Prospek dan Tantangan Bank Syariah 2008 Oleh : Agustianto Sejak tahun 2001 sampai 2007, perbankan syariah di Indonesia mengalami hiqh growth yang menggembirakan. Di tahun 2008 pertumbuhan perbankan syariah diperkirakan akan masih menikmati pertumbuhan tinggi tersebut, apalagi iklim kondusif berupa kondisi makroekonomi Indonesia cukup baik. Hal itu dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di tahun depan tidak bisa dilepaskan dari kondisi makroekonomi Indonesia. Kondisi makroekonomi Indonesia tersebut tentu berdampak kepada industri perbankan syariah. Karena itu, di awal tulisan ini perlu dipaparkan prospek kondisi makroekonomi Indonesioa pada 2008. Prospek makroekonomi Indonesia Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,5 % sejalan dengan membaiknya investasi swasta, pulihnya daya beli masyarakat seiring dengan menurunnya tingkat suku bunga di semester kedua tahun 2007 dan tetap terjaganya inflasi pada kisaran 6 – 7 %. Sedangkan prospek pencapaian inflasi untuk tahun 2008 diperkirakan lebih rendah dari tahun 2007, yaitu berada di kisaran 5,1 % yang didukung oleh tetap terkendalinya permintaan dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. Pertumbuhan ekonomi secara umum akan mempengaruhi pendapatan masyarakat dan kemampuannya dalam melakukan konsumsi dan saving (tabungan). Pada saat yang sama kapasitas perbankan untuk melakukan pembiayaan sector riil banyak dipengaruhi oleh besarnya dana masyakat dalam bentuk tabungan tadi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi nasional memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan perbankan syariah. Menurunnya tekanan inflasi dan menguatnya nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2007, memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk secara gradual menurunkan BI rate dalam rangka mendorong aktivitas sector riil. Bagi sector perbankan, hal itu mengisyaratkan prospek yang positif untuk menggairahkan sector riil. Kondisi ini merupakan peluang untuk mendorong ekspansi pembiayaan ke sector riil dan meningkatklan FDR lembaga perbankan. Prospek Perbankan Syariah 2008 Berdasarkan prospek kondisi makroekonomi Indonesia tahun 2008, maka dapat diprediksikan pertumbuhan industri perbankan syariah pada tahun depan masih akan menikmati high-growth (pertumbuhan tinggi), yakni di kisaran 38 %, dibandingkan pertumbuhan perbankan secara nasional. Industri perbankan syariah Indonesia sebagai bagian dari system perbankan nasional, diharapkan terus tumbuh untuk mendorong aktifitas perekonomian produktif masyarakat. Pertumbuhan itu meliputi pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga), jumlah pembiayaan, pertambahan jumlah rekening nasabah, serta jumlah sector perekonomian yang dibiayai. Selain dukungan kondisif makro ekonomi yang masih kondusif, faktor mikro dalam industri perbankan dan keuangan syariah juga akan mempengaruhi percepatan perkembangan industri perbankan syariah meliputi ; pertama, rencana pembukaan bankbank syariah baru, kedua, optimalisasi kapasitas usaha dari bank syariah; dan ketiga, dukungan lingkungan keuangan syariah nasional. Pada tahun 2008 nanti beberapa rencana pembukaan bank syariah baru berupa BUS
(Bank Umum Syariah) atau UUS (Unit Usaha Syariah) akan segera terealisasi, baik melalui proses spin-off maupun proses akuisisi. Selain itu, diharapkan UUS yang ada mampu memaksimalkan ekspansi/peningkatan kapasitas funding (pendanaan) dan financing (pembiayaan) mereka. Banyak UUS yang memasang target pembiyaan sampai 100 %, misalnya Bank BNI Syariah, demikian pula Bank Umum Syariah Bank Muamalat Indonesia, juga memasang target yang sama. Diperkirakan juga pada tahun depan, instrumen keuangan syariah berupa sukuk atau obligasi syariah (Sertifikat Berharga Syariah Negara-SBSN) sudah tersedia pada awal tahun 2008 untuk dijadikan alternatif bagi pemanfaatan dana bank-bank syariah. Di samping itu, penyelesaian penyempurnaan UU Pajak (PPN) di awal tahun 2008 akan menjadi pintu gerbang bagi masuknya investor baru ke dalam sektor industri perbankan syariah nasional, sehingga memperbesar kapasitas industri. Menko perekonomian sudah berjanji akan menghapuskan pajak ganda murabahah. Respon konstruktif Pemerintah terhadap ketentuan single Present Policy, misalnya dengan melakukan konversi salah satu bank BUMN dan swasta besar menjadi bank syariah, akan dengan cepat membantu meningkatkan volume industri perbankan syariah. Kepercayaan Pemerintah kepada perbankan syariah kepada perbankan syariah untuk mengelola dana-dana milik Pemerintah (pusat maupun daerah) serta dana haji, juga akan sangat mendukung peningkatan kapasitas perbankan syariah secara nyata. Dengan berbagai asumsi dan upaya yang sungguh-sungguh untuk merealisasikannya dalam semangat program akselerasi, maka pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan industri perbankan syariah tahun 2008 menurut proyeksi Bank Indonesia akan mencapai volume asset, DPK dan pembiayaan sesuai program akselerasi yaitu masing-masing sebesar Rp. 91,6 triliun, Rp.73,3 triliun dan Rp.68,9 triliun. Tantangan Meskipun perbankan syariah mengalami high growth, namun industri perbankan syariah masih harus mengatasi beberapa tantangan, agar dapat mempertahankan pertumbuhan yang tinggi tersebut secara lebih berkesinambnbungan. Setidaknya ada lima tantngan utama perbankan syariah selain tantangan-tantangan lainnya yang juga perlu dihadapi secara arif. Pertama, sumber daya manusia (SDM). Dengan semakin meningkatnya kapasitas ekspansi BUS dan UUS di masa depan, maka semakin menuntut penambahan SDM berkualitas dalam jumlah yang memadai. Selanjutnya, kegiatan operasional perbankan syariah yang dekat kepada sector riil memberikan konsekuensi kebutuhan bank syariah untuk lebih memiliki sumber daya yang kuat dalam aspek-aspek yang berkaitan dengan sector riil seperti kemampuan penilaian proyek dari berbagai aspek, misalnya industri manufaktur, perdagangan, agribisnis dan sebagainya. Hal ini sangat penting agar resiko kredit dapat diminimalisir sekecil mungkin, sehingga dapat mengecilkan tingkat NPF (Non Performing Financing) perbankan syariah. Selain itu juga, harus tetap diperhatikan keahlian perbankan syariah yang profesional seperti keahlian legal aspect, risk management dan service exellence Skills ini menjadi sebuah keniscayaan mutlak bagi praktisi perbankan syariah tanpa mengesampingkan nilai-nilai moral yang cukup kental dalam bisnis syariah. Kedua, masalah permodalan. Dengan kecenderungan semakin bertumbuhnya DPK hingga saat ini, perbankan syari’ah dituntut untuk menambah permodalannya di masa depan. Artinya perbankan syariah akan membutuhkan suntikan modal yang cukup besar
agar tetap dapat beroperasi sesuai dengan koridor kehati-hatian dalam aspek permodalan. Pada saat ini tingkat rata-rata CAR (Capital Adequacy Ratio), bank syariah cenderung menurun sejalan dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Hal tersebut menunjukkan bahwa industri perbankan syariah berada hampir pada kapasitas maximum ekspansinya. Dengan demikian, jika tidak dilakukan tindakan penguatan modal, pada gilirannya nanti permasalahan permodalan ini akan menghambat laju pertumbuhan perbankan syari’ah. Ketiga, aspek regulasi. Pengembangan perbankan syariah tidak terlepas dari aspek regulasi. Jika ketentuan perundang-undangan tidak kondusif bisa menghambat pertumbuhan perbankan syariah, karena itu dukungan dari aspek hukum saat ini sangat mendesak untuk dipenuhi, seperti amandemen UU Perpajakan, UU Perbankan Syariah, dan UU SBSN (sukuk). Untuk itu Masyarakat Ekonomi Syariah dan Ikatan Ahli Ekonomi islam Indonesia (IAEI) serta MUI harus mengawal dan mendesak terus janji pemerintah untuk segera mengelaurkan beberapa UU yang terkait. Keempat optimalisasi jaringan pelayanan. Kebijakan pembukaan office channeling bank syariah yang dimulai bulan maret 2006, sepanjang tahun 2007 ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bank BNI syari’ah telah membuka 600-an kantor pelayanan office channeling tersebut, luar biasa. Hal yang sama juga dilakukan oleh bank UUS lainnya, seperti Bank Permata Syariah dan sejumlah Bank Pembangunan Daerah (PT.Bank Sumut, Bank DKI, Bank Sumsel, dll). Kebijakan office channeling pada dasarnya terfokus untuk menjawab masalah cakupan pelayanan perbankan syariah yang terbatas. Namun sangat di sayangkan pembukaan office channeling tersebut tidak diimbangi dengan program edukasi dan sosialisasi, sehingga terjadi kesenjangan hebat antara supply bank syariah dan demand dari sisi masyarakat. Artinya, masyarakat dibiarkan kurang faham tentang perbankan syariah. Padahal jika bank-bank syariah melakukan edukasi secara intensif, niscaya terjadi ledakan hebat dalam pertumbuhan asset perbankan syariah. Kebijakan office channeling juga harus sejalan dengan peningkatan kualitas SDM. Jangan sampai peluasan cakupan pelayanan perbankan syariah melalui office channeling harus mengorbankan aspek kualitas pelayanan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi reputasi industri perbankan syariah secara umum. Kelima, Inovasi produk, keberhasilan sistem perbankan syari’ah di masa depan akan banyak tergantung kepada kemampuan bank-bank syari’ah menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, karena itu perbankan syariah harus lebih kreatif dan inovatif dalam mendesig produk-produknya. Produk-produk bank syari’ah yang ada sekarang harus dikembangkan variasi dan kombinasinya, sehingga menambah daya tarik bank syari’ah. Hal itu akan meningkatkan dinamisme perbankan syari’ah. Untuk mengembangkan produk-produk yang bervariasi dan menarik, bank syari’ah di Indonesia dapat membangun hubungan kerjasama atau berafiliasi dengan lembaga-lembaga keuangan internasional. Kerjasama itu akan bermanfaat dalam mengembangkan produkproduk bank syari’ah Iklim persaingan yang sangat ketat dalam memperebutkan sumber pendanaan dari masyarakat di tengah kondisi penurunan suku bunga, menuntut penyesuaian strategis penetrasi bank-bank syariah yang out of the box, keluar dari zona kenyamanannya saat ini. Selain lima tantangan tersebut, sesungguhnya masih banyakmtantantagn lainnya, seperti tingkat pemahaman msyarakat yang masih rendah tentang perbankan syariah, dan metode
pamasaran perbankan syariah yang kurang tepat Penutup Pertumbuhan perbankan syariah pada tahun 2008 diperkirakan masih menikmati high growth, namun demikian, bank-bank syariah harus secara cerdas dan kreatif mengatasi tantangan-tantangan dan kendala yang ada agar target-target bisa dicapai. Upaya mencapai target market share 5 % harus dilakukan secara serentak oleh segenap komponen umat, khususnya Majlis Ulama Indoensia (MUI), akademi dan Perguruan Tinggi (Ikatan ahli Ekonomi Islam/IAEI), Masyatakat Ekonomi Syariah (MES), Bank Indonesia dan tentunya dari praktisi perbankan syariah sendiri. (Penulis adalah Sekjen DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana UI dan Islamic Economics anf Finance Trisakti) DIPOSTING OLEH Agustianto | April 14, 2008