REFLEKSI KASUS
Januari 2017
“Tuberculosis Paru pada Anak”
Nama
: Ingrit Nadya Dwi Putra
No. Stambuk
: N 111 16 014
Pembimbing
: dr. Kartin Akune, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2017
1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan TB paru dewasa. Masalah yang dihadapi pada TB anak adalah masalah diagnosis, pengobatan dan pencegahan. Gejala dan tanda TB anak sering tidak khas, sehingga perlu ketelitian dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik.1 Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini saat pesat. Sekurangkurangnya 500.000 anak didunia menderita TB setiap tahun. Di Indonesia, proporsi kasus TB anak diantara semua kasus TB ternotifikasi dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi apabila dilihat pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar, yaitu 1,8-15,9%. Populasi basil TB paru anak sangat sedikit (paucibasiler) sehingga sulit mendapatkan basil TB untuk konfirmasi diagnosis TB. Mendiagnosis TB pada anak membutuhkan anamnesis dan analisis yang diteliti, adanya kontak dengan TB dewasa aktif, pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya seperti uji tuberculin dan foto rontgen. Dengan menganalisis hasil pemeriksaan yang diteliti dapat dihindari over diagnosis atau underdiagnosis TB anak. Dosis obat anti Tuberkulosis pada anak relative
tinggi
daripada
dewasa
karena
perbedaan
farmakokinetik
dan
farmakodinamik. Penatalaksanaan kasus TB pada anak merupakan upaya komprehensif, yang menggabungkan aspek klinis, program serta upaya kesehatan masyarakat. Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan dengan dosis yang tepat, maka akan meningkatkan kualitas hidup anak dan tumbuh kembang anak yang optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Berikut ini refleksi kasus tuberculosis pada anak yang didapatkan di pavilium Catelia RSUD Undata Palu.
2
KASUS
1. IDENTITAS PENDERITA Nama
: An. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tanggal lahir
: 01 September 2009
Usia
: 7 tahun
Agama
: Islam
Tanggal masuk
: 16 Januari 2017
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Riwayat penyakit sekarang : Pasien anak perempuan masuk Rumah Sakit
: Panas
dengan keluhan panas sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Panasnya naik turun, tidak ada kejang, ada sakit kepala. Tidak ada mimisan, tidak ada gusi berdarah. Pasien mengalami batuk yang berlendir sudah 3 bulan. Tidak terdapat flu dan tidak ada nyeri menelan. Terdapat mual dan muntah dialami 1 kali 4 hari yang lalu, isi muntah makanan dan air, tidak ada lendir. Nafsu makan menurun. Buang air besar biasa. Buang air kecil lancar.
Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien pernah mengalami gejala panas sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga : kakek pasien pernah menderita batuk lama (TB) dan pengobatan 6 bulan tuntas baru selesai 1 bulan yang lalu serta tinggal serumah menurut ibunya.
Riwayat Persalinan
: Anak lahir normal di RS dibantu oleh dokter
dan langsung menangis, dengan berat badan lahir 2600 gram, bayi cukup bulan.
Anamnesis makanan
: Pasien pernah mengkomsumsi ASI pada usia
0 bulan sampai 1 bulan, mengkomsumsi susu formula dari umur 0 bulan sampai sekarang. pasien juga sudah makan makanan padat sejak umur 1 tahun. 3
Riwayat Imunisasi
:
-
Usia 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan Usia 3 bulan Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan Usia 9 bulan
Vaksin Hepatitis B Vaksin Polio Vaksin BCG Vaksin DPT Vaksin campak
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Berat Badan
: 18 Kg
Tinggi Badan
: 116 cm
Status Gizi
: Gizi kurang
Tanda Vital
-
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
-
Suhu
: 38,6 o C
-
Denyut nadi
: 120 Kali/menit
-
Respirasi
: 38 kali/menit
Kulit
: Ruam (-),Rumple leed test (-) Efloresensi (-), sianosis (-), turgor kembali cepat
Kepala
: Normocephali (+)
Mata
: Anemis (-/-), ikterik (-/-), cekung (-), Pupil isokor (+)
Hidung
: Rhinorrhea (-)
Tonsil
: T2/T2hiperemis (+)
Telinga
: Otorrhea (-)
Mulut
: Lidah kotor (-), bibir pecah-pecah (-), sianosis (-)
Leher
: Pembesaran kelenjar getah bening (+) region cervical sinistra Pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-), mass lain (-).
Thorax Paru-paru
4
-
Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris bilateral (+), retraksi (-)
-
Palpasi
: Vokal fremitus (D=S) kesan normal, massa (-), nyeri tekan (-)
-
Perkusi
-
Auskultasi : Vesicular (+/+), Bronchovesicular (+/+), Ronkhi (+/+),
: Sonor (+) diseluruh lapang paru
Wheezing (-/-)
Jantung -
Inspeksi
: Ictus Cordis tidak tampak (+)
-
Palpasi
: Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra (+)
-
Perkusi
: Batas jantung normal (+)
-
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen -
Inspeksi
-
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
-
Perkusi
: Timpani seluruh region abdomen (+)
-
Palpasi
: Organomegali (-), nyeri tekan abdomen (-)
: Bentuk datar (+), massa (-), distensi (-)
-
Genital
: Tidak ditemukan kelainan
-
Anggota gerak
: Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)
-
Punggung
: Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
-
Otot-otot
: Atrofi (-), Tonus otot baik (Eutrofi)
-
Refleks
: Patologis (-), Fisiologis (++)
5
SCORING SYSTEM TB Parameter
0
1
Kontak TB
Tidak jelas
Uji tuberculin Negatif (Mantoux)
Berat badan/ keadaan gizi
-
Demam yang tidak diketahui penyebabnya Batuk kronik Pembesaran kelejar limfe coli, aksila, inguinal Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang Foto thoraks Normal/ kelainan tidak jelas
2
3
SKOR
-
Laporan BTA (+) keluarga BTA (-), BTA tidak jelas/tidak tahu Positif (≥10 mm atau (≥5 mm pada pasien imunokom promised BB/TB < Klinis gizi 90% buruk atau BB/TB <70% ≥ 2 minggu -
3
≥ 3 minggu ≥ 1 cm, lebih dari 1 KGB, tidak nyeri Ada pembengka kan
-
-
1 1
-
-
-
Gambar sugestif mendukun g TB
-
-
1
Skor Total:
-
1
1
8
6
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : Darah Rutin Red Blood Cell
4,93 1012/L
(3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit
37,5 %
(35,0-55,0%)
Platelet
146 109/L
(150-450 109/L)
White Blood Cell
4,7 109/L
(3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin
12,3 g/dl
(11,5-16,5 g/dl)
Radiologi Kesan: Bronchitis; Ukuran Cor normal; Visualisasi tulang intak
5. RESUME Pasien anak perempuan berumur 7 tahun datang dengan keluhan panas. Panas telah dialami sejak 4 hari SMRS. Panas naik turun. Pasien mengalami batuk berlendir sudah 3 bulan. Muntah dialami 1 kali 4 hari yang lalu isi makanan dan air. BAB biasa, BAK lancar. Pemeriksaan fisik: BB 18 Kg, TB 116 cm, Status gizi kurang. Tekanan darah : 110/70 mmHg, Suhu: 38,6 oC, Nadi: 120 kali/menit, Respirasi : 38 kali/menit. Skor TB 8. Didapatkan pembesaran kelenjar getah bening di cervical (+) dan rhonki (+/+).
6. DIAGNOSIS
: Tuberculosis paru
7. DIAGNOSIS BANDING: Demam Dengue 8. TERAPI -
IVFD 16 tpm (Makrodrips)
-
Paracetamol Syrup 3 x 3/4 cth
-
Pengobatan Obat Anti TB o Isoniazid (H)
: 100 mg
o Rifampisin (R)
: 150 mg
o Pirazinamid (Z)
: 250 mg
o Ethambutol (E)
: 250 mg
7
9. ANJURAN : -
foto toraks
-
Uji tuberculin
8
FOLLOW UP
Tanggal
: 17 Januari 2017
Subjek (S)
: Panas (-), sakit kepala (+),batuk (+) berlendir, flu (-), sesak (-), nyeri menelan (-), sakit perut (-), mual (-), muntah (-), BAB Biasa, BAK Lancar, Nafsu makan baik.
Objek (O)
:
a. Keadaan Umum
: Sakit sedang
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Tanda Vital o Tekanan Darah : 110/80 mmHg o Suhu
: 36,3 0C
o Denyut Nadi
: 93 kali/menit
o Respirasi
: 28 kali/menit
d. Pemeriksaan Fisik Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (+) di cervical (s) Thoraks: Ronki (+/+)
Assesment (A)
: TB Paru
Plan (P)
:
-
Tirah baring
-
IVFD 16 tpm (Makrodrips)
-
Pengobatan Obat Anti TB o Isoniazid
(H)
: 100 mg
o Rifampisin (R)
: 150 mg
o Pirazinamid (Z)
: 250 mg
o Ethambutol (E)
: 250 mg
9
Tanggal
: 18 Januari 2017
Subjek (S)
: Panas (-), sakit kepala (-),batuk (+) berlendir, flu (-), sesak (-), nyeri menelan (-), sakit perut (-), mual (-), muntah (-), BAB Biasa, BAK Lancar, Nafsu makan baik.
Objek (O)
:
a. Keadaan Umum
: Baik
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Tanda Vital a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg b. Suhu
: 36,5 0C
c. Denyut Nadi : 98 kali/menit d. Respirasi
: 28 kali/menit
d. Pemeriksaan Fisik Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (+) di retroauricular (s) Thoraks: Ronki (+/+)
Assesment (A)
: TB Paru
Plan (P)
:
-
AFF INFUS
-
Pasien diperbolehkan menjalani pengobatan rawat jalan dan
tetap
melanjutkan pengobatan OAT -
Pengobatan Obat Anti TB o Isoniazid (H)
: 100 mg
o Rifampisin (R)
: 150 mg
o Pirazinamid (Z)
: 250 mg
o Ethambutol (E)
: 250 mg
10
DISKUSI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Sumber penularan TB adalah melalui inhalasi droplet pasien TB pari BTA positif, baik dewasa maupun anak, namun pasien TB dengan BTA negative masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB, tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negative dengan hasil kultur positif adalah 26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negative dan foto toraks positif adalah 17%. Pada kasus ini seorang anak laki-laki berumur 1,1 tahun datang dengan keluhan panas yang telah dialami 1 hari SMRS. Panas muncul mendadak tinggi, naik turun. Pasien juga mengeluhkan batuk yang tidak berlendir sejak 2 bulan yang lalu. Dari hasil pemeriksaan didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening di kelenjar coli, di retroauricular, diameter ±2 cm, dan tidak nyeri saat dipalpasi. Kemudian didapatkan suara ronki halus pada pemeriksaan auskultasi paru. Dari penilaian skoring TB yang dilakukan didapatkan skor total 5 dengan penjabaran: riwayat kontak 3; batuk ≥3 minggu 1; dan pembengkakan kelenjar getah bening 1. Dari hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan anemia (11,5 g/dl), dan hemodilusi (34,5%), kemudian jumlah eritrosit, leukosit, trombosit serta limfosit dalam batas normal. Adapun kemungkinan penyebab terjadinya demam pada kasus ini adalah disebabkan karena adanya infeksi virus. Secara epidemiologi, infeksi virus sering menginvasi pasien anak usia < 3 tahun, akibat system imunitas tubuh yang belum adekuat. Sistem imunitas dapat terganggu, juga bisa disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat, ditandai dengan adanya anoreksia. Infeksi virus umumnya 11
bersifat self limiting disease yang tidak memerlukan pengobatan khusus, dan bisa diterapi secara suportif dengan perbaikan nutrisi, pemberian suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh seperti vitamin dan tirah baring. Pada kasus ini, didapatkan nilai skor TB 5. Pasien anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberculin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau selama 2 bulan terapi awal, dan apabila terdapat perbaikan klinis.1 Penegakan diagnosis TB berdasarkan system skoring TB dapat ditegakkan apabila mencapai skor ≥6 (skor maksimal 13).1 Pada kasus ini seharusnya, sudah dapat dilakukan uji tuberculin, namun karena pertimbangan pasien telah diketahui diagnosis TB sebelumnya (dengan riwayat sedang menjalani pengobatan obat Anti TB selama 6 bulan), maka pemeriksaan dengan uji tuberculin tidak dilakukan dengan alasan untuk kenyamanan pasien (prosedurnya menggunakan jarum suntik, mungkin akan membuat sakit pada anak). Pada kasus ini, didapatkan gambaran radiologi foto toraks, kesan berupa: bronchitis; ukuran cor normal dan visualisasi tulang intak, yang menginterpretasikan bahwa tidak ada gambaran radiologi yang khas untuk tuberculosis. Tidak khasnya gambaran radiologi foto toraks merupakan salah satu alasannya sulitnya mendiagnosis TB pada anak, disebabkan karena dapat dijumpai pada penyakit lain1, contohnya bronchitis seperti pada kasus. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini yaitu terapi konservatif berupa tirah baring, pemberian cairan parenteral ringer laktat 16 tetes per menit, dan pengobatan OAT dengan 4 jenis obat, antara lain: isoniazid 100 mg/ hari; rifampisin 150 mg/hari; pirazinamid 250 mg/hari dan ethambutol 250 mg/hari. Tuberkulosis (TB) menjadi masalah kesehatan dan medis diseluruh dunia, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju.2 Di Amerika serikat dan Kanada, peningkatan TB pada anak usia 0-4 tahun adalah 19%, sedangkan pada usia 5-15 tahun adalah 40%.2 Menurut WHO (2009), Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan 12
Nigeria. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari jumlah total pasien TB dunia.3 Peningkatan jumlah kasus TB diberbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: 1. diagnosis tidak tepat, 2. pengobatan tidak adekuat, 3. program penanggulangan yang tidak dilaksanakan dengan tepat, 4. infeksi endemic HIV, 5. migrasi penduduk, 6. meningkatnya kemiskinan, dan 7. fasilitas kesehatan kurang memadai.2 Adapun faktor risiko infeksi TB pada kasus ini adalah adanya riwayat kontak atau pajanan terhadap pasien yang hasil BTA (+), yaitu saudara pasien. Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena kuman TB sangat jarang ditemukan didalam secret endobronkhial pasien anak. Selain itu, jumlah kuman TB anak biasanya sedikit (pausibasiler), tetapi karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. Selain itu, lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi sputum. Kemudian, karena tidak ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk didaerah parenkim sehingga TB pada anak jarang terdapat gejala batuk.2 Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam droplet nuclei yang ukurannya sangat kecil (<5 um), terhirup dan mencapai alveoli. Tubuh akan merespon adanya kuman dengan mengeluarkan pertahanan berupa
mekanisme
imunologik
non
spesifik.
Jika
tubuh
tidak
mampu
menghancurkan seluruhnya, maka akan terdapat kuman TB yang tersisa dan terus berkembang biak dalam paru dan membentuk lesi yang disebut focus primer Gohn. Fokus ini menyebab ke saluran limfe (limfangitis), dan sampai ke kelenjar limfe (limfadenitis) bergabung dan membentuk kompleks primer.2 Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (pausibasiler) dan sulitnya pengambilan specimen (sputum), sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan dahak tidak
13
menyingkirkan diagnosis TB anak. Adapun gejala sistemik TB anak adalah sebagai berikut:1 1. Berat badan turun tanpa sebab yang baik yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan perbaikan gizi yang baik 2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas. demam umumnya tidak tinggi. keringat malam saja bukan meruapakn gejala spesifik TB pada anak apbila tidak disertai gejala sistemik umum lain 3. Batuk lama (≥3 minggu), bersifat non-remitting (tidak pernah reda, atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan. 4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh 5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain 6. Diare persisten (≥2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare Adapun pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis TB pada anak dapat dilakukan beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis langsung atau biopsy jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk pemeriksaan mikrobiologi, namu pada anak jarang dilakukan karena sulitnya mendapatkan spesimer. Selain itu, pemeriksaan Patologi Anatomi dapat digunakan. 1 Uji tuberculin merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah anak telah tertular kuman TB. Hasil yang positif pada uji ini menandakan adanya reaksi hipersensitifitas terhadap antigen yang diberikan.1 Pemeriksaan foto toraks juga dapat dilakukan. Namun pada anak, gambaran foto toraks tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain. oleh karena itu, pemeriksaan toraks saja tidak dapat digunaka untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier. gambaran radiologi TB sebagai berikut:1
14
-
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate
-
konsolidasi segmental/lobar
-
efusi pleura
-
milier
-
atelectasis
-
kavitas
-
kalsifikasi dengan infiltrar
-
tuberkuloma
Tata laksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis (pencegahan). Prinsip pengobatan TB pada anak:1 -
OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat
-
Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan
-
pengobatan TB dibagi 2 tahap: o tahap intensif, selama 2 bulan pertama o tahap lanjutan, 4-10 bulan selanjutnya.
-
pasien TB dengan gejala klinis berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal, dirujuk ke fasilitas yankes rujukan
-
pada kasus TB tertentu, sepeti TB milier, efusi pleura TB, meningitis TB diberikan prednisone 1-2 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
-
-
paduan OAT untuk anak di Indonesia: o kategori 3 macam obat
: 2HRZ/4HR
o kategori 4 macam obat
: 2HRZE/4-10HR
panduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk KDT (kombinasi dosis tetap)
15
Tabel 1. OAT yang biasa dipakai, dosis dan efek sampingnya Nama Obat
Dosis harian (mg/kgbb/hari) 10 (7-15)
Dosis maksimal (mg/hari) 300
Rifampisin (R)
15 (10-20)
600
Pirazinamid (Z)
35 (30-40)
-
Etambutol (E)
20 (15-25)
-
15-40
1000
Isoniazid (H)
Streptomisin (S)
Efek samping Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas Gangguan GI, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna orange kemerahan Toksisitas hepar, arthralgia, gangguan GI Neuritis optic, visus berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas GI Ototoksik, nefrotoksik
Dosis Kombinasi pada TB Anak
Berat Badan (kg)
2 bulan RHZ (75/50/150 mg)
5–9
1 tablet
1 tablet
10 – 14
2 tablet
2 tablet
15 – 19
3 tablet
3 tablet
20 – 32
4 tablet
4 tablet
-
4 bukan RH (75/50 mg)
Jika BB ≥33 kg, dosis disesuaikan dengan tabel 1 diatas.
16
-
jika BB < 5kg, sebaiknya rujuk ke RS
-
tidak boleh memberi obat setengah dosis tablet
-
perhitungan pemberian tablet diatas sudah memperhatikan kesesuaian dosis per kgbb. DAFTAR PUSTAKA
1.
Kementerian Kesehatan RI, 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
2.
Nastiti N, 2013. Buku Ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
3.
IDAI, 2014. Current Update on Pediatric Respirology Cases. Jakarta Pediatric Respiratory Forum. Jakarta.
17
Bagan 2. Algoritma Tatalaksana TB anak Anak 0-14 th terdapat ≥1 gejala TB anak (*) Suspek TB anak Sistem Skoring
didapat dari uji tuberculin (+) dan kontak dengan gejala klinis lain
TB Anak
evaluasi 2 bulan terapi
Perbaikan
lanjutkan terapi
Skor <6
Skor =6
Skor >6
Tidak ada Perbaikan
evaluasi, rujuk bila perlu
didapat dari uji tuberculin (+) dan kontak tanpa gejala klinis lain
infeksi laten TB
pertimbangan dokter (**)
Bukan TB
umur <5
umur ≥5
INH Profilaksi s HIV (+)
INH Profilaksi s
HIV (-)
observasi
keterangan: (*) : Gejala TB anak sesuai dengan parameter system skoring (**) : Pertimbangan dokter untuk mendapatkan terapi TB anak pada skor <6 bila ditemukan skor 5 yabg terdiri dari kontak BTA (+) disertai 2 gejala klins lain pada fasyanskes yang tidak tersedia uji tuberkulin
18
Bagan 1. Pathogenesis TB Inhalasi Mycobacterium tuberculosis
Fagositosis oleh makrofag alveolus paru Masa Inkubasi (212 minggu)
kuman hidup berkembang biak
Pembentukan focus primer Penyebaran limfogen Penyebaran hematogen
Uji tuberculin (+)
Kompleks Primer terbentuk imunitas seluler spesifik
Sakit TB
Infeksi TB
komplikasi kompleks primer komplikasi penyebaran hematogen komplikasi penyebaran limfogen
imunitas optimal
kalau imunitas turun, reaktivasi/reinfeksi
Sembuh
Sakit TB
Sembuh
Meninggal
19