Kmb2_klmpok 3.docx

  • Uploaded by: Yohana Frida
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kmb2_klmpok 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,249
  • Pages: 24
MAKALAH

ASKEP PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN INTESTINAL NEOPLASMA : KANKER KOLOREKTAL, THYPOID ABDOMINALIS & HEMORROID Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB II dengan dosen pembimbing monica saptiningsih,M.Kep,.Ns,.Sp KMB

Oleh:

KELOMPOK 3 KRISNAYANTI META PUSDIAWATI NATALIA HARYANI W. NISA HANIFAH YOHANA FRIDA

Program Studi D-III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Borromeus Padalarang 2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah tentang askep pada klien dengan gangguan intestinal neoplasma: kanker kolorektal, typoid abdominalis, & hemorroid. Makalah ini disusun untuk salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas mata ajar KMB II. Penulis

ingin

mengucapkan

terima

kasih

kepada

Ibu

Monic

Saptiningsih,

M.Kep.,Ns.Sp.Kep.M.B. (MS) selaku dosen pembimbing dalam mata ajar ini, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi masukan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.

Padalarang, 7 Oktober 2015

Penyusun

A. KANKER KOLOREKTAL  Pengertian Kolorektal  Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normalakibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan. Neoplasmaterbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai kanker(cancer). (SylviaA Price,2005).  Kamker kolon rektal adalah suatu tumor malignan yang terdiri dari jaingan epitel dari kolon atau rektum (Suratun,Lusianah,2010)  Kanker kolorektaladalah tumbuhnya sel-sel ganas dalam tubuh di dalam permukaan usus besar atau rektum. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas biasa disebut adenoma yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuhsangat cepat).(www.republika.co.id).

ETIOLOGI Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Faktor resiko yang telah teridentifikasi adalah: -

Usia lebih dari 40 tahun

-

Darah dalam feses

-

Riwayat polip rektal atau polip kolon

-

Adanya polip adematosa atau adenoma villus

-

Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga

-

Riwayat penyakit usus inflamasi kronis

-

Diet tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.

Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang harus dihindari : -

Daging merah

-

Lemak hewan

-

Makanan berlemak

-

Daging dan ikan goreng atau panggang

-

Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring)

-

Makanan yang harus dikonsumsi:

-

Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis ( seperti brokoli,brussels sprouts )

-

Butir padi yang utuh

-

Cairan yang cukup terutama air

-

Adapun Etiologi lainnya adalah sebagai berikut :

-

Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan ototoksin serta gelombang elektromagnetik.

-

Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging sapi dan kambing serta tranfusi darah.

-

Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.

-

Obesitas.

-

Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi, atau pengemudi kendaraan umum

-

Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.

-

Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.

 Manifestasi Klinis 1. Secara umum : perubahan kebiasaan defekasi,darah dalam feses,nyeri abdomen ,anoreksia,flatulen,dan tidak dapat mencerna makanan. 2. Gejala lanjut: penurunan berat badan,keletihan,penurunan kesehatan umum. 3. Manifestasi klinis berdasarkan pada lokasi kanker (lesi): a. Lesi kanan : nyeri dangkal,tidak jelas pada abdomen yang menyebar ke pungung,darah merah gelap pada feses,kelemahan,anemia,malaise,tidak dapat mencerna,penurunan berat badan,feses cair. b. Lesis sisi kiri: perubahan pada kebiasaan defekasi,kram,nyeri,penurunan ukuran feses,pendarahan merah terang,konstipasi,tekanan rektal dan defekasi tidak tuntas. c. Kolon tranversum : masa dapat diraba ,obstruksi,perubahan kebiasaan defekasi dan feses berdarah d. Rektal: perubahan kebiasan defekasi,pendarahan merah terang,tenesmus,nyeri hebat pada lipat paha,labia,skrotrun,tungkai atau penis Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi. Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samar dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium. Kanker kolon kiri, dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi.

Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah (Gale, 2000).  Patofisiologi Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati). Patologi kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar (Davey, 2006 : 335).

 Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1999) diantaranya: -

Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus besar (lapisan mukosa).

-

Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan mukosa.

-

Stadium III bila sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe yang banyak terdapat di sekitar usus. Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau bahkan ke organ-organ lain.

 Stadium pada karsinoma kolon yang ditemukan dengan system TMN (Tambayong, 2000 : 143). TIS

: Carcinoma in situ

T1

: Belum mengenai otot dinding, polipoid/papiler

T2

: Sudah mengenai otot dinding

T3

: Semua lapis dinding terkena, penyebaran ke sekitar

T4

: Sama dengan T3 dengan fistula

N

: Limfonodus terkena

M

: Ada metastasis

 Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu: 1.Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. 2.Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaranlangsung. 3.Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolonyangmenyebabkan pendarahan. 4.Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses. 5.Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok 6.Pembentukan absesPembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina. Contoh : Adanya sambungan dari saluran perkemihan dengan anus

 Pencegahan Kanker Kolon. 1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar danmenurunkan derajatkeasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar. 2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu. 3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E 4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus. 5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air besar. 6. Hidup rileks dan kurangi stress  Pemeriksaan penunjang -

Endoskopi Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi. Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera dilakukan bagi mereka yang sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak berbahaya, namun pemeriksaan ini tidak menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan untuk menemukan kanker kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk diperiksa di laboratorium patologi. Pada pemeriksaan ini diperlukan alat endoskopi fiberoptik yang digunakan untuk pemeriksaan kolonoskopi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus besar, memotretnya, sekaligus biopsi tumor bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat dilihat kelainan berdasarkan gambaran makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau ulkus, pengamatan kolonoskopi ditujukan pada kelainan warna, bentuk permukaan, dan gambaran pembuluh darahnya.

-

Radiologi Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru.

-

Ultrasonografi (USG). Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.

-

Histopatologi Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.

-

Pemeriksaan Hb Pemeriksaan ini penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami perdarahan (FKUI, 2001 : 210). Selain itu, pemeriksaan darah samar (occult blood) secara berkala, untuk menentukan apakah terdapat darah pada tinja atau tidak.

-

Barium Enema Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar melalui dubur dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada pemeriksaan ini hanya dapat dilihat bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila ada perlu diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi kanker dan polip yang besarnya melebihi satu sentimeter. Kelemahannya, pada pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan biopsi.

-

Laboratorium. Tidak ada pertanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.

-

Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.

-

Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya

 Tingkatan / Staging / Stadium Kanker Kolon Terdapat beberapa macam klasifikasi staging pada kanker kolon, ada klasifikasi TNM, klasifikasi Dukes:

B.

Hemorroid

 Asuhan keperawatan hemoroid Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena-vena di dalam fleksus hemoroidalis.Walaupun kondisi ini merupakan suatu kondisi fisiologis, tetapi karena sering menyebabkan keluhan pada pasien sehingga memberikan manifestasi untuk diberikan intervensi. Hemoroid mempunyai nama lain, seperti: wasir atau ambeyen. Suatu tampilan klinis, hemoroid dibedakan menjadi hemoroid internal dan eksternal.Hemoroid internal adalah pelebaran vena pada fleksus hemoroidalis superior diatas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.Hemoroid eksternal adalah pelebaran dan penonjolan pada pleksus hemoroid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutan didalam jaringan dibawah epitel anus.

 Stadium hemoroid Hemoroid internal dibagi menjadi 4 stadium Stadium I II III IV

Kondisi Klinis Hemoroid interna dengan perdarahan segar tanpa nyeri pada waktu defekasi. Hemoroid interna yang menyebabkan perdarahan dan mengalami prolaps pada saat mengedan ringan, tetapi dapat masuk kembali secara spontan. Hemoroid interna yang mengalami perdarahan dan disertai prolaps dan diperlukan intervensi manual memasukkan kedalam kanalis. Hemoroid interna yang tidak kembali kedalam atau berada diluar terusmenerus diluar.

 Etiologi Kondisi hemoroid biasanya tIdak berhubungan dengan kondisi medis atau penyakit, namun ada beberapa predisposisi penting yang dapat meningkatkan resiko hemoroid seperti berikut ini. 1. 2. 3. 4. 5.

Peradangan pada usus, seperti pada kondisi kolitis ulseratif atau penyakit crhon. Kehamilan, berhubungan dengan banyak masalah anorektal. Konsumsi makanan rendah serat. Obesitas Hipertensi portal.

 Patofisiologi Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan atau prolaps. Sebagian besar penulis setuju bahwa diet rendah serat menyebabkan bentuk feses menjadi kecil,yang bisa mengakibatkan kondisi mengejan selama BAB. Peningkatan tekanan ini menyebabkan pembengkakan hemoroid, kemungkinan gangguan oleh venous return. Kehamilan atau obesitas memberikan tegangan abnormal dari otot sphinter internal juga dapat menyebabkan masalah hemoroid, mungkin melalui mekanisme yang sama. Penurunan venous return dianggap sebagai mekanisme aksi. Kondisi terlalu lama duduk ditoilet ( atau saat membaca) diyakini menyebabkan penurunan relatif venous teturn didaerah perianal ( yang disebut dengan efek tourniquet), mengakibatkan kongesti vena dan terjadilah hemoroid. Kondisi penuaan menyebabkan melemahnya stuktur pendukung, yang memfasilitasi prolaps.Melemahnya struktur pendukung sudah dapat terjadi pada awal dekade ke-3.

Mengejan dan konstipasi telah lama dianggap sebagai penyebab dalam pembentukan hemoroid. Kondisi ini mungkin benar,mungkin juga tidak. Pasien yang melaporkan hemoroid memiliki tonus kanal istirahat lebih tinggi dari biasanya.Tonus istirahat setelah hemoroidektomi lebih rendah dari pada sebelum prosedur.Perubahan dalam tonus istirahat adalah mekanisme aksi dilatasi. Hipertensi portal telah sering disebutkan dalam hubungannya dengan hemoroid.Perdarahan masif dari hemoroid pada pasien dengan hipertesi portal biasanya bersifat masif.Varises anorektal merupakan kondisi umum pada pasien dengan hipertensi portal. Varises terjadi di midrektum,diantara sistem portal dan vena inferior rektal. Varises terjadi lebih sering pada pasien yang nonsirosis, dan mereka jarang mengalami perdarahan. Kondisi hemoroid dapat memberikan berbagai manifestasi klinis berupa nyeri dan pedarahan anus.Hemoroid internal tidak menyebabkan sakit karena berada diatas garis dentate dan tidak ada inervasi saraf.Namun, mereka mengalami perdarahan, prolaps dan sebagai hasil dari deposisi dari suatu iritasi ke bagian sensitif kulit perianal sehingga menyebabkan gatal dan iritasi.Hemoroid internal dapat menghasilkan rasa sakit perianal oleh prolap dan menyebabkan spasme sphingter disekitar hemoroid.Spasme otot ini mengakibatkan ketidaknyamanan sekitar anus.Hemoroid internal juga dapat menyebabkan rasa sakit akut ketika terjadi inkarserata atau strangulasi.Kondisi strangulasi dan nekrosis dapat menyebabkan ketidaknyamanan lebih mendalam.Ketika kondisi ini terjadi, sering menyebabkan kejang sphinter eksternal seiring dengan trombosis.Trombosis eksternal menyebabkan nyeri akut. Hemoroid internal yang paling sering menyebabkan perdarahan tanpa rasa sakit pada saat BAB.Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid internal akibat trauma oleh feses yang keras dan vena mengalami ruptur. Dengan meningginya spasme sphingter,perdarahan dapat bersifat muncrat. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses, mungkin hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan intensif dipleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakn “darah arteri”.Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat. Hemoroid internal dapat mendepositkan lendir ke jaringan perianal.Lendir pada feses dapat menyebabkan dermatitis lokal, yang disebut pruritus ani. Hemoroid eksternal menyebabkan gejala dalam 2 cara. Pertama, trombosis akut yang mendasari vena hemoroid eksternal dapat terjadi.Trombosit akut biasanya berkaitan dengan peristiwa tertentu, seperti tenaga fisik, berusaha dengan mengejan, diare atau perubahan dalam diet.Nyeri dan inervasi saraf oleh adanya distensi dan edema.Rasa sakit berlangsung selama 7-14 hari sesuai dengan resolusi trombosis. Kondisi hemoroid eksternal memberikan manifestasi kurang higienis akibat kelembapan dan rangsangan akumulasi mukus.Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam berupa ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap.

 Pengkajian Pengkajian hemoroid terdiri atas pengkajian anamnesi, pemeriksaan fisik, dan evaluasi diagnostik.Pada pengkajian anamnesis didapatkan sesuai dengan kondisi klinik perkembangan penyakit. Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri,perdarahan pada anus, dan merasa ada benjolan disekitar anus.

Keluhan nyeri hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis. Pengkajian riwayat penyakit dahulu, perawat menanyakan faktor predisposisi yang berhubungan dengan hemoroid, seperti adanya hemoroid sebelumnya, riwayat peradangan pada usus, dan riwayat diet rendah serat. Pengkajian psikososial akan ddapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya pemenuhan informasi intervensi keperawatan, pengobatan dan rencana pembedahan. Pemeriksa survei umumnya bisa terlihat sakit ringan, sampai gelisah akibat menahan sakit.TTV bisa normal atau bisa didapat perubahan, seperti takikardi, peningkatan pernafasan. Pemeriksaan anus untuk melihat adanya benjolan pada anus,kebersihan dan adanya ulserasi disekitar anus. Pemeriksaan colok dubur hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri.Colok dubur diperlukan untuk menyikirkan kemungkinan karsinoma rektum.

 Pengkajian diagnostik 1. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hitung darah lengkap untuk mendeteksi kadar hematokrit dan adanya anemia. 2. Pemeriksaan anoskopi. Penilaian dengan anoskopi diperlukan untuk melihat hemoroid internal yang tidak menonjol ke luar.Anoskopi dimasukkan dengan diputar untuk mengamati keempat kuadran.Hemoroid internal terlihat sebagai struktur vaskular yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. 3. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi. Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh prows radang atau prows keganasan ditingkat yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.

 Pengkajian Penatalaksanaan Medis

1. Konservatif. Terapi hemoroid interna yang simtomatik harus ditetapkan secara individual.Hemoroid adalah kondisi yang fisiologis dan karenannya tujuan terapi bukan untuk menghilangkan pleksus hemoroidal, terapi untuk menghilangkan keluhan.Kebanyakkan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong dengan tindakan lokal yang sederhana disertai nasehat tentang makan.Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi.Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan.Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali efek anestetik dan astrigen.Hemoroid internal yang mengalami prolaps oleh karena edema umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat tirah baring dan kompres lokal untuk mengurangi pembekakan.Rendam duduk dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri.Apabila ada penyakit radang usus besar yang mendasarinya, misalnya penyakin Chorn, terapi medis harus diberikan apabila hemoroid menjadi simtomatik. 2. Skeloterapi.

Skeloterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalna 5% fenol dalam minyak nabati.Penyuntikan diberikan ke submukosa di dalam jaringan areoral yang longgar di bawah hemoroid internal dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik yang meninggalkan jaringan parut. 3. Ligasi. Pada hemoroid besar dan mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi gelang karet.Dengan bantuan anuskop, mukosa di atas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau diisap ke dalam tabung ligator khusus.Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara tepat disekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. (Peng,2004) 4. Hemoroidektomi. Intervensi ini dilakukan pada pasien dengan keluhan kronis dan denan stadium III dan IV  Diagnosis Keperawatan 1. Nyeri b.d. kerusakan integritas jaringan, respons pembedahan. 2. Pemenuhan informasi b.d. adanya intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah. 3. Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree luka pascabedah. 4. Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat. 5. Intoleransi aktivitas b.d. cepat lelah, kelemahan fisik umum respons sekunder dari anemia. 6. Kacemasan pasien dan keluarga b.d. pronogis penyakit, rencana pembedahan.

 Rencana Keperawatan Rencana keperawatan disusun dengan tingkat toleransi individu.Untuk intervensi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko infeksi, dan dapat disesuaikan dengan intervensi pada pasien kanker kolon.Untuk intervensi intoleransi aktivitas dapat disesuaikan dapat disesuaikan pada pasien kanker rektal. Nyeri b.d. iritasi intestinal, respons pembedahan Tujuan: dalam waktu 3 jam nyeri hemoroid dan 2x24 jam pascabedah nyeri berkurang atau teradaptaksi. Kriteria evaluasi: - Secara subjektif pernyataan nyeri berkutang atau teradaptasi. - Skala nyeri 0-1 (0-4). - TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks. Intervensi Rasional Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi pereda nyeri nonfarmakologi dan nonivasif. dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri. Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi: PQRST dapat secara  Kaji nyeri dan pendekatan PQRST Pendekatan komprehensif menggali kondisi nyeri (lihat tabel 2.1) pasien. Apabila pasien mengalami nyeri 3 (0-4).  Ajurkan melakukan rendam bokong. Rendam bokong dengan larutan PK dapat menurunkan kolonisasi jamur pada area perianal sehingga menurunkan stimulus gatal atau nyeri pada hemoroid.  Anjurkan rendam air hangat. Mandi di bak mandi dengan air hangat secara umum menurunkan nyeri perianal. Kondisi ini akan meningkatkan relaksasi

sfingter dan menurunkan spasme dari perianal yang menjadi stimulus nyeri sehingga dapat menurunkan respons nyeri. 

es dapat meningkatkan Beri es pada kondisi nyeri akibat Pemberian vasokrontisi lokal sehingga menurunkan trombus pada hemoroid eksternal. rangsang nyeri dari trombus hemoroid.



Istirahatkan pasien pada saat nyeri Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang perlu untuk muncul. memenuhi kebutuhan metabolisme basal.



Atur posisi fisiologis.



Pengatur posisi semi fowler dapat membantu merelaksasu otot-otot abdomen pascabedah sehingga dapat menurunkan stimulus nyeri dari luka pascabedah. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan Mneingkatkan intake oksigen sehinga akan menurunkan nyeri sekunder pada dalam pada saat nyeri muncul. penurunan oksigen lokal.



Ajarkan teknik distarsi pada saat nyeri. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebabsebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. Kolaborasi dengan pemberian:  Analgetik.



Agen antidiare.

tim

medis

Distraksi (pengalihan perhatian) menurunkan stimulus internal.

dapat

Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.

untuk Analgetik diberikan untuk membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang. Agen antdiare terkadang diperlukan pada pasien untuk menurunkan efek hipermotilitas (thornton,2009).

Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, rencana pembedahan, dan rencana perawatn di rumah. Tujuan: dalam waktu 1x24 jam insformasi kesehatan terpenuhi. Keriteria evaluasi: - Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan. - Paien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan. Intervensi Rasional Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang Tingkat pengetahuan dipengaruhi oelh prsedur diagnostik, pembedahan hemoroid, kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat dan rencana perawata rumah. menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu paien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif. Cari sumber yang menigkatkan penerimaan Keluarga terdekat dengan pasien perlu informasi. dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko mesinterprestasi terhadap informasi yang diberikan.

Ajarkan toiler retraining.

Jelaskan tentang terapi skleroterapi.

Jelaskan tentang prosedur pembedahan.

Toilet retraining dilakukan dengan meningkatkan kembali pada pasien bahwa kamar mandi bukanlah perpustakaan. Pasien tidak harus duduk di toilet cukup lama untuk mengevakuasi isi usus dan tidak berupa untuk menejan terlalu kuat karena dapat menyebabkan hemoroid membesar. Peran perawat menglarifikasi pemberian penjelasan medis mengenai terapi skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia ke area plektus hemoroidalis yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan jaringan parut sehingga tidak terjadi lagi pelebaran vena. Operasi hemoroid biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal dengan obat penenang IV. Regional atau teknik anestesi umum juga digunakan.



Diskusikan jadwal pembedahan.





Pasien administrasi dan informed Pasien sudah menyelesaikan administrasi consent. dan mengetahui secara finansial biaya pembedahan. Pasien sudah mendapat penjelasan tentang pembedahan kolektomi atau kolostomi oleh tim bedah dan menandatangani informed consent. Persiapan intestinal. Pagi hari sebelum pembedahan, maka lakukan pemberian laksatif saring ringan dan pemberian dengan hati-hati enema pembersih mungkin cukup diberikan pada pasien. Persiapan puasa.



Puasa dilakukan minimal 6-8 jam sebeum dilakukan pembedahan.



Pencukuran area operasi

Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu dimulainya pembedahan. Apabila rumah sakit mempunyai jadwal kamar operasi yang padat, lebih baik pasien dan keluarga diberitahukan mengenai banyaknya jadwal operasi yang telah ditetapkan sebelum pasien.

Pencukuran area operasi dilakukan secara hati-hati pada area perianal. Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, rencana pembedahan, dan perawatan di rumah Intervensi Rasional Istirahat merupakan hal yang penting untuk  Persiapan istirahat dan tidur penyembuhan normal. Kecemasan tentang pembedahan dapat dengan mudah mengganggu kemampuan untuk istirahat atau tidur. Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien Pasien akan mendapat manfaat bila sudah bisa dikunjungi. mengetahui kapan keluarga dan temannya dapat berkunjung setelah pembedahan. Beri infromasi tentang manajemen nyeri Manajemen nyeri dilakukan untuk keperawatan. peningkatan kontrol pasa pasien. Berikan insformasi pada pasien dan Keterlibatan pasien dan keluarga dalam keluarga yang akan mejalani perawatan melakukan perawatan rumah pascabedah

rumah, meliputi. 

Anjurkan pencegahan.



untuk

intervensi

dapat menurunkan komplikasi dan dapat menigkatkan kemandirian dalam melakukan masalah yang sedang dihadapi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko meliputi.  Makanlah berbagai jenis buah dan sayuran setiap hari.  Hindari megkonsumsi makanan yang rendah serat. Diet tinggi serat dapat meningkatkan pasase lembek padat terbentuk dan mudah, serta tidak menstimulasi pelebaran pleksus vena. Beberapa agen nyeri farmakologik biasanya memberikan reaksi negatif pada gastrointestinal.

Ajurkan untuk semampunya melakukan manajemen nyeri nonfarmakologik pada saat nyeri muncul. Anjurkan kunjungan berkala. Menitor pasien secara teratur sampei mereka sembuh dan tidak memiliki gejala. Berikan motivasi dan dukungan moral. Intervensi untuk meningkatkan keinginan pasien dalam pelaksanaan prosedur pengembalian fungsi pascabedah kolostomi.

 Evaluasi Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Informasi kesehatan terpenuhi. Tidak mengalami injuti pasca prosedur bedah reseksi kolon. Nyeri berkurang atau teradaptasi. Asypan nutrisi optimal sesuai tingkat toleransi individu. Infeksi luka operasi tidak terjadi Kecemasan berkurang. Peningkatan konsep diri atau gambaran diri. Peningkatan aktivitas.

C.

Typoid Abdominalis

Demam tyfoid atau sering di sebut dengan tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multi sistemik yang di sebabkan oleh salmonella typhi.

 PATOGENESIS Salmonela typhi merupakan basil gaaram (-) dan bergerak dengan rambut getar. Transmisi salmonella typhi ke dalam tubuh manusia dapat melalui hal - hal berikut (hornick,1978) : 1. Transmisi oral, yang melalui makanan yang terkontaminasi kuman salmonella typhi. 2. Transmisi dari tangan ke mulut, dimana tangan yang tidak higienis mempunyai salmonella typhi langsung bersentuhan dengan makanan yang di makan. 3. Transmisi kotoran, dimana individu yang mempunyai basil salmonella typhi ke sungai atau dekat dengan sumber air yang di gunakan sebagai air minum yang kemudian di minum langsung di masak.

 PATOFISIOLOGI Kuman salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan di telan oleh sel- sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di dalam lamina propia. Sebagian dari salmonella typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Kemudian salmonella typi masuk melalui folikel lifa ke saluran limfatik dan sirkulasi saluran darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama -tama menyerang sistem retikulo endotelial(RES) yaitu : hati,limpa,dan tulang,kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat,ginjal dan jaringan lipa.(curtis,2006).

Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga di hinggapi. Pada mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol dan tampak seperti infilrat atau hiper plasia di mukosa usus (sjamsuhidayat,2005)

 KOMPLIKASI Kompilikasi demam typoid dapat di bagi menjadi dua bagian, meliputi hal-hal berikut (rowland,1961) : 1. Komplikasi pada usus halus. A. Perdarahan A. Perforasi B. Peritonitis 2. Komplikasi di luar usus halus : A. Bronkitis B. Bronkopneumonia

C. Ensefalopati D. Meningitis E. Miokarditis

 PENGKAJIAN Pengkajian dengan typoid akan di dapatkan sesui dengan perjalanan patologis penyakit. Secara umum keluhan utama pasien adalah dengan atau tidak di sertai mengigil.apabila pasien datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dimana perjalanan penyakit pada minggu pertama akan di dapatkan keluhan inflamasi yang belum jelas, sedangkan setelah minggu kedua, maka keluhan pasien menjadi lebih berat. Keluhan yang menyertai demam lazim di dapatkan berupa keluhan nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,kostipasi,dan nyeri otot.

Pada pengkajian rawat kesehatan mungkin di dapatkan kebiasaan tidak di olah dengan baik, sumber air minum yang tidak sehat dan tempat tinggal yang tidak sehat, serta kebersihan perseorangan pengkajian riwayat penyakit dahulu perlu di validasi tentang adanya sebelumnya.

mengonsumsimakan yang kondisi lingkungan rumah yang kurang baik. Pada penyakit tifus abdominalis

Pengkajian psikososial sering didapatkan adanya kecemasan dengan kondisi sakit dan keperluan pemenuhan informasi tentang pola hidup higienis. Pada pemeriksaan fisik akan di dapatkan menifestasi klinik yang berhubungan dengan perjalanan penyakit typoid.

 PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum: klien tampak lemah. 2. Kesadaran: composmentis.

3. Kepala: Normochepalic, rambut hitam, pendek dan lurus dengan penyebaran yang merata, tidak ada lesi. 4. Mata: Letak simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik. 5. Hidung: Pernapasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada polip, dan bersih. 6. Mulut: Tidak ada stomatitis, bibir tidak kering. a. Gigi: kotor dan terdapat caries. b. Lidah: kotor. 7. Telinga: Pendengaran baik,tidak ada serumen. 8. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid. 9. Dada:

Simetris, pernapasan vesikuler. 10. Abdomen: Nyeri tekan pada epigastrium. 11. Gastrointestinal: a. Inspeksi: -

Lidah kotor berselaput putih dan tepi hiperemis disertai stomatitis. Tanda ini jelas mulai namppak pada minggu kedua berhubungan dengan infeksi sistemik dan endotoksi kuman.

-

Sering muntah.

-

Perut kembung.

-

Distensi abdomen nyeri, merupakan tanda yang diwaspadai terjadinya perforasi dan peritonitis.

b. Auskultasi Didapatkan penurunan bising usus kurang dari 5x/mnt pada minggu pertama dan terjadi konstipasi, serta selanjutnya meningkat akibat terjadi diare. c. Perkusi Didapatkan suara timpani abdomen akibat kembung.

d. Palpasi -

Hepatomegali dan splenomegali. Pembesaran hati dan limpa mengindikasikan infeksi RES yang mulai terjadi pada minggu kedua.

-

Nyeri tekan abdomen.

12. Ekstremitas: a. Atas: Tangan kanan terpasang infuse dan aktifitasnya dibantu oleh keluarga. b. Bawah: Tidak ada lesi. 13. Anus: Tidak ada hemorrhoid. 14. Tanda-tanda vital: a. Tekanan darah: 120/80 mmHg. b. Nadi: 120x/mnt. c. Suhu: 39oC d. Respirasi: 24x/mnt.

 Diagnose Keperawatan Pada Klien Thypus Abdominalis 1. Nyeri b.d iritasi pada saluran gastrointestinal. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung. 3. Hipertemi b.d proses infeksi.

4. Risiko tinggi terjadi kurang volume cairan b.d kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh. 5. Intoleran aktivitas b.d tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual dan muntah), pembatasan aktivitas. 6. Kurangnya perawatan diri b.d istrirahat total  PENGKAJIAN DIAGNOSTIK Pengkajian dignostik yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium dan radiografi, meliputi hal-hal berikut ini. 1.Pemeriksaan darah tepi a. Eritrosit : kemungkinan terdapat anemia karena terjadi gangguan absorpsi fe di usus halus karena adanya inflamasi, hambatan pembantukan eritrosit dalam sumsum tulang atau adanya perforasi usus. b. Leukopenia polimorfonuklear (PMN) dengan jumlah leukosit antara 30004000/mm3, dan jarang terjadi kadar leukosit < 3000/mm3. leukopenia terjadi sebagai akibat penghancuran leukosit oleh endotoksin dan hilangnya eosinofil dari darah tepi (eosinofilia). Namun dapat juga terjadi leukositosis, limfositosis relatif pada hari ke sepuluh demam, dan peningkatan laju endap darah. c. Trombositopenia, biasanya terjadi pada minggu pertama (depresi fungsi sumsum tulang dan limpa). 2. Pemeriksaan urin, didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) dan leukosit dalam urin. 3. Pemeriksaan tinja, kemungkinan terdapat lendir dan darah karena terjadi perdarahan usus dan perforasi. Biakan tinja untuk menemukan salmonella dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat. 4. Pemeriksaan bakteriologis, diagnosis pasti bila dijumpai kuman salmonella pada biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang. 5. Pemeriksaan serologis yakni pemeriksaan widal. 6. Pemeriksaan radiologi.Untuk mengetahui adanya kelainan atau komplikasi akibat demam typhoid.  Pencegahan Thypus Abdominalis 1. Meningkatkan sanitasi lingkungan dengan penyediaan air minum yag memenuhi syarat (melalui proses chlorinasi), pembuangan kotoran manusia yang benar, pemberantasan lalat dan pengawasan terhadap produk makanan/minuman dari pabrik, home industry, rumah makanan dan penjual makanan keliling. 2. Usaha terhadap manusia dengan meningkatkan personal hygiene misalnya dengan gerakan mencuci tangan; imunisasi efektif menurunkan risiko penyakit 50-75%. Meskipun telah mendapatkan imunisasi tetap harus memperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan. Di Indonesia vaksinasinya bernama chotipa (choleratyphoid-paratyphoid) atau tipa (typhoid-para-typhoid). Dapat dilakukan pada anak usia 2 tahun yang masih rentan; menemukan dan mengawasi karier typhoid dan

pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang typhoid, pencegahan dan pengobatan typhoid.  Rencana Asuhan Keperawatan Pada Klien Thypus Abdominalis

Nyeri b.d iritasi pada saluran gastrointestinal Tujuan : nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi. Kriteria evaluasi : -

Nyeri berkurang.

-

Dapat mengetahui aktivitas yang dapat meningkatkan/ mengurangi rasa nyeri.

-

Klien tidak gelisah.

Intervensi 1. Jelaskan

Rasional dan

bantu

klien

dengan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi

tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan dan noninvasive

nonfarmakologi

menunjukkan

lainnya

telah

keefektifan

dalam

mengurangi nyeri 2. Lakukan

manajemen

nyeri

keperawatan:

a. Istirahat

a. Istirahatkan klien pada saat nyeri muncul

menurunkan

fisiologis

kebutuhan

akan

oksigen

yang diperlukan untuk memenuhi

b. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam saat nyeri muncul

kebutuhan metabolisme basal b. Meningkatkan

c. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

asupan

oksigen

sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia spinal

d. Manajemen lingkungan: Lingkungan

secara

tenang,

c. Distraksi batasi

pengunjung dan istirahatkan klien

dapat

menurunkan

stimulus internal d. Lingkungan

tenang

akan

menurunkan stimulus nyeri ekstrenal dan pembatasan pengunjung akan membantu oksigen

meningkatkan ruangan

berkurang

kondisi

yang

apabila

akan banyak

pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat

akan

menurunkan

kebutuhan oksigen jaringan perifer 3. Tingkatkan pengetahuan tentang: Sebab-sebab

nyeri

dan Pengetahuan

yang

akan

dirasakan

menguhubungkan berapa lama nyeri membantu mengurangi nyerinya dan dapat akan berlangsung

membantu

mengembangkan

klien terhadap rencana terapeutik

kepatuhan

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak nafsu makan, mual, dan kembung Tujuan : pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat. Kriteria evaluasi : -

Tidak ada mual dan kembung.

-

Nafsu makan meningkat.

-

Makan habis 1 porsi.

-

Berat badan meningkat/normal.

Intervensi

Rasional

1. Kaji pola makan dan status nutrisi klien

Sebagai dasar untuk menentukan intervensi

2. Berikan makan yang tidak merangsang Mencegah iritasi usus dan distensi abdomen (pedas, asam, dan mengandung gas) 3. Berikan makanan lunak selama fase Mencegah

terjadinya

iritasi

usus

dan

akut (masih ada panas/suhu lebih dari komplikasi perforasi usus normal) 4. Berikan makan dalam porsi kecil tapi Mencegah rangsangan mual/muntah sering 5. Timbang berat badan klien. Setiap hari Untuk dengan alat ukur yang sama

mengetahui

masukan

makanan/penambahan BB

6. Lakukan perawatan mulut secara teratur Meningkatkan nafsu makan dan sering 7. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang Agar klien kooperatif dalam pemenuhan adekuat 8. Berikan

nutrisi terapi

antiemetic

sesuai Untuk

program medic

mengontrol

mual

dan

muntah

sehingga dapat meningkatkan masukan makanan

9. Berikan

nutrisi

parenteral

sesuai Untuk

mengistirahatkan

gastrointestinal,

program terapi medic, jika pemberian dan memberikan nutrisi penting untuk makanan oral tidak dapat diberikan

metabolisme tubuh.

Hipertemi b.d proses infeksi Tujuan : hipertermi teratasi. Kriteria evaluasi : -

Suhu dalam batas normal (36-37oC).

-

Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. -

Turgor kulit elastic.

-

Membrane mukosa lembab.

-

Pengisian kapiler kurang dari 3 detik.

Intervensi

Rasional

1. Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2 jam atau Sebagai dasar untuk menentukan intervensi

4 jam 2. Observasi membrane mukosa, pengisian Untuk identifikasi tanda-tnada dehidrasi akibat kapiler, turgor kulit

panas

3. Berikan minum 2-2,5 liter sehari/24jam

Kebutuhan cairan dalam tubuh cukup mencegah terjadinya panas

4. Berikan komres hangat pada dahi, ketiak Kompres dan lipat paha

hangat

memberi

efek

vasodilatasi

pembuluh darah, sehingga mempercepat penguapan panas tubuh

5. Anjurkan

klien

untuk

tirah Menurunkan

kebutuhan

metabolisme

tubuh,

baring/pembatasan aktifitas selama fase sehingga menurunkan panas akut 6. Anjurkan klien menggunakan pakaian yang Pakaian tipis memudahkan penguapan panas, saat tipis dan menyerap keringat

penurunan panas klien akan banyak mengeluarkan keringat

7. Berikan terapo antipiretik sesuai program Untuk menurunkan/mengontrol panas medic dan evaluasi keefektifannya 8. Pemberian antibiotic sesuai program medic

Untuk mengatasi infeksi dan mencegah penyebaran infeksi

9. Pemberian cairan parenteral sesuai program Penggantian cairan akibat penguapan panas tubuh medic 10. Observasi hasil pemeriksaan darah (widal Untuk mengetahui perkembangan penyakit thypus kultur) dan feses

dan efektifitas terapi

11. Obeservasi adanya peningkatan suhu terus- Peningkatan suhu terus-menerus setelah pemberian menerus, distensi abdomen, nyeri abdomen

antipiretik dan antibiotic kemungkinan terjadinya komplikasi perforasi usus.

Risiko tinggi terjadi kurang volume cairan b.d kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh Tujuan : keseimbangan cairan adekuat. Kriteria evaluasi : -

Intake dan output seimbang.

-

Tanda-tanda vital dalam batas normal.

-

Membran mukosa lembab.

-

Pengisian kapilar baik (kurang dari 3 detik).

-

Produksi urine normal.

-

Berat badan normal.

-

Hematokrit dalam batas normal.

Intervensi

Rasional

1. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam Hipoteni, takikardia, demam menunjukkan respon terhadap kehilangan cairan

2. Monitor tanda-tanda kekurangan cairan Tanda tersebut menunjukkan kehilangan (turgor kulit tak elastic, produksi urine cairan berlebihan/dehidrasi menurun, membrane mukosa kering, bibir pecah-pecah, pengisian kapiler lambat) 3. Observasi dan catat intake dan output Untuk mendeteksi keseimbangan cairan dan cairan setiap 8 jam

elektolit

4. Berikan jcairan peroral 2-2,5 liter Untuk pemenuhan kebutuhan cairan tubuh perhari, jika klien tidak muntah 5. Timbang berat badan (BB) setiap hari BB merupakan indicator kekurangan cairan dengan alat ukur yang sama 6. Berikan

cairan

dan status nutrisi

parenteral

sesuai Untuk memperbaiki kekurangan volume

program medic

cairan

7. Awasi data laboratorium (hematokrit)

Indicator

status

cairan

klien,

evaluasi

adanya hemokonsentrasi

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual dan muntah), pembatasan aktivitas. Tujuan : toleran terhadap aktivitas. Kriteria evaluasi : -

Tidak ada keluhan lelah.

-

Tidak ada takikardia dan takipnea bila melakukan aktivitas

-

Kebutuhan aktivitas klien terpenuhi.

Intervensi

Rasional

4. Kaji tingkat toleransi klien terhadap Sebagai dasar untuk menetukan intervensi aktivitas 5. Kaji jumlah makanan yang dikonsumsi Untuk mengetahui intake nutrisi klien klien setiap hari 6. Anjurkan klien untuk tirah baring Untuk menurunkan metabolisme tubuh dan selama fase akut 7. Jelaskan

mencegah iritasi pada usus

pentingnya

pembatasan Untuk mengurangi peristaltik usus, sehingga

aktivitas selama perawatan

dapat mencegah terjadinya iritasi pada usus

8. Bantu klien melakukan aktivitas sehari- Kebutuhan klien terpenuhi,dengan energi hari sesuai kebutuhan

minimal sehingga mengurangi peristaltik usus

9. Libatkan keluarga dalam pemenuhan Partisipasi kebutuhan aktivitas sehari-hari

keluarga

kooperatif klien dalam perawatan

10. Berikan kesempatan pada klien untuk Memningkatkan melakukan

aktivitas

klien

meningkatkan

sesuai meningkatkan

partisipasi harga

klien

diri

kondisi klien (jika telah turun panasnya meningkatkan toleransi aktivitas

klien

dapat dan

beberapa hari dan hasil laboratorium menunjukan perbaikan) 11. Berikan

terapi

multivitamin

sesuai Meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga

dengan program terapi medik

meningkatkan aktivitas klien

Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi Tujuan : pemahaman tentang penyakit. Kriteria evaluasi : Klien dapat menjelaskan: - Penyakitnya -

Perawatan penyakitnya

- Pengobatan - Waktu kontrol ulang. Intervensi 1. Kaji

Rasional pengetahuan

klien

tentang Sebagai dasar untuk menentukan intervensi

penyakitnya 2. Jelaskan pada klien tentang penyakit Klien typhus

abdominalis:

mendapat

penjelasan

tentang

pengertian, penyakitnya

penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan komplikasi penyakit 3. Jelaskan

kepada

klien

tentang Klien mendapat kejelasan tentang perawatan

perawatan penyakit typhus abdominalis dirumah setelah pulang dari rumah sakit :

banyak

istirahat,

menghindari

makanan yang merangsang, hindari jajan ditempat sembarangan, makan makanan lunak yang panas, hindari aktivitas yang meningkatkan peristaltik usus 4. Jelaskan pentingnya

kepada

klien

menjaga

tentang Untuk mencegah terulangnya infeksi usus kebersihan yang berasal dari makanan, alat makan,

makanan dan kebersihan diri

kebersihan diri yang kurang

5. Berikan catatan tertulis waktu kontrol Agar klien mudah mengingat kapan waktu ulang setelah sakit

untuk kontrol yang tepat

 Evaluasi 1. Terjadi penurunan suhu tubuh. 2. Asupan nutrisi adekuat. 3. Penurunan tingkat nyeri atau nyeri teradaptasi. 4. Tidak terjadi kerusakan integritas jaringan dekubitus. 5. Penurunan tingkat kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Louis White,Gena Duncan.2002.Medical Surgery Nursing.Jakarta Suratum ,Lusianah.2010.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastroinstestinal.Jakarta:CV Trans info medika. Arif M,Kumala Sari.2010.Gangguan Gastroinstestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: Selemba Medika.

More Documents from "Yohana Frida"