SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik
: Menometroragia
Sasaran
: Ny.S dan keluarga Ny.S
Tempat
: Ruang Ana Rumah Sakit Santo Yusup Bandung
Hari/tanggal
: Selasa/13 Juni 2017
Waktu
: 09.00 s/d selesai
A. TUJUAN 1.
Tujuan Instruksional Umum Sebagai bahan pembelajaran dalam pemenuhan tugas di Ruang Anna Rumah Sakit Santo Yusup.
2.
Tujuan Instruksional Khusus Setelah diberikan penyuluhan, sasaran diharapkan mampu: a. Menjelaskan kembali pengertian menometroragia b. Menjelaskan etiologi menometroragia c. Menjelaskan patofisiologi menometroragia d. Menjelaskan penanganan menometroragia
B. METODE Metode yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab C. MEDIA Media yang digunakan adalah leaflet.
D. KEGIATAN PENYULUHAN No 1.
2.
E.
Waktu 5 Menit
15 Menit
Kegiatan penyuluh Pembukaan : 1. Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam. 2. Memperkenalkan diri 3. Kontrak waktu 4. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan 5. Menyebutkan materi yang akan diberikan Isi : 1. Menjelaskan kembali pengertian menometrorargia 2. Menjelaskan etiologi menometrorargia 3. Menjelaskan patofiologi menometrorargia 4. Menjelaskan penanganganan menometrorargia
Kegiatan peserta Menjawab salam Mendengarkan Memperhatikan Memperhatikan Memperhatikan
Memperhatikan dan menjawab pertanyaan Memperhatikan Memperhatikan Memperhatikan
3.
5 Menit
Evaluasi : 1. Menanyakan kepada peserta tentang Menjawab pertanyaan materi yang telah diberikan, dan reinforcement kepada keluarga yang dapat menjawab pertanyaan.
4.
5 Menit
Penutup : 1. Mengucapkan terima kasih atas peran serta peserta. 2. Mengucapkan salam penutup
Mendengarkan Menjawab salam
Pengorganisasian Pembimbing
: Ns Yosi Maria Wijaya,S.Kep,Msc
Moderator
: Yohana Frida
Penyaji
: Yohana Frida
A. Pengertian Menometrorhagia
adalah
hipermenorhea
atau
menoragia
adalah
perdarahan haid yang lebih banyak dari normal/lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). (Prawirohardjo, 2005). Menometrorhagia adalah perdarahan dari rahim yang terjadi pada waktu haid juga pada saat-saat lain (Dorland, 2000) Menometrorhagia adalah perdarahan uterus yang tidak sesuai waktu tetapi dalam jumlah yang banyak (Manuaba, 2001). Menurut Safitri (2009), menometrorhagia merupakan perdarahan bukan haid yaitu perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Perdarahan ini tampak berpisah dan dapat dibedakan dari haid atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu, yaitu menorrhagia dan menometrorrhagia.
B. Etiologi Menurut
Safitri
(2009),
menometrorhagia
kebanyakan
terjadi
karena
ketidakseimbangan hormonal yang mempengaruhi siklus haid. 1. Penyebab organik Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan : a. Servik uteri, seperti karsinoma partiom, perlukaan serviks, polip serviks, erosi pada portio, ulkus portio uteri, dan kanker serviks
b. Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, mola hidatidosa, koriokarsinoma, hyperplasia endometrium, sarcoma uteri, mioma uteri c. Tuba fallopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba d. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium, kista ovarium. 2. Penyebab perdarahan disfungsional Perdarahan uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause, nama lainnya disebut “metropathia haemorrhagica cystica” atau folikel persisten.Perdarahan disfungsional terbagi menjadi 3 bentuk : a. Perdarahan disfungsional dengan ovulasi (ovulatoir disfunction bleeding) Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tanpa ada sebab-sebab organik, maka harus diperhatikan sebagai etiologi. 1) Korpus lutheum persistens Dalam hal
ini
dijumpai perdarahan kadang-kadang
bersamaan dengan ovarium yang membesar korpus lutheum ini menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irreguler shedding) sehingga menimbulkan perdarahan.
2) Insufisiensi korpus lutheum menyebabkan premenstrual spotting, menorhagia dan polimenorrea, dasarnya adalah kurangnya
produksi
progesterone
disebabkan
oleh
gangguan LH releasing factor. 3) Apapleksia uteri pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. 4) Kelainan darah seperti anemia, gangguan pembekuan darah purpura trombosit openik. b. Perdarahan disfungsional tanpa ovulasi (anovulatoir disfunctiond bleeding). Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu. Timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang
tidak
teratur
sama
sekali.
Folikel-folikel
mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia kemudian diganti dengan folikel-folikel yang baru. Endometrium tumbuh terus dibawah pengaruh estrogen yang lama kelamaan menjadi hyperplasia endometrium. Dapat disimpulkan bahwa itu perdarahan anovulatoar, jika dilakukan kerokan dan diambil sediaan darah yang diperoleh saat kerokan. Pada wanita dalam masa pubertas, untuk membuat diagnosa tidak perlu dilakukan kerokan. Tapi pada wanita yang berumur 2040 tahun kemungkinan bisa polip, mioma, dan sebagainya. Pada
wanita dalam masa pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada atau tidaknya tumor ganas. 3. Stres psikologis dan komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi. (Prawirohardjo, 2005) C. Patofisiologi Persistensi folikel tidak pecah
Tidak terjadi ovulasi dan Pembentukan korpus luteum
Hiperplasia endometrium
Stimulasi estrogen berlebihan
Gangguan perdarahan metropatia hemoragika
Gambar 2.1 : Patofisiologi gangguan perdarahan metropatia hemorrhagika menurut Prawirohardjo (2005)
Menurut Prawirohardjo (2005), Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metroplatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah
hiperplasiaendometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terusmenerus. Akan
tetapi,
penelitian
menunjukkan
pula
bahwa
perdarahan
disfungsional dapat ditemukan dengan berbagai jenis endometrium yaitu endometrium atrofik, hiperpastik, proliferative, sekretorik, dan endometrium jenis nonsekresi merupkan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium sekresi sangat penting. Karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dari yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan yang oulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuscular, asomotorik atau hematologic, yang mekanismenya
belum
seberapa
dimengerti,
sedang
perdarahan
anovolatoarbiasanya dianggap sebagai gangguan endokrin.
D. Penanganan Menurut Prawirohardjo (2005), kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak, dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi tranfusi darah. Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan
a) Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 120 mg. Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. b) Progesteron: pertimbangan disini perdarahan
ialah bahwa sebagian besar
fungsional bersifat anovulator, sehingga pemberian
progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat
diberikan
kaproas
hidroksi-progesteron
125mg,
secara
intramuskular, atau dapat diberikan per os sehari norethindrone 15mg atau aseras medroksi-progester (Provera) 10 mg, yang dapat dilindungi, terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.
Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya virilisasi. Dapat diberikan proprionas testoteron 50 mg intramuskulus yang dapat diulangi 6 jam kemudian. Pemberian metiltesteron per os kurang cepat efeknya. Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi dan kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun untuk diagnosis. Dengan terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, dan lainlain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani.
Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi dapat diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena
sebagian
besar
perdarahan
disfungsional
disebabkan
oleh
hiperestrinisme. Pemberian progesteron saja berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke-5 perdarahan terus ntuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron utuk 7 hari, mulai hari ke-21 siklus haid. Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan disfungsional yang berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat diberikan metiltestosteron 5 mg, sehari dalil dalam terapi dengan androgen ialah pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin. Terapi dengan klomfien, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan anovulator, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih tepat pada intertilitas dengan siklus anovulator sebagai sebab. Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan disfungsional terus-menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali, dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.
DAFTAR PUSTAKA https://www.pdfcoke.com/document/168250283/SAP-Meno-Fix Yulianti Lia.2014.Asuhan Kebidanan Kehamilan.Jakrta: Cv.Trans Info Media Dorland. 2000. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC Irwanto (2010). http://asuhan-kebidanan-menometroragia.html. diakses tanggal 12 Juni 2017 Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Manuaba, Ida Bagus. 1998a. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC