Akselerasi Bank Syariah - Agustianto

  • Uploaded by: Edy Ramdan
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Akselerasi Bank Syariah - Agustianto as PDF for free.

More details

  • Words: 2,356
  • Pages: 6
Akselerasi Bank Syariah Market share bank syariah di Indonesia saat ini, relatif masih kecil, belum mencapai 2 % dari total asset bank secara nasional. Padahal perbankan syariah telah berkembang 15 tahun, terhitung sejak tahun 1992 dengan kehadiran Bank Muamalat. Bank Indonesia (BI) telah memasang target market share perbankan syariah sebesar 5 % pada Desember 2008. Untuk mencapai target tersebut, Bank Indonesia telah membuat program akselerasi sebagaimana yang dituangkan dalam blueprint perbankan syariah BI. Namun program akselerasi tersebut, masih banyak memiliki kekurangan dan kelemahan. Karena itu perlu masukan berupa pemikiran-pemikiran konstruktif kepada Bank Indonesia dalam mencapai target tersebut. Sebelum masuk kepada usulan tersebut perlu dicatat bahwa dalam mencapai target 5 % tersebut seyogianya tidak secara ijbari (pemaksaan), seperti, konversi salah satu Bank BUMN yang konvensional menjadi syariah. Cara konversi ke syariah seperti itu bukan strategi utama atau prioritas utama. Walaupun cara tersebut positif dan bagus dilakukan. Kalau melalui cara unorganik seperti itu, tidak perlu masanya sampai 2 tahun. Bahkan tidak sampai 1 tahun target tersebut sudah tercapai. Yang kita inginkan pada market share 5 % adalah melalui pertumbuhan organik dan alamiyah, dimana masyarakat Indonesia secara cerdas dan akal sehat mempraktekkan perbankan syariah. Dalam mencapai target market share 5 %, setidaknya ada 3 rambu yang tidak boleh dilanggar. Pertama, Tidak begitu baik dengan cara pemaksaaan, tetapi harus karena kecerdasan dan kesadaran masyarakat. Untuk perlu perlu gerakan edukasi masyarakat agar cerdas dalam ilmu ekonomi. Zakat saja yang menjadi rukun Islam belum ada unsur pemaksaan di Indonesia, padahal di dunia Islam penerapan zakat mesti dengan pemaksaan. Kedua, Mengamalkan perbankan syariah tidak boleh secara emosional, yakni karena label syariah, karena itu mengajak ulama untuk turut berperan dalam sosialisasi bank syariah melalui khutbah dan ceramah, tidak cukup dengan pendekatan halal-haram atau dalil-dalil riba, tetapi para ulama harus dibekali ilmu moneter syariah dan perbankan syariah secara memadai. Ketiga, Mengamalkan bank syariah tidak boleh juga ikutanikutan. Mengamalkan bank syariah, harus didasarkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang keunggulan bank syariah dan kezaliman bunga. Allah melarang mengikuti sesuatu tanpa dasar ilmu. Firman Allah, Janganlah kamu ikuti sesuatu tanpa dasar ilmu: 17: 36). Prof.Dr. Mannan mengatakan, kita tidak boleh mengembangkan lembaga perbankan syariah, tanpa membangun jiwa dan pemahaman ekonomi syariah kepada pribadi-pribadi masyarakatnya. Jika pemahaman umat tidak diperhatikan, maka gerakan perbankan syariah akan berjalan lambat dan nasabahnya tidak kuat, alias rapuh. Deposito mereka mudah berpindah ke konvensional ketika suku bunga lebih tinggi dari bagi hasil. Dalam perbankan syariah kita seharusnya membangun pasar yang rasional spiritual. Selama ini ada pakar yang membagi pasar perbankan syariah hanya kepada 2 saja, yakni, pasar emosional (spiritual) dan pasar rasional. Pasar emosional adalah mereka yang loyal pada syariah karena adanya label syariah. Mereka memilih bank syariah karena alasan keagamaan. Meskipun bagi hasilnya terkadang lebih kecil dibanding bunga, mereka

tetap bertahan di bank syariah. Sedangkan pasar rasional adalah mereka yang memilih bank syariah karena alas analasan rasiona, seperti bagi hasil lebih tingi, pelayanan yang baik, dsb.Mereka akan berpindah ke bank konvensional, jika tingkat bunga lebih tinggi dari dari bagi hasil. Pembagian pasar kepada dua kategori tersebut sebenarnya tidak begitu tepat, karena masih ada yang lain, yaitu kombinasi kedua pasar tersebut. Kita ingin menggabungkan dua jenis pasar tersebut dengan istilah rasional yang spiritual. Mereka memilih bank syariah dikarenakan alasan-alasan rasional dan akal sehat juga karena alasan kepatuhan kepada syariah. Rasional tidak berarti hanya dilihat dari perbandingan tingkat bunga dan bagi hasil atau pelayanan dan kenyamanan. Seorang nasabah bisa disebut rasional, meskipun rate bagi hasil bank syariah lebih rendah dari bunga bank konvensional, tetapi dia tetap memilih bagi hasil, karena secara rasional dan akal sehat dia tahu, bahwa sistem bunga merusak perekonomian secara makro, sistem bunga telah menurunkan investasi, produksi dan unemployment/penangguran. Bunga juga membuka peluang kegiatan spekulasi yang dapat menimbulkan volatilitas finansial dan krisis di mana-mana. Sistem ribawi dalam lembaga perbankan juga telah menggerogoti uang negara (APBN) secara dahsyat melalui pembayaran bunga obligasi dan BLBI ratusan triliun. Sistem bunga telah menimbulkan rakyat menderita, karena hak mereka untuk kesejahteraan telah direnggut oleh bank-bank konvensional yang menerapkan bunga. Sistem bunga telah menaikkan harga-harga barang strategis, seperti BBM, listrik dan telephon. Sistem bunga telah menimbulkan inflasi dan pemiskinan massal. Semua itu dipikirkan secara rasional dan akal Sehat. Dengan demikian, pilihan kepada tingkat bagi hasil yang kecil dari bunga adalah pilihan akal sehat dan rasional. Mengamalkan bank syariah dengan sistem pemaksaan, dalam jangka panjang akan menimbulkan nasabah-nasabah yang rapuh dan praktisi bank syariah yang rapuh pula, karena keikutsertaannnya dalam dunia perbankan syariah tanpa didasari ilmu pengetahuan yang memadai. Sebaliknya, mengamalkan bank syariah tidak boleh juga secara fanatik buta (emosional) belaka. Tetapi harus juga didasari alasan-alasan ilmiah yang rasional. Faktor-faktor yang perlu diparhatikan Banyak faktor yang menyebabkan mengapa umat Islam belum banyak berhubungan dengan bank-syariah. Di antara 200 jutaan umat Islam, agaknya yang baru berhubungan dengan bank-bank syariah sekitar 2 sampai 3 jutaan. Itu artinya hanya segelintir kecil masyarakat muslim yang menggunakan jasa perbankan syariah. Harus dilacak factorfaktor yang menyebabkan mengapa umat Islam belum berhubungan dengan bank syariah, selanjutnya factor-faktor tu diobati dan disembuhkan. Faktor penyebabnya sangat banyak, antara lain Pertama, Tingkat pemahaman dan pengetahuan umat tentang bank syariah masih sangat rendah. Masih banyak yang belum mengerti dan salah faham tentang bank syariah dan menggangapnya sama saja dengan bank konvensional, Bahkan sebagian ustaz yang tidak memiliki ilmu yang memadai tentang ekonomi Islam (ilmu ekonomi makro;moneter dan teknis perbankan) masih berpandangan miring tentang bank syariah,

karena kurang informasi keilmuan tentang bank syariah. Kedua, Belum ada gerakan bersama yang optimal dalam skala besar untuk mempromosikan bank syariah. Ketiga, Terbatasnya pakar dan SDM ekonomi syari’ah. Keempat, Peran pemerintah masih kecil dalam mendukung dan mengembangkan ekonomi syariah. Kelima, Peran ulama, ustaz dan dai’ masih relatif kecil. Ulama yang berjuang keras mendakwahlan ekonomi syariah selama ini terbatas pada DSN dan kalangan akademisi yang telah tercerahkan. Bahkan masih banyak anggota DSN yang belum menjadikan tema khutbah dan pengajian tentang bank dan ekonomi syariah. Keenam, para akademisi di berbagai perguruan tinggi, termasuk perguruan Tinggi Islam belum optimal. Ketujuh, peran ormas Islam juga belum optimal membantu dan mendukung gerakan bank syariah. Terbukti mereka masih banyak yang berhubungan dengan bank konvensional. Kedelapan, Bank Indonesia ”belum serius” mengembangkan bank syariah. Meskipun di Bank Indonesia banyak para mujahid ekonomi syariah dan meski telah ada direktorat bank syari’ah dan berbagai kebijakan (regulasi) yang mendukung lewat PBI, seperti office channeling, namun dari sisi alokasi dana untuk edukasi, sosialisasi dan promosi masih sangat minim. Jadi, ketidakseriuan itu dilihat dari minimnya alokasi dana untuk sosialisasi. Sehingga dana promosi sebuah bank swasta, jauh lebih besar dari seluruh bank syariah yang jumlahnya lebih dari 29 bank syariah yang ada di Indonesia. Sosialisasi perbankan syariah yang dilakukan Bank Indonesia, masih kecil. Bayangkan, selama kurun waktu 1 tahun, sosialisasi dalam bentuk seminar, workshop dan training yang dilakukan Bank Indonesia hanya 50 kali (lihat Blue print bank Indonesia). Aneh, betapa kecilnya peran sosialisasi tersebut. Bank Indoensia sebagai lembaga keuangan pemerintah yang sangat besar, hanya bisa 50 kali setahun dengan banyak personil. Padal wilayah dan daerah Indoensdia sangat luas, Komponen masyarakat sangat beragam. IAEI saja, sebagai lembaga jihad ekonomi syariah, lebih dari 50 kali dalam setahun memberikan seminar, training, workshop, dialog, ceramah, khutbah jumat perbankan syariah, padahal IAEI sama sekali tidak memiliki dana. Meskipun ada PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah), namun gerakannya sangat kecil dan amat terbatas, personilnya juga sangat sedikit. Hal ini berbeda dengan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) yang memiliki jaringan yang luas yang tersebar di seluruh Indonesia dan personil yang banyak. Mestinya Bank Indonesia menumbuhkan 100 atau malah 400 cabang PKES di Indonesia, bukan hanya satu PKES di pusat dengan personil yang sangat terbatas. Cara menumbuhkannya ialah, Bank Indonesia bekerjasama dengan IAEI, dengan menjadikan DPW/DPD IAEI di berbagai propinsi dan Pusat-Pusat Kajian Ekonomi Islam di berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia untuk mensosialisasikan perbankan syariah secara terprogram, terukur dan teraudit dana kegiatannya. Maka Bank Indonesia, harus mensupport dana sekedarnya kepada wadah tersebut dan lembaga-lembaga Kajian Bank Syariah serta forum-forum studi bank syariah dengan penggunaan dana yang dapat dipertanggung jawabkan. Kegiatan yang digelar benar-benar signifikan untuk mendorong percepatan perkembangan bank syariah, seperti Training dan warkshop ulama yang berkelanjutan, Training dosen-dosen ekonomi, guru SMU sederajat, pencetakan buletin, dsb). PKES bisa sebagai kordinator dibantu oleh IAEI Pusat. Kita dari IAEI sanggup berjuang untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia.

IAEI memiliki jaringan luas di setiap daerah dan kampus-kampus. Orang-orang kampus biasanya bekerja mengembangkan perbankan syariah bukan untuk tujuan proyek atau mendapat untung, tetapi benar-benar berjihad untuk membumikan perbankan syariah di Indonesia. Maka, hasil kegiatan edukasi dan sosialisasi lembaga-lembaga pendidikan dan pusat studi ekonomi Islam tersebut, harus dapat diukur dan dibuktikan, dari sisi peningkatan omzet, asset maupun jumlah nasabah. Jika perlu, mereka dipasang target. Lembaga_lembaga Kajian dan Forum-Forum itu dapat dijadikan sebagai corong dan ujung tombak pengembangan bank syariah, sebagaimana halnya PKES. Bagi Bank Indonesia, organisasi seperti Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), seharusnya menjadi mitra dalam pengembangan bank syariah. IAEI dapat menjadi corong sosialisasi dan edukasi bank syariah kepada masyarakat. Untuk itu Bank Indonesia perlu memberikan support dana kegiatan sosialisasi sekedarnya, untuk program akselerasi tersebut. Dengan sedikit saja dana sosialisasi, IAEI bisa lebih dinamis dan proaktif mensosialisasikan bank syariah, baik di dunia kampus, pejabat pemerintah, ulama, hartawan, pengusaha dan masyarakat luas. Selama ini cukup banyak program kegiatan IAEI bertujuan mempromosikan bank syariah dan meningkatkan asset bank-bank syariah. Namun IAEI tidak memiliki dana untuk bergerak dalam skala yang luas, akhirnya sulit melaksanakan kegiatan promosi bank syariah ke masyarakat luas. Gerakan IAEI lebih banyak ke kampus-kampus . Pada bulan Mei dan Juni 2006, IAEI dan FoSSEI telah melakukan kegiatan seminar dan training da’i, dosen, mahasiswa dan guru-guru SMU di 6 kota, Jambi, Padang, Lampung, Solo dan Pontianak. IAEI juga sering kali mengisi materi ekonomi dan perbankan syariah di hadapan para ulama, ormas Islam, apalagi di kampus-kampus. Bahkan IAEI secara langsung ceramah agama dan khutbah jumat di masjid-masjid, termasuk di bulan suci ramadhan. Kegiatan sosialisasi perbankan syariah ini terus-menerus dilaksanakan. Bank Indonesia juga harus mendukung dan mempelopori pembentukan organisasi dai’ ekonomi syariah. Di Medan telah dibentuk Forum Komunikasi Da’i Ekonomi Syariah. Pembentukan ini diilhami oleh kegiatan Workshop Ulama yang kita laksanakan. Semangat jihad mereka terbakar untuk mendakwahkan perbankan syariah, demi menyelamatkan umat dan bangsa dari sistem ribawi. Di tingkat Nasional hal ini perlu diwujudkan. Setiap da’i memiliki ribuan jamaah. Tidak jarang seorang da’i berceramah dan berkhutbah sampai 10-15 kali ceramah dalam seminggu. Setiap da’i bisa ceramah di hadapan ratusan bahkan ribuan jama’ah. Bila mereka memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang bank syariah, maka fatwa-fatwa mereka tidak lagi datar dalam memandang bank syariah, tetapi secara mantap dan penuh keyakinan ilmiah mengharamkan bunga bank serta mewajibkan umat memilih bank syariah.. Umumnya da’i belum memahami dampak bunga bank yang sangat mengerikan bagi perekonomian negara dan dunia. Maksudnya, belum banyak training serius yang diikuti ulama tentang dampak bunga secara empiris dan fakta ilmiah berdasarkan teori ekonomi modern. Karena itu mereka perlu dilatih dengan pendekatan yang komprehesif. Selama ini presentasi kepada ulama (yang masih terbatas) dilakukan oleh praktisi bank syariah yang bukan ulama atau ulama yang bukan ekonom.Akibatnya target ceramah untuk menciptakan ulama yang haqqul yakin secara ilmiah tentang keharaman bunga

bank tidak tercapai. Karena itu masih aja ada ustaz yang merasa biasa-biasa saja menabung atau (menyetor ONH) di bank konvensional. Bila ada 60.000 ulama yang bergerak secara serentak mewajibkan umat meilih bank syariah dan dengan haqqul yakin mengharamkan bunga di atas mimbar, maka akan terjadi booming hebat bagi pertumbuhan bank-bank syariah. Selain itu, perlu diperhatikan oleh Bank Indonesia, bahwa selama ini para dosen ekonomi syariah sering diundang untuk memberikan seminar dan ceramah di kampuskampus, di ormas Islam, tetapi seringkali dosen ekonomi Islam tersebut sama sekali tidak diberi hanor oleh panitia karena keterbatasan dana panitia pelaksana. Mengandalkan semangat jihad untuk memerangi riba tidak cukup dengan semangat saja, tanpa alat dan senjata. Senjata itu antara lain adalah dana sekedarnya selain semangat jihad yang berkobar untuk memerangi riba. Fakta membuktikan bahwa biaya untuk mengembangkan bank syariah oleh Bank Indonesia masih sangat kecil, sehingga dalam berbagai momentum promosi bank syariah, sumbangan Bank Indonesia masih sangat kecil. Kalau Bank Indonesia mau mengalokasikan sedikit dana untuk pengembangan bank syariah, niscaya market share bank syariah tidak seperti sekarang ini. Kecilnya market share ini sebagian besar disebabkan karena sedikitnya alokasi dana untuk pengembangan bank syariah dari Bank Indonesia. Kalau kita lihat peran Bank Indonesia dalam mengembangkan bank syariah dalam cost/biaya promosi, jumlahnya masih sangat kecil. Dan karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Bank Indonesia mengembangkan bank Syariah, hanya modal dengkul, mengingat minimnya dana promosi bank syariah dbanding dana untuk promosi bank konvensional. Kalau bank Indoensia serius ingin menyelamatkan ekonomi bangsa ini dengan syariah yang adil ini, maka BI harus berani keluar sedikit dana. Jadi bukan seperti sekarang ini. Kita membutuhkan dana untuk edukasi dan pencerdasan masyarakat tentang bank syariah. Promosi, pendidikan dan pelatihan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Termasuk untuk mentraining ulama secara berkelanjutan. Ulama sebagai ujung tombak keberhasilan sebuah program belum dilirik secara serius oleh Bank Indonesia. Ada sekitar 60.000-70.000 ulama dan dai yang perlu ditraining tentang bank syariah. Bila mereka secara serempak mendakwahkan keunggulan bank syariah di 700.000 mesjid di Indonesia, maka bank-bank syariah akan diserbu umat yang pada gilirannya market share bank syariah dalam beberapa bulan akan naik menjadi 30 %. Kita telah membuktikan hal ini di beberapa kota di mana ada kantor cabang bank syariah, sehingga sebuah kantor kas bank syariah bisa terbaik se-Indonesia dalam beberapa bulan untuk kategori penghimpunan dana pihak ketiga. Asset bank syariah bisa meningkat secara fantastis 300 atau 400 %. Fatwa MUI tentang keharaman bunga bank tidak signifikan meningkatkan market share bank syariah, karena para ulama dan ustaz banyak yang tidak mengerti mengapa bunga bank itu diharamkan. Di level masyarakat luas, cukup banyak ulama yang tidak mendukung dan merespon fatwa tersebut. Padahal para ulama dan ustaz berhubungan langsung dengan umat di masjid-masjid dan majlis ta’lim, akibatnya ummat Islam tenang-tenang saja mempraktikkan bunga bank di konvensional. Karena itu, para ulama perlu dicerdaskan dengan ilmu perbankan syariah dengan pendekatan ilmu syariah yang

tepat. Banyak lagi yang bisa dilakukan untuk memajukan bank syariah dan akselerasi bank syariah, jika kita punya sedikit dana untuk mencerdaskan para ustaz tentang perbankan syariah. (Penulis adalah Sekjen DPP IAEI, Dosen Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan PSTTI UI, Dosen Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti, Dosen Pascasarjana Bisnis dan Keuangan Islam Univ.Paramadina dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.) oleh Agustianto DIPOSTING OLEH Agustianto | April 26, 2008

Related Documents


More Documents from "mn harisudin"