DATA PRIBADI 1. Nama
: Tangguh
2. NIP / NIM
: 0706291426
3. Alamat E-mail
:
[email protected]
4. Nama Sekolah/ Perguruan Tinggi
: Universitas Indonesia
5. Alamat Sekolah/ Perguruan Tinggi
: Kampus UI - Depok 16424 Jawa Barat - Indonesia
6. Alamat Rumah
: Jl. Palembang blok F no. 194 RT 002/05 Perum Masnaga Raya Jakamulya Bekasi Selatan 17146
7. No. Telpon Rumah : (021) 8228440 8. No. Handphone
: 08158210373
Perang terhadap Narkoba dan Perlindungan terhadap Generasi Muda: Tanggung Jawab Seluruh Elemen Bangsa Memerangi narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) tampaknya telah menjadi harga mati untuk menyelamatkan generasi muda Indonesia. Peredaran dan pengguna narkoba di tengah-tengah kehidupan generasi muda Indonesia sudah sangat signifikan. Tinjau saja Harian Kompas 14 Maret 2008, yang menyebutkan bahwa dari total 3,2 juta korban penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya atau narkoba di Indonesia, sekitar 1,1 juta di antaranya adalah pelajar. Sementara itu, Republika Online 26 Februari 2008 menyebutkan bahwa hingga Juni 2007, angka penyalahgunaan narkoba di tingkat anak-anak SD tercatat 3.853 kasus, lebih banyak dibandingkan pada tingkat perguruan tinggi yang 764 kasus. Tingkat penyalahgunaan narkoba yang demikian tinggi tersebut terjadi karena bangsa ini kurang menopang generasi muda demi regenerasi bangsa. Di Indonesia sebagai suatu bangsa yang terus beregenerasi demi eksistensinya, generasi muda memiliki posisi yang penting dan menjadi poros harapan terwujudnya cita-cita bangsa ini. Tentu saja bangsa ini menginginkan generasi muda yang hidup sehat sehingga dapat terus berkarya secara produktif. Pada poin inilah penyalahgunaan narkoba, terutama oleh generasi muda, menjadi hal yang memprihatinkan, karena narkoba dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan beragam penyakit. National Institute on Drug Abuse dalam situsnya menyebutkan berbagai ancaman medis pada organ tubuh yang dapat ditimbulkan narkoba, yaitu HIV, Hepatitis, beberapa penyakit menular lainnya; penyakit jantung dan pembuluh darah; penyakit gangguan pernapasan; penyakit nyeri lambung; penyakit kelumpuhan otot; penyakit gagal ginjal; penyakit neurologis; penyakit kelainan mental; penyakit kelainan hormon; penyakit kanker; penyakit gangguan kehamilan; serta permasalahan kesehatan lainnya. Berbagai ancaman tersebut kiranya mengingatkan kembali akan bahaya narkoba dan urgensi menjauhkan generasi muda dari pengaruh narkoba. Perang terhadap narkoba harus ditujukan demi perlindungan terhadap generasi muda dari pengaruh narkoba. Perang terhadap narkoba sebenarnya bukanlah barang baru. Pemerintah Amerika Serikat pernah menggunakan istilah War on Drugs untuk menyebut kampanye pelarangan narkoba dengan bantuan negara-negara lain yang dimaksudkan untuk mengurangi perdagangan narkoba ilegal, untuk mengendalikan suplai dan mengurangi permintaan terhadap zat psikoaktif tertentu yang dianggap berbahaya. Istilah ini sendiri dipopulerkan oleh Presiden Richard Nixon pada 1969, walaupun sepertinya pemerintahan Presiden Barack Obama tidak akan menggunakan istilah tersebut lagi karena dianggap kontraproduktif dan berlawanan dengan kebijakan yang lebih memilih pengobatan dan perawatan daripada pemenjaraan dalam mengurangi pemakaian narkoba. Di Indonesia, perang terhadap narkoba perlu dilakukan dengan totalitas perjuangan. Larangan terhadap narkoba biasanya dilakukan melalui legislasi yang bersifat membatasi pengeluaran pribadi atau hukum religius pada berbagai tingkatan pemerintah atau otoritas lainnya. Legislasi serupa, di Indonesia, yang berfungsi mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
terdapat pada Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, yang mengatur segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika. Juga terdapat Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1980 tentang Ketentuan Penanaman Papaver, Koka, dan Ganja, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, serta Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional. Pertanyaannya, apakah bentuk-bentuk legislasi tersebut cukup efektif? Faktanya, Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) menyebutkan bahwa terdapat ketidakjelasan dalam aspek legislasi nasional tersebut. UU yang ada tidak disertai dengan peraturan pelaksanaan yang memadai, padahal hal ini sangat penting dalam operasionalisasi kebijakan di lapangan. Hal tersebut cukup untuk memberikan para stakeholder kehidupan berbangsa di Indonesia rasa cemas untuk menyerahkan tanggung jawab perang terhadap narkoba untuk dipikul pemerintah semata. Bangsa ini tidak boleh lupa bahwa dalam Republik Indonesia terdapat suatu keterkaitan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam interaksi struktural dan gagasan dalam membentuk arah kebijakan suatu negara. Dengan pemerintah sebagai titik sentral, masih terdapat aktor swasta dan masyarakat sipil yang berupaya memajukan kepentingan fundamental mereka. Pemerintah harus dapat memengaruhi kinerja aktor swasta dan masyarakat sipil agar dapat berpartisipasi dalam perang terhadap narkoba. Sehingga, seluruh variabel yang terlibat dalam ranah kehidupan berbangsa di Indonesia dapat ikut berkontribusi dalam perang tersebut. Terhadap aktor swasta, pemerintah dapat mengatur keterlibatan tersebut melalui tekanan terhadap iklim usaha untuk memasukkan program-program perang terhadap narkoba dalam tanggung jawab sosialnya (corporate social responsibility, disingkat CSR). Pelaksanaan inisiatif CSR terkait narkoba ini sudah diinspirasikan oleh berbagai korporasi. Misalnya, Media Indonesia yang memerangi penyalahgunaan narkoba melalui berbagai acara dalam “Gue Mau Hidup – Roadshow to Jakarta 2009”, Telkomsel yang mendukung kampanye Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam program “Anti Drugs Campaign Goes to School and Campus” pada Februari 2008, CSR Bussan Auto Finance yang memberikan pengetahuan mengenai cara berkendara yang baik plus penyuluhan mengenai narkoba dalam “Safety Riding Course” pada Agustus 2007, dan berbagai program CSR korporasi lainnya yang bertemakan perang terhadap narkoba. Terhadap masyarakat sipil, pemerintah perlu meningkatkan kesadaran masyarakat kelas menengah dan kalangan intelektual terhadap signifikansi isu penyalahgunaan narkoba tersebut. Karena, masyarakat sipil adalah aktor paling netral dalam hubungan segitiga pemerintah-swasta-masyarakat, sehingga dapat berpihak pada isu-isu sosial yang terpinggirkan oleh tendensi pemerintah terhadap isu-isu politik dan tendensi swasta terhadap orientasi laba. Masyarakat sipil kelas menengah yang menikmati kemapanan ekonomi, akses terhadap informasi, dan pendidikan tinggi dapat menjadi jawaban terhadap jurang antara tuntutan tindakan terhadap penyalahgunaan narkoba dengan kemampuan dan kesediaan negara dalam menangani isu tersebut. Contoh gerakan masyarakat sipil yang mengangkat
isu penyalahgunaan narkoba misalnya Komite Kemanusiaan Indonesia (KKI) yang memiliki visi mencegah berkembangnya penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Selain melakukan advokasi dan pendampingan pada 10 departemen pemerintahan serta bekerjasama dengan asosiasi industri atau organisasi profesi, KKI juga menjangkau berbagai elemen pelajar, seperti 1.500 siswa pada lima SMU di wilayah Jakarta Selatan, 45 tenaga pengajar SMK di Jakarta, mahasiswa dan pengajar pada Unika Atma Jaya, serta mahasiswa Universitas Pakuan, Universitas Krisna Dwipayana, dan Universitas Borobudur. Jelaslah bahwa seluruh variabel kehidupan berbangsa di Indonesia memiliki bentuk-bentuk kontribusinya sendiri dalam perang terhadap narkoba. Dan hal tersebut menegaskan bahwa perang terhadap narkoba dan perlindungan terhadap generasi muda Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Hal tersebut agar generasi muda dapat hidup dan melanjutkan perjuangan bangsa ini mewujudkan cita-cita luhurnya.