Agama dan Revolusi (Pembebasan) Abaz Zahrotien
Tugas Kiri Islam adalah menguak unsure-unsur revolusioner dalam agama, dan menjelaskan pokok-pokok pertautan antara agama dan revolusi. Atau dengan kata lain, memaknai agama sebagai revolusi. Tugas ini merupakan sebuah ‘tuntutan zaman’ yang telah menerapkan sebuah system yang sistematis tetapi menindas dan melakukan kesewenang-wenangan halus. Memaknai agama sebagai revolusi sama halnya dengan gaya zaman kemajuan Islam abad pertengahan dimana disana ada komparasi antara study filsafat (yang merupakan tuntutan zaman saat itu) dengan syari’ah sebagai landasan. Sebenarnya konsepnya sama, hanya perbedaan dapat kita jumpai pada konteksnya, yakni dahulu Islam diakulturasikan dengan filsafat (Al Hikmah) dan saat ini zaman menuntut kita mengakulturasikan Islam dan revolusi. Oleh karena itu, kerja mempertautkan antara agama dan revolusi, kata Hassan Hanafi, tidaklah sesuatu yang latah dan asing. Agama adalah revolusi itu sendiri, dan para nabi merupakan revolusionerrevolusioner yang tangguh di zamannya. Ibrahim adalah revolusioner yang melakukan revolusi akal menundukkan tradisi buta penyembahan-penyembahan terhadap berhala. Musa sama halnya, ia merefleksikan revolusi pembebasan melawan otoritarianisme penguasa Fir’aun. Isa adalah revolusioner ruh atas dominasi materialisme. Sedangkan Muhammad sendiri merupakan tauladan bagi kaum proletariat, hamba sahaya dan komunitas tertindas berhadapan dengan konglomerat Quraisy dan antek-anteknya dalam perjuangan menegakkan masyarakat yang bebas, penuh kasih persaudaraan dan
egaliter. Al Qur’an menggambarkan kenabian sebagai revolusi memberantas dekandensi moral dan social. Dalam sejarah Islam, banyak dijumpai aneka revolusi sosio religio-politik, seperti revolusi Qaramitah dan Mahdiisme di Sudan, Sanusiyah di Libya, Al Islam di Aljazair, gerakan Abdul Hamid bin Badis, Abdul Qadir al Maghribi, dan Omar Mukhtar di Afrika Utara, gerakan ‘Komunitas Islam’ di Amerika, perjuangan Ikhwanul Muslimin di Palestina dan sebagainya. Tugas Kiri Islam adalah mengapresiasikan secara positif revolusi-revolusi ini dan menguakkan gerakangerakan revolusioner di masa-masa mendatang. Masa depan umat islam, apalagi dalam menghadapi abad ke-21 penuh dengan tantangan. Perkembangan di Barat yang tidak dapat diabaikan, penetrasi berbagai nilai dan budaya Barat dan asing lain ke dalam lingkungan umat, warisan nilai dan budaya kalangan sendiri, semuanya harus dihadapi dan dijawab, kalau memang kita hendak menegakkan agama kita dan menjadi “rahmat bagi sekalian alam”. Prolog artikel yang ditulis oleh Deliar Noer diatas memberikan satu refleksi bersama terkait dengan tantangan Islam kedepan. Adanya budaya Barat yang terus menyerang berbagai sisi kehidupan membuat Islam harus menyiapkan amunisi baru untuk melakukan serangan balik. Disinilah peran Kiri Islam untuk menciptakan Islam sebagai agama revolusioner harus dapat dibuktikan. Ini bukan persoalan sepele, mengingat serangan Barat melalui globalisasi, popular culture, free trade, dan produk kapitalis lainnya tidak dapat dipandang sebelah mata, bahkan kalau boleh menyamakan, hari ini serangan Barat tiap harinya sama dengan jumlah nasi yang kita makan selama sehari. Artinya, hampir 70 persen dari apa-apa yang kita konsumsi tiap harinya merupakan produk kapitalis, yang tentunya
berefek pada status Islam itu sendiri di mata dunia. Islam seandainya diam saja menghadapi persoalan yang paling krusial ini maka Islam adalah merupakan produk kapitalisme juga, atau lebih tepatnya bukan produk tetapi antek-antek kapitalisme. Keyakinan Hassan Hanfi dengan Kiri Islamnya, penulis kira, berangkat dari satu pandangan, sebagaimana yang dianalisis oleh Jurgen Habermas, seorang pembaharu
madzhab
Frankfurt,
cacat-cacat
modernisasi
dalam
bentuk
totalitarianisme, hilangnya makna, anomie, penyakit jiwa, alienasi dan sebagainya, katanya adlaah akibat pemiskinan rasionalisme Barat pada paradigma filsafat kesadaran tersebut. Cacat-cacat ini hanya bisa diatasi dengan pencerahan lebih lanjut, yakni melanjutkan proyek postmodernitas dalam wawasan rasio komunikatif. Dalam hal ini, Kiri Islam berperan dalam upaya memperbaiki cacat-cacat modernisme menuju postmodern. Artinya gerakan Kiri Islam dapat mampu menjawab serta memberikan tawaran solusi baru dalam memecahkan masalah ini.