2. Dukungan Kebijakan Pemerintah di Bidang Pendanaan Koperasi dan UMKM Dalam lima tahun ke depan yaitu 2015-2019, pemberdayaan koperasi danUMKM akan dilaksanakan melalui berbagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing koperasi dan UMKM. Kebijakan-kebijakan tersebut mencakup upaya-upaya peningkatan kapasitas dan kinerja usaha koperasi dan UMKM, penguatan danperluasan peran sistem pendukung usaha, dan peningkatan dukungan iklim usaha. Hal ini sejalan dengan tiga tataran pemberdayaan koperasi dan UMKM dimana pada tataran makro, kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM mencakup perbaikan lingkungan usaha yang diperlukan untuk mendukung perkembangan koperasi dan UMKM. Beberapa isu lingkungan usaha di antaranya berkaitan dengan peraturan, persaingan usaha, biaya transaksi, formalisasi usaha, serta peran pemerintah, swasta dan masyarakat.
Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tataran mesomencakup peningkatan sistem pendukung usaha yang mencakup lembaga atau sistem yang menyediakan dukungan bagi peningkatan akses koperasi dan UMKM ke sumber daya produktif dalam rangka perluasan usaha dan perbaikan kinerja. Sumber daya produktif mencakup bahan baku, modal, tenaga kerja terampil, informasidan teknologi. Perluasan usaha mencakup peningkatan tata laksana kelembagaan, peningkatan kapasitas dan perluasan jangkauan pasar. Sementaraitu kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tataran mikro mencakup peningkatan kualitas kelembagaan koperasi dan UMKM serta perbaikan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik dari aspek kewirausahaan, maupun kemampuan teknis, manajeman dan pemasaran.
Ketiga tataran kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM tersebut telahmenjadi acuan rencana kerja Kementerian Koperasi dan UKM dalam periode 2000-2004, 2004-2009 dan 20102014. Hasilnya menunjukkan masih banyak perbaikan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan koperasi dan UMKM yang memiki usaha yang berkelanjutan, mandiri dan berdaya saing. Perkembangan koperasi dan UMKM juga masih membutuhkan dukungan kebijakan yang membantu koperasi dan UMKM dalam merespon perubahan pasar dan perekonomian yang dinamis. Koperasi dan UMKM juga perlu diperkuat sehingga mampu berkontribusi pada perbaikan struktur pelaku usaha nasional menjadi lebih kokoh dan seimbang, baik dalam skala usaha, strata maupun sektoral.
Di era kepemimpinan presiden Joko Widodo, dia mencanangkan sebuah Nawa Cita, ada juga ni sembilan agenda prioritas Presiden , namun dari Sembilan agenda presiden tersebut adatiga Nawa Citamenjadi prioritas Kementerian Koperasi dan UKMdalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam periode 2015-2019. Jadi arah kebijakan tersebut akan dijabarkan lebih lanjut menjadi kebijakan-kebijakan bidang, dimana kebijakan di bidang Koperasi dan UMKM pada tahun 2015-2019 diarahkan untuk meningkatkan daya saing Koperasi dan UMKM sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih besar dalam rangka mendukung kemandirian perekonomian nasional. Dan setelah ini arah kebijakan tersebut akan kita laksanakan melalui lima strategi sebagai berikut:
1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Jadi dalam strategi ini kita bisa menguatkan sektor-sektor wirausaha dengan melakukaan penataan dan pengembangan dibidang lembaga kependidikan , bisa juga ni kita harus lebih mengembangkan suatu pelatihan-pelatihan dan pendampingan dalam mendorong dukungan untuk menaikkan kualitas perorangan yang akan memulai berwirausaha. Perlu juga menyediakan dan mendukung ketersediaan alat khususnya bagi wanita yang berbasis teknologi guna mampu bersaing dalam hal penataan dan persaingan usaha secara global.
2. Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan melalui pengembangan lembaga pembiayaan/bank Koperasi dan UMKM, serta optimalisasi sumber pembiayaan non-bank, integrasi sistem informasi debitur UMKM dari lembaga pembiayaan bank dan non-bank dan advokasi pembiayaan bagi Koperasi dan UMKM.
3. Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran Melalui perluasan penerapan teknologi tepat guna diversifikasi produkberbasis rantai nilai dan keunggulan lokal peningkatan penerapanstandardisasi produk (Standar Nasional Indonesia/SNI, HaKI), sertifikasi (halal, keamanan pangan dan obat) dan integrasi fasilitasi pemasaran dan sistem distribusi baik domestik maupun ekspor;
4. Penguatan kelembagaan usaha
melalui kemitraan investasi berbasisketerkaitan usaha (backward-forward linkages dan peningkatan perankoperasi dalam penguatan sistem bisnis pertanian dan perikanan, dan sentra industri kecil di kawasan industri 5. Kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha melalui harmonisasi perizinan sektoral dan daerah, pengurangan jenis, biaya dan waktu pengurusan perizinan, penyusunan rancangan undang-undang tentang Perkoperasian, peningkatan efektivitas penegakan regulasi persainganusaha yang sehat, dan peningkatan sinergi dan kerja sama pemangku kepentingan (publik, swasta dan masyarakat) yang didukung sistem terpadu yang berbasis data Koperasi dan UMKM secara sektoral danwilayah.
Arah kebijakan, strategi dan berbagai langkah strategis untuk menaikkan kelas UMKM tersebut juga dilengkapi dengan Norma Standar Operasional Kementerian Koperasi dan UKM dalam pelaksanaan program dan kegiatan sebagai berikut:
1. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, seluruh jajaran Kementerian Koperasi dan UKM harus memperhatikan azas ketaatandengan mengacu pada peraturan perundangan yang ada. 2. Kinerja diukur dengan pencapaian Sasaran Strategis yaitu:
Meningkatnya kontribusi UMKM dalam perekonomian melaluipengembangan komoditas berbasis koperasi/sentra di sektor-sektorunggulan;
Meningkatnya daya saing koperasi dan UMKM;
Meningkatnya wirausaha baru dengan usaha yang layak danberkelanjutan; dan
Meningkatnya kualitas kelembagaan dan usaha koperasi, sertapenerapan praktek berkoperasi yang baik oleh masyarakat.
3. Penguatan koperasi dan UMKM difokuskan pada peningkatan kinerja dandaya saing koperasi dan UMKM di sektor-sektor utama yang menjadi prioritas Presiden melalui Nawa Cita; 4. Seluruh upaya pencapaian sasaran kinerja melalui program, kegiatan, maupun output harus dilaksanakan melalui keterpaduan dan kerjasama antar unit dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan monev yang didukung kelengkapan data dan informasi koperasi dan UMKM;
5. Pelaksanaan program dan kegiatan harus mencakup keseimbangan antara pemihakan dan pembangunan kemandirian koperasi dan UMKM, serta bersifat inklusif yang memperhatikan akses dan kesempatan yang sama antar kelompok pendapatan, antar gender, antar wilayah, dan keberpihakan kepada kelompok/golongan yang kurang mampu. 6. Pelaksanaan program dan kegiatan didukung kemitraan dan kerjasama strategis dengan Kementerian/ Lembaga/ Daerah serta organisasi masyarakat, organisasi/lembaga profesi, pelaku usaha, serta kerjasama bilateral dan multilateral yang didasarkan pada prinsip kesetaraan dan saling melengkapi; dan 7. Kementerian Koperasi dan UKM mendorong profesionalisme pelayanan publik dengan mengembangkan unit-unit pelayanan yang dapat mandiri,memberikan kontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan secaralangsung melayani kebutuhan masyarakat.
Pemerintah membuat kebijakan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang terkait langsung dengan UMKM yaitu telah dicangkannya tiga butir kebijakan pokok di bidang ekonomi. Pertama, adalah peningkatan layanan jasa keuangan khususnya untuk pelaku UMKM, yang meliputi perbaikan layanan jasa perbankan, pasar modal, multifinance, asuransi. Kebijakan pokok kedua adalah peningkatan infrastruktur layanan jasa keuangan, berupa akses pasar, layanan penagihan dan pembayaran, kemudahan investasi dan menabung, serta dukungan umum atas pelaksanaan transaksi perdagangan. Peningkatan layanan jasa dan infrastruktur pendukungnya tidak akan berarti banyak tanpa upaya pembenahan menyeluruh untuk meningkatkan kemampuan entrepreneurship bagi pelaku UMKM. Kebijakan pokok ketiga adalah meningkatkan kemampuan dan penguasaan aspek-aspek teknis dan manajemen usaha, pengembangan produk dan penjualan, administrasi keuangan, dan kewirausahaan secara menyeluruh. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor UKM tersebut bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UMKM di dalam proses pembangunan nasional, khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan kerja dan peningkatan pendapatan. Menurut Abdul Rosid (2004: 1), ”Sasaran dan pembinaan usaha kecil adalah meningkatnya jumlah usaha kecil dan terwujudnya usaha yang
makin tangguh dan mandiri, sehingga pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam perekonomian nasional, meningkatnya daya saing pengusaha nasional di pasar dunia, serta seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antar golongan”. Pemerintah melalui berbagai elemen seperti Departemen Koperasi, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Bappenas, BUMN juga institusi keuangan baik bank maupun nonbank, melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan UMKM agar dapat menjadi tangguh dan mandiri serta dapat berkembang untuk mewujudkan perekonomian nasional yang kukuh. Dukungan diwujudkan melalui kebijakan maupun pengadaan fasilitas dan stimulus lain. Selain itu, banyak dukungan atau bantuan yang diperlukan berkaitan dengan upaya tersebut, misalnya bantuan berupa pengadaan alat produksi, pengadaan barang fisik lainnya juga diperlukan adanya sebuah metode, mekanisme dan prosedur yang memadai, tepat guna, dan aplikatif serta mengarah pada kesesuaian pelaksanaan usaha dan upaya pengembangan dengan kemampuan masyarakat sebagai elemen pelaku usaha dalam suatu sistem perekonomian yang berbasis masyarakat, yaitu dalam bentuk UMKM. Usaha dalam menjamin kemajuan dan pengembangan UMKM juga diprogramkan oleh Departemen Keuangan melalui SK Menteri Keuangan (Menkeu) No.316/KMK.016/1994. SK tersebut mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyisihkan 1-5% laba perusahaan bagi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK). Kewajiban BUMN untuk menyisihkan
labanya
1-5%
belum
dikelola
dan
dilaksanakan
dengan
baik.
Studi
oleh SriAdiningsih (2003: 4) dijelaskan bahwa kebanyakan BUMN memilih persentase terkecil, yaitu 1 % dari labanya, sementara itu banyak UMKM yang mengaku kesulitan mengakses dana tersebut. Selain itu kredit perbankan juga sulit untuk diakses oleh UKM, di antaranya karena prosedur yang rumit serta banyaknya UKM yang belum bankable. Menurut Tulus Tambunan (2002) seperti yang dikutip oleh Choirul Djamhari (2004: 522), “Di Indonesia kebijakan terhadap UMKM lebih sering dikaitkan dengan upaya pemerintah mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Karena itu pengembanganUMKM sering dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan penciptaan kesempatan kerja, atau kebijakan redistribusi pendapatan”. Jadi, di Indonesia kebijakan UKM
masih berorientasi kepada sosial daripada pasar atau persaingan sehingga kebijakan yang diambil belum sepenuhnya terintegrasi dalam kebijakan ekonomi makro. Berdasarkan beberapa pendapat dan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam menjamin
pengembangan UMKM dapat
disimpulkan
bahwa
dalam
rangka
memberdayaan UMKM dapat ditempuh meliputi: a.
Penetapan kebijakan pemberdayaan UKM dalam penumbuhan iklim usaha bagi usaha kecil di tingkat nasional yang meliputi: Pendanaan/penyediaan sumber dana, tata cara dan syarat pemenuhan kebutuhan dana; Persaingan; Prasarana; Informasi; Kemitraan; Perijinan; Perlindungan;
b. Pembinaan dan pengembangan usaha kecil di tingkat nasional meliputi: Produksi; Pemasaran; Sumber daya manusia; Teknologi; c. Fasilitasi akses penjaminan dalam penyediaan pembiayaan bagi UMKM di tingkat
nasional meliputi: kredit perbankan; penjaminan lembaga bukan bank; Modal ventura; pinjaman dari dana pengasihan sebagai laba BUMN; hibah; jenis pembiayaan lain. DAFTAR PUSTAKA Sarahnilaayu.2016.Kebijakan Pemerintah Dalam Memberdayakan UMKM dan Koperasi di Indonesia https://sarahnilaayu.wordpress.com/2016/10/18/kebijakan-pemerintah-dalammemperdayakan-umkm-dan-koperasi-di-indonesia/ (diakses tanggal 2 maret 2019) Pendidikan Ekonomi. 2015.Kebijakan Pemerintah terhadap UKM http://www.pendidikanekonomi.com/2012/12/kebijakan-pemerintah-terhadap-ukm.html?m=1 (diakses tanggal 2 maret 2019)