Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah 3 - Agustianto

  • Uploaded by: Edy Ramdan
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah 3 - Agustianto as PDF for free.

More details

  • Words: 999
  • Pages: 3
Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah (3) Oleh : Agustianto, MA Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Fiqh Muamalah Ekonomi Pascasarjana UI Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada perbanbkan dan lembaga keuangan syariah. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan di bidang ekonomi perbankan. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip syariah. Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prisnip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. Menurut MUI (SK MUI No Kep.754/II/1999) ada empat tugas pokok DSN: (1) Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian, (2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan, (3) Mengeluarkan fatwa atas produk keuangan syariah, dan (4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Di samping itu DSN juga mempunyai kewenangan untuk : (1) memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota DPS pada satu lembaga keuangan syariah. (2) Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum fihak terkait. (3) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM. (4) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN. (5) Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

Optimalisasi peran DPS dan DSN Agar DPS dan DSN memiliki peran yang optimal dan signifikan, setidaknya ada lima hal penting yang harus menjadi perhatian bersama Pertama, seharusnya MUI menentukan klasifikasi keahlian pihak-pihak yang dapat diangkat menjadi anggota DSN atau DPS. Seperti di Sudan, Abdalah (1994) menyatakan bahwa anggota Department of Fatwa and Research (DFR) dan Higher Sharia Supervisory Board (HSSB) adalah orang-orang yang mempunyai keahlian di bidang Syariah (Islamic Jurisprudence), hukum dan ekonomi (akuntansi). Kedua, sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa anggota DSN juga merupakan konsultan pada bank-bank syariah atau divisi unit syariah pada bank konvensional. Hal ini tentunya akan mengakibatkan adanya keraguan publik terhadap independensi DSN itu sendiri. Mautz and Sharf (1996) menyatakan bahwa ada dua tipe independensi, independensi dalam berpikir dan independensi dalam bentuk fisik.Independensi dalam berpikir sangat ditentukan sekali oleh tingkat kejujuran mental dan berpikir seorang pengawas, sedangkan independensi dalam bentuk fisik tercermin dari sikap dan kedudukan antara si pengawas dengan objek yang diawasi. (Wirman Syafi’I, UIA Malaysia) Dengan kredibilitas dan komitmen mereka yang tinggi terhadap prinsip-prinsip syariah, independensi dalam berpikir anggota DSN merupakan suatu independensi yang tidak perlu lagi diragukan.Namun, dengan bertindak sebagai konsultan pada bank-bank atau unit syariah, seorang anggota DSN telah kehilangan independensinya dalam bentuk fisik. Anggota DSN akan mengawasi operasional bank syariah yang sebenarnya merupakan hasil dari konsultasi yang mereka berikan kepada bank-bank atau unit syariah tersebut. Oleh karenanya, MUI perlu membuat aturan yang jelas dan tegas bahwa setiap anggota DSN tidak dibenarkan bertindak menjadi konsultan pada sebuah bank syariah. Alasan bahwa terjadinya praktik independensi DSN tersebut karena kurangnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan kemampuan di bidang ekonomi syariah merupakan alasan yang sangat rasional. Namun, MUI dan juga Bank Indonesia perlu menetapkan jangka waktu transisi atas kendala ini, sehingga permasalahan ini dapat dipecahkan. Tentunya, penentuan waktu transisi ini diikuti dengan berbagai terobosan program dan juga kegiatan dalam rangka menambah jumlah sumber daya manusia yang ahli dalam bidang ekonomi syariah. Ketiga, Bank syari’ah harus memiliki DPS di daerah. Hal ini sejalan dengan semakin meluasnya kantor cabang perbankan syari’ah ke berbagai wilayah provinsi, bahkan kabupaten /kota. DSN harus mendukung dan memperhatikan tuntutan ini, agar penerapan prinsip syari’ah lebih terjamin di daerah-daerah. Hampir mustahil DPS yang berdomisili di Pusat dapat memeriksa dan mengawasi praktek da kontrak-kontrak yang dilaksanakan bank syari’ah di daerah. Bila hal ini diabaikan, maka pelanggaran prinsip syari’ah akan semakin merajalela. Kalaupun tidak dalam bentuk DPS, bank syari’ah dapat membentuk advisor yang aktif di daerah sebagaimana yang dilakukan bank Muamalat.

Keempat, model pengawasan DPS tidak lagi mengikuti model pertama dan kedua sebagaimana yang dipaparkan di atas, tetapi mengikuti model ketiga yang betul-betul aktif dan produktif. Pada model pengawasan ini DPS dilakukan oleh sebuah departemen syari’ah di suatu perbankan syari’ah. Dengan model ini ahli syariah bertugas full time, didukung oleh staf teknis yang membentu tugas-tugas pengawasan syariah yang telah digariskan oleh ahi syariah departemen tersebut. Jika model ini diterapkan secara fungsional, maka tugas-tugas DPS sebagaimana yang dihekehendaki DSN dapat terwujud. Kelima, di masa depan, posisi DPS seharusnya sejajar dengan Komisaris. sehingga perannya dan kedudukannya sangat kuat. Ketentuan ini seyogianya masuk dalam Undang-Undang Perbankan Syari’ah. Apabila Dewan Pengawas Syari’ah terlepas dari Bank Indonesia, maka akibatnya, mereka bekerja dalam pengawasan itu, hanya sambilan saja. Padahal Islam menuntut profesionalisme dan keseriusan dalam setiap pekerjaan, termasuk dalam pengawasan. Penutup Untuk menjamin kemurnian penerapan nilai-nilai syari’ah pada praktek perbankan syari’ah dibutuhkan lembaga Pengawas Syariah yang berkualitas berkapasitas dan kredible, yaitu memiliki kemampuan yang memadai di bidang syariah, hukum, serta pengetahuan tentang keuangan dan perbankan. Untuk menjamin dipraktekkannnya sistem syari’ah secara konsisten di lembaga perbankan syari’ah, maka peranan DPS dan DSN harus ditingkatkan secara signifikan. Tanpa usaha serius, baik dari Bank Indonesia Bank Syari’ah sendiri, maupun DSN untuk mengoptimakan fungsi DPS, maka upaya untuk mengamalkan ajaran syari’ah melalui perbankan akan sia-sia dan hal itu akan semakin merusak citra lembaga yang berabel syariah . Hal ini juga berarti, cita-cita kita untuk mengamalkan Islam secara kaffah melalui institusi bank syari’ah dan lembaga keuangan syariah , akan gagal. DIPOSTING OLEH Agustianto | April 25, 2008

Related Documents


More Documents from "Edy Ramdan"