Tugas Pengembangan Perkotaan.docx

  • Uploaded by: MOH SAFAAD
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Pengembangan Perkotaan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,758
  • Pages: 11
TUGAS PENGEMBANGAN WILAYAH PERKOTAAN “ MASALAH PERMUKIMAN KUMUH DAN LIAR “

MASIGINUR GANANA PRASTIO BUDI MOH. FIRMANSYAH PUTRA MUH. TAUHID HIDAYAT TIA PRAMESTI FLORENSIA NAYA MP

F 231 16 010 F 231 16 019 F 231 16 083 F 231 16 094 F 231 16 122 F 231 16 130

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO 2018

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah kawasan kumuh menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi karena tidak terbendungnya arus urbanisasi. Persebaran penduduk di Indonesia tidak merata dan terpusat di Pulau Jawa. Hal ini menyebabkan Pulau Jawa menjadi sangat padat penduduk. Hingga pada akhirnya timbul permasalahan kurangnya lahan pemukiman di kota-kota besar di pulau Jawa. Permasalahan tersebut mengakibatkan tumbuhnya pemukiman kumuh. Tumbuhnya pemukiman kumuh juga terjadi di kota Surabaya, salah satunya adalah pemukiman Bratang Baru yang terletak di sepanjang stren kali Jagir. Jumlah penduduk Kota Kecamatan Wonokromo pada tahun 2014 yakni 171.1811 jiwa dengan luas wilayah 6,70 km² masalah ketersediaannya lahan untuk perumahan di Kecamatan Wonokromo khususnya wilayah Jagir masih sangat kurang, sehingga masih banyak ditemukan warga yang memanfaatkan lahan ilegal sebagai tempat tinggal mereka. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dan karakteristik permukiman kumuh ? 2. Apa saja permasalahan yang timbul akibat adanya permukiman kumuh ? 3. Bagaimana contoh kasus mengenai permukiman studi di Kota Surabaya? C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian dan karakteristik permukiman kumuh. 2. Mengetahui permasalahan yang timbul akibat adanya permukiman kumuh. 3. Mengetahui contoh kasus mengenai permukiman kumuh di Kota Surabaya.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Karakteristik Permukiman Kumuh Pemukiman

kumuh

adalah

permukiman

yang

tidak

layak

huni

karena

ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (UU No.1 tahun 2011). Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung dan dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan masyarakat. Sedangkan kata “kumuh” menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai kotor atau cemar. Menurut Johan Silas Pemukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan pemukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio pemukiman kumuh. Pengertian pemukiman kumuh yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh yang disebabkan oleh adanya mobilitas sosial ekonomi yang stagnan. Karakteristik Pemukiman Kumuh : (Menurut Johan Silas) 1. Keadaan rumah pada pemukiman kumuh terpaksa dibawah standar rata-rata 6 m2/orang. Sedangkan fasilitas perkotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan pemukiman yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya. 2. Pemukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat tempat mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat pemukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi. Hampir

setiap orang tanpa syarat yang bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan membayar apapun, selalu dapat diterima dan berdiam di sana. Kriteria Umum Pemukiman Kumuh: 1) Mandiri dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu dibenahi. 2) Keadaan fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terbatas, namun masih dapat ditingkatkan. 3) Para penghuni lingkungan pemukiman kumuh pada umumnya bermata pencaharian tidak tetap dalam usaha non formal dengan tingkat pendidikan rendah. 4) Pada umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling bawah, meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah, kecuali dibuka peluang untuk mendorong mobilitas tersebut. 5) Ada kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan program pembangunan kota pada umumnya. 6) Kehadirannya perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu, tetapi tidak semua begitu saja dapat dianggap permanen. Kriteria Khusus Pemukiman Kumuh: 1. Berada di lokasi tidak legal 2. Dengan keadaan fisik yang substandar, penghasilan penghuninya amat rendah (miskin) 3. Tidak dapat dilayani berbagai fasilitas kota 4. Tidak diinginkan kehadirannya oleh umum (kecuali yang berkepentingan) 5. Pemukiman kumuh selalu menempati lahan dekat pasar kerja (non formal), ada sistem angkutan yang memadai dan dapat dimanfaatkan secara umum walau tidak selalu murah.

B. Permasalahan yang timbul akibat adanya permukiman kumuh Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi pemerintahan, pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial, dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan

ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial. Terbentuknya pemukiman kumuh yang sering disebut sebagai slum area dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat menjadi sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya. Penduduk di pemukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan ini yang mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dengan yang diharapkan dan tidak dapat memperbaiki kehidupan masyarakat. Pemukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni pemukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi pengangguran. Sehingga tanggung jawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial serta tolong menolong menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan. Masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh pada umumnya terdiri dari golongangolongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, sehingga tidak sedikit masyarakat yang menjadi pengangguran, gelandangan dan pengemis yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia juga turut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour) ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau

kelompoknya yang sering bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat. Perilaku menyimpang yang sering dijumpai pada pemukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat. Wujud perilaku menyimpang di pemukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat, menghindari pajak, tidak memiliki KTP dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti gotong-royong dan kegiatan sosial lainnya. Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya

berupa

mabuk-mabukan,

minum

obat

terlarang,

pelacuran,

adu

ayam, memutar blue film, begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya. Keadaan seperti

itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru

yang

menyangkut: 1.

Masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah pemukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan.

2.

Masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti. Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah pemukiman kumuh adalah: 1. Ukuran bangunan yang sangat sempit dan tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni 2. Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah pemukiman rawan akan bahaya kebakaran

3. Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai 4. Tidak tersedianya jaringan drainase 5. Kurangnya suplai air bersih 6.

Jaringan listrik yang semrawut

7. Fasilitas MCK yang tidak memadai

C. Contoh Kasus mengenai Permukiman Kumuh di Kota Surabaya Pemukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (UU No.1 tahun 2011). Salah satu contoh permukiman kumuh terdapat di Kota Surabaya tepatnya di Kecamatan Wonokromo, Kelurahan Wonokromo yaitu terletak di sepanjang bantaran Kalijagir. Kelurahan Wonokromo merupakan kelurahan terpadat kedua di Kecamatan Wonokromo. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Surabaya, jumlah penduduk Kelurahan Wonokromo berjumlah 41.429 jiwa.

1

Sawaunggaling

1,50

Jumlah penduduk (Jiwa) 28.996

2

Wonokromo

1,00

41.429

41429

3

Jagir

1,03

23.952

23254,3

4

Ngagelrejo

1,36

49.105

36106,6

5

Ngagel

0,86

11.855

13784,8

6

Darmo

0,95

16.474

17341

6,70

171.591

No

Kelurahan

Jumlah

Luas Wialyah (Km2)

Kepadatan Penduduk (Jiwa / Km2) 19330,6

Adapun permasalahan mengenai permukiman kumuh di Kelurahan Wonokromo terbagi menjadi beberapa aspek, yaitu : a. Aspek Fisik Dari sejarah permukiman kawasan Stren Kali Jagir di Kelurahan Wonokromo dapat diketahui bahwa indikasi penyalahgunaan fungsi tanah di tepi Sungai Jagir muncul pada tahun 1964 karena adanya relokasi pedagang dari Pasar Wonokromo. Alternatif kedua yang ditawarkan, yaitu pemindahan pedagang ke tepi Sungai Jagir tidaklah tepat, karena bagaimanapun, daerah sempadan sungai harus bebas dari segala macam aktivitas yang tidak mendukung fungsi sungai. Kesalahan kedua yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya adalah pemberian KTP kepada warga yang tinggal di tepi Sungai Jagir. Hal ini terjadi pada tahun 1968. Dua tahun kemudian, kesalahan ini ditambah dengan pemindahan penampungan dari Dinas Sosial ke wilayah stren Kali Jagir (depan ManggaDua) oleh Dinas Sosial Kota Surabaya. Iuran PBB yang diberlakukan kepada warga mulai tahun 1975 semakin memperkuat posisi warga, bahwa status tempat tinggal mereka memang ‘diakui’ oleh Pemerintah. Ditambah lagi PLN yang mulai menyalurkan listriknya kepada warga pada tahun 1983. Dengan adanya fasilitas yang diberikan Pemerintah ini, tidaklah tepat jika semua kesalahan dibebankan kepada warga yang tinggal di Stren Kali Jagir tersebut.

Kondisi Permukiman Liar di Stren Kali Jagir (Sumber: http://www.jawapos.com/imgall/1/imgori/66462large.jpg)

b. Aspek Sarana dan Prasarana Dapat dilihat dari sarana dan prasarana di Kelurahan Wonokromo yang dipengaruhi oleh sejarah permukiman masa lalu karena dibebankan sepenuhnya

kepada masyarakat yang tinggal di permukiman tersebut. Karena tanpa pengakuan status kepemilikan lahan sehingga permukiman tidak akan tumbuh dan berkembang menjadi rumah-rumah permanen.

c.

DAFTAR PUSTAKA https://surabayakota.bps.go.id/statictable/2015/02/11/49/luas-wilayah-dan-kepadatan-pendudukmenurut-kecamatan-hasil-sensus-penduduk.html http://devianikhasanah.blogspot.co.id/2015/01/makalah-permukiman-kumuh-di-perkotaan.html https://media.neliti.com/media/publications/214472-kajian-karakteristik-kawasan-pemukimank.pdf

Related Documents


More Documents from ""

Epilepsi Indp.docx
May 2020 18
Pidana Riki.docx
April 2020 20
Refka Tb Paru Anak.docx
April 2020 16
Cvpdf.pdf
October 2019 39