7. Bab Iii Tinjauan Pustaka.docx

  • Uploaded by: putra
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 7. Bab Iii Tinjauan Pustaka.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,170
  • Pages: 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

I. A.

KELENJAR BARTHOLINI Anatomi Kelenjar Bartholini Kelenjar Bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal inferior.(1,2) Kelenjar Bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.(1,2,3)seperti pada gambar dibawah ini :

9

10

B.

Histologi Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumnair atau kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel transsisional yang secara embriologi merupakan daerah transisi antara traktus urinarius dengan traktus genital.(1,2)

C.

Fisiologi Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.(1,4)

II. A.

KISTA BARTHOLINI Definisi Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(2,5,6)

11

Gambaran kista bartolini B.

Etiologi Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis kelenjar ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi nanah dam keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat terjadi sumbatanpada salah satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan menbentuk suatu kista.(3,5)

C.

Patofisiologi Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cms seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi.(2,3,5)

D.

Gejala klinis Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu

12

koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.(5) Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Jika kista terinfeksi, gajala klinik berupa(2,3)  Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.  Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisme yang ditularkan melalui hubungan seksual.  Dispareunia.  Biasanya ada secret di vagina.  Dapat terjadi ruptur spontan.

E.

Diagnosis Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala sepertipanas, gatal, Sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menulat seksual sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.(6) Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dengan posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau jam 7 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tahu tidaknya infeksi menular.(5,6)

F.

Pemeriksaan Penunjang Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebri, tes laboratorium darah tidak diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartholini.(2,6)

13

G.

Penatalaksanaan 1. Tindakan Operatif, beberapa prosedur yang dapat digunakan (2,3,5,6) a. Marsupialisasi Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut.

Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisivertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal ring.Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista. Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %. b. Eksisi (Bartholinectomy) Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif.Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum. Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yangmemanjang sesuai ukuran kista pada

14

vestibulum dekat ujung medial labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati – hati saat melakukan insisikulit agar tidak mengenai dinding kista.Struktur vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawahkista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb danuntuk menghindari trauma pada rectum.

Diseksi Kista Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan diligasi dengan benangchromic atau benang delayed absorbable 3-0.

Ligasi Pembuluh Darah

15

2. Pengobatan Medikamentosa. Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi

dan

drainase.

Beberapa

antibiotikyang

digunakan

dalam

pengobatan(2,3) a. Ceftriaxone. Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillinbinding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose .4,5 b. Ciprofloxacin. Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri.Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari. c. Doxycycline Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan

dengan 30S dan50S subunit ribosom dari bakteri.

Diindikasikan untuk Ctra chomatis.Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari.

Related Documents


More Documents from "ni"

Sap Hipertensi.docx
May 2020 34
New Text Document.txt
November 2019 53
Cover.docx
December 2019 40
01 Cover.docx
November 2019 37