Tinjauan Pustaka.docx

  • Uploaded by: Manix AngeLeeteuk
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tinjauan Pustaka.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,185
  • Pages: 10
A. Status Gizi 1. Definisi Status Gizi Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan sebagai akibat keseimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi dan penggunaannya di dalam tubuh (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2014). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh. Status gizi adalah kondisi tubuh sebagai akibat penyerapan zat-zat gizi esensial. Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan zat gizi dengan kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk variabel tertentu. Ketidakseimbangan (kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh manusia. Keadaan demikian disebut malnutrition (gizi salah atau kelainan gizi). Secara umum, bentuk kelainan gizi digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition (kelebihan gizi) dan under nutrition (kekurangan gizi). Overnutrition adalah suatu keadaan tubuh akibat mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi kebutuhan tubuh dalam waktu yang relative lama. Undernutrition adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh (Gibson, 2005). 2. Metode Penilaian Status Gizi Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat perkembangan kekurangan gizi, yaitu metode konsumsi, metode laboratorium, metode antropometri dan metode klinik (Hadju, 1999). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan tidak langsung (Supariasa et al., 2014). Penilaian Status gizi secara langsung meliputi : a.

Antropometri Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa

parameter yaitu : 1) Umur 2) Berat Badan 3) Tinggi Badan 4) Lingkar Lengan Atas 5) Lingkar Kepala 6) Lingkar Dada Indeks antropometri yg sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Supariasa et al., 2014).

Dari berbagai jenis indeks tersebut diatas, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Salah satu penentuan ambang batas yaitu dengan cara standar deviasi unit (SD) atau Z-score. Rumus perhitungan Z-score yaitu (Supariasa et al., 2014): z-score =

Nilai individu subjek−nilai median baku rujukan nilai simpang baku rujukan

Selain itu, contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2001). IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun. Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Gibson, 2005). IMT = Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m) Berat badan (kg) b.

Klinis Pemeriksaan klinis didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan

dengan ketidak cukupan zat gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh. Metode ini digunakan untuk survei klinis yang mendeteksi secara cepat tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi melalui pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala. c.

Biokimia Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara

laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh seperti darah, urine, tunja, dan lain-lain. d.

Biofisik Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat

kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

Penilaian Status gizi secara tidak langsung meliputi a.

Survei konsumsi makanan

:

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Data yang di dapat menggambarkan tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi. Berdasarkan jenis data yang diperoleh, metode survei konsumsi dapat dibagi menjadi 2 yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. (Supariasa & Kusharto, 2014). Metode kualitatif umumnya digunakan untuk mengetahui frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi dan mengetahui pola/kebiasaan makan. Ada 4 metode kualitatif yang digunakan yaitu : 1) Metode frekuensi makan (food frequency) 2) Metode riwayat makan (dietary history) 3) Metode telepon 4) Metode pendaftaran makanan (food list) Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat-zat gizi baik individu maupun kelompok masyarakat. Jenis metode kuantitatif yaitu : 1) Metode recall 24 jam 2) Metode perkiraan makanan 3) Metode penimbangan makanan 4) Metode pencatatan 5) Metode inventaris b.

Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa

statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan statistik vital dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. c.

Faktor ekologi Digunakan untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar

untuk melakukan program intervensi gizi.

3. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Kemenkes RI No. 1995/MENKES/SK/XII/2010, adapun standar antropometri penilaian status gizi anak yaitu sebagai berikut : Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

Untuk mengetahui status gizi dewasa maka ada kategori ambang batas IMT yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini yang merupakan ambang batas IMT untuk Indonesia. Tabel 2.1. Kategori Batas Ambang IMT untuk Indonesia Kategori Kurus

Kekurangan berat badan tingkat berat

< 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan

17,1 – 18,4 18,5 – 25,0

Normal Gemuk

IMT (kg/m2)

Kelebihan berat badan tingkat ringan

25,1 – 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat

≥ 27,0

Sumber : Depkes, 2003

4. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Menurut (Schroeder, 2001), menyatakan bahwa kekurangan gizi dipengaruhi oleh konsumsi makan makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab mendasar adalah makanan, perawatan (pola asuh) dan pelayanan kesehatan. Interaksi dari berbagai faktor sosial ekonomi dapat menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kekurangan gizi perlu dipertimbangkan. Menurut Martorell dan Habicht (1986), status ekonomi mempengaruhi pertumbuhan anak, melalui konsumsi makan dan kejadian infeksi. Status sosial ekonomi terhadap konsumsi makan mempengaruhi kemampuan rumah tangga untuk memproduksi dan/atau membeli pangan, menentukan praktek pemberian makanan

anak, kesehatan serta sanitasi lingkungan. Jus’at (1992) membuat model mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak antara lain: karakteristik keluarga, karakteristik anak, status kesehatan dan ketersediaan bahan makanan. Status gizi dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor secara langsung dan tidak langsung (Supariasa et al., 2014). Adapun faktor tersebut yaitu sebagai berikut: a.

Faktor langsung 1) Asupan makanan 2) Penyakit infeksi

b.

Faktor tidak langsung 1) Persediaan makanan di rumah 2) Perawatan anak dan ibu hamil 3) Pelayanan kesehatan

B. KEK (Kurang Energi Kronis) 1. Definisi KEK Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah salah satu keadaan malnutrisi. Dimana keadaan ibu

menderita

kekurangan

makanan

yang

berlangsung

menahun

(kronik)

yang

mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu secara relative atau absolut satu atau lebih zat gizi (Helena, 2013). Gizi kurang kronik disebabkan karena tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik dalam periode/kurun waktu yang lama untuk mendapatkan kalori dan protein dalam jumlah yang cukup, atau disebabkan menderita muntaber atau penyakit kronis lainnya. 2. Etiologi KEK Keadaan KEK terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi antara lain: jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah atau keduanya. Zat gizi yang dikonsumsi juga mungkin gagal untuk diserap dan digunakan untuk tubuh (Helena, 2013). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekurangan energi kronik (KEK) Menurut (Djamaliah, 2008) antara lain : a. Jumlah asupan energi b. Umur c. Beban kerja ibu hamil

d. Penyakit/infeksi e. Pengetahuan ibu tentang gizi dan pendapatan keluarga. 4. Lingkar lengan atas (LILA) Jenis antropometri yang digunakan untuk mengukur resiko KEK kronis pada wanita usia subur (WUS) / ibu hamil adalah lingkar lengan atas (LILA). Sasarannya adalah wanita pada usia 15 sampai 45 tahun yang terdiri dari remaja, ibu hamil, menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK adalah 23,5 cm. Apabila LILA kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan BBLR (Supriasa, 2002).

C. Konsumsi dan Tingkat Konsumsi 1.

Konsumsi Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau

status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi, misalnya kelainan struktur saluran cerna dan kekurangan enzim (Almatsier, 2003). Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Keadaan gizi dapat bermanifestasi kurang atau lebih. Seseorang yang kekurangan salah satu atau lebih zat gizi dapat menyebabkan penyakit defisiensi. Konsumsi zat gizi yang berlebihan juga membahayakan kesehatan. Kebutuhan berbagai zat gizi tergantung pada beberapa faktor, seperti : umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik. Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan (AKG) digunakan sebagai standar untuk mencapai status gizi yang optimal bagi penduduk disuatu wilayah (Bakta, 2009). 2.

Tingkat konsumsi Tingkat konsumsi adalah perbandingan kandungan zat gizi yang dikonsumsi seseorang

atau kelompok orang yang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Tingkat konsumsi makanan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas makanannya. Kualitas makanan menunjukan adanya semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh baik dari sudut kualitas maupun kuantitas, maka akan mendapatkan status gizi yang baik dan biasanya disebut dengan konsumsi adekuat. Pada konsumsi makanan baik kualitas maupun kuantitas melebihi kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh dinamakan konsumsi yang berlebihan maka akan terjadi gizi lebih, begitu juga sebaliknya jika konsumsi yang kurang maka akan terjadi keadaan status gizi yang kurang. Status gizi yang baik bagi vegetarian adalah jika tidak mengalami kekurangan maupun kelebihan gizi. Kebutuhan gizi (requirement) adalah jumlah zat gizi minimal yang diperlukan seseorang untuk hidup sehat (Rizqie Auliana, 1999). 3.

Cara mengukur tingkat konsumsi Tingkat konsumsi gizi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas

hidangan menunjukkan semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan hidangan dan perbandingan yang satu dengan yang lain. Kuantitas menunjukkan kwantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, maka tubuh akan mendapatkan keadaan kesehatan gizi yang sebaik- baiknya (Sediaoetama, 1996). Penentuan status gizi dan menilai asupan zat gizi seseorang dapat dilakukan dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan, metode riwayat makan, metode telepon, dan metode pendaftaran makanan. Metode kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan (Supariasa, 2001). Untuk memudahkan menilai kandungan zat gizi bahan makanan, telah diciptakan sebuah program perangkat lunak (software) yang disebut program nutrisurvey. Program nutrisurvey ini disamping berfungsi untuk menganalisis kandungan zat gizi bahan makanan dan/atau resep makanan, juga dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan zat gizi berdasarkan umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik (Supariasa, 2001).

D. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Soekanto 2002 dalam Yusrizal 2008). Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi berakibat pada rendahnya anggaran untuk belanja pangan dan mutu serta keanekaragaman makanan yang kurang. Keluarga lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari (Winarno 1990 dalam Ernawati 2006).

E. Gizi Seimbang Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal (Koalisi Fortifikasi Indonesia, 2011). Bahan makanan yang dikonsumsi anak sejak usia dini merupakan fondasi penting bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. Dengan kata lain, kualitas sumber daya manusia (SDM) hanya akan optimal, jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun kehidupannya di masa balita baik dan seimbang. SDM berkualitas inilah yang akan mendukung keberhasilan pembangunan nasional di suatu negeri. Secara global, tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik serta seimbang ini merupakan salah satu tujuan utama Millennium Develpoment Goals (MDGs) 2015 yang dicanangkan oleh UNICEF (Soekirman, 2006 dalam Jafar, 2010). Menurut Koalisi Fortifikasi Indonesia dalam Wahyuningsih 2011, PGS memperhatikan 4 prinsip, yaitu: a. Variasi makanan; b. Pedoman pola hidup sehat; c. Pentingnya pola hidup aktif dan olahraga; d. Memantau berat badan ideal. Prinsip Gizi Seimbang adalah kebutuhan jumlah gizi disesuaikan dengan golongan usia, jenis kelamin, kesehatan, serta aktivitas fisik. Tak hanya itu, perlu diperhatikan variasi jenis makanan. Bahan makanan dalam konsep gizi seimbang ternbagi atas tiga kelompok, yaitu:

a. Sumber energi/tenaga: Padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan, sagu, jagung, dan lain-lain. b. Sumber zat Pengatur: Sayur dan buah-buahan c. Sumber zat pembangun: Ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, oncom,susu kedelai (Candra, 2013).

Related Documents

Tinjauan
November 2019 43
Ii. Tinjauan
May 2020 20
Tinjauan Aksiologi.docx
October 2019 26
Tinjauan Pustaka.docx
April 2020 18
Tinjauan Pustaka.docx
November 2019 23
Tinjauan Pustaka.docx
November 2019 27

More Documents from "mimit intan"

Tinjauan Pustaka.docx
June 2020 21
Poa.docx
June 2020 19
Nuclear Notes.pdf
October 2019 23