36436_385_tugas Seminar Akuntansi Pertemuan 7.docx

  • Uploaded by: Kety Roni
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 36436_385_tugas Seminar Akuntansi Pertemuan 7.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,569
  • Pages: 23
TUGAS SEMINAR AKUNTANSI

PSAK NO.7, PSAK NO. 8 DAN PSAK NO.10

KELOMPOK 14 Ronaa Dewitri

15010352 29 15010352

Vaniya Fajar

49 14010352

Annisa Devita

97

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2018

BAB I PENDAHULUAN

PSAK NO.7 yaituTransaksi pihak – pihak dalam hubungan istimewa dewasa ini mendapat perhatian yang sangat serius baik dari dalam kalangan dunia bisnis maupun dari pihak otoritas perpajakan. Pada dasarnya transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah suatu kesepakatan atau pengaturan bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang saling tidak bebas satu dengan lainnya untuk tujuan tertentu. Unsur kesepakatan dalam menentukan harga transaksi adalah hal yang paling menjadi perhatian, karena kesepakatan dalam penentuan harga dapat membawa dampak keuntungan maupun kerugian bagi pihak-pihak terkait (stake holder). Stake holder yang perlu mendapat informasi yang transparan dari transaksi di atas antara lain, investor, kreditor, pemegang saham (share holder).

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 7, laporan keuangan harus mengungkapkan transaksi dengan pihak – pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Yang termasuk dalam pihak – pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah transaksi yang dilakukan dengan:

1.

Perusahaan yang memiliki hubungan kepemilikan

2.

Perorangan sebagai pemilik atau karyawan yang mempunyai pengaruh signifikan.

3.

Anggota keluarga terdekat dari perorangan tersebut, dan

4.

Perusahaan yang dimiliki secara substansial oleh perorangan tersebut.

5.

Yang wajib dilaporkan meliputi hakikat hubungan istimewa, jenis transaksi serta nilainya. PSAK ini mengacu pada Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standard) No. 24.

Transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa memiliki dua hipotesis yang bertolak belakang yaitu sebagai transaksi opportunis atau sebagai transaksi yang efisien. Sebagai transaksi yang opportunis dalam hal transaksi dengan yang memiliki hubungan istimewa menyebabkan conflict of interest yang konsisten dengan agency theory, seperti yang dikemukakan oleh Berle dan Means (1932) dan Jensen dan Meckling (1976). Transaksi dengan yang memiliki hubungan istimewa dapat digunakan sebagai alat untuk expropriation of the firm’s resources. Hipotesis yang lain bahwa transaksi dengan yang memiliki hubungan istimewa merupakan transaksi yang dilakukan dalam pertimbangan efisiensi untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.

PSAK NO.8 yaitu Peristiwa setelah periode pelaporan adalah peristiwa yang terjadi antara akhir periode pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit, baik peristiwa yang menguntungkan maupun yang tidak. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1.

Peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi pada akhir periode pelaporan (peristiwa penyesuai setelah periode pelaporan)

2.

Peristiwa yang mengindikasikan timbulnya kondisi setelah periode pelaporan (peristiwa nonpenyesuai setelah periode pelaporan) Tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit adalah tanggal yang lebih awal antara

tanggal manajemen telah memberikan asersi bahwa laporan keuangan telah diselesaikan dan tanggal manajemen menyatakan bertanggung jawab atas laporan keuangan tersebut.

PSAK NO.10 yaitu Transaksi Mata Uang Asing merupakan suatu perusahaan dapat melakukan aktivitas yang menyangkut valuta asing (foreign activities) dalam dua cara yakni melakukan transaksi dalam mata uang asing atau memiliki kegiatan usaha luar negeri (foreign operations). Untuk memasukkan transaksi dalam valuta asing pada laporan keuangan suatu perusahaan, transaksi tersebut harus dinyatakan dalam mata uang pelaporan perusahaan.

Pernyataan ini mengatur akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing yang meliputi penentuan kurs yang digunakan dan pengakuan pengaruh keuangan dari perubahan kurs vauta asing dalam laporan keuangan.

BAB II PEMBAHASAN

A.

PSAK NO.7 Transaksi Pihak –Pihak dalam Hubungan Istimewa Pihak – pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah pihak-pihak yang dianggap

mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional. Transaksi antara Pihak – pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah suatu pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak – pihak yang mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan Pengendalian adalah kepemilikan langsung melalui anak perusahaan dengan lebih darisetengah hak suara dari suatu perusahaan, atau suatu kepentingan substansial dalam hak suara dan kekuasaan untuk mengarahkan kebijakan keuangan dan operasi manajemenperusahaan berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian. Pihak – pihak yang mempunyai hubungan istimewa merupakan gejala normal dalamperniagaan dan usaha. Misalnya, perusahaan seringkali melaksanakan kegiatannya secaraterpisah-pisah melalui anak perusahaan dan atau perusahaan afiliasi, memperoleh kepentingan dalam perusahaan lain – untuk tujuan investasi atau untuk alasan perniagaan dalam proporsi yang cukup untuk mengendalikan atau melaksanakan pengaruh yangsignifikan dalam pengambilan keputusan keuangan dan operasi perusahaan penerima investasi (investee). Posisi keuangan dan hasil usaha dari suatu perusahaan dapat terpengaruh oleh hubungan istimewa dengan suatu pihak walaupun tidak terjadi sesuatu transaksi denganpihak tersebut. Suatu hubungan istimewa dapat mempengaruhi transaksi perusahaan pelapor dengan pihak lain. Sebagai contoh, suatu anak perusahaan dapat mengakhiri hubungan dengan suatu mitra dagangnya karena induk perusahaan telah mengakuisisi suatu perusahaan lain yang berusaha dalam bidang perdagangan yang sama dengan mitra dagang terdahulu. Di samping itu, suatu tindakan dapat tertunda karena pengaruh yang signifikandari pihak lain. Sebagai contoh, suatu

anak perusahaan dapat diinstruksikan oleh induknya untuk tidak ikut serta dalam riset dan pengembangan. Pengakuan akuntansi suatu pengalihan sumber daya secara normal didasarkan pada suatuharga yang disepakati pihak yang bersangkutan. Harga yang berlaku antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa adalah harga pertukaran antara pihak yang independen (arm’s length price). Pihak yang mempunyai hubungan istimewa mungkin mempunyai suatu tingkat keluwesan dalam proses penentuan harga, yang tidak terdapat dalam transaksi antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa .Suatu cara untuk menentukan harga dalam suatu transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah dengan metode harga pasar bebas yang dapat diperbandingkan. Bila barang atau jasa dipasok dalam suatu transaksi antara pihak yangmempunyai hubungan istimewa, dan keadaan yang bersangkutan itu adalah serupa dengan keadaan dalam transaksi perdagangan normal, metode ini sering digunakan. Metode ini juga sering digunakan untuk menentukan biaya pembelanjaan bila barang dialihkan antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebelum dijual kepada pihak yang independen, metode harga penjualan kembali (resale price) sering digunakan. Metode ini mengurangi harga penjualan kembali dengan suatu margin yangwajar. Metode ini juga digunakan untuk pengalihan/transfer sumber daya lain, seperti hak dan jasa. Pendekatan lain adalah metode biaya-plus (cost-plus method), yang menambahkan suatu kenaikan (mark-up) tertentu pada biaya pemasok. Kesulitan – kesulitan mungkin dialami baik dalam menentukan unsur biaya yang dapat diatribusikan maupun kenaikan (mark-up) tersebut. Di antara ukuran – ukuran yang dapat membantu menentukan harga transfer adalah hasil (return) yang dapat dibandingkan dalam industri sejenis atas volume penjualan atau modal yang digunakan. Berikut ini adalah contoh situasi transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa mungkin memerlukan pengungkapan oleh suatu perusahaan pelapor: 1.

Pembelian atau penjualan barang

2.

Pembelian atau penjualan properti dan aktiva lain

3.

Pemberian atau penerimaan jasa

4.

Pengalihan riset dan pengembangan

5.

Pendanaan (termasuk pemberian pinjaman dan penyetoran modal baik secara tunai maupun dalam bentuk natura)

6.

Garansi dan penjaminan (collateral)

Kontrak manajemen. Jika terdapat transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa, perlu diungkapkan hakekat transaksi dan unsur – unsur transaksi yang diperlukan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Unsur – unsur ini biasanya mencakup: 1.

Suatu petunjuk mengenai volume transaksi, baik jumlahnya maupunproporsinya

2.

Jumlah atau proporsi pos – pos terbuka (outstanding items)

3.

Kebijakan harga Secara umum perbedaan antara ED PSAK 7 (revisi 2009): Pengungkapan Pihak – pihak

yang Mempunyai Hubungan Istimewa dengan PSAK 7 (1994): Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah sebagai berikut:

B.

Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle)

Dalam Transaksi Hubungan Istimewa Dalam prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) penetapan harga dan laba transaksi haruslah sama dan sebanding antara transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan pihak-pihak yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Sama dan sebanding tidaklah dalam arti sama persis, akan tetapi terdapat batasan-batasan rentang yang wajar (Kusumah, 2010 : 28). Batasan rentang wajar memang tidak diberikan batasan yang pasti, tapi kalau merujuk pada ketentuan umum seperti yang ditetapkan dalam PSAK, batasan wajar dapat diartikan dalam batasan yang tidak material (immaterial items). Batasan ini dapat juga diartikan sebagai jumlah yang tidak signifikan terhadap keseluruhan transaksi. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 43/PJ/2010 tanggal 6 November 2010 menetapkan batasan material adalah transaksi yang

tidak melebihi Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak perlu dilakukan penerapan prinsip penerapan kewajaran dan kelaziman usaha, tetapi cukup dengan membukuan seperti cara biasa. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 43/PJ/2010 tanggal 6 November 2010 diatur langkah-langkah dalam penerapan-penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle), sebagai berikut : 1.

Melakukan analisis kesebandingan dan menentukan pembanding;

2.

Menentukan metode penentuan harga transfer yang tepat;

3.

Menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha berdasarkan hasil analisis kesebandingan dan metode penentuan harga transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa; dan

4.

Mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan harga wajar atau laba wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Analisis kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud. Dalam langkah ini juga ditentukan data pembanding yang berupa data pembanding internal dan eksternal. Data pembanding internal didapatkan dari data perusahaan sendiri atas transaksi yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, dan data eksternal adalah data perusahaan lain atas transaksi sejenis yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Penetapan transaksi sejenis dilakukan dengan memperhatikan kondisi materialitas dan signifikan. Data pembanding internal lebih diprioritaskan penggunaannya dibandingkan data pembanding eksternal (Kusumah, 2010 : 28).

Dalam analisis kesebandingan ada faktor-faktor yang mempengaruhi kesebandingan yaitu karakteristik barang/harta dan jasa, fungsi masing-masing pihak yang melakukan transaksi ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian, keadaan ekonomi, dan strategi usaha.

Karakteristik barang dan jasa merupakan sifat fisik dan karakternya. Sifat ini harus dapat dibandingkan secara signifikan untuk mendapatkan data sebanding. Fungsi masing-masing pihak harus dapat mendeskripsikan apa kaitan penyerahan antar pihak tersebut, dapat dari rangkaian fungsi produksi sampai distribusi dan penyediaan jasa. Dalam melakukan penilaian dan analisis atas kontrak/perjanjian harus dilakukan analisis terhadap tingkat tanggung jawab, risiko, dan keuntungan yang dibagi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa untuk dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian yang dilakukan oleh pihakpihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, yang meliputi ketentuan tertulis dan tidak tertulis. Keadaan Ekonomi yang relevan, seperti keadaan geografis, luas pasar, tingkat persaingan, tingkat permintaan dan penawaran, serta tingkat ketersediaan barang atau jasa pengganti pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, juga dapat menjadi faktor analisa kesebandingan. Dan yang terakhir dilakukan analisa terhadap strategi usaha antara lain dengan mengidentifikasi inovasi dan pengembangan produk baru, tingkat diversifikasi barang/jasa, tingkat penetrasi pasar, dan kebijakan-kebijakan usaha lainnya, yang terjadi pada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.

Dalam penentuan metode harga wajar atau laba wajar diberikan panduan metode mana yang tepat diterapkan dalam kondisi-kondisi tertentu. Metode penentuan harga transfer yang dapat diterapkan adalah: 1.

Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP);

2.

Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM);

3.

Metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM). Penerapan metode-metode ini wajib dilakukan secara berurutan sesuai urutan prioritasnya.

Prioritas pertama dimulai dengan menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang

independen. Jika metode ini tidak tepat maka diterapkan metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus tergantung mana yang lebih sesuai untuk diterapkan. Dalam hal metode ini juga tidak tepat untuk diterapkan, dapat diterapkan metode pembagian laba atau metode laba bersih transaksional. Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen adalah:  Barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam kondisi yang sebanding; atau  Kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa identik atau memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul. Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode penjualan kembali adalah :  Tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.  Pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas barang atau jasa yang diperjualbelikan. Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode biaya-plus adalah:  Barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;  Terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa; atau  Bentuk transaksi adalah penyediaan jasa. Metode pembagian laba secara khusus hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut :  Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sangat terkait satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah; atau

 Terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.  Dalam hal kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) dapat diterapkan. Penerapan metode-metode di atas akan menghasilkan harga atau laba wajar. Harga atau laba wajar dapat berbentuk harga tunggal (single price) atau dalam bentuk rentang harga wajar atau laba wajar (arm’s length range/ALR). Rentang harga wajar atau laba wajar dapat terbentuk jika pengujian data pembanding diperoleh dari banyak data pembanding. Jika yang digunakan adalah rentangan, maka ditentukan harga wajar atau laba wajar dalam antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Nugroho, 2011 : 39):  Transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan.  Didukung dengan bukti-bukti dan penjelasan yang memadai bahwa penetapan harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan. Dalam hal transaksi jasa yang dipengaruhi hubungan istimewa, prinsip kewajaran dan kelaziman usaha juga wajib diterapkan. Persyaratan transaksi jasa memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha

C.

Pertimbangan Akuntansi Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia mengharuskan pengungkapan pihak yang

memiliki hubungan istimewa. Pernyataan standar akuntansi keuangan tertentu mengatur perlakuan akuntansi jika terdapat pihak – pihak yang memiliki hubungan istimewa, namn; namun, prinsip akuntansi yang telah ditetapkan biasanya tidak mensyaratkan transaksi dengan pihak – pihak yang memiliki hubungan istimewa diperlakukan dengan dasar yang berbeda dari yang seharusnya, jika tidak terdapat hubungan istimewa. Auditor harus memandang transaksi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa dalam rangka pernyataan prinsip akuntansi, dengan penekanan pada cukup atau tidaknya pengungkapannya. Di samping itu, auditor harus menyadari bahwa substansi suatu transaksi dapat secara signifikan menjadi berbeda dari

bentuknya dan bahwa laporan keuangan harus mengidentifikasi substansi transaksi tersebut dan bukan hanya bentuk hukumnya semata. Transaksi – transaksi yang karena sifatnya mungkin memberikan indikasi adanya pihak yang memiliki hubungan istimewa, antara lain:  Transaksi peminjaman atau pemberian pinjaman tanpa beban bunga atau dengan suku bunga yang secara signifikan di atas atau di bawah suku bunga pasar yang berlaku umum pada saat transaksi.  Transaksi penjualan real estate pada tingkat harga yang berbeda secara signifikan dari nilai taksiran.  Transaksi pertukaran property dengan property yang serupa dalam transaksi nonmoneter.  Transaksi pemberian pinjaman tanpa ketentuan mengenai jadwal dan cara pengembaliannya. Berikut ini contoh penerapan PSAK NO.7 : Perusahaan dan anak perusahaan melakukan transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Definisi pihak yang memiliki hubungan istimewa yang digunakan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (“PSAK”) 7, mengenai “Pengungkapan Pihakpihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa”.

TRANSAKSI DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA Dalam kegiatan usahanya, Perusahaan dan anak perusahaan melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Kebijakan Perusahaan mengatur bahwa penetapan harga atas transaksi-transaksi tersebut sama dengan transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pihak ketiga. Berikut adalah perjanjian/transaksi signifikan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa: a. Pemerintah Perusahaan memperoleh pinjaman penerusan dari Pemerintah, pemegang saham mayoritas Perusahaan (Catatan 20). Beban bunga atas pinjaman penerusan masing-masing berjumlah Rp247.944 juta, Rp172.895 juta, dan Rp288.646 juta untuk tahun-tahun yang berakhir 31 Desember 2009, 2008, dan 2007. Beban bunga atas pinjaman penerusan mencerminkan 12,4%, 10,9%, dan 20,1% dari jumlah beban bunga pada masing-masing tahun.

Perusahaan dan anak perusahaan membayar beban hak penyelenggaraan untuk jasa telekomunikasi yang diberikan dan beban pemakaian frekuensi radio kepada Depkominfo (sebelumnya DPPT). Beban hak penyelenggaraan berjumlah Rp327.132 juta, Rp632.522 juta, dan Rp587.770 juta untuk tahun-tahun yang berakhir 31 Desember 2009, 2008, dan 2007 (Catatan 35), yang mencerminkan 0,8%, 1,6%, dan 1,8% dari jumlah beban usaha pada masingmasing tahun. Beban pemakaian frekuensi radio berjumlah Rp2.784.639 juta, Rp2.400.290 juta, dan Rp1.138.522 juta untuk tahun-tahun yang berakhir 31 Desember 2009, 2008, dan 2007 (Catatan 35), yang mencerminkan 6,6%, 6,3%, dan 3,5% dari jumlah beban usaha pada masingmasing tahun. Telkomsel membayar up front fee untuk lisensi 3G sebesar Rp756.000 juta dan mencatat sebagai aset tidak berwujud (Catatan 13.iii).

D.

Pengakuan dan Pengukuran PSAK No.8 :Peristiwa Penyesuai Setelah Periode

Pelaporan

Berikut ini adalah contoh peristiwa penyesuai setelah periode pelaporan yang mensyaratkan entitas untuk melakukan penyesuaian jumlah yang diakui dalam laporan keuangannya, atau pengakuan dapak peristiwa yang sebelumnya tidak diakui: 1.

Penyelesaian kasus pengadilan setelah periode palaporan yang memutuskan bahwa entitas memiliki kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. Entitas menyesuaikan provisi terkait dengan kasus pengadilan terseut sesuai dengan PSAK 57: Provisi, Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontijensi, atau mengakui provisi baru.

2.

Penerimaan informasi setelah periode pelaporan yang mengindikasikan adanya penurunan nilai aset pada akhir periode pelaporan, atau perlunya penyesuaian atas jumlah yang sebelumnya telah diakui sebagai rugi penurunan nilai aset. Contoh:

3.

Kebangkrutan

pelanggan

yang

terjadi

setelah

periode

pelaporan

biasanya

mengkonfirmasikan bahwa pada akhir periode pelaporan telah terjadi kerugian atas piutang usaha dan bahwa entitas perlu penyesuaikan jumlah tercatat piutang usaha tersebut. 4.

Penjualan persediaan setelah periode pelaporan mungkin memberikan bukti tentang nilai realisasi neto pada akhir periode pelaporan.

5.

Penentuan setelah periode pelaporan atas biaya perolehan aset yang dibeli, atau hasil penjualan aset yang dijual sebelum akhir periode pelaporan.

6.

Penentuan jumlah pembayaran bagi laba atau bonus setelah periode pelaporan, jika entitas memiliki kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif kini pada akhir periode pelaporan untuk melakukan pembayaran sebagai akibat dari peristiwa setelah tanggal tersebut.

7.

Penemuan kecurangan atau kesalahan yang menunjukkan bahwa laporan keuangan tidak benar.

Peristiwa Nonpenyesuai Setelah Periode Pelaporan adalah ketika penurunan nilai wajar investasi di antara akhir periode pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit merupakan peristiwa nonpenyesuai setelah periode pelaporan. Jika setelah periode pelaporan entitas mengumumkan pembagian dividen untuk pemegang instrument ekuitas, maka entitas tidak mengakui dividen itu sebagai liabilitas pada akhir periode pelaporan. Entitas tidak menyusun laporan keuangan dengan dasar kelangsungan usaha jika setelah periode pelaporan diperoleh bukti kuat bahwa entitas akan dilikuidasi atau dihentikan usahanya, atau jika manajemen tidak memiliki alternatif lain yang realistis kecuali melakukan hal tersebut. Berikut adalah contoh peristiwa nonpenyesuai setelah periode pelaporan yang umumnya dibuat pengungkapan:

1.

Kombinasi bisnis signifikan setelah periode pelaporan atau pelepasan entitas anak yang signifikan.

2.

Pengumuman untuk menghentikan suatu operasi.

3.

Pembelian aset yang signifikan, pengklasifikasian aset sebagai aset dimiliki untuk dijual, pelepasan aset lain, atau pengambilalihan aset yang signifikan oleh pemerintah.

4.

Kerusakan pabrik produksi yang signifikan akibat kebakaran setelah periode pelaporan.

5.

Pengumuman atau dimulainya pelaksanaan restrukturisasi yang signifikan.

6.

Transaksi saham biasa dan transaksi saham biasa potensial yang signifikan setelah periode pelaporan.

7.

Perubahan besar tidak normal setelah periode pelaporan atas harga aset atau kurs valuta asing.

8.

Perubahan tarif pajak atau peraturan perpajakan yang diberlakukan atau diumumkan setelah periode pelaporan dan memiliki pengaruh signifikan pada aset dan liabilitas pajak kini dan tangguhan.

9.

Pemberian komitmen atau timbulnya liabilitas kontijensi yang signifikan, sebagai contoh menerbitkan jaminan yang signifikan.

10. Dimulainya proses tuntutan hukum yang signifikan yang semata-mata timbul karena peristiwa yang terjadi setelah periode pelaporan.

E.

PSAK NO.10 Transaksi Mata Uang Asing Suatu transaksi dalam mata uang asing adalah suatu transaksi yang didenominasi atau

membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi yang timbul ketika suatu perusahaan: 1.

Membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasi dalam suatu mata uang asing.

2.

Meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.

3.

Menjadi suatu pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta asing yang belum terlaksana; atau

4.

Memperoleh atau melepaskan aktiva, menimbulkan atau melunasi kewajiban, yang didenominasi dalam suatu mata uang asing. Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya

transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, contohnya, suatu kurs rata-rata selama seminggu atau sebulan mungkin digunakan untuk seluruh transaksi dalam setiap mata uang asing yang terjadi selama periode itu. Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk satu periode tidak dapat diandalkan.

F.

Pelaporan Pada Tanggal Neraca Berikutnya

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada setiap tanggal neraca:

1.

Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang obyektif.

2.

Pos non- moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi, dan

3.

Pos non- moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.

4.

Nilai terbawa dari suatu pos ditentukan sesuai dengan standar akuntansi yang relevan. Misalnya, instrumen keuangan dan properti tertentu (investasi yang dilakukan Dana Pensiun), mungkin dinilai pada nilai wajar atau pada biaya historis. Apakah nilai tercatat ditentukan berdasarkan biaya historis atau nilai wajar, nilai yang ditentukan untuk pos valuta asing dilaporkan pada mata uang pelaporan sesuai dengan Pernyataan ini.

G.

Pengakuan Selisih Kurs (Recognition of Exchange Differences) Selisih kurs atas transaksi dalam mata uang asing. Paragraf tersebut juga mencakup

perlakuan wajib (benchmark treatment) untuk selisih kurs sebagai akibat devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu mata uang yang tidak memungkinkan dilakukannya hedging dan yang menimbulkan kewajiban tak terselesaikan sehubungan dengan perolehan aktiva dalam mata uang asing. Perlakuan alternatif yang diijinkan untuk selisih kurs. Aspek lain dari akuntansi hedge diatur dalam standar akuntansi keuangan terkait. Kecuali untuk hal-hal yang diuraikan dalam paragraf 16 dan 18, selisih penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing pada tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan. Selisih kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam suatu periode akuntansi yang

sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut. Namun jika timbulnya dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.

H.

Transaksi Valuta Berjangka Salah satu transaksi valuta berjangka SWAP adalah transaksi pertukaran dua valuta asing

melalui pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka atau penjualan tunai dengan pembelian kembali secara berjangka. Pada hakekatnya transaksi tersebut dilakukan untuk lebih mendapatkan kepastian tentang kurs penjabaran yang bersifat tetap selama dalam kontrak sehingga pembuat transaksi terhindar dari kerugian akibat perubahan kurs. Dalam transaksi SWAP pembuat transaksi umumnya memperhitungkan premi yang ditetapkan terlebih dahulu . Perlakuan akuntansi transaksi valuta berjangka yang dilakukan untuk tujuan hedging hutang adalah sebagai berikut: 1.

Selisih kurs tunai (spot rate) dan kurs masa depan (forward rate) dicatat sebagai diskonto atau premi yang arus diamortisasi sesuai dengan jangka waktu kontrak valuta berjangka.

2.

Setiap akhir periode harus dihitung selisih kurs untuk hutang dalam mata uang asing (yang diproteksi melalui hedging), forward receivable dan forward payable dalam mata uang asing. Selisih kurs yang timbul sebagai akibat perbedaan antara kurs tanggal neraca dengan kurs tunai pada saat terjadinya transaksi diakui sebagai keuntungan atau kerugian kurs periode berjalan.

3.

Dalam neraca, forward receivable atau forward payable, dan diskonto atau premi yang belum diamortisasi yang timbul dari kontrak valuta berjangka yang berhubungan harus dijadikan satu di bagian aktiva atau kewajiban, tergantung pada posisi neto dari seluruh pos tersebut. Investasi Neto dalam suatu Entitas Asing. Untuk selisih kurs yang timbul pada suatu pos moneter yang dalam substansinya membentuk

bagian investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga saat pelepasan (disposal) investasi neto dan pada

saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau beban (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 11 tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing. Suatu perusahaan mungkin memiliki suatu pos moneter berupa hutang piutang dengan suatu entitas asing. Apabila timbulnya dan penyelesaian pos moneter tersebut tidak terencana, dalam substansinya merupakan suatu perluasan, atau pengurangan dari, investasi neto perusahaan dalam entitas asing tersebut. Pos moneter itu mungkin mencakup piutang jangka panjang atau pinjaman tetapi tidak mencakup piutang dagang atau hutang dagang. Selisih kurs yang timbul dari kewajiban valuta asing yang diperhitungkan sebagai suatu hedging dari investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga pelepasan (disposal) investasi neto, dan pada saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau sebagai beban (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.11 tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing). Perlakuan Alternatif yang Diijinkan. Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu mata uang dalam keadaan tidak tersedia fasilitas hedging dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat-perolehan aktiva yang baru saja dilakukan dan harus dilunasi dalam mata uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying amount) aktiva tersebut sepanjang nilai tercatat aktiva yang telah disesuaikan tidak melebihi jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang dapat diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut. Alternatif yang dipilih harus diungkapkan secukupnya. Selisih kurs tidak termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva jika tersedia fasilitas hedging hutang valuta asing yang timbul dari perolehan aktiva. Tetapi, kerugian akibat perubahan kurs adalah bagian yang secara langsung dapat diatribusikan pada biaya perolehan aktiva jika kewajiban tidak dapat diselesaikan dan tidak terdapat alat praktis untuk hedging, contohnya, jika sebagai hasil dari pengendalian valuta asing terdapat penundaan dalam memperoleh mata uang asing. Maka dalam keadaan demikian biaya perolehan aktiva termasuk selisih kurs.

I.

Pengungkapan PSAK NO.10 Sebuah perusahaan harus mengungkapkan:

1.

Jumlah selisih kurs yang diperhitungkan dalam laba neto atau kerugian untuk periode tersebut;

2.

Selisih kurs neto yang diklasifikasikan dalam kelompok ekuitas sebagai suatu unsur yang terpisah, dan rekonsiliasi selisih kurs tersebut pada awal dan akhir periode; dan

3.

Jumlah selisih kurs yang timbul selama periode, yang termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva sesuai dengan perlakuan alternatif yang diijinka n dalam paragraf 20. Perusahaan mengungkapkan dampak atas pos-pos moneter mata uang asing sehubungan

dengan suatu perubahan dalam kurs yang terjadi setelah tanggal neraca jika perubahan tersebut sedemikian besar sehingga bila tidak diungkapkan akan mempengaruhi kemampuan pembaca laporan keuangan untuk membuat evaluasi dan keputusan yang tepat (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 8 tentang Kontinjensi dan Peristiwa Setelah Tanggal Neraca). Pengungkapan juga diperlukan sehubungan dengan kebijakan manajemen risiko mata uang asing.

J.

Pernyesuaian dalam PSAK NO.10 (TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING)

untuk Revisi Tahun 2011 PSAK ini mulai berlaku 1 Januari 2012 dan mengatur mengenai mata uang yang digunakan perusahaan dalam pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan. PSAK ini diterapkan untuk semua perusahaan yang akan atau telah menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan. PSAK 10 (Revisi 2010) ini menggantikan PSAK 10 (Revisi 1994) tentang Transaksi dalam Mata Uang Asing, PSAK 11 (Revisi 1994) tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing, PSAK 52 (Revisi 1997) tentang Mata Uang Pelaporan dan ISAK 4 (1997) tentang interpretasi atas paragraf 20 PSAK 10 tentang alternatif perlakuan yang diizinkan atas selisih kurs. Perubahan Signifikan yang terjadi terhadap perusahaan menentukan mata uang fungsional dalam proses pengukuran sedangkan penyajiannya dapat menggunakan mata uang selain mata

uang fungsional. Terdapat hirarki indikator bagi Perusahaan dalam menentukan mata uang fungsional yaitu mata uang yang sebagian besar mempengaruhi harga jual untuk barang dan jasa, serta dari suatu negara yang mempunyai kekuatan persaingan dan undang-undang yang sebagian besar menentukan harga penjualan. Mata uang yang sebagian besar juga mempengaruhi tenaga kerja, material dan biaya lain

Related Documents


More Documents from "yeza putri"