Tingkat Suku Bunga

  • Uploaded by: Aji Handoko
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tingkat Suku Bunga as PDF for free.

More details

  • Words: 1,006
  • Pages: 4
RESUME Tingkat Suku Bunga Menurut Nopirin (1996) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran (Suhaedi, 2000). Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati di pasar. Sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan. Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi. Secara teori tingkat bunga yang dibayarkan bank adalah tingkat bunga nominal yang merupakan penjumlahan tingkat bunga riil ditambah inflasi (Mankiw,2003). Adanya kenaikan atau penurunan inflasi akan berdampak pada kenaikan atau penurunan tingkat bunga kredit. Pada tahun 2002, kondisi makroekonomi menunjukkan perkembangan yang kondusif. Ini terlihat dari terkendalinya uang primer, serta laju inflasi dan nilai tukar yang menunjukkan perkembangan yang positif. Oleh karena itulah, Bank Indonesia mulai memberikan sinyal penurunan tingkat bunga secara bertahap. Hal ini dilakukan melalui penurunan tingkat bunga instrumen moneter yang salah satunya adalah SBI. Walaupun tingkat bunga SBI mengalami penurunan, tingkat bunga kredit relatif rigid.

Suku bunga kredit yang ada pada saat ini dianggap beberapa kalangan baik dari pelaku bisnis maupun pakar ekonomi belum optimal. Mereka menuntut agar Bank Indonesia selaku penguasa moneter mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit berkaitan dengan turunnya SBI agar dapat meningkatkan atau mengembangkan sektor riil lewat kegiatan investasinya. Namun tuntutan itu belum atau baru sedikit yang dipenuhi (Info Bank, 2004). Masih relatif tingginya suku bunga kredit di tengah-tengah masih adanya ketidakpastian prospek usaha tentu saja akan mengurangi semangat sektor dunia usaha untuk melakukan investasi. Walaupun dilihat dari beberapa indikator, fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran kredit telah menunjukkan perbaikan, namun dalam kenyataannya penyaluran kredit perbankan pada sektor riil belum dapat berlangsung dengan cepat karena berbagai permasalahan yang dihadapai oleh sektor riil itu sendiri meskipun hal tersebut juga ada kaitannya dengan konsolidasi internal di perbankan. Gejolak suku bunga dan inflasi menjadi dua faktor penting yang mempengaruhi aktivitas penyaluran kredit. Keduanya tidak hanya mendorong suku bunga kredit, tapi juga membuat risiko kredit macet menjadi besar. Tetapi dalam kondisi seperti ini, kegiatan kredit perbankan harus tetap berlangsung. Suku Bunga Bukan Satu-satunya Indikator Perbaikan Ekonomi Jakarta (ANTARA News) - Menko Perekonomian Boediono menyatakan bahwa tingkat suku bunga bukan merupakan satu-satunya indikator kondisi perekonomian namun masih ada indikator lain yang dapat diperbaiki dalam rangka memperbaiki kondisi perekonomian secara keseluruhan. "Suku bunga hanya salah satu saja, banyak yang lainnya seperti masalah perbaikan masalah prosedur mulai berusaha, termasuk mengurangi biaya ekonomi, dan lainnya," kata Boediono di Jakarta. Ia menyebutkan, pemerintah akan terus melakukan upaya mengurangi perijinan, biaya, dan hal-hal lainnya yang menghambat perbaikan kondisi ekonomi. Boediono pernah menyatakan bahwa tingkat bunga yang ada saat ini sudah berada pada tingkat yang baik/ideal. Ketika ditanya pengaruh inflasi September

yang cukup tinggi (0,80 persen) terhadap suku bunga, Boediono mengatakan, BI yang akan menentukan tingkat suku bunga. "Tapi bulan ini (September) memang agak tinggi dari bulan sebelumnya terutama bukan karena harga komoditi yang kita antisipasi seperti uang kuliah, ikan segar, dan lainnya," katanya. Pemerintah, katanya, akan terus mencermati perkembangan inflasi yang mungkin terjadi pada 3 bulan ke depan. "Kita harapkan tentunya dapat kita kendalikan. Saya masih optimis bahwa inflasi masih dapat kita capai sesuai dengan sasaran kita (sasaran APBNP 2007 sebesar 6,0 persen)," Ketakutan bahwa tingkat suku bunga yang lebih rendah lagi akan menimbulkan capital flight sangatlah tidak beralasan. Dengan model Hamilton yang dikontrol oleh Inflation-Indexed Treasury Yield Spreads memperlihatkan bahwa capital flight justru bersifat kebalikannya alias terjadi capital inflow dengan implied probability sebesar 60 persen akibat perbaikan earning di dalam negeri yang terjangkar oleh besarnya rasio Price Earning pasar regional dan global dan tergerusnya nilai dolar. Artinya price discovery harga asset negara sedang berkembang masih memiliki ruang. Apalagi, harga saham di India jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga saham di negara manapun termasuk di Indonesia. Simulasi penurunan tingkat suku bunga berdampak positif bagi balance of payment karena surplus terbesar tetap pada current account. Hal ini juga sesuai dengan simulasi model IS-LM dengan kombinasi teori permanent income hyphotesis yang terbukti menurunkan output gap. Pengaruh variabel bebas terhadap suku bunga satu bulan dari model regresi yang didapat, diketahui bahwa variabel prediktor dapat memprediksi atau menjelaskan variabel terikat atau variabel respon sebesar nilai Adjusted R square 39,3 persen dengan tingkat kesalahan dalam memprediksi sebesar 5,63124. Yang artinya bahwa untuk tingkat suku bunga deposito berjangka satu bulan Bank Umum dipengaruhi oleh ke enam variabel independen dalam penelitian secara bersama-sama sebesar 39,3 persen sedangkan sebesar 60,7 persen dipengaruhi oleh faktor lain. Dari persamaan regresi yang didapat diketahui bahwa Likuiditas perekonomian, tingkat inflasi dan LDR berpengaruh secara positif terhadap

tingkat suku bunga deposito berjangka satu bulan Bank Umum. Sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi, CAR dan ROA berpengaruh secara negatif terhadap tingkat suku bunga deposito berjangka satu bulan Bank Umum. Pengujian ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari besarnya nilai Durbin Watson. Dalam pengolahan data diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 2,099. Angka tersebut berada pada selang 1,65 s/d 2,35 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi. Yang kedua adalah heteroskedastisitas, yang menunjukkan titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas serta tersebar pada sumbu y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Sedangkan untuk menguji ada tidaknya multikolonieritas dapat dilihat dari nilai VIF yang lebih besar dari 10. Dari output SPSS tidak terdapat variabel yang memiliki nilai VIF lebih besar dari 10 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolonieritas. Untuk menguji normalitas data dapat dilihat dari nilai Asymp.Sig. berdasarkan output SPSS diketahui.

Related Documents


More Documents from "Harnas Widya Putra"