BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Dalam sejarah umat manusia umumnya daya seksualitas tidak selalu dinilai secara seimbang boleh dikatakan bahwa seksualitas sering ditafsir antara dua eksterm yang saling bertentangan, yaitu antara penghinaan dan pendewasaan seks. Diantara kedua eksterm itu terdapat juga sikap yang positif, tetapi pengaruhnya pada umumnya kurang. Pandanganpandangan mengenai seksualitas dalam agama Kristen tidak jarang menjauhkan diri dari ajaran otentik mengenai seksualitas yang terdapat dalam Kitab Suci, baik Perjanjian Pertama maupun Perjanjian Kedua.1 Seksualitas berasal dari kata dasar seks sedangkan seks bersal dari bahasa latin sexus, artinya jenis kelamin. Dalam bahasa latin sexus diturunkan dari kata secare yang artinya memotong, membagi atau memisahkan. Jadi, seks berarti hal-hal yang membagi mahkluk hidup kedalam kedua kelompok atau jenis misalnya manusaia terdiri dari laki-laki dan perempuan. Dengan demikian seksualitas menyangkut segala ciri khas atau karakter yang menandakan laki-laki dan perempuan.2 Seksualitas menyangkut seluruh pribadi manusia yang diciptakan oleh Tuhan. Seksualitas merupakan penerimaan diri sebagaiman adanya, laki-laki dan perempuan serta pengungkapan relasi terhadap diri sendiri sesama, alam semesta dan 1
Dr. Kees Maas, SVD, Teologi Moral Seksualitas (Ende: Nusa Indah, 1998), hlm.107. Bdk. Anton Konseng, M.SC., dan Johan Tukan, Seks Memilih Teman Hidup Keluarga (Jakarta: l Luceat, 1991), hlm.4. 2
Tuhan. Pandangan ini sejalan dengan pernyataan Rolheisel yang merumuskan seksualitas sebagai berikut: Energi yang indah, baik sangat kuat dan suci yang diberikan oelh Tuhan dan dialami dalam seluruh hidup kita, sebagai suatu dorongan yang tidak dapat ditekan, yang mendorong orang untuk mengatasi ketidak lengkapan menuju kesatuan yang utuh. Seksualitas adalah energi dalam diri kita, yang mendorong kita untuk dapat mencintai, berkomunikasi, membangun persahabatan, gembira, dan berelasi dengan diri sendiri, orang lain, alam dan Tuhan.3 Hal yang paling penting untuk dipahami sejak awal adalah manusia diciptakan sebagai makhluk seksual, baik laki-laki maupun perempuan. Seks dan seksualitas manusia dikehendaki oleh Allah. Seks dan seksualitas manusia ini direncanakan Allah sejak awal penciptaannya. Allah menempatkan seks dan seksualitas sebgai sesuatu yang indah. Manusia adalah Imago Dei : gambaran dan rupa Allah maka, seks, dan seksualitas yang terdapat pada manusia juga merupakan representasi kehendak Allah sejak semula. Pandangan ini sejalan dengan pernyataan
Pastor Benny Yang mengutip pandangan Yohanes Paulus II yang
menyebutkan: kondisi manusia pertama Adam sebagai kesendirian awali. Adam diciptakan seorang diri. Kemudian Allah menciptakan Hawa untuk menjadi teman seperjalanan Adam. Adam merasa sendiri, bukan karena ia membutuhkan orang lain untuk memenuhi hasrat atau nafsu seksualnya tetapi karena ia berada dengan ciptaan yang lain. Adam secara mendasar berbeda dengan ciptaan yang lain adam tidak memiliki rekan yang sepadan dengan dia maka dari itu dicitakanlah Hawa untuk menjadi teman yang sepadan dengannya.4 Kenyataan kesendirian ini mengundang manusia untuk mencintai yang lain karena manusia mendambakan kehadiran yang lain. Manusia harus merasakan kegirangan karena menemukan seseorang yang sepadan. Menurut pandangan Yohanes Paulus II, “ kebersatuan antara laki-laki dan perempuan bukan sekedar sanggama, tetapi kebersamaan antarpribadi. Melalui kesatuan antarpribadi itu manusia memanifestasikan Imago Dei yang ada dalam dirinya. Dan inti sanggama dalam sakramen perkawinan adalah kebersatuan.5 Meskipun demikian dalam tindakan pasangan muda saat ini kata “cinta” membuat
pasangan itu
terhipnotis untuk sadar atau tidak sadar merelakan “tubuh” masing-masing sebagai konsumsi bersama”. bagi pasangan tersebut,ketika melakuakan hubungan tersebut tentu saja tidak menyadari pada saat yang sama akan larangan “ percabulan”, yakni hubungan yang terjadi dikarenakan atas dasar keterpaksaan oleh situasi dan kondisi yangkemudian diselubungi oleh “perasaan cinta”.6 3
Paul Suparno, SJ.,Seksualitas Kaum Berjubah (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm.29. Dr. Benny Phang Khong Wing Ocarm.,”Seks, Seksualitas, dan Kaum Muda”, dalam Hidup, 18/12 (Maret 2012), hlm.36 5 Ibid., hlm.37. 6 Antonius Primus SS (ed.), Tubuh Dalam Balutan Teologi Membuka Selubung Seksuslitas Tubuh bersama Paus Yohanes Paulus II (Jakarta: Obor, 2014), hlm.100. 4
Paus Yohanes Paulus II mengungkapkan bahwa cinta itu suatu misteri namun jika cinta itu tanpa “ dilindungi” oleh nilai-nilai keutamaan Kristus hanya akan menjadi sarana untuk melancarkan hasrat seksualitas tubuh semata. Paus Yohanes Paulus II mengungkapkan, Manusia tidak dapat hidup tanpa cinta ia tetaplah makhluk yang tidak dapat dimengerti oelh dirinya sendiri, kehidupannya tidak ditunjukkan kepadanya, bila ia tidak menemukan cinta jika ia tidak mengalami cinta dan menjadikan cinta itu miliknya dan bila ia tidak berpartisiapsi secara intim di dalamnya inilah alasannya mengapa Kristus, sang Penebus, menyatakan diri-Nya secara penuh kepada manusia.7 “ Berpartisipasi secara intim dalam cinta” yang dimaksudkan oleh Paus Yohanes Paulus II ialah melibatkan seluruh keutuhan diri personal cinta tidak boleh dimanfaatkan sebagai “selubung palsu” demi kepuasan tubuh sesaat. Seksualitas atau tepatnya free seks dikalangan remaja dan kaum muda, umumnya dilabeli atau disertai embel-embel “terlanjur cinta”. “Cinta” menjadi alasan pertama yang “meruntuhkan” “benteng pertahanan kesucian tubuh seseorang”.8 Seksualitas adalah anugerah dari Allah. anugerah itu diberikan kepada manusia hingga sekarang, untuk mendatangkan keturunan.9 Seksualitas merupakan totalitas pribadi manusia sebagai cara berada, cara mengungkapkan diri kepada yang lain, cara mengkomunikasikan diri, cara merasakan serta untuk mengekspresikan, menghidupi cinta manusiawinya. Didialam seksualitas ini setiap manusia mendapatkan ciri atau karakteristik pribadinya, baik secara biologis, psikologis dan juga spiritual yang dapat membedakan laki-laki dan perempuan.10 Dikalangan kaum muda sekarang pembicvaraan tentang seks seakan-akan menjadi trend bagi mereka. Hal yang sangat lazim, kita menjumpai kaum muda membawa handphone yang bisa digunakan untuk mengakses hal-hal yang terkait dengan pornografi. Melalui berita gambar maupun video perilaku dan budaya Barat, khususnya pendidikan seksualitas yang bertolak belakang dengan norma-norma moral dan agama yang ada di indonesia, pengaruhnya sangat merajalela bagi kaum muda, misalnya pergaulan bebas antar kaum muda, melalui gambar, cerita, film porno yang beredar, kaum muda kita “belajar” bahwa seks bebas merupakan hal yang wajar, yang harus dilalui oleh setiap orang sebelum Kenyataan yang harus diakui bahwa Gereja Katolik telah mendua dalam sikapnya terhadap seks. Dari satu pihak Gereja mengakui bahwa seksualitas merupakan anugerah Allah yang baik yang diberikan kepsda nenek moyang kita pertama untuk cinta timbal balik mereka dan untuk mendatangkan kehidupan baru di dunia. Ini telah selalu menjadi keyakinan 7
Ibid.,hlm.101. Ibid 9 Thomas P. Rausch, Katolisme Teologi Bagi Kaum Awam (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hml.233. 8
10
Komisi Keluarga KWI, Pendampingan Orangtua Dalam Pendidikan Seksualitas Remaja (Jakarta: [tanpa penerbit], 2000), hlm.51.
mendalam tradisi Katolik. Di pihak lain, Gereja tampaknya takut-takut terhadap kekuatan misterius seksualitas. Menggunakan pesimisme St. Agustinus, Gereja kerap kali menyempitkan makna hubungan seksual pada prokreasi (penciptaan anak), hampir tidak menenggang kesenangan pasangan yang menyertai hubungan seks itu. Berdasarkan pandangan itu, berkembanglah teologi moral yang cenderung memandang seksualitas dalam kerangka tindakan abstrak dari pada hubungan manusia yang kompleks.11 Pandangan Katolik bahwa seksualitas merupakan kurnia ilahi yang mendapatkan pemenuhannya yang tepat dalam hubungan kasih dan khusus, terbuka untuk terciptanya hidup baru, berakar dalam Kitab Kejadian mengajarkan bahwa seks adalah untuk prokreasi (penciptaan manusia) (1:28) dan cinta kasih timbal balik (2:18-24). Kidung Agung, puisi yang jelas-jelas erotik, merayakan cinta fisik antara pria dan wanita. Yesus mengandaikan lembaga perkawinan bersifat ilahi dan meneguhkan kembali ketidak dapat putusnya hubungan perkawinan. Dengan menolok kelonggaran hukum Musa yang memperbolehkan pria menceraikan istri tetapi bukan sebaliknya, Yesus mengajarkan prinsip timbal-balik dalam hubungan seksual yang tidak dihormati dalam tradisi. 12 Dalam hidup orang Kristiani maupun jemaat yang berhubungan seks dengan pekerjapekerja seks. St. Paulus menyatakan bahwa “Kesatuan yang sudah ada antara mereka dan Kristus, dengan demikian, setiap hubungan seksual harus mencerminkan kesucian hubungan ini (1 Kor 6: 15-20).”13 Seksualitas mencakup keseluruhan “cara berada” manusia (raison d’etre) dalam mengkomunikasikan seluruh diri, pikiran, persaan, menuju kepenuhan cinta kasih dengan sesama dan lebih dari itu dengan Allah sendiri. Hubungan seksualitas bukan semata-mata masalah fisik. Ada psikologi seks maupun fisiologi seks, karena hubungan itu melibatkan penyerahan diri yang total dari tubuh seseorang sebagai diri pribadinya. Siapa pun yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul tidak melakukan suatu yang tindakan eksternal yang tidak memengaruhi atau menyentuh kepribadiannya. Ia menjadi satu tubuh dengan dia […] Dua orang menjadi satu, dan itulah terjadi yang didalam perkawinan.14 Berawal dari latar belakang tersebut, maka penulis membahasnya dalam karya ilmiah ini dengan mengangkat judul, “PANDANGAN TRADISI GEREJA KATOLIK MENGENAI SEKSUALITAS”
11
Ibid.,hml.233. Ibid 13 Ibid., hlm.235. 14 Antonius Primus SS (ed.), Tubuh Dalam Balutan Teologi Membuka Selubung …, hlm.67. 12
2. Pembatasan Dan Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis memunculkan beberapa pertanyaan pada rumusan masalah. Adapun pertanyaan-pertanyaan itu antara lain: 2.1
Apa itu tradisi Gereja Katolik?
2.2
Apa itu seksualitas?
2.3
Bagaimana pandangan tradisi Gereja Katolik mengenai seksuslitas?
3. Tujuan Penulisan Karya ilmiah ini dikerjakan dengan beberapa tujuan yakni: 3.1
Untuk mengetahui apa itu tradisi Gereja Katolik.
3.2
Untuk mengetahui apa itu seksualitas.
3.3
Untuk mengetahui bagaimana pandangan tradisi Gereja Katolik mengenai seksualitas.
4. Kegunaan Penulisan Penulis berharap agar karya ilmiahini dapat berguna bagi banyak pihak antara lain: 1. Bagi penulis agar semakin memahami dan mengerti betapa pentingnya mengetahui pandangan Gereja Katolik mengenai seksualitas itu dan dapat menghindari bahaya seksualitas yang tidak digunakan secara positif dalam kelangsungan hidup seharihari serta untuk memahami lebih dalam mengenai pendidikan seksualitas yang benar dan dijadikan sebagai bahan dalam mengembangkan kepribadian penulis untuk melaksanakan karya pastoral ditengah-tengah umat dimana penulis berada. 2. Bagi pembaca agar dapat menjadi bahan acuan, masukan untuk mempersiapkan diri hadir ditengah-tengah umat sebagai orang yang menjadi panutan dalam segala hal. 3. Bagi lembaga STP DM agar dapat dijadikan bahan refleksi bagi para calon guru agama, katekis dan petugas pastoral, muda-mudi. Semoga dapat menjadi bekal yang berguna dalam menghayati seksualias sebgai sarana hubungan cinta yang murni buka untu kepuasan pribadi. 4. Bagi umat Katolik dan masyarakat untuk semakin merenungkan dan mendalami secara lebih komprehensif agar tidak kehilangan kesadaran akan bahaya sesksualitas yang dapat merugikan dan menghancurkan nilai tubuh yang megandung pesan surga.
5. Metode Penulisan
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode
penelitian
kepustakan (library research). Artinya dengan metode ini penulis menghimpun informasi secara tertulis dari berbagai buku sumber atau referensi yang ada kaitannya dengan tema karya ilmiah ini, selanjutnya penulis
mengolahnya dan mengajarkan
secara tertulis.
6. Sistematika Penulisan Karya ilmiah ini dibagi dalam lima Bab sebagai berikut: Bab I :
PENDAHULUAN, dalam bagian ini di paparkan mengenai: Latar belakang pemilihan tema, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan, dan ditutup dengan Penjelasan Istilah.
Bab II :
SELAYANG PANDANG TENTANG SEKSUALITAS. Meliputi: aneka pengertian seksualitas.
Bab III :
TRADISI GEREJA KATOLIK
Bab IV:
PANDANGAN TRADISI GEREJA KATOLIK TENTANG SEKSUALITAS.
Bab V :
PENUTUP
7. Penjelasan Istilah Untuk menghindari kesalah pahaman dalam penggunaan istilah- istilah yang dipergunakan penulis dalam judul karya ilmiah ini, maka penulis merasa perlu menjelaskan istilah-istilah yang dimaksud yaitu: 1. Seksualitas adalah penerimaan diri sebagaimana adanya, laki-laki dan perempuan serta pengungkapan relasi terhadap diri sendiri sesama, alam semesta dan Tuhan.15 2. Imago Dei adalah gambaran dan rupa Allah maka, seks, dan seksualitas yang terdapat pada manusia juga merupakan representasi kehendak Allah sejak semula.16 3. Sexus artinya jenis kelamin.17 4. Secare artinya memotong, membagi atau memisahkan.18 5. free seks artinya terlanjur cinta.19 15
Paul Suparno, SJ.,Seksualitas Kaum Berjubah (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm.29. Dr Benny Phang Khong Wing Ocarm.,”Seks, Seksualitas, dan Kaum Muda”, dalam Hidup, 18/12 (Maret 2012), hlm.36 16
17
Bdk. Anton Konseng, M.SC., dan Johan Tukan, Seks Memilih Teman Hidup Keluarga (Jakarta: l Luceat, 1991), hlm.4. 18
Ibid
6. Prokreasi adalah penciptaan anak.20 7. Percabulan artinya hubungan yang terjadi dikarenakan atas dasar keterpaksaan oleh situasi dan kondisi yang kemudian diselubungi oleh perasaan cinta.21 8. Gereja adalah persekutuan umat beriman yang percaya akan Kristus, yang mengembangkan misi Kristus yang datang untuk menyelamatkan umat manusia.22
DAFTAR PUSTAKA Maas, Kees Dr.,SVD. Teologi Moral Seksualitas. Ende: Nusa Indah, 1998. Konseng Anton, M.SC., Tukan Johan. Seks Memilih Teman Hidup Keluarga. Jakarta: l Luceat, 1991. Primus Antonius SS (ed.). Tubuh Dalam Balutan Teologi Membuka Selubung Seksuslitas Tubuh bersama Paus Yohanes Paulus II. Jakarta: Obor, 2014. Suparno, Paul SJ., Seksualitas Kaum Berjubah. Yogyakarta: Kanisius, 2007. Ocarm Benny Phang Khong Wing Dr. ”Seks, Seksualitas, dan Kaum Muda”, dalam Hidup, 18/12 (2012), hlm.36.
Rausch, Thomas P. Katolisme Teologi Bagi Kaum Awam. Yogyakarta: Kanisius, 2001. Sinode I Keuskupan Sibolga, Gereja Mandiri Solider dan Membebaskan. Rencana Strategi Pastoral Keuskupan Sibolga 2010-2004.
19
Antonius Primus SS (ed.), Tubuh Dalam Balutan Teologi Membuka Selubung Seksuslitas Tubuh bersama Paus Yohanes Paulus II (Jakarta: Obor, 2014), hlm.100. 20 21
22
Thomas P. Rausch, Katolisme Teologi Bagi Kaum Awam (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hml.233. Antonius Primus SS (ed.), Tubuh Dalam Balutan Teologi Membuka Selubung ..., hlm. 100.
Sinode I Keuskupan Sibolga, “Gereja Mandiri Solider dan Membebaskan”, (Rencana Strategi Pastoral Keuskupan Sibolga 2010-2004), hlm.14.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Mahakuasa atas segala cintakasihnya yang telah membimbing, melindungi serta memberikan kekuatan dan kemampuan kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini sesuai dengan waktu yang telah diberikan. Karya ilmiah ini berjudul: “PANDANGAN TRADISI GEREJA KATOLIK MENGENAI SEKSUALITAS”. Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menyadari bahwa atas anugerah Allah kepada penulis, dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun secara materil maka penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
Penulis
Pankrasia Niasti Sarumaha