Tugas 5 reklamasi dan penutupan tambang Penutupan Tambang (Mining Closure)... I Kegiatan usaha pertambangan pada suatu wilayah merupakan kegiatan eksploitasi terhadap suatu sumberdaya mineral. Oleh karena cadangan sumberdaya mineral tidak terbarukan, maka operasi tambang akan berhenti suatu saat karena cadangan tersebut sudah habis ataupun sudah tidak lagi ekonomis. Tahap ini lebih dikenal sebagai penutupan tambang (mining closure). Secara etimologis, penutupan tambang memiliki makna suatu keadaan penghentian operasi pertambangan untuk jangka waktu lama. Penyebab penghentian operasi ini sangat bervariasi, seperti habisnya cadangan bijih/material berharga yang akan ditambang, perubahan-perubahan kondisi pasar yang menyebabkan operasi menjadi tidak ekonomis/menguntungkan, dan juga timbulnya dampak negatif yang sangat besar terhadap lingkungan. Habisnya masa kontrak karya juga menjadi salah satu penyebab dilakukannya penghentian operasi pertambangan. Di Indonesia, pada umumnya, penutupan tambang diakibatkan oleh habisnya cadangan bijih yang ekonomi di suatu lokasi pertambangan. Seperti yang dipikirkan, bahwa penutupan tambang ini tentunya akan berdampak sangat besar terhadap aktivitas development di suatu wilayah hususnya id bidang ekonomi social budaya. Mengacu pada peraturan yang berlaku di Indonesia, maka setiap perusahaan diwajibkan untuk menyusun dan menyampaikan rencana atau dokumen penutupan tambang yang menuliskan seluruh tentang penutupan tambang beserta komponen yang mesti dikelola, sosialisasi kegiatan penutupan dan tentu prediksi biaya yang dibutuhkan. Dan selama proses penutupan tambang itu berjalan, perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan wilayah Kuasa Pertambangan ataupun Kontrak Karyanya kepada pemerintah pusat dan daerah dan berhak mengemas segala peralatan dan perlengkapan produksi kecuali segala sesuatu yang dihibahkan untuk kepentingan umum. Selain itu pula perusahaan harus menetapkan guaranty money atau dana jaminan untuk reklamasi lahan serta melakukan audit lingkungan hingga tahapan ini benar-benar selesai. Juga perlu diperhatikan untuk menyusun aktivitas monitoring pasca penutupan tambang. Konsep penutupan tambang yang diemban ini haruslah selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu memenuhi esensi generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi esensinya. Meski hal ini bagi sebagian orang hanya dianggap sebatas retorika, banyak yang optimis terhadap usaha penutupan tambang. Harus diakui bahwa aktivitas pertambangan sangat berpotensi menyebabkan gangguan terhadap fungsi lingkungan apalagi fungsi hutan. Nah sebagai kebijakan yang searah dengan pembangunan berkelanjutan dan tetap mengedepankan fungsi lingkungan, maka tiap perusahaan haruslah memiliki konsep sejak awal tentang penataan lahan eks tambang dan juga penutupan tambang. Juga termasuk di dalamnya kebijakan yang mengedepankan sustainability pembangunan ekonomi-lingkungan-sosial.
Perubahan morfologi daratan yang ditimbulkan akibat aktivitas penambangan terbuka Untuk itu perusahaan tambang harus comply terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dalam melakukan penutupan tambang. Dalam PP No. 32 Tahun 1969 tentang pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1967 mengenai ketentuan-ketentuan pokok pertambangan, pasal 46 (4) menyatakan bahwa sebelum meninggalkan bekas wilayah KP, baik karena pembatalan maupun hal yang lain, pemegang usaha KP harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah sekitarnya yang dapat membahayakan keamanan umum. Kemudian juga dengan comply terhadap Undang-undang Mineral dan Batubara o. 4 tahun 2009 khususnya Pasal 101, pemerintah telah menentapkan aturan pasca tambang sesuai Peraturan Pemerintah tentang Reklamasi dan Pascatambang. Menurut aturan ini Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan berakhir. Kemudian juga disebutkan tentang dana jaminan reklamasi yaitu dana yang disediakan oleh perusahaan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi. Selain itu ada pula Jaminan Pascatambang adalah dana yang disediakan oleh perusahaan untuk melaksanakan pascatambang. Pelaksanaan penutupan tambang ini harus comply terhadap prinsip-prinsip lingkungan hidup seperti • perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara sesuai dengan standar baku mutu lingkungan • Perlindungan keanekaragaman hayati
• Stabilitas keamanan timbunan overburden, kolam tailing, lahan eks tambang serta struktur buatan lainnya • Pemanfaatan lahan eks tambang sesuai peruntukannay serta • Menghormati terhadap nilai-nilai social dan budaya setempat
Bahkan lebih progesif lagi menurut UU No. 4 ahun 2009 tentang Mineral dan batubara, mengharuskan perusahaan tambang untuk menyusun rencana reklamasi dan pasca tambangnya saat mengajukan permohonan isin usaha pertambangan operasi produksi dan IUPK operasi produksi. Pelaporan kegiatan pasca tambang juga dilaksanakan secara serius dan termonitoring dengan baik. Pelaporan dilakukans ecara kontiyu baik melalui UKL dan UPL maupun pelaporan kontinyu tahunan atau annual report kepada menteri, gubernur bahkan tingkat walikota. Selain itu ada pula sanksi yang diterapkan pada perusahan yang tidak mematuhi system pelaksanaan penutupan tambang, mulai dari teguran tertulis hingga penutuan paksa perusahaan tambang.
Cekungan tambang terbuka, perlu perencanaan matang dan konsisten untuk mengembalikan ke rona awal atau rona baru yang disesuaikan
Gunkajima, tambang batubara yang jaya pada masanya, namun penutupan tambang tak terencana dan menjadikannya kota mati Yang perlu diingat, hasil yang dicapai dari aktvitas penutupan tambang ini terhadap masyarakat adalah menciptakan masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Jika perusahaan tersebut telah memasuki masa tambang, maka masyarakat dapat hidup dari swadaya mereka sendiri, tidak lagi tergantung padaperusahaan pertambangan. Bukan justru menciptakan kesenjangan apalagi ghost town paca penutupan tambang. 2. Biaya Langsung dan Tidak Langsung
Biaya langsung adalah biaya yang dapat dipisahkan dan dikenali secara langsung digunakan untuk memproduksi suatu satuan output, sedangkan biaya tak langsung adalah biaya gabungan (joint cost) atau biaya – biaya overhead untuk semua satuan output yang diproduksi.
Biaya dapat secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan objek biaya. Objek biaya dapat berupa apa pun, seperti produk, pelanggan, departemen proyek, aktivitas, dan sebagainya, yang diukur biayanya dan dibebani biaya. Pembebanan biaya secara akurat ke objek biaya sangatlah penting. Untuk dapat mengevaluasi kinerja dari masing-masing segmen dengan baik, perlu diketahui biaya-biaya mana yang dapat ditelusuri secara langsung ke suatu segmen.
Berdasarkan penelusuran ke objek biaya, biaya dikelompokan menjadi dua kategori yaitu biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). a. Biaya Langsung (Direct Cost) Menurut Hilton (2005) “A cost that can be traced to a particular department is called a direct cost of a department” Biaya langsung adalah biaya yang terjadi pada suatu segmen dan
terjadinya karena adanya segmen tersebut. Biaya ini merupakan biaya yang dapat ditelusuri dengan jelas dan nyata ke bagian segmen tertentu yang akan dianalisa. b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) Menurut Hilton (2005) “A cost that is t directly traceable to a particular department is called an indirect cost of the department”. Biaya tidak Langsung adalah biaya yang tidak secara langsung berkaitan dengan segmen Contoh biaya tidak langsung adalah gaji dan eksekutif perusahaan.