SENGKETA BISNIS (1) • Dalam sistem peradilan Indonesia ditemukan 3 (tiga) institusi pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa bisnis, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Niaga dan Pengadilan Agama. Dengan terdapatnya tiga lembaga pengadilan yang menyelesaikan sengketa bisnis, maka dapat pula diperbandingan kelebihan dan kekurangan masing-masing lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa bisnis.
SENGKETA BISNIS (2) • Penyelesaian sengketa bisnis melalui jalur litigasi melalui pengadilan merupakan tindakan ultimum remedium melalui peradilan yang berwenang. Ultimum remedium berarti merupakan tindakan terakhir yang dapat ditempuh apabila pihak yang bersengketa tidak dapat memperoleh penyelesaian secara kekeluargaan.
SENGKETA BISNIS (3) • Peradilan masih tetap relevan sebagai the last resort atau tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and justice). • Penyelesaian sengketa melalui pengadilan merupakan salah satu cara untuk menghindari eigenrehting, yang bertentangan dengan konsep negara hukum. Peradilan yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa secara litigasi hanyalah badan peradilan yang bernaung di bawah Mahkamah Agung.
KOMPETENSI PENGADILAN • Dalam hal mengadili setiap pengadilan mempunyai kewenangan tertentu atau kompetensi absolut (attributie van rechtsmacht).
PERAN PENGADILAN NIAGA • Peran serta Pengadilan Niaga dalam mengantisipasi persoalan ekonomi, sebagai bagian dari upaya menyelesaikan krisis ekonomi Indonesia. • Dunia usaha sangat mengharap Pengadilan Niaga mampu menyelesaikan perkara yang masuk secara cepat, transparan, dan adil.
LATAR BELAKANG (1) • Banyak negara, khususnya negara berkembang, harus menyesuaikan diri dan memperbaharui sistem peradilan mereka, karena desakan kebutuhan internasional, yakni masuknya perusahaan-perusahaan asing (multinasional). Kondisi ini ditenggarai sebagai salah satu faktor pendorong perbaikan instrumen badan peradilan di negara berkembang, termasuk di Indonesia.
LATAR BELAKANG (2) • Reformasi peraturan kepailitan merupakan salah satu reformasi yang disyaratkan oleh International Monetary Fund (IMF) sebagai syarat untuk memberikan bantuan pinjaman dana (financial) karena peraturan kepailitan yang diwariskan dari zaman kolonial dapat menimbulkan hambatan dalam restrukturisasi hukum tentang perbankan maupun untuk menghidupkan kembali ekonomi Indonesia.
LATAR BELAKANG (3)
LATAR BELAKANG (4) • Pada 22 April 1998 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi Undangundang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan pada 24 Juli 1998. • UU KEPAILITAN merupakan penyempurnaan dari Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 jo. Staatsblad tahun 1906 No. 384. UUK diharapkan menjadi sarana efektif yang dapat digunakan secara cepat sebagai landasan penyelesaian utang-piutang.
LATAR BELAKANG (5) • Sehubungan dengan berbagai kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan UndangUndang No. 4 Tahun 1998 tersebut, maka kemudian diundangkanlah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada tanggal 18 Oktober 2004 yang bertujuan untuk menyelesaikan berbagai kendala dan masalah yang muncul dan hal-hal baru yang bertujuan untuk melindungi kepentingan debitur dan kreditur secara keseluruhan, khususnya harta pailit
LATAR BELAKANG (5) • Keberadaan Pengadilan Niaga merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum. Berdasarkan Pasal 299 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Permohonan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan; “Kecuali ditentukan lain dalam UndangUndang ini, maka hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata”.
LATAR BELAKANG (6) • Frasa “kecuali ditentukan lain” mengandung arti bahwa proses penyelesaian sengketa di Pengadilan Niaga, apabila undangundang telah menentukan secara khusus maka ketentuan hukum acara perdata secara umum dapat dikesampingkan. Dengan demikian dapat terjadi perbedaan proses beracara di Pengadilan Niaga sepanjang telah ditentukan oleh undang-undang.
LATAR BELAKANG (6) • Pengadilan Niaga dirancang untuk diperluas kompetensinya. Saat ini perluasan kompetensi itu mencakup kewenangan untuk memeriksa masalah yang terkait dengan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), yang meliputi kewenangan memeriksa sengketa merek, paten, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.
LATAR BELAKANG (7) • Keberadaan dan eksistensi Pengadilan Niaga dalam masing-masing UU tersebut belum bersifat integratif dan koordinatif. Hal ini antara lain terlihat dari pengaturan prosedur beracara, atau hukum acara perkara niaga di luar masalah kepailitan. Hukum acara yang selama ini digunakan dalam pemeriksaan perkara kepailitan di Pengadilan Niaga masih menggunakan ketentuan Herziene Indonesisch Reglement/ Rechtsreglement Buitengewesten (HIR/R.BG).
LATAR BELAKANG (8) • Suatu perkara di Pengadilan seyogianya harus mengkombinasikan tiga hal secara simultan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum.
PENGADILAN NIAGA • Salah satu soal penting setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selanjutnya berdasarkan Keppres Nomor 97 tahun 1999, 18 Agustus 1998, didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang.