LAPORAN PENDAHULUAN CA REKTI
A. Konsep Dasar Medis 1. Definisi Ca kolorektal merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian rekti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali (Black & Hawks, 2014). Kanker rekti adalah kanker yang berasal dalam permukaan rektum/rektal. Umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas, terdapat adenoma atau berbentuk polip. 2. Letak ca rekti Berdasarkan embriologi inilah kolon dapat dibagi menjadi 2, yaitu kolon kanan yang terdiri dari caecum, kolon ascenden, fleksura hepatica dan 2/3 proksimal kolon transversum serta kolon kiri yang terdiri dari 1/3 distal kolon transversum, fleksura lienalis, kolon descenden, kolon sigmoid dan rectum. Menurut lokasi, kanker kolorektal dapat diklasifikasikan menjadi kanker kolon kanan dan kanker kolon kiri. Lokasi tumor pada kanker kolorektal mempengaruhi gejala klinis pada pasien. 3. Klisifikasi ca rekti Metode penahapan kanker yang digunakan adalah klasifikasi duke sebagai berikut (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010): a. Stadium 0 (carcinoma in situ) Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum. b. Stadium I Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga
(submukosa/muskularis
propria)
dari
lapisan
dinding
kolon/rektum
tetapi
belum
menyebar
keluar
dari
dinding kolon/rektum (Duke A). c. Stadium II Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B). d. Stadium III Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C). e. Stadium IV Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D). 4. Etiologi Beberapa faktor risiko/faktor predisposisi terjadinya kanker rectum menurut Smeltzer, Burke, Hinkle, dan Cheever (2010) sebagai berikut: a. Diet rendah serat Kebiasaan diet rendah serat adalah faktor penyebab utama, Bukitt (1971) dalam Price & Wilson (2012) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan kaya karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama. b. Lemak Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen. c. Polip diusus (colorectal polyps) Polip adalah pertumbuhan sel pada dinding dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.Sebagian besar
polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker. d. Inflamatory Bowel Disease Orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahuntahun memiliki risiko yang lebih besar. e. Riwayat kanker pribadi Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium), atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker rectal. f. Riwayat kanker rektal pada keluarga Jika mempunyai riwayat kanker rekti pada keluarga, maka kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika terkena kanker pada usia muda. g. Faktor gaya hidup Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker colorectal serta kebiasaan sering menahan tinja/defekasi yang sering. h. Usia di atas 50 Kanker rekti biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas. 5. Tanda gejala Gejala klinis kankerpada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan. Kanker kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi
padat. Pada kanker kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cairsehingga tidak ada faktor obstruksi. Gejala dan tanda dini kanker kolorektal tidak ada.Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat penyebaran. Kanker kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi seperti konstipasi. Makin ke distal letak tumor feses makin menipisatau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Pada obstruksi penderita merasa lega saat flatus. Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker kolorektal antara lain ialah: a. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar maupun yang berwarna hitam. b. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB c. Feses yang lebih kecil dari biasanya. d. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau nyeri. e. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya. f. Mual dan muntah. g. Rasa letih dan lesu. h. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah gluteus. 6. Patofisiologi Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami regenerasi setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu proses diferensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous
polyposis coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol. Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan menyebabkan terjadinya mutasi yang akan mengaktivasi K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.
7. Penatalaksanaan a. Pembedahan Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah (5 s/d 15 cm dari garis dentate) dapat dilakukan ”restorative anterior resection” kanker 1/3 distal rectum merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi. b. Radiasi Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis
sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable. c. Kemoterapi Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit
residual
tapi
beresiko
tinggi
mengalami
kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin
memperbaiki
respon.
Agen
lainnya,
levamisole,
(meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira–kira 15% dan menurunkan angka kematian kira–kira sebesar 10%. 8. Fokus pengkajian a. Pengakajian 1) Aktivitas/Istirahat Gejala
: Kelemahan atau keletihan.
2) Sirkulasi Gejala
: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Tanda
: Perubahan pada TD.
3) Integritas Ego Gejala
: Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus
asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi. Tanda 4) Eliminasi
: Menyangkal, menarik diri, marah.
Gejala
: Perubahan pada pola defekasi, darah pada feses, nyeri
pada defekasi. Perubahan eliminasi urinarius, nyeri saat berkemih, hematuria, sering berkemih. Tanda
: Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
5) Makanan/Cairan Gejala
: Kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak).
Anoreksia, mual/muntah. Intoleransi makanan. Perubahan pada berat badan, berkurangnya massa otot. Tanda
: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit, edema.
6) Neurosensori Gejala
: Pusing.
7) Pernapasan Gejala
: Merokok (hidup dengan seseorang yang merokok).
Pemajanan abses. 8) Nyeri/Kenyamanan Gejala
: Nyeri bervariasi.
9) Keamanan Gejala
: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan
matahari yang lama. Tanda
: Demam, ruam kulit, ulserasi.
10) Seksualitas Gejala: Masalah seksual, dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan. 11) Interaksi Sosial Gejala
: Ketidakadekuatan/kelemahan sistim pendukung.
Riwayat perkawinan: masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran. 12) Penyuluhan/pembelajaran Gejala
: Riwayat kanker pada keluarga.
Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya dan pengobatan yang diberikan. b. Pemeriksaan diagnostic 1) Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop 2) Colok dubur (rectal toucher) ditemukan darah dan lendir, tonus sfingter ani keras/lembek, mukosa kasar, kaku biasanya dapat digeser, ampula rectum kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba atau tidak. 3) Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum 4) Endoskopi (protoskopi, sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong, melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar monitor. Protoskopi untuk mendeteksi kelainan 8-10 cm dari anus (polip rekti,
hemoroid,
karsinoma
rektum).
Sigmoidoskopi
atau
kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor dan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % (20-25 cm dari anus) dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis 5) Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan
pemeriksaan
di
bawah
mikroskop
mengidentifikasi matastase dan menilai reseklabilitas.
untuk
6) Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal. 7) Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten. 8) CEA
(carcinoembryogenic
antigen)
adalah
ditemukannya
glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker
kolorektal.
Antigen
ini
dapat
dideteksi
oleh
radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. CEA digunakan sebagai prediktor pada prognsis postoperative
dan
untuk
deteksi
kekambuhan
mengikuti
pemotongan pembedahan. 9) Digital rectal examination (DRE) Dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal .Kurang lebih 75% karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rectal. Pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung. 10) Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin. 11) Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang.
Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum 12) X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru 13) CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor. 14) Whole-body
PET
Scan
Imaging.
Sementara
ini
adalah
pemeriksaan diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali). 15) Pemeriksaan DNA Tinja. 9. Diagnosa keperawatan a. Pre Operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis 2) PK: Anemia 3) Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient 4) Konstipasi berhubungan dengan obstruksi akibat tumor 5) Kurang pengetahuan mengenai penyakit dan prosedur pembedahan, berhubungan dengan kurang paparan informasi
b. Post-operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik 2) Risiko infeksi 3) Gangguan
citra
tubuh
berhubungan
(kolostomi) dan adanya stoma
dengan
pembedahan
10. Intervensi keperawatan dan rasional No. 1
Diagnosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…..x 24 jam diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol, dengan kriteria hasil: NOC Pain level : a. Klien tidak melaporkan adanya nyeri b. Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri c. TD, Nadi dan RR dalam batas normal Pain Control a. Klien melaporkan nyeri terkontrol b. Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologis
Intervensi NIC Pain management 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri, meliputi lokasi, karasteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, serta faktor-faktor yang dapat memicu nyeri. 2. Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari ketidak nyamanan. 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik dalam mengkaji pengalaman nyeri dan menyampaikan penerimaan terhadap respon klien terhadap nyeri. 4. Kaji tanda-tanda vital klien 5. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. 6. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri non farmakologi, (mis: teknik
Rasional
1. Untuk mengetahui kualitas nyeri klien
2. Karena nyeri yang meningkat dapat mempengaruhi kenyamanan klien 3. Dengan komunikasi yang baik klien dapat menceritakan respon nyerinya dengan mudah
4. Nyeri yang meningkat dapat mempengaruhi tanda-tanda vital klien 5. Faktor lingkungan dapat meningkatkan nyeri 6. Manajemen nyeri yang benar dapat mengurangi rasa nyeri klien
2
PK: Anemia
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…x 24 jam, perawat dapat meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi, dengan kriteria hasil: NOC : Vital signs a. Tekanan darah dalam batas normal (110/70130/90 mmHg) atau terkontrol. b. Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt) c. RR dalam batas normal (16-20 x/mnt) d. Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5°C) Tissue perfusion Peripheral a. CRT < 2 detik b. Akral hangat c. Klien tidak pucat
:
terapi musik, distraksi, guided imagery, masase dll). 7. Kolaborasi dalam pemberian 7. Pemberian analgetik sesuai analgetik sesuai indikasi. dapat mengurangi rasa nyeri klien 1. Pantau tanda dan gejala 1. Mencegah anemia lebih parah anemia yang terjadi. 2. Pantau tanda-tanda vital klien. 2. Klien dengan anemia 3. Anjurkan klien berpengaruh pada tanda-tanda mengkonsumsi makanan yang vital mengandung banyak zat besi dan vit B12. 3. Zat bezi dan vit dapat 4. Minimalkan prosedur yang membantu meningkatkan bisa menyebabkan darah klien perdarahan. 5. Pantau nilai PT dan PTT 4. Mencegah anemia lebih parah 6. Pantau hasil lab Hb dan HCT 5. Klien dengan anemia biasanya dipengaruhi oleh kekentalan Blood Products Administration: Kolaborasi pemberian tranfusi darahnya darah sesuai indikasi. 6. Hb dan HCT yang rendah indikator klien anemia Transfusi darah diperlukan jika kondisi anemia klien buruk untuk menambah jumlah darah dalam tubuh.
d. Konjungtiva merah muda.
3
berwarna
Blood Loss Severity a. Hb klien dalam batas normal (12-16 g/dL). b. HCT dalam batas normal (45-55%) c. Mukosa bibir lembab. d. Klien tidak mengalami lemas dan lesu. Ketidakseimb Setelah diberikan asuhan angan nutrisi keperawatan … x 24 jam kurang dari diharpkan pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan tubuh kriteria hasil: berhubungan NOC dengan Nutrition Status ketidakmamp a. Masukan nutrisi adekuat uan b. Masukan makanan dalam mengabsorpsi batas normal nutrient c. Berat badan meningkat atau tetap
Nutrition Therapy: 1. Kaji status nutrisi klien 2. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung kebutuhan kalori harian. 3. Tentukan jenis makanan yang cocok dengan tetap mempertimbangkan aspek agama dan budaya klien.. 4. Anjurkan untuk menggunakan suplemen nutrisi sesuai indikasi. 5. Jaga kebersihan mulut, ajarkan oral higiene pada Nausea and vomiting klien/keluarga. severity a. Klien mengatakan tidak 6. Kolaborasi dengan ahli gizi ada mual untuk menentukan jumlah b. Klien mengatakan tidak kalori dan jenis nutrisi yang
1.
Untuk mengetahui status nutrisi klien 2. Untuk menyeimbangkat intake dan output kalori klien 3. Jenis makanan dapat mempengaruhi masukan nutrisi klien 4.
Suplemen nutrisis dapat membantu meningktakan nutrisi klien 5. Kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan klien 6. Membantu memenuhi nutrisi klien
muntah c. Tidak ada peningkatan sekresi saliva
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Weight management: 1. Timbang berat badan klien Appetite (nafsu makan) a. Keinginan klien untuk secara teratur. makan meningkat 2. Diskusikan dengan keluarga b. Intake makanan adekuat klien hal-hal yang (porsi makan yang menyebabkan penurunan berat disediakan habis) badan. 3. Pantau konsumsi kalori harian. 4. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit. Nausea management: 1. Dorong klien untuk mempelajari strategi untuk memanajemen mual 2. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, factor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan mual. 3. Kaji riwayat diet meliputi makanan yang tidak disukai, disukai, dan budaya makan. 4. Kontrol lingkungan sekitar yang menyebabkan mual.
1. Nutrisi yang kurang dapat mempengaruhi berat badan klien 2. Berat badan yang menurut merupakan indikator nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3. Konsumsi harian yang sesuai dapat meningkatkan nutrisi tubuh klien 4. Masukan nutrisi klien berpengaruh pada ion tubuh
1. Manajemen mual yang baik dapat mencegah keparahan pengurangan nutrisi pada klien 2. Untuk mengendalihan mual pada klien 3. Meningkatkan makan klien
4. Mencegah terjadinya mual
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi mual (relaksasi, guide imagery, distraksi). 6. Dukung istirahat dan tidur yang adekuat 7. Ajarkan untuk melakukan oral hygine 8. Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit. 9. Pantau masukan nutrisi sesuai kebutuhan kalori. 4
Konstipasi berhubungan dengan obstruksi akibat tumor
Setelah diberikan askep selama …. X 24 jam diharapkan eliminasi fekal klien normal, dengan kriteria hasil : NOC Bowel elimination: a. Frekuensi BAB kembali sesuai kebiasaan pasien b. Feses klien lembek dan berbentuk c. Tidak ada kesulitan defekasi d. Tidak ada darah dalam feses e. Tidak ada nyeri saat
Bowel Management 1. Catat waktu terakhir pasien BAB, konsistensi, warna, jumlah 2. Ajarkan pasien untuk mengonsumsi makanan yang mengandung serat seperi pepaya 3. Kolaborasi pemberian obat suposituria sesuai indikasi 4. Anjurkan pasien untuk tidak menahan-nahan keinginan untuk BAB 5. Anjurkan pasien untuk meningkatkan hidrasi, terutama air hangat
5. Untuk mengurangi rasa mual
6. Meringankan nause 7. Mendukungan kenyamanan dan mengurangi rasa mual 8. Memenuhi intake klien dan mengurangi rasa mual 9. Penyesuaian intake dan ouput kalori klien
1. Untuk mengetahui adanya gangguan pada eleminasi klien 2. Makanaan tinggi serat dapat melancarkan BAB klien
3. Obat suposituria sebagai obat pencahar 4. Agar tidak mempengaruhi proses pengeluaran feses 5. Dengan hidrasi yang cukup dapat mempengaruhii kosistensi feses
BAB
merangsang proses defekasi. Anjurkan klien untuk tidak mengejan Teaching: Disease Proses 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga yang berhubungan dengan perkembangan penyakit. 2. Jelaskan patofisiologi perjalanan penyakit, penyebab, komplikasi penyakit, usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi penyakit dan kondisi penyakit klien saat ini. 3. Diskusikan terapi pengobatan yang perlu dilakukan klien 4. Informasikan pasien tentang efek samping pengobatan dan upaya yang dilakukan dalam mengurangi/meminimalisir efek samping dari pengobatan tersebut. 6.
5
Kurang pengetahuan mengenai penyakit dan prosedur pembedahan, berhubungan dengan kurang paparan informasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan klien dan keluarga, dengan kriteria hasil: NOC Knowledge: Disease Process Klien dan keluarga memahami tentang proses penyakit, penyebab penyakit, komplikasi penyakit dan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi penyakit
Knowledge: Diet Klien dan keluarga memahami tentang diet pada penyakit kanker, meliputi makanan yang dianjurkan dan dihindari, dan makanan pemicu kanker Teaching: Procedure Knowledge: Treatment 1. Jelaskan tentang prosedur pembedahan yang akan Procedure Klien dan keluarga dijalani klien, meliputi
6. Untuk menghindari komplikasi 1. Pengehuan tentang suatu penyakit pada klien itu penting
2. Untuk menambah pengetahuan klien tentang penyakitnya
3. Terapi pengobatan yang sesuai dengan masalah kesehatan pada klien dapat menigktkan derajad kesehatan klien 4. Menambah pengetahuan pada klien
6
memahami tentang prosedur prosedur, tujuan, lama pembedahan, tujuan, lama tindakan, komplikasi).. tindakan, dan efek tindakan 2. Berikan kesempatan bagi klien/keluarga untuk menanyakan hal-hal yang kurang dimengerti. . Teaching: Prescribed diet 1. Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai diet saat ini 2. Jelaskan tujuan diet, meliputi makanan yang dianjurkan dan dihindari, serta makanan pemicu kanker. 3. Berikan contoh-contoh menu makanan harian yang bisa diaplikasikan oleh klien dan keluarga. 4. Bantu klien untuk menyesuaikan makanan pilihan dengan diet yang dianjurkan 5. Libatkan keluarga dalam pemberian informasi. Risiko infeksi. Setelah dilakukan asuhan Infection control keperawatan selama .....x 24 1. Bersihkan lingkungan setelah 1. Mencegah terjadinya infeksi jam diharapkan tidak terjadi digunakan oleh klien. pada klien infeksi, dengan kriteria hasil 2. Jaga agar barier kulit yang 2. Menjaga kontaminasi terbuka tidak terpapar NOC
Infection Severity a. Tidak ada kemerahan b. Tidak terjadi hipertermia c. Tidak ada pembengkakan d. Tidak ada drainase purulen -WBC dalam batas normal) Risk Control a. Klien mampu menyebutkan factorfaktor resiko penyebab infeksi b. Klien mampu memonitor lingkungan penyebab c. Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi -Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan
lingkungan dengan cara menutup dengan kasa streril. 3. Batasi jumlah pengunjung. 4. Ajarkan klien dan keluarga tekhnik mencuci tangan yang benar. 5. Gunakan sabun anti mikrobial untuk mencuci tangan. 6. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.. 7. Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan. 8. Anjurkan klien untuk memenuhan asupan nutrisi dan cairan adekuat. 9. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari infeksi. 10. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda-tanda infeksi. 11. Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.
3. Membatasi rantai infeksi 4. Memutus rantai infeksi
5. Membunuh kuman penyakit 6. Memutus rantai infeksi
7. Menjaga kesterilan 8. Melawan kuman di dalam tubuh 9. Mencegah terjadinya infeksi 10. Menambah pengetahuan dan mengidentifikasi tentang infeksi 11. Mencegah terjadinya infeksi secara fakmako
Infection protection 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengidentifikasi adanya infeksi sistemik dan lokal infeksi 2. Monitor hitung granulosit, 2. Mengetahui kemajuan WBC penyembuhan luka
7
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan (kolostomi) dan adanya stoma
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan gangguan citra tubuh klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: NOC Adaptation to physical disability: a. Klien mampu mengungkapkan kemampuan untuk mengatasi keterbatasan b. Klien mampu beradaptasi dengan keterbatasan fungsi dan struktur tubuhnya (Klien menerapkan strategi untuk mengurangi keterbatasan
3. Berikan perawatan kulit. 3. Mempercepat penyembuhan 4. Inspeksi kulit dan membran luka mukosa terhadap kemerahan, 4. Kemajuan penyembuhan luka panas dan drainase 5. Inspeksi kondisi luka 5. Melihat kemajuan penyembuhan luka Body Image Enhancement: 1. Kaji penilaian dasar klien 1. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang citra tubuhnya gangguan citra tubuh pada 2. Identifikasi efek perubahan klien bentuk tubuh pasien terhadap 2. Meringankan gangguan citra budaya, agama, perilaku tubuh klien seksual, dll 3. Diskusikan tentang perubahan 3. Membantu klien dalam yang dapat terjadi pada klien beradaptsi dengan perubahan akibat dari proses penyakitnya pada tubuhnya intervensi/konseling lebih lanjut 4. Perhatikan frekuensi pasien 4. Melihat sejauh mana klien dalam mengkritik dirinya mengalami gangguan citra 5. Diskusikan tentang bagaimana tubuh orang terdekat dapat 5. Meningkatkan citra tubuh klien menerima keterbatasnnya 6. Berikan bantuan positif bila 6. Meningkatkan citra tubuh klien diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Cirincione, Elizabeth., 2015. Rectal Cancer. Available from www.emedicine.com. Black, J. M, & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 8. Singapore: Elsevier Herdman, T.H. 2012. Nanda International : Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.Jakarta:EGC. Sudjatmiko. 2012. Kolon-Rektum dan Anus. Laboratorium Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Smeltzer,S.C., Burke,B.G., Hinkle,J.L & Cheever,K.H. (2010). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.