KONTRIBUSI SEKTOR RIIL PADA DANA BAGI HASIL KALIMANTAN TIMUR
Tak bisa dipungkiri bahwa penuruan harga migas dapat berdampak pada perlambatan perekonomian Indonesia, karena pada dasarnya Industri Migas masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Perlambatan perekonomian Indonesia pastinya juga berdampak pada perlambatan perekonomian di berbagai daerah termasuk Kalimatan Timur karena Provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi penghasil minyak bumi sekaligus pemasok devisa negara dari sektor migas yang terbesar di Indonesia. Selama periode 2011-2015, terdapat kecenderungan perlambatan perekonomian Kaltim. Hingga tahun 2014, ekonomi Kaltim masih mengalami pertumbuhan positif dengan besaran pertumbuhan yang semakin kecil, namun pada tahun 2015 ekonomi wilayah mengalami pertumbuhan negatif. Pada tahun 2011, laju pertumbuhan ekonomi mecapai 6,30 persen, namun tahun – tahun berikutnya turun melambat, hingga pada tahun 2015 ekonomi Kalimantan Timur mengalami kontraksi sebesar -1,28 persen. Menurunnya harga komoditas sumber energi ( migas dan batu bara ) di pasar Internasional saat ini berpengaruh pada menurunnya permintaan minyak dan gas bumi mengakibatkan pelemahan perekonomian di berbagai negara. Tren penurunan harga minyak dunia sejak pertengahan tahun lalu, membuat pemerintah Indoesia menurunkan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari US$ 105 per barel menjadi US$ 70 per barel. Penurunan harga minyak dunia tersebut menjadikan perekonomian Indonesia semakin melemah terutama dapat dilihat penurunan pada PNBP (pendapatan negara bukan pajak) migas 3 tahun terakhir, yakni PNBP pada tahun 2015 Rp.255,628,48 kemudian pada tahun 2016 mengalami penurunan yang cukup sigifikan menjadi Rp. 245,083.60 Miliar dan terus mengalami penurunan pada tahun terakhir PNBP tahun 2017 hanya berkisar angka RP. 240,362.90 Miliar (BPS, dalam Realisasi Penerimaan Negara.,2017 ). Kondisi perekonomian yang kian melemah dirasakan pula oleh kondisi makro perekonomian Kalimantan Timur yang digambarkan oleh PDRB juga menunjukan tren melambat. Kecederungan ada penurunan PDRB tersebut berlanjut dari tahun sebelumnya 2011 sampai tahun 2015. Bahkan penurunan nilai PDRB berlaku yang terjadi di tahun 2015 cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2014 mampu mencapai angka Rp. 445.418.636 Miliar rupiah pada tahun 2015 mengalami peurunan yang cukup signifikan yaitu Rp. 439.716.082 Miliar rupiah. Dengan memperhatikan nilai tambah bruto yang tercipta menurut sektor dan subsektornya, terlihat bahwa aktivitas ekonomi kaltim masih tetap didminasi oleh sektor pertambangan dan penggalian. Jumlah tersebut, mencatat adanya penurunan nilai tambah subsektor yang didominasi oleh idustri pengolahan migas sebesar Rp. 88.346.392 Miliar rupiah dan untuk sektor penggalian dan pertambangan adalah sebesar Rp. 220.181.882 Miliar rupiah. Nilai tambah pada sektor penggalian dan pertambangan tersebut cenderung turun dari
tahun sebelumnya sebesar Rp. 11.167.414 Miliar rupiah. Peurunan tersebut disebabkan oleh harga jual migas yang turun di pasar dunia. Dari perhitungan nilai tambah bruto yang tercipta selama tahun 2014 struktur ekonomi Prov. Kaltim selama tahun 2015 cenderung didominasi oleh sumbangan nilai tambah bruto pada sektor pertambangan dan penggalian sebayak 43,33% atau hampir separuh PDRB Kaltim merupakan nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor tersebut. Melihat kondisi lemahnya perekonomian negara maka pemerintah mengabil kebijakan dengan melakukan peghematan belanja atau pemangkasan dana APBN hingga Rp 133,8 triliun. Dengan rincian Anggaran belanja Kementerian dan Lembaga akan dipotong Rp 65 triliun,Transfer dana ke daerah terdiri atas Dana Perimbangan (DBH, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus) serta Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian turut dipangkas sebesar Rp 68,8 triliun. Dari pemangkasan yang dilakukan pemerintah didukung dengan kondisi perekonomian kalimatan yang dijelaskan diatas, maka tidak dapat dipisahkan bahwa hal tersebut akan mempegaruhi proposisi dari kondisi APBD Kaltim. Pendapatan negara yang mengalami penurunan tersebut medorong terjadi penyesuaian terhadap dana perimbangan di seluruh Indonesia. Peyesuaian terhadap dana perimbangan tersebut megakibatkan anggaran dana perimbangan Kaltim dipangkas senilai Rp1,5 triliun. Pemotogan dana bagi hasil yag dirasakan Prov. Kaltim dilakukan berdasarkan PP No 66 Tahun 2016 tetang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pengurangan Rp1,5 triliun merupakan total dari semua pos dana perimbangan sehingga dana bagi hasil migas dan non migas serta dana alokasi umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) juga berkurang. Menurut Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim Zairin Zain megatakan bahwa hal tersebut membuat APBD Kaltim megalami defisit. Menurut salah satu pengamat perekonomian Kaltim Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bapak Aji Sofyan, perlu diketahui bahwa pendapatan APBD Kaltim yang paling tinggi jumlahnya terdiri dari transfer APBN dalam bentuk dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam (SDA). Kemudian, di urutan kedua ada pendapatan dari DBH pajak. Di posisi ketiga ada penerimaan dari pendapatan asli daerah (PAD) kontribusi PAD dalam APBD adalah 48% ,sementara dana perimbangan 52%. Dana perimbangan dalam membentuk APBD Kaltim dalam 52% itu, dana perimbangan DBH SDA terutama migas (minyak dan gas) yang terbesar. Turunnya DBH migas yang menjadi tulang punggung APBD lagi - lagi tidak terlepas dari turunnya harga minyak mentah dunia atau International Crude Price (ICP). Salah satu akibat dari pemangkasan Anggaran Belanja Daerah Kaltim adalah tersendatnya pembangunan infrastruktur yang ada. Pembaguna infrastruktur yang harusnya sudah mulai dibangun terpaksa harus tersendat pembangunannya karena minimnya dana yang diperoleh utuk dibalanjakan. Hal tersebut menjadikan upaya pemerintah untuk mengoptimalkan dana yang ada dengan tetap membangun infrastruktur yang lebih di prioritaskan.