BAB III IDIOPATHIC TROMBOSITOPENIC PURPURA (ITP)
A.ETIOLOGI Etiologi dari trombositopenia gestasional belum diketahui secara pasti,namun keadaan ini dipercaya sebagai suatu bentuk dari purpura trombositopenik imun (Immune Thrombocytopenic Purpura) yang ringan dan transient, atau merupakan suatu akibat dari peningkatan volume plasma darah terkait kehamilan. Levi JA,2002 Trombositopenia gestasional ini terjadi pada lebih kurang 74 % dari keseluruhan trombositopenia pada kehamilan,dimana keberadaannya perlu dipahami dan dikenali secara dini oleh dokter yang merawat, yakni sebelum pendekatan secara klinis lebih lanjut yang teliti dan mendalam dikerjakan. Levi JA,2002.George JN.Woolf SH.Raskob.2006. Kriteria dari trombositopenia gestasional ini dapat dilihat pada table 1.Lebih lanjut lagi, penyebab kedua dari trombositopenia pada kehamilan adalah preeklamsia dan eklamsia, dimana keadaan ini terjadi pada 15 hingga 20 % dari keseluruhan kehamilan.Levi SH.Raskob.2006
mendahului
JA,2002.Marks
PW,2006.
George
JN.Woolf
Pada beberapa kasus, trombositopenia yang terjadi muncul timbulnya
gejala
–
gejala
preeklamsia
dan
eklamsia
tersebut.Penyebab dari kelainan ini juga tidak diketahui secara pasti, namun dianggap terjadi sekunder terhadap peningkatan trombositopenia. Kriteria trombositopenia gestasional (gestational thrombocytopenia)Terjadi pada umur kehamilan yang lanjut 1. Tidak ada riwayat trombositopenia sebelumnya(kecuali pada masa kehamilan) 2. Trombositopenia yang terjadi ringan 3. Tidak berhubungan dengan trombositopenia pada janin dan 4. Jumlah trombosit akan kembali normal setelah melahirkan Destruksi trombosit oleh endothelium yang teraktivasi pada 4 hingga 12 % pasien dengan preeklamsia berat akan terjadi sindrom HELLP PW,2006(
Levi JA,2002.Marks
Hemolysis, Elevated Liver Enzyme and low Platelet Count ), dimana
akan terjadi proses anemia hemolitik mikroangiopatik dengan akibat 21
timbulnnya penurunan sel trombosit sebagai konsekuensi dari koagulasi intravaskuler diseminata (DIC/Disseminated Intravascuklar Coagulation ) Penyebab
lain
dari
trombositopenia
pada
kehamilan
dimana
trombositopenia yang terjadi merupakan suatu keadaan sekunder dari penyakit lain yang mendasarinya adalah : 1. TTP ( Trombotic Trombocythopenic purpura ), 2. Koagulasi
Intravaskular
Diseminata(Disseminated
Intravascular
Coagulation). 3. HUS (Hemolytic Uremic Syndrome). 4. Trombositopenia akibat perlemakan hati atau terkait penggunaan obat obatan. 5. Penyabab lain seperti Hipersplenisme,dimana hitung trombosit akan turun sebagai akibat peningkatan penghancuran trombosit oleh splenomegali masif,jarang dijumpai pada kehamilan ,dimana hal ini disebabkan oleh penyakit primer yang menjadi penyebabnya(misalnya serosis hepatis) akan menjadi penghambat terjadinya kehamilan.
Levi
JA,2002.George JN.Kojauri K.2006
Berbagai perbedaan klinis dan laboratories yang dapat digunakan untuk membedakan
berbagai
penyebab
dari
trombositopenia,secara
umum,
perbedaan parameter laboratorium lain antara ITP dengan trombositopenia akibat penyakit lain, dapat dilihat pada table dibawah. Table 1. Perbedaan klinis dan laboratories beberapa keadaan trombositopenia dalam kehamilan Marks 2006 DIAGNOSIS
ALT/AST
TROMBOSITOPENIA
SDM
PT /APTT
KREATININ
Gestasional
Normal
ringan hingga sedang
Normal
Normal
Normal
ITP
Normal
sedang hingga berat
Normal
Normal
Normal
Preeclampsia
Normal
ringan hingga sedang
Normal
Normal
Normal
HELLP
Abnormal
ringan hingga berat
Skistosit
Normal
Normal
TTP
Normal
sedang hingga berat
skistosit
Normal
bervariasi
sedang hingga berat
skistosit
Normal
Abnormal
HUS KID
Bervariasi
normal hingga berat
skistosit
Abnormal
Bervariasi
Perlemakan
Abnormal
normal hingga ringan
bervariasi
Abnormal
Normal
Normal
Normal
Normal
Abnormal
Normal
hati Inhibitor F VII
22
Keterangan : SDM : sel darah merah,PT :protombim time, aPTT : activated partial tromboplastin time. ALT : alanine aminotransferase. AST :Aspartat aminotransferase. ITP : imum tombositopenia purpura. HELLP :Hemolisis ,enzim liver,low platelet. TTP :Trombotic Trombositopenia purpura. HUS :hemolitik uremia syndrome. KID : koagulasi intravaskuler diseminata
B. PATOFISIOLOGI ITP merupakan suatu kelainan autoimun yang ditandai dengan peningkatan destruksi dari trombosit yang dimediasi oleh proses imunologis . Pada keadaan ini dibentuk auto antibody IgG antitrombosit yang bereaksi terhadap glikoprotein membran trombosit, menyebabkan destruksi dari trombosit didalam system retikuloendotelial,terutama di organ limpa dan hati. Levi JA,2002.George JN.Kojauri K.2006
Cines DB,2006faktor
– factor yang menginisiasi
terbentuknya autoantibody pada seseorang tidak diketahui secara jelas, namun pada saat pertama kali muncul gejala, sebagian besar pasien dengan ITP memiliki autoantibody yang bereaksi dengan beberapa glikoprotein dari permukaan trombosit.
Cines DB,2006
Mekanisme yang mendasari terjadinya
trombositopenia ini dapat pula berlangsung selama kehamilan, dimana proses kehamilan itu sendiri tidak berpengaruh terhadap perjalanan alamiah dari ITP. Levi JA,2002
Pada tahap awal perkembangan ITP, glikoprotein (Gp) Iib/IIIa pada permukaan sel trombosit akan dikenali dan bereaksi dengan autoantibody yang terbentuk dimana kompleks trombosit – autoantibody ini kemudian akan berikatan dengan antigen presenting cell/APC ( makrofag dan sel dendritik) melalui reseptor Fca (fragment coupling) dari antibody
Cines DB,2006.Sel
trombosit ini kemudian akan mengalami internalisasi dan degradasi didalam tubuh makrofag. Proses ini kemudian akan menyebabkan amplifikasi autoantibody terhadap Gp Iib/IIIa yang sebelumnya telah ada, serta mengakibatkan terpaparnya epitope tersembunyi (kriptik)dari sel trombosit pada permukaan APC. Dimana proses ini dapat berlangsung dengan bantuan kostimulasi antara CD-154 dari makrofag dengan CD-40 dari trombosit, serta sitokin – sitokin lain yang terkait.
Cines DB,2006lebih
lanjut lagi, kejadian ini akan
mengakibatkan stimulasi proliferasi dari sel limfosit T-helper (CD-4) dengan bantuan sel limfosit B, dimana akan dihasilkan autoantibodi baru terhadap Gp
23
Ib/IX dan amplifikasi dari pembentukan autoantibody terhadap Gp Iib/IIIa. Cines DB,2006
Antiplatelet antibodi Imunoglobulin g (IgG) mengenali membran glikoprotein
dan
menutupi
platelet,
lalu
dihancurkan
oleh
sistem
retikuloendotelial, terutama di limpa. Antibodi antiplatelet dapat menembus plasenta dan menyebabkan trombositopenia janin (< 50.000/µl) yang mana dapat menyebabkan komplikasi perdarahan neonatus. Pada penderita hamil dengan ITP, antibodi anti platelet dapat melintasi plasenta dan dapat mengakibatkan trombositopenia dan perdarahan klinis pada janin. Hal ini disebabkan oleh karena plasenta manusia memiliki reseptor terhadap Fc portion dari molekul IgG. IgG secara aktif ditransfer dari ibu ke janin dan menyebabkan trombositopenia neonatus pada 50%-70 % neonates.
Druzin ML,
1994.
C. DIAGNOSIS ITP adalah trombositopenia persisten (<100.000/µl), meningkatnya jumlah megakariosit di sumsum tulang, ekslusi gangguan sistemik atau medikasi/obat-obatan,
tidak
ada
splenomegali.
Hampir
80%
kasus
berhubungan dengan antibodi antiplatelet. Antibodi platelet dalam sirkulasi dapat memprediksi platelet janin. Jumlah platelet 50 x 10 9/L aman bagi ibu untuk bersalin, beberapa ahli bahkan berani sampai 30 – 50 x 109/L.Ruggeri M,1997.
kenyataannya, wanita dengan ITP dapat terjadi perdarahan intrapartum
bila jumlah platelet sampai < 30 x 109/L. jumlah platelet dapat turun terus setelah melahirkan. Jumlah trombosit cenderung menurun setelah lahir dengan batas terendah pada hari ke 2 - 7 setelah lahir. Trombositopenia bersifat self limited dan berlangsung selama 3 - 4 minggu.
Kelton JG,2004. Peleg
D,1999. Richard Fischer.2004
Purpura trombositopenik imun (ITP) terjadi hanya pada sebagian kecil dari keseluruhan kasus trombositopenia pada kehamilan, sehingga kelainankelainan yang dapat berperan sebagai penyebab dari trombositopenia perlu disingkirkan terlebih dahulu sebelum penelusuran yang lebih mendalam terhadap kemungkinan adanya ITP dilakukan. Pada masa kehamilan, trombositopenia gestasional,Trombositopenia terkait dengan hipertensi pada kehamilan, dan juga trombositopenia akibat penggunaan obat – obatan tertentu, lebih umum dijumpai dibandingkan dengan trombositopenia yang 24
terjadi akibat dari ITP.
Levi JA,2002.Marks PW,2006
. Penghentian penggunaan
beberapa obat – obatan yang dapat menyebabkan trombositopenia seperri penicillin, rifamfisin, diuretic tiazid, furosemide, asam salisilat, asetaminofen, fenitoin, ranitidine, dan simetidin merupakan langkah awal yang dapat dilakukan didalam memulai penelusuran kejadian trombositopenia pada kehamilan.
Levi JA,2002.
Pada pasien dengan trombositopenia harus ditelusuri
juga mengenai kemungkinan terhadap keberadaan dari penyakit lain yang berhubungan dengan timbulnya trombositopenia seperi lupus eritematosa sistemik (SLE), sindrom antifosfolipid, serta kemungkinan terjadinya infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Levi JA,2002
Bila diagnosis trombositopenia pertama kali ditemukan pada masa kehamilan, maka ITP kerap kali sulit dibedakan dengan trombositopenia gestasional . Apabila memungkinkan , pada pasien dengan ITP dapat ditelusuri adanya riwayat trombositopenia sebelum masa kehamilannya dan manifestasi riwayat perdarahan sebelumnya, seperti lebam pada tubuh atau perdarahan bawah kulit, perdarahan gingival, serta menometrorhagia,akan tetapi apabila data mengenai jumlah trombosit sebelum kehamilan tidak diketahui, maka diferensiasi antara ITP dengan trombositopenia gestasional didasarkan terutama pada derajat trombositopenia yang ada, serta saat pada masa kehamilan dimana trombositopenia pertama kali ditemukan.
George JN,2006.
pada keadaan dimana jumlah trombosit berada dibawah 70.000/uL maka kemungkinan besar trombositopenia terjadi sebagai akibat ITP, dimana apabila jumlah ini menurun hingga bibawah 50.000/uL maka hampir pasti disebabkan oleh ITP. Berdasarkan usia kehamilan, trombositopenia yang terjadi pada usia kehamilan yang lanjut biasannya disebabkan oleh trombositopenia gestasional. Untuk pendekatan diagnostik dilakukan evaluasi yang mencakup anamnesis teliti dan penilaian fisik serta laboratorium. Anamnesa mencakup anamnesa keluarga, gangguan medik yang menyertai, obat - obat yang didapat, episode perdarahan sebelumnya (misalnya perdarahan spontan atau yang berkaitan dengan pembedahan dan pencabutan gigi), dan kebutuhan akan pengobatan dengan komponen darah. Diagnosa ITP secara primer merupakan diagnosa yang dibuat dengan cara eksklusi dalam artian setelah dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik serta laboratorium, kelainan / 25
penyakit yang menyebabkan Immune Thrombocytopenic Purpura sekunder dapat disingkirkan. Sehingga yang masih perlu dideferensial diagnosa adalah antara ITP dan trombositopenia gestasional yang biasanya diketahui pada akhir kehamilan atau saat persalinan dan jumlah trombosit akan kembali normal dalam beberapa hari setelah melahirkan . Karakteristik dari trombositopenia gestasional adalah : 1. Asimptomatik, trombositopenia ringan, ( > 70.000 / muL ) 2. Tanpa riwayat trombositopenia sebelumnya 3. Terjadi pada akhir kehamilan, 4. Tidak berhubungan dengan trombositopenia janin 5. Kembali normal setelah bayi lahir.
Silver RM, Berkowitz RL, Bussel J, 2001, Joseph J. Mazza,
2006, George JN, 1998.
Untuk menyingkirkan diagnosa trombositopenia gestasional dilakukan pemeriksaan anti platelet antibodi dan pemeriksaan. sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan anti platelet antibodi didapatkan hasilnya positif maka sudah pasti ITP tapi pada kasus ini hasilnya negatif, di sini diagnosa ITP belum bisa disingkirkan oleh karena pemeriksaan anti platelet antibodi hanya mempunyai sensitivitas sekitar 30 - 40 % untuk mendiagnosa ITP. Pemeriksaan sumsum tulang kadang - kadang berguna terutama untuk menyingkirkan kondisi lain yang mengacaukan gambaran ITP. Perubahan pada sumsum tulang biasanya terbatas pada megakariosit, walaupun bisa, terjadi hiperplasi normoblastik sebagai akibat dari kehilangan darah.
Bromberg
ME,2006
Empat hal yang dikaitkan dalam menegakkan diagnosa ITP yakni : 1) Trombositopenia persisten, 2) Jumlah
megakariosit
dalam
sumsum
tulang
dapat
normal
atau
meningkat, 3) Tidak ada kelainan sistemik lain atau obat -obatan yang diketahui berhubungan dengan trombositopenia dan 4) Tampa adanya splenomegali
Blackwell J,2003
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dan teliti, ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium sederhana berupa pemeriksaan darah tepi (hemoglobin,
hematokrit,
leukosit,
hitung
jenis
dan
trombosit)
serta 26
pemeriksaan hapus darah tepi umumnya sudah cukup memadai untuk menegakan diagnosis pada sebagian kasus ITP. Pada pemeriksaan apus darah tepi pasien ITP bisa didapatkan kelangkaan trombosit pada pemeriksaan lapang pandang besar serta adanya beberapa trombosit muda yang
berukuran
besar.
Pemeriksaan
antibody
antitrombosit
tidak
direkomendasikan penggunaanya, disebabkan oleh karena sensitivitas dan spesifisitas yang rendah didalam membantu diagnosis ITP. JN.Woolf,2006
Levi JA,2002.George
pada kecurigaan akan adanya ITP pada masa kehamilan,
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang hanya diindikasikan pada pasien – pasien yang akan menjalani splenektomi D. PENANGANAN ITP PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN Tujuan utama dari penanganan ITP pada kehamilan adalah untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi perdarahan yang terkait dengan trombositopenia baik pada ibu maupun pada bayi yang dilahirkannya, terutama pada saat persalinan dan neonatus. JN.Woolf,2006
Levi JA,2002 George
, maka indikator yang dapat dijadikan acuan untuk memulai
intervensi didalam ITP pada kehamilan adalah derajat trombositopenia yang ada, serta periode kehamilan yang sedang berlangsung. Pada pasien hamil dengan ITP, pemantauan dari jumlah trombosit sebaiknya dilakukan setiap bulan selama masa kehamilan trimester pertama dan kedua, dilanjutkan menjadi setiap 2 minggu selama masa kehamilan trimester ketiga, dan menjadi setiap minggu pada saat menjelang persalinan. Pasien hamil dengan ITP umumnya tidak memerlukan pengobatan bila memiliki jumlah trombosit lebih besar dari 50.000/uL atau apabila memiliki jumlah trombosit antara 30.000/uL sampai 50.000/uL pada kehammilan trimester pertama dan kedua. Pengobatan ITP baru mulai dilakukan apabila jumlah trombosit kurang dari 10.000/uL atau jumlah trombosit antara 10.000/uL hingga 30.000/uL pada kehamilan trimester kedua dan ketiga, atau pada pasien ITP yang mengalami perdarahan.George JN.Woolf,2006 Pengobatan utama untuk ITP adalah kortikosteroid, intravenous immunoglobulin (IVIG) dan splenektomi.Ruggeri
M.Schiavotto C. Castaman G, 1997
Di
antara para ahli kandungan dan hematologi disepakati bahwa tidak ada perbedaan antara pengobatan ITP pada kehamilan atau di luar kehamilan.
27
Dan di samping itu juga harus ditekankan bahwa tujuan pengobatan ITP adalah mendapatkan penderita yang asimptomatik secara hematologis, dan bukannya mendapatkan jumlah trombosit yang normal. Pengobatan awal dengan prednisone 1-2 mg/ kgbb/ hari umumnya cukup memadai untuk meningkatkan jumlah trombosit dalam 1 minggu pertama pada sebagian besar pasien. Setelah penggunaan selama 2 hingga 3 minggu, dosis prednisone yang diberikan dapat diturunkan 10 hingga 20 % setiap minggunya hingga mencapai jumlah trombosit yang diinginkan antara 50.000/uL hingga 100.000/uL.Pada penggunaan prednisone ini dua pertiga dari keseluruhan pasien akan menunjukan respon terhadap terapi ini, dimana seperempat pasien lainnya akan mengalami remisi
Levi JA,2002.
Remisi yang
terjadi dengan pemberian kortikosteroid terjadi pada 15-60 % penderita. Cara kerja kortikosteroid pada ITP adalah untuk menurunkan produksi antibodi, menghambat fagositosis trombosit tersensitisasi, dan menurunkan fragilitas kapiler.Bithell TC,1993.Penggunaan steroid tidak direkomendasikan pemberiannya apabila jumlah trombosit pasien lebih besar dari 50.000/uL, atau jumlah trombosit antara 30.000/uL hingga 50.000/uL yang terjadi pada trimester pertama atau kedua.Goerge
JN.Woolf SH.Raskob GE,2006.
Kekurangan utama dari
penggunaan steroid didalam penanganan ITP adalah kemampuanya untuk memicu hipertensi, diabetes, dan penurunan massa tulang selama kehamilan. Jumlah trombosit ibu harus diperiksa secara teratur selama hamil. Pada penderita asimptomatik dengan trombositopenia berat harus diawasi ketat selama kehamilan, persalinan dan kelahiran dengan SC sehingga memberikan janin sehat, dengan kehilangan darah ibu yang minimal selama tindakan operatif, dengan perjalanan masa nifas yang tanpa komplikasi, dan tidak ada efek samping obat. Mencapai jumlah trombosit sampai 30.000 /mul. pada umumnya cukup untuk menghentikan perdarahan serius, dan jumlah trombosit 50.000 / mul, cukup menjamin keselamatan. Letsky EA, Warwick R, 1994 Jumlah trombosit < 20.000 /muL merupakan indikasi diberikannya steroid. Awalnya, harus diberikan kortikosteroid, seperti prednison dengan dosis 1-2 mg/ kgbb/ hari. Jumlah trombosit pada umumnya meningkat pada 70 - 80 % penderita dalam 1 - 2 minggu. Dosis dilanjutkan selama 2 - 3 minggu dan kemudian diturunkan bertahap sampai dosis terendah, diberikan secara berselang - seling, umumnya cukup untuk mempertahankan jumlah 28
trombosit > 50.000 /muL. Jika jumlah trombosit pada penderita simptomatik tidak bisa mencapai > 50.000 /muL, atau dapat mencapai hanya bila diberikan dosis masif, maka Iimfa harus diambil. Bithell TC, 1993, Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, 2001
Imunoglobulin (antibodi) adalah protein yang dibentuk oleh sistem imun tubuh karena kontak dengan protein asing. Tipe imunoglobulin yang biasa dipakai adalah imunoglobulin G (IgG). Diberikan melalui intravena beberapa hari (biasanya 2 sampai 5 hari). Dengan dosis 0,4/kg/hari. Aksi IgG pada ITP tidak diketahui tapi memblokade pemindahan platelet dan meningkatkan jumlahnya. Terapi ini memberikan respon temporari, maka bermanfaat pada ITP akut. Terapi multipel dapat diberikan pada ITP kronik bila peningkatan jumlah platelet dibutuhkan untuk suatu waktu yang dibutuhkan atau selama hamil, karena risiko terhadap bayi lebih kecil dari pada pemberian terapi lainnya. IVIG ideal bila waktunya tepat untuk pemberian steroid yang menimbulkan efek (sebelum pembedahan atau jumlah platelet yang rendah dengan perdarahan). Untuk
mencapai
sasaran
terapi
yang
sama,
penggunaan
immunoglobulin intravena (IVIg/ intravenous immunoglobulin) dosis tinggi, 1 hingga 2 gram /kgbb, merupakan terapi alternative yang serupa efikasinya, namun lebih aman jika dibandingkan dengan pengggunaan prednisone. Salah satu kekurangan penggunaan IVIg didalam penangaan ITP adalah efek dari peningkatan trombosit yang bersifat sementara. Penggunaan
IVIg
direkomendasikan
didalam
Levi JA,2002 Cines DB,2006.
penanganan
ITP
pada
kehamilan dengan jumlah trombosit kurang dari 10.000/uL pada usia kehamilan pada trimester ketiga, atau pada pasien dengan jumlah trombosit antara 10.000/uL sampai 30.000/uL yang mengalami perdarahan.Goerge JN.Woolf SH.Raskob GE 2006
Pada pasien yang mengalami kegagalan pengobatan dengan
steroid, IVIg direkomendasikan penggunaannnya pada setiap kehamilan dengan jumlah trombosit kurang dari 10.000/uL, pada pasien dengan jumlah trombosit antara 10.000/uL hingga 30.000/uL yang mengalami perdarahan, serta pada pasien asimptomatik dengan jumlah trombosit antara10.000/uL hingga 30.000/Ul yang berada pada kehamilan trimester ketiga. Goerge JN.Woolf SH.Raskob GE 2006.
serupa dengan penggunaan steroid, IVIg tidak dianjurkan
pemberiannya, apabila jumlah trombosit pada pasien lebih besar dari 29
50.000/uL, atau jumlah trombosit antara 30.000/uL hingga 50.000/uL yang terjadi pada trimester pertama dan kedua. Goerge JN.Woolf SH.Raskob GE 2006 Imunoglobulin intravena juga dikatakan merupakan pilihan yang baik untuk pengobatan wanita dengan jumlah trombosit < 10.000 /muL atau dalam hubungannya dengan perdarahan setelah operasi (post operasi) atau perdarahan post partum hal ini disebabkan karena pasien biasanya memberikan respon lebih cepat terhadap imunoglobulin intravena daripada prednison (di mana respon dapat diamati dalam 6 jam). Pemberian imunoglobulin dengan dosis 0,4 mg/kg selama 5 hari, dengan infus intravena menghasilkan perbaikan pada ± 80% penderita. Cuma biasanya relatif mahal dan ketersediaannya terbatas, sehingga penggunaannya harus benar - benar dipertimbangkan dengan baik. Bithell TC, 1993. Kenneth A, Schwartz MD, 2000 Sekitar 10 hingga 20% pasien ITP
pada kehamilan akan refrakter
terhadap pengobatan dengan menggunakan prednisone dan immunoglobulin. Pada keadaan – keadaan tersebut dapat dilakukan terapi kombinasi antara prednisone dosis tinggi dengan immunoglobulin intravena, atau dengan melakukan splenektomi yang dilakukan pada periode kehamilan trimester kedua.Levi JA.Murphy LD,2002. Marks PW,2006. Goerge JN.Woolf SH.Raskob GE 2006. Pada periode kehamilan trimester pertama, tindakan splenektomi dapat meningkatkan resiko terjadinya kelahiran premature, sedangkan pada periode kehamilan trimester ketiga splenektomi lebih sulit dilakukan. .2003.
Levi JA.Murphy LD,2002, Blackwell J,
Splenektomi ini tidak dianjurkan untuk Imunisasi terhadap haemophillus
influenza,
pneumococcus,
meningococcus
perlu
diberikan
kurangnya 2 minggu sebelum dilakukan splenektomi.Levi
sekurang
JA.Murphy LD,2002, Cines
DB.Blanchete V,2002. Blackwell J, .2003
Splenektomi mengangkat organ yang bertanggung jawab terhadap pembuangan IgG-coated platelet. Secara umum splenektomi tidak harus dilakukan di awal fase ITP, dalam kehamilan atau pada anak-anak dibawah 6 tahun.Sedikit pasien ITP akut (10% anak-anak) dan banyak pasien ITP kronik yang
tidak
dapat
menerima
rendahnya
jumlah
platelet
yang
telah
mendapatkan terapi dengan obat-obatan atau alternatifnya akhirnya limpanya harus dibuang. Splenektomi biasanya dihindari selama hamil karena alasan
30
tehnis, meskipun ini pilihan untuk trimester satu dan dua bila ITP berat (<10.000/µl) dan pasien tidak berespons terhadap steroid atau IVIG. Terapi alternatif termasuk bentuk lain imunosupresi oleh obat-obatan seperti siklofosfamid atau azatioprin, vinkristin, danazol atau deksametason. Azotioprin dan siklofosfamid tidak biasanya memberikan respon dalam 2 atau 3 bulan dan harus dimopnitor secara hati-hati, karena sifat toksiknya seperti gangguan
fungsi
liver,
penekanan
sumsum
tulang
dan
(biasanya
siklofosfamid) berefek terhadap fertilitas. Danazol adalah sintetik androgen (male hormone-like drug) yang bermanfaat pada setengah pasien yang tidak berespon terhadap terapi lainnya. Efek sampingnya fungsi liver menjadi abnormal, jerawat, peningkatan berat badan dan perkembangan bulu badan. Transfusi trombosit tidak diindikasikan pemberiannya pada pasien dengan jumlah trombosit lebih dari 30.000/uL tanpa disertai dengan adannya tanda – tanda perdarahan. Transfuse trombosit hanya direkomendasikan pemberiannnya pada pasien yang akan menjalani operasi sectio caesaria dengan jumlah trombosit kurang dari 10.000/uL, atau apabila disertai adanya epistaksis atau perdarahan mukosa lainnya. George JN.Woolf SH.Raskob GE, 2006 Aspek
penatalaksanaan
kehamilan
dengan
ITP
yang
paling
kontroversial adalah cara kelahiran janin yang potensial mengalami trombositopenia. Salah satu pendekatan adalah dimana jumlah trombosit ibu menjadi acuan untuk menentukan cara kelahiran. Pada kepustakaan lain disebutkan bahwa kelahiran pervaginam dilakukan bila jumlah trombosit ibu > 50.000 /muL dan tindakan SC hanya dilakukan berdasarkan indikasi obstetri. Jika jumlah trombosit ibu < 50.000 /muL, mungkin menyebabkan risiko perdarahan persalinan meningkat dan oleh karena itu dianjurkan untuk meningkatkan jumlah trombosit menjadi > 50.000 /muL. Jika diperlukan SC, hindari anastesi epidural atau spinal pada ibu yang trombositnya < 80.000 /muL, oleh karena secara teori terdapat risiko terjadinya hematom atau komplikasi neurologi. Jumlah trombosit > 80.000 /muL memungkinkan dilakukannya semua bentuk anastesi. Greaves M, 1996 Persalinan pada pasien dengan ITP sendiri dapat dilakukan baik melalui pendekatan pervaginam maupun perabdominan (sectio caesaria), dimana resiko untuk terjadinya komplikasi perdarahan pada neonates serupa
31
pada kedua macam pendekatan ini. Walaupun sebelumnya pernah berkembang suatu asumsi bahwa persalinan perabdominan kurang traumatic terhadap bayi yang dilahirkan dibandingkan dengan persalinan pervaginam, namun belum terdapat bukti yang cukup kuat yang dapat menyokong pendapat ini. George JN.Woolf SH.Raskob GE, 2006. Studi yang dilakukan oleh cook et al terhadap 474 neonatus dari ibu yang menderita ITP , menunjukan bahwa kejadian komplikasi perdarahan yang serupa, yakni terdapat pada 29 %
neonatus yang dilahirkan dari
persalinan pervaginam, dan 30% neonatus yang dilahirkan dari persalinan perabdominan. Levi JA.Murphy LD, 2002.oleh karena itu keputusan untuk melakukan persalinan pervaginam atau perabdominam ditentukan sepenuhnya oleh indikasi obstetric yang ada.Levi JA.Murphy LD,
2002.lebih
lanjut lagi, pendapat dari
beberapa ahli lain menyebutkan bahwa apabila hitung trombosit janin dapat diketahui, maka operasi sectio caesaria diindikasikan apabila didapatkan jumlah hitung trombosit janin kurang dari 20.000/uL.
George JN.Woolf SH.Raskob GE,
2006
Sejumlah
penelitian
sekarang
menunjukkan
keakuratan
dan
kemungkinan dilakukan cordocentesis untuk menetukan jumlah trombosit janin secara langsung sebelum persalinan.Kelton
JG, 2004
Bagaimanapun juga
pada janin tampaknya terdapat kesepakatan umum bahwa trombositopenia ( <100.000 /muL ) meningkatkan kemungkinan terjadinya. perdarahan intrakranial. Trombositopenia janin < 100.000 / muL, janin dilakukan SC, bila jumlah trombosit di atas itu, tindakan operatif hanya dilakukan berdasarkan indikasi obstetri. Perlu ditekankan bahwa, walaupun dilakukan SC pada janin dengan trombositopenia, perdarahan intrakranial janin mungkin tetap terjadi. Jika perlu ditekankan bahwa bagaimanapun cara kelahirannya, kerusakan jaringan lunak ibu harus dihindari sebisa mungkin.
Letsky EA, Warwick R, 1994
Wintrobe menyebutkan jumlah trombosit ibu tidak berhubungan dengan jumlah trombosit janin dan tidak dapat digunakan untuk menentukan cara kelahiran terbaik
Bithell TC, 1993
Maka dari itu menentukan jumlah trombosit
janin dilakukan melalui darah scalp. Diukur setelah ketuban pecah dan pembukaan servik mencapai 2 - 3 cm. Hal ini dilakukan awal saat persalinan mulai atau sebelum persalinan .-Jika jumlah trombosit < 50.000 /muL, dilakukan SC, walaupun demikian tetap diijinkan melahirkan pervaginam. 32
Terdapat beberapa kecemasan mengenai perdarahan berlebihan Setelah pengambilan darah scalp pada janin yang trombositopenia, terutama jika tak terjadi penurunan terendah janin dan perdarahan menjadi tak terdeteksi. Tindakan operatif pada penderita trombositopenia meningkatkan risiko terjadinya komplikasi intraoperatif dan post operatif yang berhubungan dengan perdarahan terutama pada tempat insisi. Letsky EA, Warwick R, 1994 Seiring dengan tatalaksana ITP pada kehamilan adalah pengawasan terhadap bayi yang dilahirkan, dimana hal ini disebabkan pada kemampuan dari immunoglobulin pada neonatus, maka pengawasan dapat dilanjutkan hingga beberapa hari, atau jika diperlukan dapat segera dimulai tatalaksana ITP guna mencegah komplikasi yang lebih besar, seperti perdarahan intrakranial. Ultrasonografi dari kepala neonatus dilakukan untuk mendeteksi terjadinya perdarahan intrakranial. Pada unit pelayanan kesehatan dimana jumlah trombosit pada bayi tidak dapat ditentukan, dapat diambil langkah pendekatan secara tidak langsung yakni dengan melakukan anamnesis untuk mengetahui ada tidaknya kejadian trombositopenia pada kehamilan sebelumnya.
33