/hari Saat sakit
: makan 3x/hari habis 1 porsi
d) Ekskresi dan eliminasi BAK Sebelum sakit: 5-6x/ hari Saat sakit
: Klien post operasi hari pertama, belum BAB, BAK
terpasang kateter (dalam pemantauan), setelah post operasi sampai hari ke 1 jam 15.00 sudah membuang urine 4 kali. e) Aktifitas dan istirahat Klien mengalami nyeri pada luka operasi, terutama bila untuk bergerak, tetapi klien juga menanyakan apakah dia sudah boleh bergerak misalnya miring kiri-kanan. Klien akan mencoba miring kanan-kiri kalau memang boleh dilakukan, walaupun masih terasa nyeri. Istirahat klien cukup, klien menyatakan bisa tidur walaupun terasa nyeri. f) Interaksi sosial Suami, anak dan keluarga mendampingi klien setiap saat dan anggota keluarga yang lain juga menjenguk saat jam berkunjung. 2) Developmental self care requisite Klien mengalami kondisi baru yaitu nyeri setelah operasi SC. Klien kurang kooperatif dalam proses penyesuaian pada kondisinya saat ini, dan klien memiliki motivasi yang rendah serta perilaku yang negatif dalam menyesuaikan keadaan post partum dengan SC karena tidak kuat dengan rasa nyeri setiap kali bergerak. 3) Health deviation Klien saat ini mengalami penyimpangan status kesehatan, sehingga kemampuan self care-nya mengalami penurunan. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya klien membutuhkan orang lain yaitu petugas kesehatan dan keluarga. Pada kondisi ini petugas kesehatan membantu
sesuai kemampuan klien dan memfasilitasi untuk kembali mencapai fungsi self care-nya secara optimal.
c. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum lemah, tanda-tanda vital tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 65 kali/menit, suhu 36oC, pernapasan 20 kali/menit, BB 60Kg, TB 154 cm, kesadaran compos mentis, secara umum penampilan klien cukup bersih. Kepala : rambut hitam bersih, tidak ketombe, mata konjungtiva merah muda, sclera putih, Telinga : bersih, tidak ada serumen, Hidung bersih, leher tidak ada pembesaran tyroid. Mulut bersih, gigi tidak ada karies, gigi lengkap tidak ada kesulitan menelan. Dada : simetris, suara nafas normal vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing baik sebelah kiri atau kanan, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Payudara : membesar, areola mammae hiperpigmentasi, putting susu menonjol. Abdomen :TFU 1 jari bawah pusat, kontraksi baik, terdapat luka operasi bentuk horizontal, tertutup kassa kering, bersih, tidak ada perdarahan aktif, terdapat striae. Vulva/Vagina : terpasang kateter. Rektum : tidak ada haemorroid. Ektremitas : tidak ada varises, pergerakan bebas disertai nyeri, homan sign (-), terpasang infus RL 1. LANGKAH PERTAMA(30-10-2018/11.30) Pada langkah pertama ini intinya kegiatan kita adalah melakukan analisa terhadap data dari hasil pengkajian yang telah ditemukan samapi dengan menemukan masalah keperawatan, hal tersebut antara lain : a. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan adanya luka post op SC b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri ditandai dengan ketidaknyamanan dengan adanya luka post op SC c. Ketidakefektifan pemberian ASI yang berhubungan dengan nyeri ibu ditandai dengan adanya luka post op horizontal diperut ibu 2. LANGKAH KEDUA(30-10-2018/11.30) Pada langkah ini kegiatannya adalah menetapkan tujuan dan intervensi keperawatan. Tujuan merupakan pernyataan respon dari diagnosa keperawatan yang difokuskan pada kesehatan klien. Adapun tujuan tersebut sebagai dasar dalam membuat perencanaan tindakan, dan hal ini disesuaikan dengan tingkat
ketergantungan klien. Klien Ny.H berada pada kondisi the partially compensatory nursing system. a. Diagnosa keperawatan ke-1 Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan adanya luka post op SC Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam nyeri klien berkurang. Kriteria hasil Skala nyeri berkurang, tidak meringis kesakitan, Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi: 80x/menit. Rencana tindakan 1. Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat nyeri R/ Pengkajian yang spesifik membantu memilih intervensi yang tepat 2. Posisikan klien senyaman mungkin R/ untuk meningkatkan relaksasi 3. Ajarkan teknik distraksi relaksasi R/ Mengurangi rasa nyeri 4. Observasi TTV dan skala nyeri R/ mengetahui keadaan umum klien 5. Berikan pendidikan kesehatan tentang penangan nyeri R/ klien dapat mengerti dan memahami mengenai penanganan nyeri 6. Kolaborasi pemberian analgesik. R/Mwngurangi rasa nyeri pada luka operasi sc klien b. Diagnosa keperawatan ke-2 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri ditandai dengan ketidaknyamanan dengan adanya luka post op SC Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam hambatan mobilitas fisik teratasi. Kriteria Hasil Gerakan tidak terbatasi, aktivitas mandiri, beraktivitas tidak timbul nyeri, luka post op SC kering
Rencana tindakan 1. Ajarkan mobilisasi seperti miring kanan miring kiri, duduk, berjalan R/ Untuk merangsang gerak otot agar tidak lemah 2. Observasi TTV klien R/ Mengetahui keadaan umum klien 3. Berikan pendidikan tentang penyembuhan luka post op SC R/ klien dapat mengerti cara perawatan luka post op sc c. Diagnosa keperawatan ke-3 Ketidakefektifan pemberian ASI yang berhubungan dengan nyeri ibu ditandai dengan adanya luka post op horizontal diperut ibu Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam pemberian ASI kepada bayi efektif Kriteria Hasil Ibu mampu menyusui, tidak ada keluhan waktu menyusui Rencana tindakan 1. Ajarkan cara menyusui yang benar untuk pasien post op SC R/ dengan menyusui yang benar ibu dapat memberikan asi lebih banyak untuk bayinya 2. Pantau frekuensi bayi menyusui R/untuk mengetaui seberapa lancar asi yang keluar dari payudara ibu 3. Berikan pendidikan tentang pentingnya ASI untuk bayi R/ Menambah pengetahuan tentang pentingnya asi untu bayi 3. LANGKAH KETIGA(30-11-2018/11.30) Langkah ketiga ini perawat dengan komponen kesehatan lain menolong klien, keluarga dan lain-lain, juga menggunakan kegiatan sehari-hari yan mendukung self care. Hal ini meliputi kegiatan Implementasi dan Evaluasi. 1. IMPLEMENTASI Diagnosa keperawatan ke-1 1. Mengobservasi tanda-tanda vital dan skala nyeri klien, klien mengatakan skala nyerinya 6 2. Mengajarkan teknik napas dalam, kompres dingin dan mengatur posisi tidur klien senyaman mungkin, klien mengatakan lebih nyaman dengan
posisi setengah duduk/semi fowler dan setelah melakukan napas dalam nyeri klien berkurang. 3. Melakukan rawat luka post op SC 4. Memberikan edukasi tentang penyebab nyeri dan cara mengatasi nyeri, klien dapat menyebutkan kembali penyebab dan penanganan nyeri 5. Kolaborasi pemberian obat analgesik Diagnosa keperawatan ke-2 1. Mengobservasi tanda-tanda vital klien 2. Menganjurkan klien miring kanan miring kiri, duduk, dan berjalan, hari ke-1 klien mampu miring kanan dan miring kiri, hari ke-2 mampu duduk dan berjalan 3. Menjelaskan tentang perawatan luka post op SC seperti perawatan luka post op dan nutrisi. Diagnosa keperawatan ke-3 1. Menganjurkan klien menyusui bayinya pada hari ke-2 setelah ibu mampu duduk dan berjalan 2. Mengobservasi frekuensi ibu dalam menyusui bayinya 3. Mejelaskan pentingnya ASI untuk kesehatan dan kesejahteraan bayi 2. EVALUASI (31-10-2018/15.00) Diagnosa keperawatan ke-1 S: Klien mengatakan nyerinya berkurang dan timbul saat bergerak O: Skala nyeri 3, tidak meringis kesakitan, tekanan darah: 120/80 mmHg, Nadi: 80x/menit A: Nyeri berkurang P: intervensi dilanjutkan
Diagnosa keperawatan ke-2 S: klien mengatakan sudah berjalan-jalan O: aktivitas klien dilakukan mandiri, pergerakan tidak dibatasi A: hambatan mobilitas fisik teratasi P: intervensi di hentikan
Diagnosa keperawatan ke-3 S: klien mengatakan sudah mulai menyusui akan tetapi ASI keluar sedikit O: ibu mengerti cara menyusui yang benar, ibu menyusui 2x/hari A: ketidakefektifan pemberian ASI teratasi P: Intervensi dihentikan E. PEMBAHASAN Kondisi post partum dengan SC merupakan kondisi dimana klien akan dihadapkan pada 2 tantangan yaitu pemulihan dari tahap post partum dan pemulihan dari keadaan pembedahan. Biasanya pada tahap awal post SC klien akan mengalami ketergantungan penuh (total care) sampai pada akhirnya mencapai fungsi self carenya kembali. Ny. L dengan G2P1001 post partum dengan SC nifas hari 0 teridentifikasi memiliki tingkat ketergantungan pada tahap The Education Nursing System. Melalui asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan model konsep self care Orem, maka perawat akan memfasilitasi kebutuhan klien memberikan edukasi dalam menyelesaikan masalah kesehatannya hingga akhirnya klien kembali mencapai fungsi self care-nya. Pada pengkajian menurut Orem pada Ny L melalui langkah pertama akhirnya dapat diidentifikasi bahwa masalah keperawatan yang muncul antara lain : nyeri akut, hambatan mobilisasi fisik, dan ketidakefektifan pemberian ASI. Setelah perawat menilai bahwa Ny L memiliki tingkat ketergantungan partial, maka penetapan tujuan memberikan pendidikan kesehatan atau penjelasan untuk memotivasi klien melakukan self care. Selanjutnya pada langkah kedua ini kita menetapkan tujuan dan rencana tindakan yang semuanya disesuaikan dengan kondisi klien. Melalui langkah ketiga pada intinya adalah perawat melakukan kegiatan implementasidan evaluasi. Semua rencana tindakan yang telah disusun dapat dilaksanakan, hanya saja berkaitan dengan adaptasi proses laktasi terdapat kendala yaitu bayi belum dapat bergabung dengan ibunya sampai dengan ibu nifas hari kedua. Evaluasi yang dapat diidentifikasi oleh petugas terhadap masalah keperawatan yang muncul adalah semua diagnosa keperawatan dapat teratasi dan klien pada tanggal 27-11-2018 sudah mencapai kembali fungsi self care-nya. Pada akhirnya
pendekatan model konsep self care Orem dapat diterapkan secara optimal pada kasus post partum dengan SC nifas hari pertama pada Ny L. F. PENUTUP 1. KESIMPULAN Kondisi post partum dengan SC merupakan kondisi post partum dengan 2 tantangan yaitu memasuki fase pemulihan dari post partum dan fase pemulihan dari pembedahan. Post partum dengan tindakan SC yang dialami oleh Ny L pada nifas hari 0 memiliki masalah keperawatan antara lain nyeri akut, hambatan mobilitas fisik dan ketidakefektifan pemberian ASI. Klien Ny L dalam menyelesaikan masalah keperawatannya berada pada kategori the education nursing system, sehingga untuk selanjutnya penetapan tujuan dan rencana keperawatan memberikan edukasi dalam dalam menyelesaikan masalah kesehatannya hingga akhirnya klien kembali mencapai fungsi self care. Melalui evaluasi dapat diidentifikasi bahwa semua diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny L dapat diselesaikan secara optimal, dan klien dapat kembali mencapai fungsi self care-nya. 2. SARAN Pada pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan kasus post partum yang dilakukan tindakan SC sangat diperlukan terlebih dahulu untuk mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini dimaksudkan untuk penetapan tujuan dan rencana tindakan dalam membantu mengatasi masalah kesehatan klien. Pendekatan model konsep self care Orem sangat tepat untuk diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan klien dengan kasus post partum dengan SC nifas hari pertama. Naman hal ini dapat dikombinasikan dengan mengunakan model konsep yang lain untuk pemberian asuhan yang lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA Indriyani, D., Asmuji, & Wahyuni, S. (2013). EDUKASI POSTNATAL dengan Pendekatan Family Centered Maternity Care(FCMC). Yogyakarta: Trans medika. Nadesul. (2010). Cara Sehat Selama Hamil. Jakarta: Puspa Swara. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction. Oxorn, H., & Forte, W. R. (2010). ILMU KEBIDANAN: Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: ANDI.
HALAMAN PERSETUJUAN
Asuhan Keperawatan pada klien dengan NY. L P20001 dengan SECTIO CAESAREA H.0. atas indikasi dengan oligohidramnion telah dilaksanakan pada tanggal 26-11-2018 di Ruang Mawar
Oleh Nama: Triwahyu Novitasari Nim : 1801031036
Bondowoso, 27-11-2018
Pembimbing Ruangan
( Dewi Candra Kumarasari, SST)
Pembimbing Akademik
(Ns. Awatiful Azza,M.Kep.,Sp.Kep.Mat)
Kepala Ruangan
PJMK Departemen
( Siti Nurhasanah, SST )
(Ns. Awatiful Azza,M.Kep.,Sp.Kep.Mat)