Setelah Penahbisan Pendeta Gki

  • Uploaded by: X Sunhodos
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Setelah Penahbisan Pendeta Gki as PDF for free.

More details

  • Words: 2,203
  • Pages: 3
14

[ sun hodos - edisi I1 - oktober 2009 ]

SOROTAN

PENAHBISAN PENDETA GKI

Setelah penahbisan, berfoto bersama seluruh pendeta GKI

Setelah PENAHBISAN, Lalu APA? “Ketika menahbiskan seseorang untuk menjadi pendeta, saat itu mereka sedang menyalibkan seorang manusia untuk seumur hidupnya. Bahkan ketika dengan berlalunya waktu kita juga akan menyalibkan anggota keluarganya..” BEGITU jawab seorang teman di salah satu website Kristen ketika menanggapi pertanyaan saya soal penahbisan pendeta. Dan itu membuat saya merinding. Bisa anda bayangkan, ketika anak pendeta sedikit melakukan kesalahan di sekolah atau gereja misalnya, langsung dapat komentar “lho... anak pendeta kok gitu?” Perasaan canggung dan takut salah juga saya rasakan ketika bersama-sama dengan Paman saya yang ketika itu menjabat Pendeta Koordinator wilayah GKPI. Bayangkan, untuk makan di lapo saja kami harus mencari tempat yang sepi dan memarkir mobil dinasnya di lokasi yang agak jauh. Tidak enak kalau dilihat orang apalagi kalau bertemu jemaat, kilahnya. Padahal acara makan bersama keluarga seperti ini jarang dilakukan karena kesibukannya. Begitu besarkah ‘penderitaan’ yang akan ditanggung oleh pendeta? Menjadi pergumulan tiap gereja ketika mulai mencari, menahbiskan sampai emiritusnya nanti. Apakah gereja sudah adil dalam menetapkan kriteria bagi calon pendeta dengan idealisme yang begitu tinggi? Bahkan setelah menjadi pendeta, ia masih dituntut untuk sempurna. Memang menuntut itu perlu dan ada baiknya, namun jemaat terkadang terlalu idealis, sehingga tidak ada seorang pendeta pun yang bisa menuruti apa kata jemaat. Orang tua teman pernah mengritik saya, “Ahh.. di mata kalian semua pendeta kita

gak ada yang benar!” Berkaitan dengan momentum penahbisan pendeta Rinto Tampubolon yang lalu, redaksi menggali hal-hal berkaitan dengan pasca penahbisan pendeta dan tentunya harapan jemaat GKI Seroja. Status pendeta memang banyak disorot dan kesan orang mengenai jabatan pendeta memang bervariasi. Di satu kutub pendeta bisa sangat dipuja sebagai ‘wali’ Allah di bumi ini, tetapi di kutub lain pendeta juga bisa dilecehkan karena perilaku mereka. Masa sekarang kita sudah tidak lagi bisa mengkultuskan dan menutupi sepak terjang pendeta karena media massa sudah cukup terbuka untuk mengungkapkan segala sesuatunya, baik yang harum maupun yang tidak. Idealisme tinggi Dr. W.A. Criswell ThM. PhD, salah satu pengkhotbah ekspositoris terbesar di Amerika pernah menulis yang secara khusus ditujukan bagi para pendeta maupun calon pendeta: “Apa Yang Seharusnya dan Yang Tidak Seharusnya Dilakukan Oleh Pendeta” (Do’s and Don’ts for the Pastor). Terdapat 144 syarat “yang seharusnya dilakukan” dan

90 syarat “yang tidak seharusnya dilakukan”. Dan itu semua terbagi dalam situasi dan kondisi tertentu. Berarti ada 234 hal yang diperhatikan seumur hidup pendeta. Jujur, saya jadi linglung membaca banyaknya larangan, apalagi yang merasakannya langsung. Rasanya membosankan sekali dengan kehidupan yang penuh larangan dan perintah seperti demikian. Sehingga mungkin profesi pendeta hanya pantas dilaksanakan oleh orang ‘setengah dewa’. Saya menduga kriteria-kriteria tersebut ada yang belum dapat dipenuhi oleh para pendeta. Bahkan ada kriteria yang tidak tercantum. Baiklah kita anggap kriteria-kriteria yang dibuat mentor para pendeta di Amerika itu dijadikan semacam petunjuk atau guidance. Mudah-mudahan memotivasi dan menambah pemahaman baru bagi pendeta, bukan sebaliknya. Bagi jemaat semoga jadi tahu juga hal-hal yang harus dan tidak seharusnya dilakukan pendeta kita, sehingga jemaat semakin perhatian. Karena pada dasarnya kriteria di atas tidaklah mutlak atau bukan teori, tetapi lebih merupakan proses. Apa yang harus dipenuhi dan

[ sun hodos - edisi I1 - oktober 2009 ]

tidak, itu adalah hasil pergumulan dan didikan Tuhan dalam hidup mereka. Selama menjadi bagian dari pergumulan seorang pendeta, yang kita saksikan adalah proses menjadi seorang “hamba”. Proses itu juga yang membawa bagaimana kriteria-kriteria tersebut bisa diikuti. Tentu saja dengan cara dan waktunya Tuhan. Sederhananya, lakukanlah apa yang baik di mata Tuhan dan senantiasa mengucap syukur. Masalah gereja adil atau tidak membuat banyak kriteria, semua itu tergantung dari aturan gereja masing-masing. Gereja mempunyai aturannya sendiri yang sebelumnya tentu sudah disetujui oleh banyak orang yang berkepentingan. Pada akhirnya tidak ada gereja yang membuat peraturan bahwa pendeta itu haruslah seseorang yang sempurna. Atau menjadi sempurna karena kriteria itu. Dalam wawancara kami dengan Bapak S. Rahardjo selaku ketua panitia penahbisan Pdt. Rinto Tampubolon yang lalu, beliau juga berbagi pandangan mengenai sulitnya menjadi seorang pendeta. “Bagaimana kita mengharapkan pendeta bagus kalau kita tidak mendukung? Kita mengharapkan pendeta itu seperti malaikat yang gajinya kecil, tapi kerja keras,” ungkapnya. Jika ada dua pengerja yang melayani di GKI Seroja sebaiknya tidak dibanding-bandingkan. Masing-masing pribadi punya kelebihan serta kekurangan. Jangan dicari-cari kesalahannya apalagi adu gembala. “Kalau bisa pak Rinto jangan lebih hebat dengan pendeta lain tapi jangan di bawah pendeta lain. Kita harus sayangi dia sebagai bapak kita,” sarannya. Pendeta juga manusia Pendeta boleh dikatakan orang nomor satu atau salah satu orang yang paling berpengaruh. Banyak orang melihat cerminan gereja dari seorang gembala sidangnya. Wajar bila pendeta lebih baik dibandingkan jemaatnya terutama dalam hal penguasaan akan firman Tuhan dan iman. Makanya seorang gembala sidang haruslah menjadi contoh hidup bagi para jemaatnya. Bukan berarti harus 100% sempurna, karena bagaimanapun tidak mungkin seorang manusia bisa sesempurna Yesus. Kalau pendeta bisa membawa jemaatnya menjadi maju, itu baik. Namun yang terjadi juga bisa sebaliknya. Kenyataan bahwa para pemimpin rohani adalah juga manusia biasa yang serba terbatas memang harus disadari oleh umat agar tak mengharapkan yang berlebihan dari para pemimpinnya. Misalnya, mereka juga mengharapkan penghargaan,

hidup layak dan keluarga sejahtera. Tidak bisa dipungkiri pendeta itu juga merupakan manusia yang masih bisa jatuh dalam dosa. Jemaat juga tidak bisa dilarang memperhatikan kehidupan pendetanya. Bahkan bersikap kritis terhadap setiap kekurangan dan kesalahan mereka. Ironisnya, kadang pendeta minta diperlakukan beda seperti orang biasa (namanya juga pendeta) tapi sewaktu melakukan kesalahan, minta diperlakukan seperti manusia biasa (namanya juga manusia). Pernyataan ‘pendeta juga manusia’ dijadikan topeng bagi pendeta itu untuk menutupi kelakukannya yang buruk. Kalau alasan seperti tadi tidak bisa diterima siapa yang menjadi hakimnya?

15

jemaat. Lalu bagaimana? Nah, karena pendeta juga manusia maka tak tepat juga memberikan ekspektasi yang terlalu tinggi. Biasanya kalau ada yang terlalu mengidolakan manusia, ujung-ujungnya kecewa. Setuju atau tidak, jika seorang pendeta (katakan yang terburuk sekalipun) terpilih, mereka adalah orang-orang yang diurapi Tuhan, sudah sepantasnya kita hargai dan hormati. Dihargai sama seperti bagaimana kita menghargai orang-orang lainnya. Begitu juga, bila mereka melakukan kesalahan tentu saja harus ditegur sama seperti kita menegur orang-orang lainnya. Cukup adil bukan? Karena dianggap memiliki pengetahuan dan tentunya karakter kerohanian di atas jemaat biasa, harusnya mereka mampu segera sadar dan membenahi kelalaiannya. Jika sang pemimpin spiritualitas dan organisasi ini sudah membuat jemaatnya merasa ‘tidak nyaman’ apalagi bertentangan dengan Tata Gereja, tugas jemaat adalah melaporkan kepada Majelis Jemaat. Jika teguran sudah dilakukan namun MJ tidak melihat suatu perubahan atau sikap rendah hati dari seorang hamba, MJ berhak melaporkan

Jangan lihat pendetanya Di gereja manapun masalah selalu ada, jangan pernah berharap akan menemukan gereja yang sempurna dengan pendeta serta pelayan ataupun jemaat yang sesuai dengan keinginan kita. Semua manusia bisa mengecewakan, tapi dimanakah mata kita tertuju? Yesus atau manusia? Terkadang jemaat menuntut terlalu banyak terhadap pendetanya dan mengharuskan pendetanya bisa menyelesaikan cepat semua permasalahan. Padahal jika mau membuka pikiran, gereja itu adalah tempat kita sebagai jemaat bertumbuh. Panggilan melayani berlaku untuk semua orang. Kenapa hanya pendeta yang dituntut harus begini-begitu? Kenapa Pnt. Budiningsih, Pnt. Rahardjo dan Pnt.Yulinda Sarah tidak juga menerapkan apa yang kita minta dari pendeta kepada Klasis dan Sinode untuk dilakukan kita kepada diri kita sendiri. Tuhan bukan pelawatan bagi si pendeta. hanya menuntut hal-hal itu dari para Kepemimpinan di GKI adalah kepemimpinpendeta, tapi juga kepada kita. Tidak perlu an kolektif. Namun dalam pelaksanaannya memperlakukan pendeta lebih istimewa daripada orang lainnya. Kalau ada perlakuan menemui banyak kendala. Hal ini diakui Purnama Sihombing, mantan penatua GKI khusus, itu berdasarkan tugas yang tengah Seroja yang pernah menjadi anggota di dilakukan. Badan Pekerja Majelis Klasis. “Kolektif Hidup dengan standar kekudusan Allah artinya tidak hirarki. Penatua dan pendeta itu adalah mutlak bagi setiap kita, tidak secara jabatan adalah setara. Bisa dilihat di hanya untuk pendeta. Kalau anda melihat pendetanya bukan TUHANnya yang bekerja Tata Gereja. Tapi nyatanya masih ada rasa segan atau gak enakan kepada pendeta melalui dia, anda pasti sudah lama kecewa. atau penatua senior,” ungkapnya kepada Namun iman seharusnya tidak lekang karena melihat orang. Jika ada kelakuan para Sunhodos. Penatua wilayah 4, Ibu Budiningsih juga pelayan Tuhan yang menyebalkan, cobalah menyambut baik peran saling menegur ditegur dengan empati. Karena slogan dalam kasih diantara penatua dan pendeta “jangan lihat pendeta” dapat menjadi alihbaru. “Nanti kalau agak melenceng, itu alih sikap yang permisif dan membiarkan harus kita ingatkan kembali... ya, sebagai kesalahan menjadi hal wajar dan terus majelis kita harus melihat perkembangannya terjadi. Ingat, Alkitab pun menetapkan bagaimana. Kalau misalkan dilihat ada yang standar yang tinggi buat para pemimpin

16

[ sun hodos - edisi I1 - oktober 2009 ]

kurang bagus, alangkah baiknya diingatkan Pendeta atas diri Rinto Tampubolon. Sekali Mungkin tidak ada yang mau mencegah kembali. Mungkin mengingatkannya itu lagi STT Jakarta berhasil mencetak pemikir- atau menghambat seorang hamba Tuhan dengan bahasa yang enak. Jangan sampai pemikir tangguh dalam bidang teologi ditahbiskan menjadi pendeta? Sebab ini membuat batu sandungan di ladang Tuhan (baca: teolog), dan sekali lagi gerejalah dapat menghalangi proses pengabaran GKI Seroja. Jangan sampai kita kasar yang mencetak pendeta. Semua pernikinjil. Namun ini bukan berarti proses ‘kok kamu jadi begitu?’ Kita berkata-kata pernik ibadah dan perayaan penahbisan atau pelaksanaannya boleh dipaksakan. dengan baik supaya bisa sadar, kembali ini akan berlalu. Dan tantangan kehidupan Lebih baik jika segala sesuatunya dapat dan tidak menjadi sakit hati,” jelas penatua serta pelayanan yang sesungguhnya akan terlaksana dengan memperhatikan aspirasi Budiningsih. datang. Gelar Pendeta itu sebenarnya seluruh jemaat dan kepentingan gereja Pendeta ataupun bukan, siapapun harus bukan jabatan, tetapi lebih merupakan jangka panjang yang lebih besar. Hal ini berhati-hati dalam kehidupannya, meski “tugas dan panggilan”, makanya tidak tidaklah sulit jika warga gereja mau berubah pendeta “dituntut” lebih banyak. Jadi pantas diperebutkan. Tujuan penahbisan melepas diri dari tradisi dan berpikir lebih jangan hanya menasehati dan melarang, pendeta itu sendiri adalah untuk konfirmasi terbuka. Meskipun perubahan terhadap karena jemaat memperhatikan dan di jemaat atas karunia yang dimiliki oleh tradisi yang sudah dianut oleh gereja hingga Alkitab banyak tulisan tentang hari ini tidak mudah, namun tugas gembala atau penilik perlu dipahami, tradisi jemaat. Pendeta yang sempurna tidak selalu Alkitabiah dan bukanlah yang tidak pernah sebaliknya, yang Alkitabiah bersalah, akan tetapi pendeta itu tidak selalu harus sama yang mau mengakui dan dengan tradisi. bersedia bertobat. Makanya Marilah kita belajar untuk jangan lupa, doakan para menghormati para hamba pendeta supaya benar-benar Tuhan, namun dengan melayani dengan ketulusan cara pandang yang benar. dan kejujuran. Agar mereka Bukan karena derajat, tetap setia dalam janjinya status, gelar atau apapun melayani Tuhan karena mereka yang tidak hakiki. Tapi diperkenankan Tuhan. Sang karena misi Allah dan tugas Empunya tahu yang terbaik mulia sebagai hamba yang Tampak tiga pendeta yang pernah dan akan menjadi gembala di GKI Seroja untuk umat-Nya. sama-sama kita emban. Lalu bagaimana dengan nasib Biarlah kita mendukung jemaat yang suka mengritik dan tersandung seorang hamba Tuhan. Katakanlah semacam dan mendoakan jika ada kelemahan. Jangan karena kekuasaan pendeta? Tentu tidak pengakuan sah karena ditumpang tangan mengabaikan perannya yang berjaga-jaga adil kalau menuntut orang yang “kecewa” oleh para pendeta lainnya serta disaksikan atas jiwa kita melalui doa dan melalui terhadap pendeta, untuk tetap bergereja oleh jemaat. Panjangnya proses seorang firman Tuhan yang disampaikan. Dan kita sementara pendeta berlindung pada calon pendeta dan besaran biaya kebaktian sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah “kemanusiaannya”. Jemaat pun mahluk penahbisan yang ditanggung gereja lokal harus bisa bersikap sebagaimana satu lemah, dan kekecewaan bisa saja terjadi. akan terus berlangsung. Masing-masing keluarga. Ingat, sebagai anggota tubuh Empati yang sama harus diberikan pada gereja punya penjelasan di tata gerejanya. Kristus, kita harus saling membangun, mereka yang mengalami kekecewaan. Hal ini juga menjadi pergumulan bapak menopang dan menasehati. Mungkin butuh waktu untuk mengobati Freddy Iskandar, mantan penatua kita. Ia Redaksi majalah Sunhodos mengucapkan rasa kecewa, tapi bukan berarti dibiarkan khawatir gereja-gereja kecil GKI tidak selamat melayani kepada Pendeta Rinto atau didiamkan begitu saja. punya pendeta karena kesulitan keuangan. Tampubolon. Kiranya sukacita dan berkat Ibu Yulinda Sarah, penatua wilayah 1 GKI “Bagaimana kita mau berkembang? Cari Tuhan yang memberi kebahagiaan dan Seroja menunjukkan dukungannya berkaitan gembala saja susah, pengeluarannya banyak kuat kuasa kita senantiasa. Menanggapi dengan momen penahbisan pendeta. Beliau sekali,” tanyanya. besarnya harapan jemaaat, Pendeta Rinto turut dalam tim penggalangan dana dan aktif Kita semua khususnya MJ harus bijak Tampubolon berkata, “Jemaat itu nggak memberikan penjelasan kepada jemaat di memperhatikan masalah ini, jangan hanya boleh naruh harapan sama saya. Tapi sama wilayahnya. “Kalau Tuhan sudah membuka, menjadi ‘boneka’ saja. Menahbiskan Tuhan. Tuhan itu kepala Gereja, pemimpin tiada yang bisa menutup. Karena ini kan pendeta seharusnya menjadi momen Gereja. Saya dan semua cuma alatnya. gembala yang dipilih Tuhan, bukan kita, di sukacita bagi semua, karena artinya kita Kalau kata Mazmur “sia-sialah orang yang tempatkan di GKI Seroja. Sebagai jemaat mendapat gembala yang akan mengasuh berharap kepada manusia” jadi taruhlah kita harus taat kepada gembala kita. Jadi kita kita. Penahbisan pendeta tidak seharusnya harapan sama Tuhan dan sebagai alatNya harus mendukung,” tegasnya. menimbulkan beban dan keberatanharus siap dengan segala sesuatu dan harus keberatan. Kita akan merasa rugi bila bersyukur”. Sebaliknya ia juga berpesan Selamat melayani seorang calon pendeta tidak dapat bahwa setiap orang dipanggil juga untuk Perjalanan pemanggilan seorang pendeta ditahbiskan hanya karena alasan dan melayani dengan segala talenta yang dimiliki yang dirancang beberapa waktu lalu keberatan-keberatan yang sepele, yang dan tetaplah setia. n akhirnya selesai. Puncak perencanaan itu tidak penting atau substansi seperti masalah Maniar Naibaho juga sudah ditandai dengan penahbisan kekurangan dana misalnya.

Related Documents


More Documents from ""