14
[ sun hodos - edisi 1 - april 2009 ]
SOROTAN
TUHAN Mencipta, SUDAH jatuh tertimpa tangga, cocok untuk menggambar perekonomian saat ini. Belum lagi tuntas upaya bangkit dari keterpurukan akibat badai krisis yang berkepanjangan, di awal tahun 2009 ‘Badai Subprime Mortgage’ datang dari Amerika. Jauh panggang dari api. Krisis finansial di Amerika Serikat akibat kredit macet di sektor properti, kok bisa berdampak fatal bagi Indonesia. Itulah keniscayaan tak terhindari di era kebebasan gerak barang dan jasa, satu negara saling berkait dengan negara lain. Penurunan permintaan di Amerika Serikat karena krisis subprime Mortgage berdampak tertekannya ekspor negara-negara yang selama ini mengekspor barang ke Amerika, termasuk Indonesia. Alamak, sebelum krisis finansial global saja kondisi rakyat sudah buruk. Menurut data yang dilansir dari BPS
jumlah penduduk miskin tahun 2008 berjumlah 37 juta orang atau 16 persen dari jumlah penduduk. Selain tingkat kemiskinan yang masih tinggi, persoalan kesehatan dan kependudukan belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Di bidang kesehatan, menurut dinas kesehatan NTT jumlah bayi yang mengalami keku-rangan gizi berjumlah 90.000 dari sekitar 497.000 balita. Dan kasus gizi buruk bukan hanya terjadi di Rote, tetapi di banyak kota di Indonesia. Kasusnya masih signifikan. Belum lagi kalau melihat kondisi kesehatan Ibu hamil, melahirkan dan nifas. Carut marut perekonomian Indonesia dampak krisis global tambah memperburuk situasi yang ada. Bahkan Gubernur BI, Boediono lewat harian Kompas 13 Februari 2009 mengatakan, krisis ini akan dalam dan panjang karena situasi ekonomi global lebih dari yang diperkirakan dan rentetan krisis berlangsung cepat. Beberapa hal buruk itu bisa dilihat sebagai bukti sampai akhir Januari 2009. Ada 31 ribu pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 16 ribu pekerja dirumahkan. Kondisi diperkirakan akan lebih parah selama tahun 2009 ini sehinga 2,5 juta pekerja akan di PHK. Itu belum termasuk pekerja di sektor informal.
flickr/ed.ft
Alkitab mencatat. Di Dekapolis ada empat ribu orang kelaparan. Murid ragu, bagaimana caranya memberi mereka makan? Lupakah mereka saat di Galilea? Menjadi saksi Kristus memberi makan lima ribu orang meskipun hanya lima roti dan dua ekor ikan yang mereka miliki. Di Dekapolis Yesus kembali bertanya, “Berapa roti ada padamu?” Empat ribu orang kenyang dengan tujuh roti yang murid miliki. Berangkat dari yang ada, bukan dari yang tak ada. Lalu, berapa roti yang GKI Seroja punya?
Gereja Bagi Orang Lain Hari-hari ini tak perlu menonton film India hanya untuk sekadar membuat mata berkaca-kaca atau menangis
[ sun hodos - edisi 1 - april 2009 ]
15
berlinang air mata. Karena di sekitar kita dalam realitas nyata, air mata bisa dengan mudah tertumpah melihat dampak buruk kondisi masyarakat akibat hantaman krisis ekonomi. Persoalannya sekarang, haru-biru melihat kondisi masyarakat yang ada, apakah cukup menggunakan sapu tangan seperti saat menonton film India? Kalau tidak, apa yang bisa kita lakukan atau bahkan GKI Seroja lakukan? Dibutuhkan tindakan nyata dan bukan sekedar retorika bukan? “Menanggapi kondisi masyarakat yang sedang terpuruk, tak boleh berhenti pada belas kasihan atau sekedar prihatin”, ujar Pendeta Setiawati M.Min, pengerja GKI Seroja saat ditemui beberapa waktu lalu. Beliau menambahkan, Surat Gembala BPMS GKI dalam menyambut Natal dan tahun baru 2009, menghimbau jemaat GKI menjalankan panggilan untuk mengikuti jejak Tuhan Yesus yang berkenan hadir di tengah hidup liyan. Siapa liyan itu bagi kita? Siapa pun yang baginya kehadiran kita akan bermakna. Tetapi dalam keadaan hidup yang sulit seperti sekarang, liyan dapat kita fokuskan menjadi mereka yang miskin, menderita, tersisih dan tak menentu nasib (Matius 25:35-36). Andaikata ada yang hidupnya lebih sulit dari kita, merekalah yang patut kita perlakukan sebagai liyan. Keberadaan mereka yang lebih menderita daripada kita bukanlah alasan untuk bersyukur. Bersyukur karena kita tidak semenderita mereka. Keberadaan mereka adalah undangan untuk menyatakan simpati dan empati kita. Undangan untuk mewujudkan teladan Tuhan yang hendak kita ikuti. Siapa liyan itu bagi GKI Seroja? Bila merujuk tema GKI ”Tuhan mencipta manusia turut serta”, menurut Pendeta Setiawati, gelap gulita kondisi masyarakat akibat keterpurukan ekonomi saat ini membuat kesaksian firman tentang penciptaan. Kejadian 1 misalnya, menjadi sangat relevan. Dalam Kejadian 1 penciptaan itu berarti melawan dan mengatasi ‘Bumi, yang sudah ada tapi belum berbentuk, kosong dan gelap’, yaitu keadaan yang tidak memung-
flickr.com
GKI Seroja Ikut Serta
kinkan kehidupan bagi manusia dan mahlukmahluk lain. Itu artinya kita diikutsertakan Tuhan dalam tindakan penciptaan agar manusia mendapat kesempatan untuk hidup di tengah lingkungan yang memungkinkan untuk hidup yang baik. Bersediakah kita diikut-sertakan Tuhan yang terus mencipta? “Bagaimana GKI Seroja dapat menjadi gereja untuk ‘orang lain’? Keluar dari tembok gereja? Menyapa dan hadir di tengah realitas ia ditempatkan? Bukankah gereja ada tapi bukan untuk dirinya? Gereja adalah alat. Pertanyannya, kalau tidak berfungsi apakah ia pantas dibuang? Pertanyaan-pertanyaan itu pantas ditujukan bagi kita semua. Tak terasa sudah 36 tahun kita diperkenankan oleh Tuhan Yesus Sang Empunya Gereja untuk menjawab dan mencari jawab. Jadi apakah kita masih ragu menjawab ajakan Tuhan untuk membebaskan masyarakat dari keterpurukan?” tanya Pendeta Setiawati. “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan”, menurut Pendeta Setiawati, membuat gereja sering tidak melakukan sesuatu. Terlalu kecil dibandingan kebutuhan yang besar. Mana mungkin? Padahal Alkitab mencatat, apa yang tidak mungkin bagi murid dijawab jadi mungkin oleh Yesus. Malah tersisa dua belas bakul! Bagaimana dengan kita, bukankah Yesus meminta apa yang ada dari kita, dan bukan yang tidak ada? Masalahnya, kita sering lebih percaya pada kalkulator dari pada kuasa Kristus bukan? Saat Untuk ‘Aksi’ Menjadi sebuah contoh menarik. Dua bulan yang lalu karena hitung–hitungan kalkula-
tor, aksi paska mulai digagas. Bukan karena kalkulator bilang lebih, malah sebaliknya, kurang. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pada pra paska kali ini GKI Seroja tidak memberi kenang-kenangan, melainkan mengajak jemaat untuk mengumpulkan barang sumbangan. Kita bukan lagi untuk ‘diberi’ melainkan ‘memberi.’ Barang-barang ini sangat berguna jika diberikan kepada sesama yang membutuhkan. Sesama itu bisa saja anggota jemaat kita sendiri, atau masyarakat sekitar meskipun mereka belum mengenal Kristus. Yang terakhir, sekadar catatan, kegiatan paska yang semulanya hanya mendorong jemaat untuk rajin beribadah dalam minggu-minggu pra paska (intern), kini melalui kegiatan aksi paska jemaat didorong untuk menjadi saluran berkat bagi sesama (ekstern). Melalui Aksi Paska tersebut akhirnya terkumpul 108 paket barang kebutuhan pokok yang disalurkan kepada lingkungan sekitar gereja GKI Seroja. Lewat Paska, gereja menjadi berarti bagi orang lain. “Seratus delapan paket sumbangan tanda peduli sampai kepada liyan, ‘dibalik tembok’ GKI Seroja.” papar Pendeta Setiawati. - Daud Pakpahan