Anzdoc.com_pengukuran-kinerja-sektor-publik.pdf

  • Uploaded by: aqnez
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Anzdoc.com_pengukuran-kinerja-sektor-publik.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 2,570
  • Pages: 17
PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

Oleh: Elsa Pudji Setiawati

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………….

i

Pendahuluan .......................................................................................

1

Evaluasi Ekonomi Pada Program Kesehatan .....................................

3

Cost Minimation Analysis ..................................................................

4

Cost Effectiveness Analysis ................................................................

5

Cost Benefist Analysis ........................................................................

6

Cost Utility Analysis ...........................................................................

7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….

8

i

DAFTAR TABEL Tabel 1

Standar Waktu Pelayanan …………………………...

Tabel 2

Komponen Biaya Yang Dialokasikan Untuk SDM Berdasarkan Jenjang Pendidikan atau Lama Bekerja

Tabel 3

6

Kompoen Perhitungan Biaya SDM Yang Dialokasikan Berdasarkan Jam Kerja ……………….

Tabel 7

5

Unit Cost SDM per Jam Berdasarkan Biaya Yang Dikeluarkan …………………………………………

Tabel 6

4

Proporsi Biaya Gaji, Jasa Medis, THR dan PPh 21 Berdasarkan Pendidikan dan Masa Kerja ………….

Tabel 5

2

Pembobotan SDM Berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Masa Kerja ……………………………………..

Tabel 4

1

7

Rekapitulasi Unit Cost SDM Per Jam Berdasarkan Komponen Biaya Yang dikeluarkan ……………….

8

Tabel 8

Nilai Fisik Bangunan dan Tahun Pembangunan …..

9

Tabel 9

Identifikasi Pendapatan Berdasarkan Jenis Pelayanan yang Dilaksanakan ………………………………….

Tabel 10

Unit Cost Bangunan yang Dibebankan Untuk Setiap Pasien yang Dilayani ..................................................

Tabel 11

11

11

Jenis Pelayanan yang diselenggarakan Berdasarkan Ruangan Yang Dipakai ..............................................

12

Tabel 12

Identifikasi Peralatan Perkantoran ..............................

14

Tabel 13

Unit Cost Peralatan Perkantoran per Jenis Pelayanan Yang Dilaksanakan .....................................................

15

Tabel 14

Identifikasi Peralatan Medis ......................................

16

Tabel 15

Perhitungan Unit Cost Peralatan Medis .....................

17

Tabel 16

Perhitungan UC Listrik ...............................................

20

Tabel 17

Perhitungan UC Listrik Berdasarkan Jumlah

ii

Pendapatan ..................................................................

20

Tabel 18

Perhitungan UC Air Berdasarkan jumlah Pasien ........

22

Tabel 19

Perhitungan UC Air Berdasarjan Jumlah Pendapatan

23

iii

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

I. Pengukuran Kinerja Organisasi Tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk memberikan informasi yang lengkap tentang pencapaian kinerja dan bukan sekedar menyajikan laporan keuangan saja. Perencanaan maupun pelaksanaan berbagai program pemerintah harus senantiasa berorientasi pada pencapaian misi organisasi.1 Tujuan organisasi yang sangat besar dapat dikembangkan menjadi berbagai tujuan antara atau dengan tujuan yang sama dapat digunakan pada berbagai situasi untuk mendapatkan berbagai derajat keberhasilan. Dalam melakukan evaluasi kinerja terdapat 3 issue atau 3 permasalahan yaitu:2 ƒ

Apa yang akan diukur

ƒ

Bagaimana cara mengukurnya

ƒ

Mengapa hal tersebut diukur

Ketiga pertanyaan tersebut terkait dengan cara mendefinisikan dan mengukur sasaran, yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi tujuan akhir organisasi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan yang diharapkan organisasi.3 Ketiga pertanyaan tersebut sangat berkaitan dengan pandangan anggota organisasi terhadap tujuan organisasi dan lingkungan organisasi. Pada organisasi yang menghasilkan produk ataupun jasa bagi masyarakat, maka yang menjadi acuan pada pengukuran kinerja adalah produktivitas dan efisiensi, perubahan output yang terjadi. Pada organisasi yang efektif, kinerja organisasi dinilai dari

1

kemampuan pengadaan sumber daya yang langka dan kemampuan untuk menghadapi perubahan lingkungan. Organisasi yang efektif mampu mengenali konsumen internal dan konsumen eksternal. Organisasi pelayanan kesehatan memiliki konsumen internal yaitu dokter dan perawat serta tenaga kesehatan lainnnya dan konsumen ekternal yaitui pasien. Penilaian kinerja bagi konsumen internal berbeda dengan penilaian kinerja bagi konsumen eksternal. Bagi konsumen internal, penilaian kinerja bertujuan untuk melakukan tindakan koreksi terhadap mutu layanan yang diberikan. Sedangkan penilaian kinerja bagi konsumen ekternal untuk memenuhi standar mutu yang diinginkan pasien.2 Salah satu kendala dalam penilaian kinerja adalah menentukan substansi apa yang akan diukur, apakah menyangkut individu sebagai anggota organisasi, hasil pekerjaan ataukah perilaku pekerjaan yang diukur pada saat proses pelaksanaan kegiatan ataupun program.3 Bila dikaitkan antara kinerja program / aktivitas dan organisasi maka penilaian program / aktivitas merupakan penilaian atau evaluasi terhadap pelaksanaan program. Penilaian kinerja hendaknya didasarkan pada aspek-aspek yang memadai untuk mewakili suatu program ataupun kegiatan. Karena penilaian kinerja juga terkait dengan aspek pengendalian, maka pengendalian yang dilakukan juga harus dikaitkan dengan indicator kinerja.3,4 Pelaksanaan program yang tidak optimal memerlukan revisi anggaran program karena program tidak berjalan dengan efektif. Pimpinan organisasi harus mengkaji ulang strategi program tersebut agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Bila perlu dapat dilakukan revisi terhadap tujuan yang akan dicapai.

2

Sedangkan penilaian terhadap kinerja organisasi merupakan penilaian yang sifatnya menyeluruh. Penilaian ini didasarkan pada pusat pertanggungjawaban pimpinan organisasi. Pada penerapannya di Indonesia, pemerintah daerah merupakan

pusat

pertanggungjawaban

yang

memiliki

sejumlah

pusat

pertanggungjawaban yang lebih kecil, antara lain Dinas Kesehatan. Sedangkan Dinas Kesehatan juga memiliki pusat pertanggungjawaban yang lebih kecil, dan seterusnya sampai ke tingkat yang terkecil. Setiap pusat pertanggungjawaban memiliki tujuannya masing-masing untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Untuk mencapai tujuan dari setiap pusat pertanggungjawaban, setiap unit memiliki sumber input berupa dana, sumber daya manusia, infrastruktur yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu.4 Berikut digambarkan keterkaitan antar tingkat yang berhubungan dengan penilaian kinerja di tingkat mikro.

3

Gambar 1. : Kinerja sektor publik pada tingkat mikro.5

Pada organisasi pemerintah, pengukuran kinerja merupakan salah satu bentuk akuntabilitas pemerintah untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang berasal dari masyarakat. Dana tersebut haruslah digunakan / dibelanjakan untuk pelayanan publik dan pembelanjaannya harus secara ekonomis, efisien dan efektif. Adapun tujuan dari pengukuran kinerja pada organisasi public adalah untuk memperbaiki kinerja pemerintah, membantu pengelola program agar dapat tetap focus pada tujuan dan sasaran dari berbagai program yang telah ditetapkan oleh unit kerja. Selain itu hasil penilaian dari pengukuran kinerja dapat dijadikan dasar untuk alokasi sumber daya dan pengambilan keputusan. Pada pemerintah yang memiliki keterbatasan sumber 4

daya maka prioritas alokasi sumber daya harus ditetapkan berdasarkan program yang memiliki daya ungkit dan produktivitas program yang tinggi.6 Beberapa kendala dalam pengukuran kinerja sector public adalah organisasi public tidak bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan, sifat output yang intangible dan kualitatif serta indirect, tidak terdapat hubungan yang langsung antara input dan output yang dihasilkan, tidak berdasarkan pada tekanan pasar dan berkaitan dengan kepuasan pelanggan.7 Kendala-kendala tersebut pada dasarnya disebabkan oleh tidak adanya kerangka kerja yang dapat mengukur kinerja masing-masing sector di pemerintahan.1 Sebagai panduan dalam melakukan penilaian terhadap aktivitias ataupun program dibutuhkan kerangka kerja atau model sebagai panduan evaluasi. Pada beberapa kondisi, tujuan organisasi dan berbagai aktivitasnya memiliki hubungan dan saling ketergantungan yang tinggi. Sebaliknya pada kondisi-kondisi tertentu, tujuan organisasi dengan berbagai aktivitas mungkin tidak memiliki hubungan dan tingkat ketergantungan yang tinggi. Efektivitas berbagai aktivitas dalam suatu organisasi dapat memiliki konsep yang berbeda dan hasil yang berbeda. Tidak satupun organisasi yang dapat menerapkan konsep efektivitas yang sama dan menghasilkan efektivitas yang sama. Oleh sebab itu pengukuran efektivitas menyeluruh pada organisasi kesehatan sangat sulit dilakukan walaupun selalu terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi pelayanan kesehatan.2 Pada pengukuran kinerja organisasi, faktor lain yang harus diperhatikan adalah tingkatan atau derajat analisisnya. Neren dan Zajac ( 1991) mengatakan

5

bahwa unit analisis pada penilaian kinerja pada berbagai system kesehatan yang ada sebaiknya dilakukan secara vertical, yang meliputi satu episode perawatan yang melibatkan banyak orang pada beberapa lokasi. Sedangkan pengukuran kinerja yang tradisional mengasumsikan bahwa system kesehatan yang bukan merupakan system yang kompleks, yang tidak memperhatikan hubungan antara penggunaan dengan pendapatan ataupun efektivitas system dapat dicapai secara maksimal dengan cara memaksimalkan efektivitas setiap komponen aktivitas dalam suatu organisasi. Unit analisis yang dipilih akan berpengaruh terhadap hasil penilaian kinerja.2 Tiga pengelompokkan yang mendasar dalam melakukan pengukuran kinerja adalah penilaian berdasarkan struktur, proses dan outcome.2 Pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang sifatnya intangible. Oleh karena itu pengukuran kinerja pada pelayanan kesehatan tidak cukup hanya menggunakan ukuran-ukuran financial saja tetapi juga harus menggunakan ukuran-ukuran non financial. Baik ukuran financial maupun non financial membutuhkan indicator yang merupakan indicator kinerja. Penentuan indicator kinerja tersebut haruslah mempertimbangkan komponen-komponen biaya pelayanan, tingkat pemanfaatan, kualitas dan standar pelayanan, cakupan pelayanan dan kepuasan pelanggan. Selain itu untuk dapat memperoleh hasil penilaian yang objektif dan menyeluruh yang mencakup seluruh aspek baik yang tangible maupun intangible maka teknik pengukuran darus didisain sedemikian rupa sehingga representative dan dapat diterapkan.4,6,7

6

Ukuran financial dilakukan berdasarkan anggaran yang telah dibuat melalui analisis varians antara kinerja actual dengan kinerja yang dianggarkan. Analisis varians juga dilakukan untuk mengidentifikasi sumber terjadinya variasn tersebut. Kesulitan penilaian pada analisis varians anggaran public adalah penerapan besaran signikansi varians. Sedangkan ukuran non financial pada pelayanan kesehatan sangat tergantung pada unit kerja dan program yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran aspek non financial akan memberikan informasi mengenai kualitas pengendalian manajemen program.6 Penilaian kinerja organisasi pemerintah harus dirumuskan secara bersamasama oleh eksekutif dan legislatif. Perumusan penilaian kinerja harus mengacu pada hokum dan perundang-undangan yang berlaku serta hasil kajian terhadap potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.1

II.

Ukuran Kinerja Untuk dapat melakukan pengukuran kinerja dibutuhkan ukuran-ukuran

kinerja. Dalam menetapkan ukuran-ukuran kinerja, harus mempertimbangkan kelengkapan aspek yang diukur. Pengukuran kinerja harus dilakukan secara menyeluruh dan didasarkan pada ukuran-ukuran yang merefleksikan aspek-aspek penting dari program ataupun aktivitas yang akan dinilai. Kendala lain yang dihadapi pada pengukuran kinerja adalah kemampuan penilai, metode yang digunakan untuk mengukur kinerja secara tidak langsung yang mampu merefleksikan dengan benar kinerja program ataupun aktivitas yang dinilai dan kelangkaan penilaian.3 Lima criteria ataupun standar yang dikemukakan oleh

7

Komaki pada tahun 1998 berkaitan dengan penilaian kinerja adalah SURF & C yaitu:3 o S : sampel yang langsung diambil dari sasaran dan tidak mengandalkan data sekunder o U : under atau target. Target yang ditetapkan harus berada di bawah kendali pengelola program dan mampu berespons terhadap berbagai aktivitas yang dilaksanakan serta memiliki pengaruh yang sangat minimal terhadap faktor lingkungan eksternal program. o R : realiability. Peneliti bersifat independent dan secara konsisten mencatat. Gunakan tes reliabilitas di antara tim penilai. Reliabilitas di antara para penilai berkisar antara 80 – 90% pada periode pengumpulan data formal. Pengujian ini dapat membantu memastikan kejernihan definisi, ketatnya pelatihan petugas pengambil data, meminimalisasi bias pada saat pengumpulan data dan dapat digunakan pada penelitian lain dengan kasus yang berbeda. o F : frequently. Penilaian kinerja hendaknya dilakukan secara berulang pada kurun waktu tertentu. o C : critically. Target yang telah ditetapkan bersifat kritis dan merefleksikan keberhasilan penyelesaian tugas. Data yang dikumpulkan harus secara signifikan menunjukkan hubungan antara target dan hasil yang dicapai. Berdasarkan International Conference on Decentralization (ICD) yang ketiga di Filipina direkomendasikan tiga alat pendekatan dalam melakukan pengukuran kinerja di pemerintah daerah, antara lain Balance Score Card Approach, LogicModel dan Performance Benchmarking.1

8

Pada organisasi public, inti dari pengukuran kinerja adalah value for money, yang meliputi penilaian terhadap efisiensi, efektivitas dan ekonomis suatu program ataupun aktivitas. Kinerja pemerintah tidak hanya dinilai berdasarkan output yang dicapai saja tetapi harus mempertimbangkan aspek input dan outcomenya. Indicator kinerja value for money harus dapat menggambarkan pencapaian terbaik dari suatu program ataupun aktivitas dengan biaya ekonomis yang terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa satuan biaya yang terkecil tidak selalu harus menggambarkan value for money yang terbaik, karena biaya yang termurah tidak berarti kualitas pelayanan menjadi terbaik.

1,4,6,7

Untuk dapat

melakukan penilaian kinerja value for money terlebih dahulu harus dilakukan pengukuran terhadap input, output dan outcome. Sedangkan untuk dapat melakukan pengukuran terhadap input, output dan outcome dibutuhkan adanya indikator.

a.

Balance Score Card Approach Tekknik penilaian ini memfokuskan pada integrasi antar unit kerja,

stakeholder, dan perspektif organisasi. Kelebihan pendekatan ini adalah adanya visi dan misi yang jelas dengan focus pada pelanggan dengan pelayanan yang ramah dan dilaksanakan dengan proses pelaksanaan program dilakukan oleh tim. Kelemahan pada model ini terlalu konseptual dan tidak berorientasi pada program.1 Perspektif kinerja yang dinilai pada pendekata Balance Score Card adalah aspek

keuangan,

pelanggan,

proses

pelaksanaan

aktivitas

dan

adanya

9

pembelajaran dan pertumbuhan terhadap program. Pada aspek keuangan, yang dinilai adalah target keuangan yang dicapai oleh organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, pada aspek konsumen dan pelaksanaan program yang dinilai adalah kepuasan konsumen sedangkan pada perspektif adanya pembelajaran dan pertumbuhan program yang dinilai adalah adanya sumber daya manusia yang produktif dan memiliki komitmen terhadap organisasi.7

b.

Logic Model Penilaian kinerja dengan menggunakan logic model dapat diterapkan

untuk melakukan penilaian pada program-program yang mempunyai pola jangka panjang ataupun jangka pendek. Kelebihan pada model ini adalah berorientasi pada implementasi yang sangat menekankan pada proses. Bila ditinjau dari aspek teoritis, analitis dan hubungan kausal, pendekatan ini sangat tepat tetapi kelemahan pendekatan ini adalah penerapannya kompleks dan sulit, sangat memperhatikan aspek administrative dan manajemen program.

c.

Performance Benchmarking Kekhususan pada model ini adalah penerapannya dilakukan berdasarkan

bukti, melibatkan organisasi atau unit entitas lainnya yang memiliki kinerja yang baik. Kelebihan pada pendekatan ini adalah mudah pembuatan tujuan, komunikasi dalam bekerja di suatu unit kerja harus baik agar kinerjanya baik dan mendorong perkembangan mutu pelayanan ke arah yang lebih baik. Kelemahan pendekatan

10

ini adalah dapat menimbulkan persaingan antar unit ataupun sector di lingkungan pemerintah daerah.1

III.

Indikator Indikator adalah suatu ukuran spesifik dari kinerja program yang dapat

ditelusuri dari waktu ke waktu dengan menggunakan system monitoring. Indicator harus merefleksikan tujuan program dan memungkinkan pengelola program untuk menelusuri kemajuan program yang berbeda-beda yang menuju kearah tujuan. Indicator yang baik harus dapat mengukur seluruh lingkup program dengan obyektif dan mencakup dimensi kualitas, kuantitas dan biaya.8 Indikator yang mencakup kuatitas biasanya mudah dikembangkan dan ditetapkan. Indicator ini meliputi unsure-unsur kinerja program seperti logistic dan suplai, jumlah sumber daya manusia yang terlibat berikut aktivitasnya dan cakupan program. Selain itu juga elemen biaya merupakan unsure yang relative mudah disertakan dalam system monitoring dan evaluasi karena ketersediaan data anggaran dan alokasina sudah ada. Indicator kualitatif merupakan lebih sulit untuk mengukurnya tetapi hal ini harus dilakukan untuk melengkapi system monitoring dan evaluasi yang baik. Indicator kualitas meliputi elemen-elemen yang mendukung pelaksanaan suatu program seperti kompetensi petugas, kepatuhan petugas terhadap prosedur standar yang telah ditetapkan dan kualitas pelayanan yang diberikan. Melalui perencanaan system monitoring dan evaluasi akan memasukkan seluruh elemen yang mendukung pelaksanaan program dan akan dipilih menjadi suatu indicator.8

11

Penentuan indicator biasanya dilakukan pada saat perencanaan program atau pada saat perencanaan kembali dengan mengikutsertakan pengelola program dan stake holder. Penentuan indicator harus dilakukan dengan mempertimbangkan kepraktisan dan perkembangan pada tahun-tahun mendatang. Bila tujuan sudah ditetapkan dengan jelas maka dilakukan penentuan indikatir yang sesuai untuk mengukur secara relative pelaksanaan program.8 Criteria untuk menentukan indicator antara lain:8 1. valid ; indicator harus dapat mengukur kondisi atau kejadian yang akan dinilai 2. reliable ; indicator harus menghasilkan hasil yang sama ketika digunakan berulang-ulang untuk mengukur kondisi yang sama. 3. spesifik ; indicator harus hanya mengukur kondisi yang akan dinilai 4. sensitive ; indicator harus dapat merefleksikan perubahan kondisi yang terjadi pada saat pengamatan berlangsung 5. dapat dilaksanakan ; indicator yang ditetapkan harus sesuai dengan definisi dan dikembangkan dan diujicobakan pada berbagai tingkatan serta mengacu pada satu standar tertentu 6. terjangkau ; biaya untuk menilai suatu indicator haruslah terjangkau 7. feasible ; indicator yang ditetapkan harus dapat diukur melalui proses pengumpulan data. 8. comparable ; indicator yang ditetapkan harus dapat diperbandingkan, baik antar waktu atau antar daerah geografis.

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Mulyono I.,Rachmadi B.P.,Suryani. Pengukuran Kinerja yang Tidak Mempunyai Standar Ukur. Runtuhnya Sistem Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: BPFE 2006:45 - 63. 2. Flood A.B.,Zinn J.S.,Scott W.R. Organizational Performance: Managing for Efficiency and Effectiveness. In: Shortell S.M., Kaluzny A.D., eds. Health Care Management: Organization Design and Behavior. 5 ed. United States of America.: Thomson. Delmar Learning. 2006. Komaki J.L.,Minnich M.R. Mengembangkan Penilaian Kinerja: 3. Bagaimana Kinerja Diukur dan Apa Kriteria Yang Digunakan. In: Johnson C.M., Redmon W.K., Mawhinney T.C., eds. Handbook of Organizational Performance. Analisis Perilaku & Manajemen. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada 2004:51 - 67. 4. Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor Publik. 1 ed. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN 2002.1 - 6; 77 8;104 - 19; 229 - 41. 5. nuffel v.,Bouckaert G. Public Sector Performance. Productivity and performance management in the public sector. 2006 [cited 2008 30 January]; Available from: Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. 2 ed. 6. Yogyakarta: Andi 2004.hal 46, 73 - 82, 121,63 - 97. 7. Bastian I. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga 2002.hal 61, 262,74 - 80, 91 - 300. 8. Cherry B.T.Compendium of Indicator for Monitoring and Evaluating National Tuberculosis Programs.2004.

13

More Documents from "aqnez"