TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP Alvi Syahrin Guru Besar Hukum Pidana/Lingkungan Fak. Hukum USU Medan Ketua Program Doktor (S3) dan Magister (S2) Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana USU Medan Sekretaris Majelis Wali Amanat USU
Lingkungan Hidup Kesatuan Ruang dg semua: - benda - daya dan makhluk hidup termasuk manusia dan prilakunya mempengaruhi kelangsungan prikehidupan kesejahteraan manusia makluk hidup lainnya
kehutana n
Perumahan dan permukima n
perkebuna n
Sumber daya alam
Sumber daya air
Lingkungan Hidup
pertambanga n kesehata n
Tata ruang
kependudukan
dll UUPA
UUPLH mengatur obyek-obyek lingkungan secara umum (lex generalis) UU lainnya -> bersifat specialis terhadap UUPLH Asas hukum : lex specialis derogat legi lex generalis
UUPLH àmengatur mengenai: “ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup” àfungsinya juga sebagai: “umbrella act/provision” bagi penyusunan peraturan perundangundangan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan bagi penyesuaian peraturan perUUan yang telah ada. àKata kunci dalam UUPLH: pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
Membahas tindak pidana lingkungan: àperlu diperhatikan konsep dasar tindak pidana lingkungan hidup yang ditetapkan sebagai tindak pidana umum (delic genus) dan mendasari pengkajiannya pada tindak pidana khususnya (delic species). àAsas-asas hukum: terkait peraturan perUUan - Lex Specialis Derogat Legi Lex Generalis - Lex Superior Derogat Legi Lex Inferiori - Lex Posterior Derogat Legi Lex Priori - Lex Specialis Systematic Derogat Lex Generali
UUPLH àmengatur mengenai: “ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup” àfungsinya juga sebagai: “umbrella act/provision” bagi penyusunan peraturan perundangundangan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan bagi penyesuaian peraturan perundang- undangan yang telah ada. àKata kunci dalam UUPLH: pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
Pencemaran dan/atau kerusakan LH terus meningkat sejalan dengan: meningkatnya kegiatan industri atau sejenisnya dalam menjalankan suatu usaha ekonomi, serta sikap penguasa maupun pengusaha yang tidak menjalankan atau melalaikan kewajibankewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup
LH dengan segala sumberdayanya: kekayaan yg dpt digunakan setiap orang harus dijaga untuk kepentingan masyarakat dan generasi mendatang.
Perlindungan LH dan sumberdaya alamnya mempunyai tugas ganda: melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhannya, dan melayani kepentingan individu
Fungsionalisasi hukum pidana
untuk mengatasi masalah perusakan lingkungan akibat pembangunan diwujudkan melalui perumusan sanksi pidana dalam peraturan perundangundangan yang berlaku.
Ada dua alasan diperlukannya sanksi pidana: Pertama: untuk melindungi kepentingan manusia, juga untuk melindungi kepentingan lingkungan karena manusia tidak dapat menikmati harta benda dan kesehatannya dengan baik jika persyaratan dasar tentang kualitas lingkungan yang baik tidak terpenuhi. Kedua: untuk memberikan rasa takut kepada pencemar potensial. Sanksi pidana dapat berupa pidana penjara, denda, perintah memulihkan lingkungan yang tercemar dan/atau rusak, penutupan tempat usaha dan pengumuman melalui media massa yg dpt menurunkan nama baik badan usaha ybs
Pelaksanaan gakkum lingkungan kepidanaan: àbermula dari kegiatan pengumpulan bahan keteragan (penyelidikan), dilanjutkan dengan kegiatan penyidikan, Penuntutan, Putusan Hakim dan eksekusi putusan hakim, harus pula memperhatikan sifat-sifat khas dan kompleksitas dari suatu kasus lingkungan hidup. àdilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dengan aparat sektoral, terutama yang berwenang dalam bidang penerbitan izin, pengawasan, pemantauan lingkungan dan penegakan hukum lingkungan administra tif
Penerapan ketentuan pidana : perlu memperhatikan asas subsidiaritas
sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum UUPLH.
Penjelasan Umum UUPLH: Sebagai penunjang hukum administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif, dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat, dan/atau akibat perbuatannya relatif besar, dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat
Penjelasan umum UUPLH: àdapat menimbulkan berbagai penafsiran dalam penegakan hukum lingkungan, àkesempatan bagi pihak-pihak yang terkait dalam penegakan hukum pidana lingkungan untuk memperdepatkannya, apalagi adanya “kepentingankepentingan” di dalamnya.
Kata “hendaknya”: dapat diartikan sebagai suatu yang “tidak wajib”, “bersifat anjuran” apabila dikaitkan dengan kewajiban setiap orang untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan dirumuskannya alasan limitatif dalam memberlakukan ketentuan hukum pidana, serta mengingat dampak pelanggaran lingkungan yang cukup luas. Efektif atau tidaknya sanksi-sanksi hukum lain tidak digabungkan sebagai pra-syarat untuk menempuh prosedur pidana. Kapan prosedur pidana pidana didayagunakan oleh polisi dan jaksa tergantung kepada situasi dan kondisi masyarakat atau dampak nyata perbuatan pelaku terhadap masyarakat dengan tetap mempertimbangkan keadaankeadaan yang dijabarkan dalam penjelasan UUPLH.
Membahas tindak pidana lingkungan: àperlu diperhatikan konsep dasar tindak pidana lingkungan hidup yang ditetapkan sebagai tindak pidana umum (delic genus) dan mendasari pengkajiannya pada tindak pidana khususnya (delic species). àAsas-asas hukum: terkait peraturan perUUan - Lex Specialis Derogat Legi Lex Generalis - Lex Superior Derogat Legi Lex Inferiori - Lex Posterior Derogat Legi Lex Priori - Lex Specialis Systematic Derogat Lex Generali
Sistem dan proses hukum yg berlaku universal: implementasi hukum yang terbaik bukan terletak pada tujuan mencapai kepastian hukum dan keadilan, melainkan terletak pada bagaimana hukum itu diterapkan sehingga masyarakat tetap merasa aman dan patuh kepada hukum dan dirasakan ada keadilan dari penerapan hukum tersebut
Hukum harus diterapkan dgn memenuhi 3 syarat: 1. memiliki landasan hukum yg menganut asas lex certa (jelas, pasti, dan tidak meragukan) 2. mementingkan keseimbangan antara hak dan kewajiban sesuai dengan HAM 3. memegang teguh prinsip tranparansi, akuntabilitas dan memelihara akses masyarakat ke
Pengertian tindak pidana lingkungan: sebagaimana diatur dalam: Pasal 41 ayat (1) UUPLH dihubungkan dengan Pasal 41 ayat (2), Pasal 43 dan Pasal 44 UUPLH melalui metode konstruksi hukum dapat diperoleh pengertian bahwa inti dari tindak pidana lingkungan (perbuatan yang dilarang) adalah “mencemarkan atau merusak lingkungan”.
Pengertian inti dari tindak pidana lingkungan (perbuatan yang dilarang) adalah “mencemarkan atau merusak lingkungan”. dikatakan sebagai rumusan umum (genus) dan selanjutnya dijadikan dasar untuk menjelaskan perbuatan pidana lainnya yang bersifat khusus (species), baik dalam ketentuan dalam UUPLH maupun dalam ketentuan undangundang lain (ketentuan sektoral di luar UUPLH) yang mengatur perlindungan hukum pidana bagi LH
“Pencemaran lingkungan hidup” (Pasal 1 angka (12) UUPLH)
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan;
dilakukan oleh kegiatan manusia;
menimbulkan penurunan “kualitas lingkungan” sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
“Perusakan lingkungan hidup” (Pasal 1 angka (14) UUPLH)
adanya tindakan;
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya;
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Teknik perumusan dan tindak pidana pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang luas dan abstrak: dapat memberi ruang gerak bagi penegak hukum (hakim) untuk melakukan inovasi hukum dalam menafsirkan hukum pidana lingkungan hidup guna merespon perkembangan yang terjadi dalam masyarakat di bidang lingkungan hidup. diperlukannya pengetahuan hakim yang mendalam di bidang lingkungan hidup dan adanya semangat, kepedulian hakim untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam melindungi lingkungan hidup. Selanjutnya, diharapkan aparat penegak hukum (termasuk hakim) untuk memanfaatkan ahli dalam menangani kasus yang ditanganinya.
akan menyulitkan penegak hukum pidana lingkungan, sebab jika aparat penenegak hukum (termasuk hakim) tidak peka dalam merespon perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat di bidang lingkungan hidup, dapat memberi peluang bagi penegak hukum untuk menyelewengkan hukum untuk kepentingan lain (“kepentingan pribadi”).
UUPLH sebagai undang-undang payung (umbrella act) dari undang-undang lain (sektoral) di bidang pelestarian lingkungan hidup, rumusan yang umum dan abstrak tsb diharapkan dapat menjangkau perbuatan pencemaran dan atau perusakan lingkungan yang diatur atau yang akan diatur dalam undangundang lainnya.
Berdasarkan: Pasal 41 UUPLH s/d Pasal 44 UUPLH, tindak pidana lingkungan: 1. melakukan perbuatan yang megakibatkan : pencemaran, dan atau perusakan lingkungan hidup; Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 42 ayat (1) UUPLH
2. melakukan perbuatan yang mengakibatkan: pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan orang mati atau luka berat. Pasal 41 ayat (2) dan Pasal 42 ayat (2) UUPLH
3. Melakukan perbuatan melanggar ketentuan perundang-undangan berupa: Melepaskan atau membuang zat, energi dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atau atau ke dalam tanah, ke dalam udara, atau ke dalam airpermukaan; Impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan, menjalankan instalasi, yang dapat menimbulkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum. Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 44 ayat (1)
4. Melakukan perbuatan berupa: Memberikan informasi palsu, atau Menghilangkan informasi, atau Menyembunyikan informasi, atau Merusak informasi, yang diperlukan (dalam kaitannya dengan perbuatan angka 3 di atas), yang mana perbuatan ini dapat menimbulkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain. UUPLH
Pasal 43 ayat (2) dan Pasal 44 ayat (1)
5. Melakukan perbuatan: pada angka 3 atau angka 4 yang mengakibatkan orang mati atau luka berat. Pasal 43 ayat (3) dan Pasal 44 ayat (2) UUPLH
Tindak pidana lingkungan : yang dilakukan untuk dan atau atas nama korporasi, setidak-tidaknya didalamnya terdapat:
tindakan ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosio-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi.
baik korporasi (sebagai "subyek hukum perorangan "legal persons") dan perwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan.
motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub-kultur organisasional.
Hukum lingkungan: àmempunyai sifat lintas disiplin hukum dan àmengandung konsepsi dan pemikiran inovatif yang mempengaruhi hukum positif baik substantif maupun prosedural, maka: perlu dikaji implikasinya terhadap sistem hukum nasional agar dapat dihindari sikap kaku dan formalistic legal thinking sematamata, bahkan a priori menolak pembaruan.
TENTANG
PERKEBUNAN
Alvi syahrin, gakkum perkebunan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2004
32
PENYIDIKAN (Pasal 45)
UU No.18/2004: Perkebunan
(1) Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Repubik Indonesia: PNS lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perkebunan: diberi wewenang khusus sebagai PPNS == melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perkebunan (2) berwenang untuk: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan b. melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi c. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti d. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum e. membuat dan menanda tangani berita acara f. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti
perkebunan
yg berkenaan tindak pidana di bidang
(3) PPNS memberitahukan dimulainya penyidikan
33
Psl. 46 UU No.18/2004: Perkebunan
KETENTUAN PIDANA Pasal 46 (1) à Setiap orang à dengan sengaja à melakukan usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu tidak memiliki izin usaha perkebunan (Ps 17:1) (17:1) Setiap pelaku usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan. 34 à diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp2 M
Psl. 46 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 46 (2): àSetiap orang àkarena kelalaiannya àmelakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu tidak memiliki izin usaha perkebunan (Pasal 17 ayat (1) (17:1) Setiap pelaku usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan.
àdiancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan dan denda paling banyak Rp1 M 35
Bagian Kedua Jenis dan Perizinan Usaha Perkebunan Pasal 15 (1)
Usaha perkebunan: usaha budi daya tanaman perkebunan dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
(2) Usaha budi daya tanaman perkebunan: serangkaian kegiatan pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan, dan sortasi. (3) Usaha industri pengolahan hasil perkebunan: kegiatan pengolahan yang bahan baku utamanya hasil perkebunan untuk memperoleh nilai tambah. (4) Industri pengolahan hasil perkebunan:
pengolahan hasil perkebunan yang bahan bakunya karena menurut sifat dan karekteristiknya tidak dapat dipisahkan dengan usaha budi daya tanaman perkebunan terdiri dari gula pasir dari tebu, teh hitam dan teh hijau serta ekstraksi kelapa sawit.
(5) Penambahan atau pengurangan jenis usaha industri pengolahan hasil perkebunan ditetapkan dalam PP
36
Pasal 17 UU 18/2004
Psl. 46 UU No.18/2004: Perkebunan
(1) Setiap pelaku : usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dgn kapasitas pabrik tertentu
wajib memiliki izin usaha perkebunan. (2) dikecualikan bagi pekebun (3)
Luasan tanah tertentu dan kapasitas pabrik tertentu: ditetapkan oleh Menteri berdasarkan jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, dan modal
(4)
Usaha industri pengolahan hasil perkebunan: harus dapat menjamin ketersediaan bahan bakunya dgn 37 mengusahakan budi daya tanaman perkebunan sendiri
Pasal 17 (samb…)
Psl. 46 UU No.18/2004: Perkebunan
(5) Izin usaha perkebunan: Gubernur== untuk wilayah lintas kab/kota Bupati/Walikota == untuk wilayah kab/kota (6) Pelaku usaha perkebunan yg telah mendpt izin usaha perkebunan:
wajib: menyampaikan laporan perkembangan usahanya secara berkala sekurang-kurangnya 1 tahun sekali kepada pemberi izin (7) syarat dan tata cara pemberian izin usaha perkebunan: ditetapkan oleh Menteri.
38
Pasal 47 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 47 (1) àSetiap orang àdengan sengaja àmelanggar larangan melakukan tindakan: yg berakibat pd kerusakan kebun dan/atau aset lainnya penggunaan lahan perkebunan tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yg mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan (Pasal 21) (Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset ainnya, penggunaan tanah perkebunan tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan)
àdiancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 39
Pasal 47 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 47 (2) àSetiap orang àdengan kelalaian àmelanggar larangan melakukan tindakan: lainnya
yg berakibat pd kerusakan kebun dan/atau aset
penggunaan lahan perkebunan tanpa izin dan/atau tindakanlainnya yg mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan (Pasal 21) (Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset lainnya, penggunaan tanah perkebunan tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan)
àdiancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua setengah miliar rupiah). 40
Pasal 47 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 21 Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset lainnya, penggunaan tanah perkebunan tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan.
41
Pasal 48 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 48 (1) à Setiap orang à dengan sengaja à membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup (Pasal 26) (Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup)
à pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 M Pasal 48 (2): à mengakibatkan orang mati atau luka berat à pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 M 42
Pasal 48 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 26 Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup.
43
Pasal 49 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 49 (1) à Setiap orang à karena kelalaiannya à membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana (Pasal 26) (Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup)
à pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 M Pasal 49 (2) à mengakibatkan orang mati atau luka berat à pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp5 M
44
Pasal 50 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 50 (1) à Setiap orang à melakukan pengolahan, peredaran, dan/atau pemasaran hasil perkebunan dengan sengaja melanggar larangan: a. memalsukan mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan; b. menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan; dan atau c. mencampur hasil perkebunan dgn benda atau bahan lain; yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, merusak fungsi lingkungan hidup, dan/atau menimbulkan persaingan usaha tidak sehat (Pasal 31) diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp2 M 45
Pasal 50 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 50 (2) Setiap orang yang melakukan pengolahan, peredaran, dan/atau pemasaran hasil perkebunan karena kelalaiannya melanggar larangan: a. memalsukan mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan; b. menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan; dan/atau c.
mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain; yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, merusak fungsi lingkungan hidup dan/atau menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 46 dan denda paling banyak Rp1 M
Pasal 51 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 51 (1) à Setiap orang à dengan sengaja à melanggar larangan mengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 à diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 51 (2) à Setiap orang à yang karena kelalaiannya à melanggar larangan mengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 à diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 47 (satu miliar rupiah).
Pasal 51 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 32
Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang mengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen.
48
Pasal 52 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 52 Setiap orang yang dengan sengaja melanggar larangan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan dan/atau pencurian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
49
Pasal 52 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 33
Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan dan/atau pencurian.
50
Pasal 53 UU No.18/2004: Perkebunan
Pasal 53 semua benda sebagai hasil tindak pidana dan/atau à alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan utk melakukan tindak pidana à
== dapat dirampas dan/atau == dimusnahkan oleh negara sesuai dgn perat perUUan 51
Setiap orang: UU No. 18/2004 Pasal 1 angka (4)
Pelaku usaha perkebunan: pekebun dan perusahaan perkebunan yg mengelola usaha perkebunan.
Pasal 1 angka (5)
Pekebun: perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu.
Pasal 1 angka (6)
Perusahaan perkebunan: pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan 52 berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu.
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Pasal 25 – Pasal 26 UU No. 18/2004
Pasal 25 (1) Setiap pelaku usaha perkebunan wajib: memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya
53
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Pasal 25 UU No. 18/2004
(2) Untuk mencegah kerusakan fungsi LH: sebelum memperoleh izin usaha perkebunan perusahaan perkebunan wajib: membuat AMDAL atau UKL dan UPL memiliki AMRIL bagi yang menggunakan hasil rekayasa genetik; membuat pernyataan kesanggupan untuk: -- menyediakan sarana, prasarana, dan -sistem tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran dalam pembukaan dan/atau pengolahan lahan.
(4)
tidak memenuhi persyaratan: ditolak permohonan izin usahanya
54
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Pasal 25 UU No. 18/2004
(3) Untuk: memelihara kelestarian fungsi LH dan mencegah dan menanggulangi kerusakannya setelah memperoleh izin usaha perkebunan perusahaan perkebunan wajib: menerapkan AMDAL atau UKL dan UPL menerapkan AMRIL memantau penerapannya. (5) Tidak menerapkan
dicabut izin usahanya
55
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Pasal 25 – Pasal 26 UU No. 18/2004
Pasal 26 Setiap pelaku usaha perkebunan: dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi LH
56
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang PENYIDIKAN Pasal 68 (4) Selain pejabat penyidik Polri PPNS diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik Polri (8) berwenang: berkenaan dengan tindak pidana bidang penataan ruang; a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan b. melakukan pemeriksaan thdp orang yg diduga melakukan tindak pidana c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti f. meminta bantuan tenaga ahli dlm rangka pelaksanaan tugas penyidikan
57
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 68 UU n0. 26/2007 (3)
PPNS memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(9) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan: melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (5) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik Polri (15)Pengangkatan dan tata cara serta proses penyidikan: dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perat 58 perUUan
KETENTUAN PIDANA
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Alvi syahrin, gakkum perkebunan
Pasal 69 UU No. 26/2007 (4) Setiap orang: tidak menaati rencana tata ruang yg telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana paling lama 3 tahun dan denda Rp. 500 jt
(2) mengakibatkan: - kerugian terhadap harta benda atau Pasal 61 huruf a UU no. - kerusakan barang, 26/2007: dipidana 8 tahun dan denda Rp. 1,5 M Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: (3) mengakibatkan: a. menaati rencana tata kematian orang ruang yang telah dipidana 15 tahun dan denda Rp. 5M ditetapkan; 59
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 70 (2) Setiap orang: memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sbgm dimaksud dalam Pasal 61 huruf b dipidana 3 tahun dan denda Rp. 500 jt (2) mengakibatkan perubahan fungsi ruang: Pasal 61 huruf b UU dipidana 5 tahun dan denda Rp. 1M No. 26/2007
(3) mengakibatkan: Dalam pemanfaatan - kerugian terhadap harta benda atau ruang, setiap orang - kerusakan barang wajib: dipidana 5 tahun dan denda Rp. 1,5M
b. memanfaatkan ruang sesuai (4) mengakibatkan kematian orang: dengan izin dipidana 15 tahun dan denda Rp 5M pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;Pasal
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 71 Setiap orang: tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c dipidana 3 tahun dan denda Rp. 500jt
61
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 72 Setiap orang: àmemberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf d àdipidana 1 tahun dan denda Rp. 100jt
62
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 73 (1) Setiap pejabat pemerintah: berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7) dipidana 5 tahun dan denda Rp. 500jt (2) dapat dikenai pidana tambahan: pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. Pasal 37 ayat (7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang 63 menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 74
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(3) tindak pidana dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72 dilakukan oleh suatu korporasi -- terhadap pengurusnya (pidana dan denda) -- terhadap korporasi (pidana denda dengan pemberatan 3 kali) (2)
dapat dijatuhi pidana tambahan: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum.
64
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 75 (2) Setiap orang yang menderita kerugian: akibat tindak pidana (Pasal 69 - Pasal 72) dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana. (2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata: dilaksanakan sesuai dgn hukum acara pidana
65
KETENTUAN PERALIHAN
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 76 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang- Undang ini. Pasal 77 (1) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang. (2) Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian. (3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak. 66