BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3. 1 DEFENISI Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada disaluran telur (tuba fallopii). 3. 2 ETIOLOGI Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan proses kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi diluar kavum uteri atau diluar endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik. Faktor – faktor yang disebutkan adalah berikut : A. Faktor tuba Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik. B. Faktor abnormalitas dari zigot Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba. C. Faktor ovarium Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar D. Faktor hormonal Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteon dapat mengakibatkan pergerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
1
E. Faktor lain Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. 3.3 PATOFISIOLOGI Kehamilan ektopik terjadi > 95% terjadi di tuba, dimana pars ampularis 55% , pars ismika 25%, pars fimbrae 17% dan pars interstitialis 2%. Kehamilan ektopik lain <5% antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium atau abdominalis. Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, maka embrio akan dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah. Maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut. 1.
Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa,
hanya
haidnya
saja
yang
terlambat
untuk
beberapa
hari.
2. Abortus tubaria Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola kruenta. 2
Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping. Dan selanjutnya darah mengalir kerongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan terkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. 3
Ruptur dinding tuba Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus danbiasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada parsinterstitialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utamayang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalamlapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadisecara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsidikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilandan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi olehkantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuhterus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut ataukehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makananbagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya kejaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum,dasar panggul dan usus
Gambar 3.1 Ruptur Tuba
3
3.4 GAMBARAN KLINIK Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Pada umumnya penderita menunjukan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa sedikit nyeri diperut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-bedadari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampaiterdapatnya gejala yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung padalamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umumpenderita sebelum hamil. Nyeri merupakan keluhan utama padakehamilan ektopik terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perutbagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan darah dapatmenurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapatmenimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasanyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk kedalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah ataukeseluruh perut bawah dan bila membentuk hematokel retrouterinamenyebabkan defekasi nyeri. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua padakehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin danberasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dariuterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguanpembentukan Hcg (human chorionic gonadotropin). Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik walaupun penderita sering menyebutkan tidak jelasnya amenorea, karena tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisa menampung pertumbuhan mudigah selanjutnya. Lamanya amenorea bergantung pada kehidupan janin. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
4
3.5 DIAGNOSIS Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu demikan besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi, laparoskopi atau kuldoskopi. 1. Anamnesis Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bawah.
2. Pemeriksaan fisik Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal, usaha menggerakan servik uteri menimbulkan rasa nyeri, yang disebut dengan nyeri goyang (+) atau slingger pijn. Demikian pula kavum douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor disamping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor dikavum daouglasi. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat bahkan bisa menimbulkan syok.
3. Pemeriksaan laboratorium biasanya
menggunakan
beta-human
chorionic
gonadotropin
(β-
hCG) untuk mendiagnosis kehamilan, dan untuk membantu menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. β-hCG diproduksi oleh trofoblas dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid berikutnya. Jika serum β-hCG negative, kemunkinan besar tidak terjadi kehamilan. Hanya ada sedikit sekali kasus yang dilaporkan pasien dengan tes serum β-hCG negative dengan kehamilan ektopik. Dinamika normal kenaikan kadar β-hCG dua kali lipat kira-kira setiap 1,4 sampai 2,1 hari sampai mencapai puncaknya 100.000 mIU/ml. kenaikan ini akan melambat bila sudah mencapai nilai puncaknya, dan pada saat itu sudah harus dilakukan diagnosis dengan USG. Pemeriksaan tunggal tes β-hCG kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat membedakan antara kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterine. Pemeriksaan laboratorium umum lainnya adalah pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar 5
hemoglobin yang dapat rendah bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga dinilai kadar leukosit untuk membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh kehamilan ektopik ini atau dugaan adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya lebih tinggi hingga dapat lebih dari 20.000. 4.
Pemeriksaan Penunjang Kuldosintesis suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum douglas
ada darah. Caraini sangat berguna untukmembuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesisyaitu : - Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi. - Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik - Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengantenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniksposterior ditampakkan - Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dandengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan - Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa diperhatikan Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku ; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau yang berupa bekuan kecil-kecil darah ini menunjukan adanya hematokel retrouterina.
Ultrasonografi Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanyakehamilan ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Carayang terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalahdengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas daridiagnosis
kehamilan
intrauteri
dengan
menggunakan
modalitas
ini
mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu. Sebaliknyaidentifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurangsensitif) dan kurang spesifik.
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhiruntuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yanglain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagiandalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium,tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga
6
pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadiindikasi untuk dilakukan laparotomi. 3.6 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens,kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, sertaapendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir samadengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagaiberikut:
1.
Infeksi pelvis Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau dibelakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis Umumnya
tidak
ada
gejala
dan
tanda
kehamilan
muda,
amenore
dan
perdarahanpervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney
7
3.7 PENATALAKSANAAN Penangan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang perlu diperhatikan dan pertimbangan yaitu: kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi keahmilan ektopik, kondisi anatomik
organ
pelvis.
Hasil
pertimbangan
ini
menentukan
apakah
perlu
dilakukansalpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahankonservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baikdilakukan salpingektomi. Terapi Bedah Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya salpingotomi )dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakanteknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidakterlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang,atau ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien inimembutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus sajasalpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabildan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomilaparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan besarnya tidaklebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui laparaskopi. Linier
salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien
hamilektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengankauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaikihemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yangberdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba dapat mengakibatkanterjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau denganmenggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengantempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasitrofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmus. Terapi Medikamentosa
8
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan, kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah: 1. kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah 2. diameter kantong gestasi ≤4 cm 3. perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml 4. tanda vital baik dan stabil obat yang digunakan ialah metotreksat 1 mg/Kg IV dan faktor sitrovorum 0,1 mg/Kg IM, berselang-seling setiap hari selama 8 hari. Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus yang dilakukan salpingektomi pada hari ke 12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan baik. 3.8 PROGNOSIS Kematian kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dan kawan-kawan (1971) melaporkan 1 kematian diantara 826 kasus, dan wilson dan kawan-kawan (1971) 1 dianatara 591. Akan tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian tinggi. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral, sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0 % sampai 14,6 %. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral.
9