Kelompok Askep Ispa(1).docx

  • Uploaded by: Yohana Frida
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok Askep Ispa(1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,499
  • Pages: 38
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I (KMB I) MAKALAH Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I dengan dosen pembimbing Ns.Lidwina Triastuti Listianingsih.,M.Kep.

Disusun oleh : Antonia Rosalina Lilis Susilawati Mario Barciano Keransz Safitri Burhan Sri Apriyanti

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS PADALARANG 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatnya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah I (KMB I) tentang gangguan pada sistem pernapasan atas. Tidak lupa kami ucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang tidak dapat kami ucapkan satu persatu. Makalah ini akan membahas tentang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang sekarang-sekarang ini banyaka ditemui dikalangan masyarakat di Indonesia. Banyak hal yang menjadi pencetus dari ISPA, serta jenis komplikasi yang mampu memperburuk keadaan penderita ISPA. Makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran untuk dapat memperbaiki setiap kesalahan di dalam makalah ini.

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Infeksi saluran pernapasan atas merupakan gangguan pada sistem pernapasan yang umum dirasakan oleh masyarakat.Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang megalami Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Berdasarkan data sampai dengan tanggal 04 Juni 2013, ada sebanyak 63 kasus ISPA berat yang teridentifikasi oleh sistem surveilans ISPA berat dengan proporsi positif influenza sebesar 12% (N = 6 kasus). (depkes.go.id).

Penyakit ISPA atau penyakit infeksi saluran pernafasan atas yang dapat menyerang semua umur, baik orang dewasa, remaja, atau balita. Namun yang paling rentan terserang ISPA adalah balita dan bayi. ISPA pun tidak mengenal tempat baik dinegara maju ataupun negara yang kurang berkembang. Oleh karena itu penderita ISPA didunia sangat tinggi. Penyakit ini disebabkan oleh virus pada saluran pernafasan ditandai dengan demam disertai satu atau lebih dari reaksi sistemi, seperti menggigil sakit kepala, malaise dan anorkesia; kadang pada anak – anak ada gangguan gastrointestinal. Tanda lokal juga terjadi diberbagai lokasi saluran pernafasan; bila hanya satu gejala atau kombinasi, seperti rhinitis, Sinusitis, Laringitis, faringitis dan komplikasi lainya. Namun pada saat ini, masih banyak pula masyarakat yang belum mengetahui gejala awal hingga bahaya dari ISPA, Oleh karena itu melalui makalah ini akan dijelaskan mengenai gejala awal dan resiko terjadinya ISPA serta komplikasinya pada saluran pernafasan atas.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan jalan napas atas? 2. Bagaimana perbandingan antara infeksi traktus respiratorius atas berkenaan dengan penyebab, insiden, manifestasi klinik, penatalaksaan, dan pentingnya perawatan kesehatan preventif? 3. Bagaimana menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien infeksi saluran napas atas? 4. Bagaimana menggambarkan penatalaksanaan keperawatan pasien dengan rhinitis, rhinosinusitis, faringitis dan laryngitis?

C. TUJUAN Dari rumusan masalah diatas maka makalah ini bertujuan untuk: 1. Menggambarkan penatalaksanaan keperawatan pasien dengan gangguan jalan napas atas 2. Membandingkan infeksi traktus respiratorius atas berkenaan dengan penyebab, insiden, manifestasi klinik, penatalaksaan, dan pentingnya perawatan kesehatan preventif. 3. Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien infeksi saluran napas atas. 4. Menggambarkan penatalaksanaan keperawatan pasien dengan rhinitis, rhinosinusitis, faringitis dan laryngitis.

BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. DEFINISI Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas yang menular, dengan gejala meliputi demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sesak napas, dan kesulitan bernapas (WHO, 2007). Infeksi saluan pernapasan atas (ISPA) dapat disebut pula dengan istilah common cold / selesma digunakan untuk menunjukan gejala – gejala infeksi saluran pernapasan atas yang ditandai dengan kongesti nasal, sakit tenggorokan, dan batuk. ISPA sangat menular karena pasien mengandung virus selama sekitar 2 hari sebelum timbul gejala dan selama bagian pertama fase gejala. Pasien yang mengalami ISPA akan mengalami gejala yang berlangsung lama atau terjadi secara berulang, dan pasien dengan ISPA biasanya jarang membutuhkan perawatan di Rumah Sakit tapi perawat yang bekerja di pusat ambulatori atau fasilitas perawatan jangka panjang dapat saja menghadapi pasien dengan infeksi ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk kondisi tersebut. 2. ANATOMI FISIOLOGI a. Hidung Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (Septum nasi).Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke lubang hidung. 1) bagian luar dinding terdiri dari kulit. 2) lapisan tengah terdiri dari otot dan tulang rawan. 3) lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah tiga buah: konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah), konka nasalis media (karang hidung bagian tengah), konka nasalis superior (karang hidung bagian atas). Diantara konka ini terdapat terdapat tiga buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan meatus inferior (lekukan bagian bawah).Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga hidung

berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis paada rongga tulang baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka nasalis.Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel-sel tersebut terutama terdapat dibagian atas.Pada hidung dibagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari penciuman (nervus olfaktorius). Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah.Saluran ini disebut tuba auditiva eustaki yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring.Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakrimalis. b. Faring Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain: keatas, berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang yang bernama koana; kedepan berhubungan dengan rongga mulut tempat hubungan ini bernama istmus fausium; kebawah terdapat dua lubang; kedepan lubang laring; kebelakang lubang esophagus. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.Sambung perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid.Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak.Dibelakang terdapat epiglottis (empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan. Rongga tekak dibagi dalam tiga bagian :   

Bagian atas yang sama tinggi dengan koana disebut nasofaring Bagian tengah yang sama tinggi dengan istmus fausium disebut orofaring Bagian bawah dinamakan laringofaring

c. Laring Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring,

sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain : a) kartilago tiroid ( 1 buah) depan jakun (Adam’s apple), sangat jelas terlihat pada pria. b) kartilago ariteanoid (2 buah ) yang berbentuk beker. c) kartilago krikoid ( 1 buah ) yang berbentuk cincin. d) kartilago epiglottis ( 1 buah ). Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epithelium berlapis. Pita suara ini berjumlah 2 buah : dibagian atas adalah pita suara palsu dan tidak mengeluarkan suara yang disebut dengan ventrikularis; dibagian bawah adalah pita suara yang sejati yang membentuk suara yang disebut vokalis, terdapat 2 buah otot. Oleh gerakan 2 buah otot ini maka pita suara dapat bergetar dengan demikian pita suara ( rima glotidis) dapat melebar dan mengecil, sehingga disini terbentuklah suara. d. Trakea Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf c).sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kea rah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang diapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina. e. Tuba Eustachius Anatomi tuba eustachius terdiri dari beberapa organ. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Tuba Eustachius pada orang dewasa panjangnya berkisar 36 mm dan terletak inferoanterior di medial telinga tengah. Terdiri dari dua bagian, 1/3 lateral (sekitar 12 mm) yang merupakan pars osseus, berada pada dinding anterior kavum timpani, 2/3 medial sekitar 24

mmm adalah pars fibrokartilagineus yang masuk ke dalam nasofaring. Ostium tuba terletak sekitar 1,25 cm di belakang dan agak di bawah ujung posterior konka inferior. Lumen tuba berbentuk segitiga dengan ukuran vertikal 2-3 mm dan horizontal 3-4 mm. Pars osseus selalu terbuka, pars kartilagineus pada saat istirahat akan tertutup dan akan terbuka pada saat menelan, menguap atau meniup keras. Mukosa tuba Eustachius dilapisi oleh epitel respiratorius berupa sel-sel kolumnar bersilia, sel goblet dan kelenjar mukus. Epitel ini bergabung dengan mukosa telinga tengah di pars osseus tuba. Muara tuba Eustachius yang terletak di telinga tengah berada pada dinding anterior dan dari sini akan memanjang ke arah depan, medial, dan ke bawah hingga memasuki nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari dua bagian, yaitu: 1. Bagian yang memiliki struktur tulang, terletak pada bagian sepertiga mendekati telinga tengah 2. Bagian yang memiliki struktur kartilaginosa, terletak pada bagian dua pertiga yang mendekati nasofaring Secara umum, tuba Eustachius cenderung selalu menutup. Dengan adanya kontraksi dari m. tensor veli palatini, tuba Eustachius dapat terbuka pada saat menelan, menguap, atau membuka rahang sehingga terjadi keseimbangan tekanan atmosfer antara kedua ruang diantara membran timpani (Levine dkk, 1997). Pada daerah inferolateral tuba Eustachius terdapat bantalan lemak Otsmann yang mempunyai peranan penting dalam penutupan tuba dan proteksi tuba Eustachius dan telinga tengah dari arus retrograde sekresi nasofaring. Otot-otot yang berhubungan dengan tuba Eustachius yang berperan penting dalam penutupan dan pembukaan tuba Eustachius adalah m.tensor velli palatine, m.levator veli palatine, m.salpingopharyngeus dan m.tensor timpani.

3. GANGGUAN PADA SISTEM SALURAN PERNAFASAN ATAS

a. Infeksi Saluran Pernapasan Atas Definisi Infeksi jalan napas atas merupakan kondisi umum yang mengenai kebanyakan orang pada waktu tertentu.Beberapa dari kondisi tersebut adalah akut, dengan gejala yang berlangsung lama, atau terjadi secara berulang.Jarang pasien dengan kondisi ini membutuhkan perawatan dirumah sakit; namun demikian, perawat yang bekerja di pusat ambulatory atau fasilitas perawatan jangka panjang dapat saja menghadapi pasien dengan infeksi ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk kondisi tersebut.

Etiologi ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang dapat disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus, dan jamur. Contoh bakteri misalnya: Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus, Hemofilus Influenza, Bordella Pertusis, dan Korinebakterium Differia (Achmadi dkk, 2004). Bakteri – bakteri tersebut terdapat diudara bebas dan akan masuk kemudian menempel disaluran pernapasan bagian atas yaitu hidung dan tenggorokan. Biasanya bakteri tersebut menyerang pada manusia yang memiliki kekebalan imun rendah misalnya saat musin panas ke musim hujan. Untuk golongan virus antara lain golongan miksovirus (termasuk didalamnya virus para – influensa, virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus-virus tersebut dapat menyebabkan terjadi sindroma batuk rajan, bronkiolitis, demam dan infeksi saluran napas bagian atas.

Manifestasi Klinis Sebagian besar ISPA menunjukan gejala yang amat penting yaitu batuk, flu, demam, dan suhu tubuh pada anak lebih dari 38,5°C yang disertai dengan sesak napas. Menurut derajat keparahannya ISPA dibagi menjadi tiga golongan yaitu:

1. ISPA Ringan Dapat dinyatakan seseorang menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut:  Batuk.  Serak (Bersuara parau).  Pilek yang mengeluarkan lendir dari hidung.  Demam dengan suhu tubuh lebih dari 37°C. 2. ISPA Sedang Dapat dinyatakan seseorang menderita ISPA sedang jika ditemukan gejala sebagai berikut:  Pernapasan lebih dari 40-50x/menit.  Suhu lebih dari 39°C.  Telinga sakit  Pernapasan berbunyi seperti mendengkur 3. ISPA Berat Dapat dinyatakan seseorang menderita ISPA berat jika ditemukan gejala sebagai berikut:  Nadi lebih dari 60x/menit atau tidak teraba.  Tenggorokan berwarna merah.  Tampak gelisah.  Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.  Bibir atau kulit membiru. (DepKes RI, 2007) Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada seseorang dengan gangguan ISPA dapat mencakup: 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru. 2. Hipertermi b.d invasi mikroorganisme. 3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan. 4. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA b.d kurangnya informasi.

Patofisologi Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-orang yang terinfeksi.Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia.Neuramidase mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada saluran napas bagian bawah.Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit, eritrrosit dan membran hyaline.Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A) dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak aktif. Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tampak. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap invasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yang disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.

Komplikasi Dari penjelasan diatas potensial komplikasi pada ISPA dapat mencakup:     

Sepsis Abses peritonsilar Otitis media Sinusitis Meningitis

Penatalaksanaan Penatalaksanaan Medis Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap ISPA. Penatalaksanaan ISPA terdiri atas terapi simptomatik. Beberapa tindakan dapat mencakup cairan yang adekuat, istirahat, pencegahan menggigil, dekongestan, nasal aqueous, vitamin c, dan ekspektoran sesuai kebutuhan. Kumur air garam hangat dapat melegakan sakit tenggorokan, dan aspirin atau asetaminofen meredakan gejala konstitusional umum. Antibiotik tidak mempengaruhi virus atau mengurangi insiden komplikasi; namun demikian antibiotik mungkin digunakan sebagai profilatik bagi pasien yang beresiko tinggi terhadap pernapasan. Penatalaksanaan Keperawatan Pembersihan jalan napas;pasien diinstruksikan posisi nyaman untuk meningkatkan drainase dari sinus yang akan tergantung dari letak infeksi, contohnya sinusitis yang dicapai dengan posisi tegak atau fowler. Memberikan uap untuk mengencerkan sekret serta mengurangi inflamasi. Medikasi sistemik atau topikal bila diresepkan. Tindakan meningkatkan kenyamanan; infeksi traktus respiratorius biasanya menghasilkan rasa tidak nyaman. Pada sinusitis, nyeri dapat terjadi pada area sinus dan sakit kepala. Pada faringitis, laringitis, atau tonsilitis akan terjadi sakit tenggorokan. Perawat menganjurkan istirahat kepada pasien, menginstruksikan dan mengedukasikan tentang teknik hygiene umum pada mulut dan hidung untuk mencegah penyebaran infeksi, menganjurkan untuk menggunakan alagesik seperti Asetaminofen (Tylenol) dengan kodein sesuai yang diresepkan. Peningkatan komunikasi;Infeksi jalan napas akut dapat mengakibatkan suara serak atau parau, oleh karena ituperawat menginstruksikan kepada pasien untuk tidak mencoba banyak berbicara karena akan mengakibatkan regangan pita suara yang menghambat pulihnya suara seperti semula. Memperbanyak masukan cairan; pada pasien ISPA upaya bernapas dan frekuensi pernapasan meningkat karena terjadinya inflamasi dan pembentukan sekresi. Demam yang timbul juga

dapat meningkatkan laju metabolik, yang mengakibatkan diaforesis dan kehilangan cairan. Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 gelas air hangat untuk mengencerkan sekresi dan melancarkan drainase. air dingin atau hangat dapat melegakkan tergantung dari keluhan pasien. Penyuluhan pasien; dilakukan untuk mencegah infeksi dan penyebaran ke orang lain serta meminimalkan komplikasi. Karena paogen yang sukar diinfeksi maka pencegahannya cukup sulit dilakukan, oleh karena itu mencuci tangan masih merupakan hal penting dalam mencegah penyebaran infeksi, anjurkan diet bergizi, olahraga yang sesuai, dan istirahat serta tidur yang cukup.

b. RHINITIS Definisi Rhinitis adalah suatu inflamasi membrane mukosa hidung dan mungkin dikelompokan baik ssebagai rhinitis alergik atau non alergik. Rhinitis non alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rhinitis viral (“common cold”) dan rhinitis nasal dan bacterial. Etiologi Flu atau pilek dapat menular karena virus melakukan inkubasi sampai dua hari sebelum gejala terlihat dalam satu tahap simtomatik.Wanita dewasa lebih rentang terkena dari pada pria dewasa.Rinitis karena virus dapat datang kapan saja, suhu dan lamanya pilek. Manifestasi klinik Manifestasi klinik dan pengkajian gejala dan tanda dari non alergi rinitis meliputi: 1. Rinorea (hidung meler) ,hidung tersumbat, nanah yang mengandung bakteri rinitis, bersin pruritus dari hidung, hidung, mulut, kerongkongan, mata dan telinga. 2. Adanya sakit kepala, bersamaan dengan tumbuhnya sinusitis. 3. Sakit tenggorokan, rasa tidak enak badan, demam, kedinginan, sakit di bagian otot. 4. Biasanya muncul batuk.

5. Beberapa ketika virus herpes simpleks meburuk biasanya disebut meriang. Gejala dari rhinitis viral dapat dirasakanselama 1 sampai 2 minggu.

Patofisiologi Non alergik rhinitis disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk faktor lingkungan seperti perubahan suhu atau kelembapan, hawa ataumakanan, infeksi, usia gejala sistemik, obat-obatan seperti kokain, penggunaan kronik decongestan nasal.Penyebab yang paling umum dari rhinitis non alergik adalah common cold dan salesma. Penyebab Rhinitis:

Kategori Alergi

Penyebab Musiman (serbuk sari dari bunga) Bertahun-tahun (debu/jamur) Vasomotor Idiopathic Penyalahgunaan dari nasal decongestants (rhinitis medicamentosa) Obat-obatan (reserpine, prazosin, cocain abuse) Perangsang psikologis (emosi, seksual) Faktor irritan (asap rokok, polusi udara, tempat pembuangan asap, kokain.) Kimiawi Tumor Kelainan septum Crusting Hypertrophied turbinates Benda asing Kebocoran cairan serebrospinal Radang Polyps (pada fibrosis alami) kronik Sarcoidosis Wegener’s granulomatosis Midline granuloma Infeksi Infeksi akut karena virus Sinusitis akut atau kronis Infeksi nasal (syphilis, tuberculosis) Hormonal Kehamilan Hypothyroidism Penggunaan kontrasepsi oral Adapted from Carr,M. M. Differential diagnosis of rhinitis. Accessed July 31,2009, from icarus.med.utoronto.ca/carr/manual/ddxrhinitis.html.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan meliputi terapi pada gejala-gejala yang ditimbulkan. Terapi pengobatan untuk rhinitis alergik dan nonalergik berfokus pada menghilangkan gejala. Pilihan pengobatan bergantung pada gejala-gejala, reaksi yang merugikan,resiko penggunaan obatobatan, dan biaya dari pasien. -

Mengurangi rasa sakit, nyeri dan demam : Asetaminofen atau obat antiinflamasi non-steroid seperti Aspirin atau Ibuprofen. - Empat kategori besar penggunaan pengobatan untuk menangani gejala flu antara lain : Antihistmain, Decongestan, Antitusive, dan Ekspektoran.  Antihistamin tetap menjadi pengobatan paling umum dan mengobatibersin, hidung tersumbat, pruritus dan rinorea. Efek yang ditimbulkan : sedasi, mulut kering, gangguan gastrointestinal, dan aritmia pada jantung.  Dekongestan : oral dan topikal. Terapi topikalmemberikan pengobatan langsung pada mukosa hidung tetapi jika digunakan secara berlebihan dapat menimbulkan rhinitis. Dekongestan oral dapat digunakan untuk gangguan pada hidungyang tersumbat. Dapat menggunakan spray saline yang befungsi sebagai dekongestan penyejuk dan dapat mencairkan mukus yang jika dibiarkan dapat mengeras.  Ekspektoran dapat digunakan tanpa resep dan digunakan untuk menghilangkan sekret. Jika gejala menunjukan infeksi akibat bakteri, agen antimikrobial dapatdigunakan. Treatment lain yang dapat digunakan adalah intake cairan yang adekuat, istirahatyang adekuat, mencegah terjadinya akibat yang lebih buruk, dan kmurkumur menggunakan air garam yang hangat untuk meringankan nyeripada sakit tenggorokan. Pasien dengan kelainan septum hidung dapat dirujuk pada spesialis THT. Rhinitis dibagi menjadi dua : 1. Rhinitis Akut Rhinitis akut merupakan infeksi virus di mukosa hidung, yang dikenal sebagai flu dalam bahasa awam. Penyebab tersering adalah koronavirus, rhinovirus, adenovirus, virus influenza, dan virus parainfluenza, sedangkan pada anak-anak oleh virus RS

(Respiratorik Sinisitial). Penyakit ini disebabkan melalui droplet yang infeksius. Penyebaran tersebut lebih mudah terjadi pada berbagai faktor yang memperlemah imunitas, seperti hipotermia atau musim kemarau karena fungsi sistem transport mukosiliar terhambat sehingga virus lebih lama berkontak dengan epitel permukaan. Gambaran Klinis Setelah melalui masa inkubasi selama beberapa hari, infeksi bermanifestasi klinis pada stadium awal dengan gejala berupa demam (kejang), sakit kepala, nyeri sendi, serta rasa tidak nyaman diseluruh badan. Pasien sering merasakan “gatal” ditenggorokan. Pada stadium selanjutnya, terjadi hipersekresi mukosa hidung, sekresi air mata, kecenderungan untuk bersin, dan penyumbatan hidung semakin berat akibat pembengkakan mukosa. Secret yang dihasilkan awalnya bersifat serosa encer, tetapi kemudian dapat menjadi kental dan purulen karena superinfeksi oleh bakteri. Akibat rhinorea dan seringnya pasien menggaruk hidung, iritasi kulit timbul dilubang hidung dan bibir atas. Setelah kira-kira 7-9 hari, gejala rhinitis virus akan mereda, tetapi kalau ada infeksi bakteri, gejala akan berlangsung lebih lama. Terapi Karena penyakit ini dapat sembuh spontan, penanganan ini pertama bersifat simptomatik. Agen simpatomimetik lokal dapat membantu mengatasi edema mukosa, tetapi obat ini sebaiknya tidak digunakan lebih dari 1 minggu untuk menghindari timbulnya rhinitis medikamentosa hiperreflektorik. Inhalasi dengan uap air dapat dicoba untuk meningkatkan keadaan umum, dan juga antipiretika (parasetamol) diberikan bila terdapat demam. Pada rhinitis bakteri akibat superinfeksi, penanganan dengan antibiotika dapat diindikasikan.

2. Rhinitis kronik a. Rhinitis Atrofi Gambaran Klinis Pasien rhinitis atrofi mengalami kekeringan ekstrem pada mukosa hidungnya. Selain epitel itu sendiri, kelenjar hidung juga mengalami atrofi sehingga hampir tidak dapat lagi memproduksi secret. Lendir yang mengeras menumpuk dimukosa hidung, yang akan semakin mengeras sehingga membentuk krusta dan akhirnya membusuk. Pada keadaan tersebut, dapat keluar bau busuk (terutama kalau terjadi infeksi sekunder), yang tidak dapat tercium oleh pasien sendiri karena epitel penghidu sudah mengalami kerusakan. Keadaan tersebut dinamakan ozaena, satu keadaan yang menimbulkan beban sosial bagi pasien. Penyebab atrofi primer pada mukosa hidung sampai kini masih belum jelas. Atrofi sekunder terjadi kalau terjadi kerusakan besar pada mukosa, misalnya akibat operasi. Terdapat juga atrofi yang bersifat familial, yang lebih sering mengenai perempuan. Terapi Terapi lebih bersifat simptomatik untuk melembabkan mukosa dengan obat tetes hidung yang mengandung minyak atau pembersihan krusta setiap hari dengan pembilasan. Upaya pembersihan tersebut tidak jarang menimbulkan epistaksis. Obat tetes dekongestan hidung dikontraindikasikan secara

absolute

karena

akan

memperparah

gejala.

Pembedahan dapat dicoba untuk melawan kekeringan dengan menyempitkan kelembapan

lumen epitel

hidung

dengan

atau

mempertahankan

membentuk

fistel

yang

berhubungan dengan rongga mulut. Akan tetapi, semua

pendekatan diatas tidak mampu menghilangkan gejala secara total.

b. Rhinitis Alergi Rhinitis alergi semakin banyak muncul di masyarakat dalam beberapa tahun terakhir, seperti halnya penyakit alergi lainnya. Alergi yang timbul pada awal tahun serta penyakit yang dipicu oleh bunga rumput dan biji gandum di awal musim panas termaksuk dalam alergi musiman. Di pihak lain, gejala hipersensifitas terhadap debu, dan tungau debu rumah serta bulu binatang dan spora jamur timbul sepanjang tahun. Selain itu, alergi terhadap bahan makanan dapat menjadi pemicu rhinitis, yang kemudian menjadi bentuk reaksi alergik. Patofisiologi dan gambaran klinis Rhinitis alergi di picu oleh reaksi tipe I sistem imun. Alergen yang berikatan dengan sel mast yang mengikat IgE dan menimbulkan degenasi. Hal ini menimbulkan pelepasan mediator peradangan (histamine,leukotrien,dan lain-lain). Selain efek lokal yang langsung, pelepasan mediator juga menimbulkan datangnya sel-sel peradangan lain secara lambat (terutama eosinofil) karena mukosa yang meradang. Dengan demikian, reaksi peradangan terbagi menjadi ; fase awal (0-30 menit setelah paparan allergen) yang di sertai oleh degranulasi sel mast dan fase lambat (2-12 jam setelahnya) dengan reaksi seluler. Akibat respon imun ini adalah kompleks gejala yang khas : 1) Gabungan pernafasan akibat edema mukosa 2) Gatal dengan rangsangan untuk bersin.

3) Sekresi encer dari hidung, biasanya dengan sekresi air mata sebagai pertanda konjungtivitis. Banyak pasien mengalami rhinitis bersama dengan penyakit atopic lain, seperti eksem, dermatitis alergik, atau asma bronchial. Diagnosis Tujuan kemungkinan

utama penyebab

diagnosis nonalergi

adalah untuk

menyingkirkan rhinitis

serta

mengidentifikasi allergen yang menimbulkan penyakit. Pada inspeksi hidung, mukosa tampak edema tosa terutama di daerah concha bawah dan ditutupi oleh secret encer. Setelah bertahuntahun mengalami gejala , alergi musiman dapat di bedakan dari alergi perennial berdasakan anamnesis. Pada inspeksi , alergi musiman biasanya membuat mukosa hidung jadi kebiruan, sedangkan alergi perennial menimbulkan gambaran peradangan yang merah membarah. Perubahan-perubahan diurnal juga membentuk pencarian allergen: bila gejala terutama timbul pada pagi hari, kecurigaan di arahkan pada alergi terhadap tungau debu rumah atau hipersensitivitas terhadap kapuk kasur. Hal yang penting juga di tanyakan adalah timbulnya gejala setelah kontak dengan hewan, tanaman, atau makanan tertentu. Selain anamnesis, langkah diagnosis alergi selanjutnya juga dilakukan. Akan tetapi, hasil positif pada uji tusuk jarum tidak menunjukan penyebab penyakit terkini. Barulah dengan pemeriksaan serum spesifik serta uji profokasi hidung, dapat di buktikan dengan hipersensitivitas yang sesungguhnya menjadi penyebab penyakit terkini.

Terapi Pendekatan yang terpenting dan cukup efektif untuk setiap proses alergi adalah menghindari allergen sama sekali. Upaya ini akan sangat membatasi aktifitas pasien, misalnya biila harus berpisah dari hewan peliharaan yang dicintai atau ketika harus berpindah tempat tinggal atau tempat kerja. Meskipun begitu, banyak kondisi yang dapat diciptakan dengan mudah. Pada alergi musiman, seperti alergi terhadap serbuk sari atau biji rumput yang berterbangan, seseorang dapet menetap sementara di lingkungan yang sedikit mengandung allergen (persisir, penggunungan). Dengan sering membersihkan alat alat tidur, dan dengan menggunakan bed cover khusus, tunggau debu rumah akan sensitive terhadap panas; kalau tidak dilakukan, jumlah tunggau akan berlipat ganda. Allergen makanan yang diketahui dapat dikurangi dapat mencapai jumlah minimum melalui diet yang sesua. Pada penatalaksanaan medikamentosa, diutamakan inhibasi degranulasi (asam kromoglisin, nedokromil) dan inhibisi mediator pemicu peradangan ( antihistamin). Stabilisator sel mast digunakan dalam bentuk sediaan tetes mata atau semprot hidung. Antihistamin ( antagonis H1) dapat digunakan secara topical (misalnya, azelatin) maupun secara sistemik. Namun, efek sedative perlu diperhatikan pada pemberian sistemik tetapi sediaan yang lebih baru(misalnya levocetirizin) kurang bersifat sedative. Steroid topical( misalnya, mometason, betametason) merupakan kelompok obat anti-inflamasi yang sangat poten; obat ini juga digunakan untuk mengobati rhinistis kronis bersama sama dengan pemberian anti histamine dan steroid sistemik. Bila menghindari allergen dan terapi medikamentosa tidak memberikan hasil yang memuaskan, desensitisasi menjadi terapi pilihan. Pada desensitisasi, allergen yang

dilemahkan diberikan secara intracutan selama beberapa bulan dengan dosis yang dinaikan secara perlahan. Tubuh menjadi “terbiasa” dengan protein asing yang bersangkutan dan reaksi imun tidak timbul kembali saat berkontak dengan allergen tersebut. Sebagai langkah terakhir pada obstruksi hidung, dapat dipertimbangkan pembedahan. Untuk mengurangi volume concha dan untuk melancarkan pernafasan hidung, mucosa hidung yang mengalami hyperplasia diangkat secara bedah ( turbinoplasti ), melalui koalgulasi atau pengguanaan laser. Bila ada deviasi septum, sekaligus dapat di koreksi dengan pembedahan yang sama. Dengan penanganan seperti ini, pasien hanya mendapat perbaikan dari sumbatan tapi gejala rhinorea dan gatal tetap ada. c. Rhinitis ( Hiperreflektorik) Vasomotor Rhinitis vasomotor timbul karena tidak seimbangan sistem saraf vregetatif dengan dominasi fungsi saraf parasintatis. Keadaan ini menyebabkan penurunan tonus pembuluh darah, pembengkakan dan kemerahan pada mucosa hidung. Gambaran Klinis Gambaran klinisnya serupa dengan gambaran klinis rhinitis alergik. Gejala utama adalah obstruksi, sekresi enceer dan gatal ringan. Indikasi alergi tidak dijumpai. Penyebab obstruksi yang biasanya tidak spesifik dapat berupa: inhalasi asap rokok atau debu, konsumsi alcohol, penurunan temperature, lingkungan atau stress. Terapi Bila pemicu dapat dihindari, penyakit ini biasanya tidak memerlukan pengobatan melalui pembilasan dengan air garam

dingin, perswarafan simpatis pembuluh darah dapat dirangsang, sehingga pembengkakan dapat dikurangi. Bila tidak, antihistamin dan steroid topical dapat digunakan. Pembedahan juga dapat diindikasikan pada kasus yang resisten terhadap pengobatan.

d.

RHINOSINUSITIS/SINUSITIS Definisi Rhinosinusitis sebelumnya dikenal dengan sinusitis, merupakan proses inflamasi pada sinus paranasal dan rongga hidung. (Chan and Khun, 2009).Rhinosinusitis diklasifikasikan berdasarkan lamanya gejala;akut : kurang dari 4 minggu, subakut : 4 – 12 minggu, kronis : lebih dari 12 minggu, dengan atau tanpa menimbulkan gejala yang lebih buruk. Rhinosinusitis lebih lanjut dapat diklasifikasikan sebagai acute bacterial rhinosinusitis (ABRS) or acute viral rhinosinusitis (AVRS).

Patifisiologi Rhinosinusitis akut biasanya disebabkan oleh virus influenza atau flu, bakteri penyebab infeksi atau rinitis alergi yang berkelanjutan.Hidung tersumbat, disebabkan oleh peradangan, edema, menuju pada rongga sinus. (gambar) menunjukkan perkembangan bakteri. Kumpulan bakteri lebih dari 60% pada rhinosinusitis akut. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, and less commonly Staphylococcus aureus and Moraxella catarrhalis (Tierney, McPhee, & Papadakis,2007). Oganisme lain yang kadang-kadang mempengaruhi Chlamydia pneumoniae, Streptococcus pyogenes, viruses and fungi (Aspergillus fumigates).

Faktor resiko Beberapa orang lebih mudah terkena rhinosinusitis karena berada pada lingkungan yang berbahaya seperti pekerjaan mengecat, tukang kayu dan pekerjaan yang berhubungan dengan proses kimiawi dapat berdampak pada inflamasi kronis pada

saluran pernafasan. Jika adanya obstruksi pada saluran pernafasan karena septum yang menyimpang atau karena hipertrofi pada turbinate, spurs, atau polip atau tumor pada hidung, infeksi sinus kemungkinan menyerupai rasa (smoldering) yang menetap pada infeksi yang kedua atau berkembang pada proses supuratif akut dikarenakan keluarnya nanah. Kondisi lain yang dapat menghalangi aliran normal pada sekresi sinus termasuk ketidaknormalan pada struktur hidung , polip yang membesar, menyelam dan berenang, infeksi gigi, trauma pada hidung, tumor, dan tekanan benda asing. Pasien dengan (immunocompromised) meningkatkan resiko berkembangnya sinusitis akibat jamur atau fungal sinusitis. Sinusitis tersebut terbagi dalam tiga kategori : (1) bola jamur, (2) sinusitis erosi kronis(non invasive),dan (3) jamur sinus alergik. A. fumigates merupakan organism yang paling biasa dihubungkan dengan fungal sinusitis. Bola jamur biasa material berwarna coklat atau hitam kehijauan dengan konsisteensi seperti selai kacang atau keju yang lembut.

Manifestasi Klinik dan Pengkajian Gejala dari rhinositis bacterial akut (acute bacterial rhinosinusitis[ABRS]) termasuk saluran hidung yg bernanah disertai dengan obstruksi nasal atau gabungan dari nyeri pada wajah, nyeri tekan, atau merasakan penuh pada hidung.(Rosenfeld et al., 2007). Nyeri pada wajah kemungkinan melibatkan wajah bagian anterior dan bagian periorbital. Pasien juga mungkin mengatakan pandangan yang kabur dan kotoran pada hidung yang berwarna, hidung tersumbat , biasanya membatasi atau sakit kepala yang menyebar. Timbulnya gejala selama 10 hari atau lebih setelah serangan pertama dari gejala saluran pernafasan atas yang mengindikasikan ABRS. Gejala dari rhinositis akut karena virus (acute viral rhinositis [AVRS]) hampir menyerupai ABRS dengan pengecualian pada lamanya gejala. Gejala AVRS datang kurang dari 10 hari setelah serangan awal dari gejala sistem pernafasan atas dan tidak memburuk. (Rosenfeld et.al., 2007) manifestasi klinis dari CRS menyerupai ABRS dan termasuk mucopurulent drainase, obstruksi nasal, batuk, serak atau parau yang kronis, sakit kepala kronis di area periorbital, nyeri tekan pada wajah, dan hiposmia (penurunan sensasi untuk penciuman) (Chan & Khun, 2009). Akibatnya pada hidung tersumbat yang kronis , pasien biasanya bernafas melalui mulut. Mendengkur, nyeri tenggorokan,

dan pada beberapa kondisi hipertrofi adenoidal juga dapat terjadi.Gejala gejala tersebut biasanya muncul saat bangun pagi hari. Untuk mendiagnosa rhinosinusitis,perlu diperhatikan riwayat masa lalu dan pemeriksaan fisik perlu dilakukan. Hal tersebut perlu sekali untuk memperoleh beberapa riwayat (termasuk asma, dan riwayat penggunaan tembakau.Riwayat demam, kelelahan, peristiwa sebelumnya dan pengobatan, dan respon terhadap terapi yg pernah dilakukan. Sinusitis dibagi menjadi dua : 1. Sinusitis Akut Sinusitis akut terutama terjadi pada rhinitis virus sebagai peradangan infeksius. Faktor predisposisi antara lain pergeseran letak ostium, penurunan imunitas pasien, serta virulensi mikroorganisme penyebab. Mukosa sinus yang sangat hiperemis dan kecilnya ventilasi menimbulkan tekanan negative di dalam rongga sinus. Kondisi ini menguntungkan untuk kolonisasi bakteri. Kuman yang sering terlibat dalam keadaan ini biasanya Pneumococcus dan Haemophilus influenza, dan yang lebih jarang, Streptococcus, Staphylococcus atau Moraxella. Sinus maxillaris dan cellulae ethmoidales paling sering terkena; yang lebih jarang terkena adalah sinus frontalis; dan pada kasus yang langka, sinus sphenoidalis. Bila lebih dari satu sinus mengalami peradangan, hal ini disebut polisinusitis; dan bila semua sinus terkena, disebut parasinusitis. Gambaran Klinis Gejala sinusitis akut serupa dengan gejala rhinitis akut, tetapi disertai dengan sakit kepala dengan derajat keparahan bervariasi. Gejala tersebut tampak mencolok di daerah sinus yang terkena. Pada sinusitis sphenoidalis, nyeri sering timbul di daerah vertex. Bila sinus maxillaries atau sinus frontalis terkena, nyeri kepala hebat akan timbul di atas daerah kedua sinus tersebut. Pada peradangan sinus frontalils, nyeri sering menjadi lebih berat saat kepala ditekuk ke depan. Diagnosis Rinoskopi memperlihatkan mukosa hidung yang membengkak, dan letak ostium biasanya bergeser. Pus di meatus

medialis menunjukan peradangan supuratif di sinus maxillaries, cellulae ethmoidales, dan sinus frontalis. Pada peradangan sinus sphenoidalis, kumpulan pus semacam itu dapat terlihat di dinding belakang faring. Pemeriksaan rontgen dilakukan atau dinilai bergantung pada dugaan sinus yang terkena. Bidang oksipitofrontal terutama memperlihatkan sinus frontalis dan cellulae ethmiodales, sedangkan bidang oksipitomental memperlihatkan sinus maxillaries dan sinus sphenoidalis. Pembengkakan mukosa selanjutnya akan menimbulkan penyempitan yang dapat terlihat berbentuk bantal di lumen sinus dan pus biasanya tampak dalam bentuk air-fluid level. Pemeriksaan CT sebenarnya baru dilakukan sebelum pasien menajlani operasi. Sonografi menjadi pemeriksaan diagnostic utama pada anak-anak dan orang hamil (karena harus terlindung dari radiasi). Terapi Pada sebagian besar kasus, penanganan konservatif sudah memadai, antara lain dengan pemberian obat tetes atau semprot dekongestan hidung untuk memperbaiki pernapasan hidung. Cara alternative adalah penggunaan kapas pembersih telinga yang sebelumnya dibasahi dengan agen simpatomimetik dan dimasukan secara langsung ke bawah concha media oleh dokter ahli THT. Bergantung pada jenis mikroorganisme, penyakit yang cukup parah ditangani dengan antibiotika yang sesuai. Selain itu, penggunaan panas dalam bentuk inhalasi uap (panas lembab) atau mandi sauna (panas kering) memperlihatkan efek yang menguntungkan. Bila sinusitis berlangsung lebih lama dari 10-14 hari, pendekatan invasive dapat dipertimbangkan. Tindakan tersebut adalah fungsi sinus maxillaries melalui concha inferior dan diikuti dengan pembilasan dengan larutan antibiotika. Cara serupa dapat dicoba dengan melakukan ‘pungsi tumpul’ melalui ostium di concha medialis. Pada peradangan sinus frontalis, pengeboran Beck masihh jarang dilakukan: setelah struktur tulang setinggi alis mata dibuka, sinus frontalis dibuka dengan bor. Pus dan secret dihisap melalui selang, dan rongga sinus yang kosong diisi dengan larutan antibiotika.

2. Sinusitis Kronis Manifestasi klinis. Sinusitis kronis biasanya disebabkan oleh obstriksi hidung kronic akibat rabas dan edema membrane mukosa hidung. Pasien mengalami batuk, karena tetesan konstan rabas kental kea rah nasofaring, dan sakit kepala kronis pada daerah periorbital dan nyeri wajah, yang paling menonjol saat bangun tidur pada pagi hari. Keletihan juga umum, sebagaimana hidung tersumbat. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis sinusitis kronis sama seperti penatalaksanaan sinusitis akut. Pembedahan diindikasikan pada sinusitis kronis untuk memperbaiki deformitas strukktural yang menyumbat ostia (ostium) sinus. Pembedahan dapat mencakup eksisi atau kauterisasi polip, penyimpanan septum, dan menginsisi serta mendrainase sinus. Sebagian pasien dengan sinusitis kronis parah mendapat kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim yang kering. Intervensi keperawatan. Seperti halnya sinusitis, pasien akan mendapatkan manfaat dari tindakan drainase sinus, seperti meningkatkan kelembaban(mandi uap, mandi hangat, sauna fasial), meningkatkan masukan cairan, dan memasang penghangat lokal (kantung panas basah) .

e.

FARINGITIS Faringitis dibagi menjadi dua : Faringitis Akut Faringitis akut merupakan inflamasi yang secara tiba-tiba pada faring beserta bagian belakng lidah, palatum lunak, dan tonsil.Faringitis kronik merupakan inflamasi yang menetap pada faring.

Patofisiologi Masalah yang sering terjadi pada faringitis akut dikarenakan infeksi virus.Virus tersebut adalah adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, dan virus herpes simpleks. Sebagian lain dikarenakan oleh organisme bacterial. Sepuluh persen orang dewasa dengan faringitistermasuk dalam grup A beta-hemolitik streptokokus (Group A beta-hemolytic streptococcus [GABHS]), dimana biasanya menunjuk pada streptokokus grup A (Group A Streptococcus [GAS]) atau faringitis streptokokal. Bacterial lain yang ditemukan dalam faringitis akut adalah Mycoplasma pneumonia, Neisseria gonorrhoeae ,and h.influenzae type B. Faktor Resiko Faringitis akut lebih umum pada pasien usia kurang dari 25 tahun (biasanya diantara 5 dan 15 tahun). Faringitis akut umumnya pada orang dewasa yang bekerja atau tinggal pada daerah yang berdebu, menggunakan suaranya berlebihan, menderita dari batuk yang kronis atau kebiasaan meminum alcohol dan menggunakan tembakau. Manifestasi klinis dan pengkajian Gejala dan tanda dari faringitis akut adalah membrane faringeal dan tonsil yang memerah, bengkak pada kantung limfoid dan terdapat bintik bintik eksudat berwarna putih keunguan, membesarnya dan servikal nodul limfoid yang melunak dan tidak bisa batuk.Eksudat bisa berada pada pilar tonsilar.Demam meningkat jadi 100.4ºF (38ºC), rasa tidak enak badan / malaise, dan sakit pada tenggorokan juga dapat dirasakan.Pasien dengan faringitis GAS dapat menunjukan muntah, anoreksia, dan demam kemudian membentuk ruam dengan urtikaria dikenal dengan scarlet fever. Pasien dengan faringitis kronis mengeluh rasa iritasi yang terus menerus atau terasa penuh pada tenggorokan, mucus terkumpul pada tenggorokan dan dapat terbuang dengan cara dibatukan, dan kesulitan menelan. Sakit tenggorokan membuat kemampuan menelan dalam keadaan kosong menjadi lebih buruk yang menunjukan kemungkinan adanya tiroiditis dan harus segera dievaluasi. Keakuratan diagnosis pada faringitis pada dasarnya menentukan organism kausatif dan harus segera memulai

pengobatan. Tes rapid strep (Rapid Strep Test[RSAT]) dan kultur strep (kadang kadang menunjuk pada STCX) memerlukan teknikpengumpulan yang tepat karena pengumpulan yang tidak tepat dapat mengurangi keakuratan tes.

Penatalaksanaan Keperawatan Dan Pengobatan Faringitis viral diperlakukan dengan tindakan yang mendukung.Antibacterial tidak dapat memberikan efek pada organism. Jika penyebab lebih dikarenakan bacterial, biasanya penicillin digunakan untuk pengobatan pada faringitis akut. Hidung tersumbat dapat dihilangkan dalam jangka pendek dengan menggunakan spray pada hidung atau obat yang mengandung ephedrine sulfate atau phenylephrine hydrochloride. Untuk pasien dengan riwayat alergi diresepkan secara oral setiap 4 sampai 6 jam.Aspirin atau acetaminophen dianjurkan sebagai antiinflamatori dan analgesic. Pengobatan pada faringitis akut didasarkan pada menghilangkan gejala, menghindari terjadinya iritasi, dan mengoreksi berbagai saluran pernafasan atas, pulmoner dan kondisi jantung yang dapat menyebabkan batuk kronis.Untuk orang dewasa dengan faringitis kronik, tonsilektomi merupakan pilihan yang efektif. Komplikasi Infeksi viral yang tidak terlalu parah biasanya akan turun dengan segera pada 3 sampai 10 hari setelah gejala awal. Bagaimanapun, faringitis disebabkan oleh banyak virulen bakteri seperti GAS, yang dirasakan sakit hebat.Jika tidak terpelihara dan penanganan yang salah, komplikasi dapat dirasakan lebih sakit dan bisa mengancam kehidupan. Komplikasi yag dirasakan termasuk rhinosinusitis, otitis media, tonsil bernanah, mastoiditis, dan adenitis servikal. Pada kasus yang jarang didapatkan , infeksi dapat lebih mudah mengarah pada bakteremia, pneumonia, meningitis, demam rematik, atau glomerulonefritis. Glomerulonefritis posstreptokokal akut ( Acute Poststreptococcal glomerulonephritis [APSGN]) merupakan komplikasi yang menyertai setelah 10 hari terkena gejala awal dari infeksi streptokokal dan berakibat pada gagal ginjal temporer.

APSGN dikarakterisasikan dengan gejala awal yang cepat dari hematuria, edema (berdasarkan stress pada saluran pernafasan dan edema paru), dan hipertensi dan hal tersebut biasanya didahului dengan kejadian GAS faringitis atau pyoderma (infeksi pada kulit dengan adanya bisul) (Ahn&Ingulli,2008). Dugaan diagnosis tidak baik untuk pasien lanjut usia dengan faktor resiko lain untuk penyakit ginjal (Rodriguez-Iturbe & Musser, 2008).

Faringitis Kronis Faringitis kronik umum terjadi pada individu dewasa yang bekerja atau tinggal dalam lingkungan berdebu, menggunakan suara berlebihan, menderita akibat batuk kronis, dan penggunaan habitual alcohol dan tembakau. Dikenali tiga jenis faringitis : 1. hipertrofik, ditandai oleh penebalan umum dan kongesti membrane mukosa faring. 2. atrofik, kemungkinan merupakan tahap lanjut dari jenis pertama (membrane tipis, keputihan, licin, dan pada waktunya, berkerut). 3. granular kronik (“clegyman’s sore throat”), dengan beberapa pembengkakan folikel limfe pada dinding faring. Manifestasi klinis Pasien dengan faringitis kronis mengeluhkan sensasi iritasi dan sesak pada tenggorokan dan terus-menerus; lendir, yang terkumpul dalam tenggorok dan dapat di keluarkan dengan membatukkan; dan kesulitan menelan. Penatalaksanaan medis Pengobatan faringitis kronik berdasarkan pada penghilangan gejala, menghindari pemanjangan terhadap iritan, dan memperbaiki setiap gangguan saluran nafas atas, paru atau jantung yang mungkin mengakibatkan terhadap batuk kronis. Kongesti nasal mungkin dapat di hilangkan dengan sprei nasal atau obat-obat yang mengandung epinefrin sulfat(afrin) atau fenilefrin hidroklorida (neo-syn-phrine). Jika terdapat riwayat alergi, salah satu medikasi dekogestan antihismain, seperti drixora atau dimeltapp, diminum setiap 4-6 jam. Malaise secara efiektif dapat di control dengan aspirin atau asetaminofen. Kontak dengan

orang lain harus di hindari, setidaknya sampai demam benar-benar menghilang. Penatalaksanaan keperawatan Untuk mencegah penyebaran infeksi, pasien diinstruksikan untuk menghindari kontak dengan orang lain sampai demam benarbenar menghilang dan menghindari penggunaan alcohol, tembakau, asap rokok, dan polutan pemajanan terhadap dingin. Polutan lingkungan atau tempat kerja harus di hindari atau terpajan minimal dengan menggunakan masker. Pasien diberi dorongan untuk memperbanyak minum. Berkumur dengan larutan normal salin mungkin dapat menghilangkan rasa tidak nyaman. Pelega tenggorok akan menjaga tenggorok tetap lembab.

f. LARINGITIS Merupakan inflamasi pada laring. Patofisiologi Laryngitis seringkali terjadi sebagai hasil dari menyakiti atau menyalahgunakan suara atau terpapar debu, bahan kimia, merokok dan polutan lain, atau sebagai bagian dari URI.Juga dapaat dikarenakan infeksi pada pita suara.Laaringitis juga dihubungkan dengan refluks gastroesofageal. Laryngitis sering sekali disebabkan oleh pathogen yang sama pada pilek dan faringitis; yaitu virus. Laryngitis sering dihubungkan dengan rhinitis akibat alergi atau faringitis.Gejala awal infeksi dihubungkan dengan perubahan suhu yang tiba-tiba, nutrisi yang kurang vitamin, malnutrisi atau keadaan imun yang tertekan. Laryngitis viral biasanya pada saat musim dingin dan mudah menularkan pada yang lain. Manifestasi klinis dan pengkajian Tanda pada laryngitis akut adalah serak atau aphonia(tidak dapat bersuara total) dan batuk hebat. Tanda lain pada laryngitis akut adalah gejala awal yang secara tibatiba karena angin yang dingin.Pada pagi hari tenggorokan terasa buruk dan mulai sembuh ketika pasien dalam iklim hangat. Pada waktu itu, pasien akan batuk kering , nyeri tenggorokan yang lebih buruk pada jam malam hari. Jika yang dirasakan karena alergi, uvula akan dengan nyata

membengkak. Banyak pasien mengeluh dengan adanya perasaan gatal pada tenggorokan yang dapat menjadi lebih buruk pada udara dingin atau meminum minuman dingin.Laryngitis kronis ditandai dengan serak yang terus menerus. Penatalaksanaan Keperawatan Dan Pengobatan Penatalaksanaan pada laryngitis kronik atau akut adalah mengistirahatkan suara, menghindari iritan (termasuk merokok), istirahat dan menghisap uap dingin atau aerosol. Mayoritas pasien sembuh dengan pengobatan konservatif; bagaimanapun, laryngitis cenderung lebih berat pada pasien usia lanjut dan kemungkinan komplikasi pada pneumonia. Jika laryngitis merupakan bagian dari infeksi saluran pernafasan yang lebih luas dikarenakan oleh organism bacterial, atau jika hal tersebut lebih berat, terapi antibacterial yang tepat dapat dimulai.Pada laryngitis kronik, penggunaan kortikosteroid topical mungkin dapat diberikan secara inhalasi.

4. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ISPA Asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi saluran pernafasan atas terdiri dari pengkajian data, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. a. Pengkajian Data 1) Riwayat Kesehatan:  Apakah ada tanda gejala sakit kepala?  Apakah ada sakit tenggorokan?  Apakah ada sakit menelan?  Apakah ada batuk?  Apakah ada suara yang serak?  Apakah ada demam?  Apakah ada hidung tersumbat?  Apakah ada rasa tidak nyaman umum dan keletihan?  Kapan gejala timbul?  Apakah ada faktor pencetus?, Jika ada hala apa yang meringankan atau memperburuk gejala tersebut?  Apakah ada riwayat alergi? 2) Pemeriksaan Fisik  Inspeksi menunjukan pembengkakan, lesi, atau simetris hidung, perdarahan.  Inspeksi mukosa hidung; warna kemerahan, pembengkakan atau eksudat dan polip hidung yang mungkin terjadi dalam rhinitis kronis.  Inspeksi tenggorok; warna kemerahan, lesi.  Inspeksi tonsil dan faring, warna kemerahan, asimetri, adanya drainase, ulserasi atau pembesaran.  Palpasi sinus frontalis dan maksilaris, terhadap nyeri tekan yang menunjukan inflamasi.  Palpasi trakhea, apakah posisi pada garis tengah leher, apakah ada massa, deformitas.  Palpasi nodus limfe leher; apakah terjadi pembesaran, nyeri tekanyang berkaitan. b. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pada data pengkajian diagnosa keperawatan utama pada klien infeksi saluran pernafasan atas, sebagai berikut: 1) Tidak efektifnya bershan jalan nafas berhubungan dengan sekresi berlebih akibat proses inflamasi.

2) Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan iritasi jalan nafas atas akibat infeksi. 3) Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan iritasi jalan nafas atas akibat infeksi / pembengkakan. 4) Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan sekunder akibat diaforesis yang berkaitan dengan demam. 5) Kurangnya pengetahuan mengenai perawatan penyakitnya.

c. Perencanaan Keperawatan Dalam menyusun perencanaan keperawatan berpedoman pada diagnosa keperawatan yang ditemukan: Diagnosa 1 Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi berlebihn sekunder akibat proses inflamasi Tujuan: Kebersihan jalan nafas efektif Kriteria hasil : a) b) c) d)

Frekuensi nafas normal 16 – 20 x/menit Bunyi nafas bersih Kongesti hilang Jalan nafas bersih

Intervensi:  Kaji perubahan pola nafas Rasional : Pola nafas dapat berubah karena ada sumbatan jalan nafas.  Tingkatkan masukan cairan 2-3 liter/hari Rasional : Hidrasi mampu membantu mengencekan lendir.  Lakukan inhalasi 2 x/hari Rasional : Dengan menghirup uap dapat mengercerkan sekresi dan mengurani inflamasi mukosa.  Anjurkan klien memilih posisi semi fowler. Rasional : Untuk meningkatkan drainasedari sisi sinus yang terinfeksi.  Kolaborasi dalam pemeberian pengobatan sistemik atau topikal. Rasional : Untuk membantu menghilangkan kongesti nasal atau tenggorokan.

Diagnosa 2 Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan iritasi jalan nafas atas akibat infeksi. Tujuan

: meningkatkan kenyamanannya; nyeri teratasi.

Kriteria hasil : klien mengikuti tindakan yang dianjurkan, nyeri berkurang atau hilang. Intervensi : 1) Kaji tingkat nyeri : frekuensi, durasi, skala Rasional: untuk mengetahui perubahan nyeri 2) Berikan kompres hangat pada bagian yang nyeri Rasional: untuk menghilangkan nyeri 3) Pemberian analgesik sesuai program pengoatan Rasional: untuk menghilangkan nyeri 4) Anjurkan klien untuk istirahat 6-8 jam/hari Rasional: istirahat dapat membantu menghilangkan rasa nyeri 5) Anjurkan klien untuk melakukan teknik hygiene umum pada mulut dan hidung Rasional: untuk membantu menghilangkan rasa tidak nyaman setempat

Diagnosa 3 Gangguan komunikasi berhubungan dengan iritasi jalan nafas atas akibat infeksi/pembengkakan. Tujuan

: gangguan komunikasi teratasi.

Kriteria hasil : klien dapat melakukan komunikasi secara nonverbal.

Intervensi: 1) Jelaskan pada klien untuk mengurangi berbicara selama serangan akut Rasional: untuk mempercepat penyembuhan penyakit. 2) Anjurkan berkomunikasi nonverbal atau dengan isyarat 3) Anjurkan komunikasi melalui tulisan bila memungkinkan Rasional: Karena regangan pita suara lebih lanjut dapat menghambat pulihnya suara dengan sempurna.

Diagnosa 4 Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis (berkeringat banyak) berkaitan dengan demam. Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi Kriteria hasil:   

Intake cairan adekuat 2-3 liter sehari Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi Suhu normal 36°C - 37°C

Intervensi: 1) Anjurkan klien minum 2-3 liter perhari selama fase akut kecuali ada kontraindikasi Rasional: hal ini dapat memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh 2) Observasi tanda-tanda dehidrasi Rasional: dapat mengetahui kekurangan cairan sedini mungkin 3) Observasi tanda-tanda vital Rasional: Kekurangan cairan dapat meningkatkan suhu tubuh 4) Jelaskan pentingnya istirahat dan tidur yang cukup 6-8 jam/hari Rasional: untuk mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi terhadap infeksi pernafasan. 5) Jelaskan kepada klien agar menutup mulut saat batuk atau bersin Rasional: untuk mencegah penularan penyakit pada orang lain

d. Pelaksanaan Keperawatan Pelaksanaan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun pada perencanaan. e. Evaluasi Keperawatan a. Bersihkan jalan nafas efektif 1) Frekuensi nafas normal 2) Bunyi nafas bersih 3) Jalan nafas klien bersih b. Kenyamanan klien meningkat 1) Nyeri berkurang / hilang 2) Skala nyeri 0 – 3 c. Komunikasi lancar 1) Klien dapat melakukan komunikasi nonverbal 2) Klien mampu melakukan komunikasi melalui tulisan d. Intake cairan adekuat 1) Intake cairan 2 – 3 liter perhari

2) Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi 3) Suhu tubuh normal e. Pemahaman klien tentang penyakit meningkat, yaitu dalam hal: 1) Pencegahan infeksi 2) Diet 3) Istirahat 4) Pengobatan

DAFTAR PUSTAKA Smeltzer, Suzzane C.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner Suddarth. Vol 1. Ed 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Manurung, Santa.2009.Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta : CV.Trans Info Media.

Mashudi, Sugeng.2011.Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

Pellico, Linda Honan. 2013. Focus On Adult Health : Medical Surgical Nursing. China : Wolters Kluwer Health | Lippincott Williams & Wilkins.

Bakteri/Virus

ISPA

Virus influenza A,C

Laring

Faring

Sinus

Tuba

Peradangan

Radang

Tonsillitis

OMA

orofaring Peradangan

Hidung : silia, mukosa, pembuluh darah

Peradangan

Laryngitis

Sel seluler

CSF

Serosa

Histamine, bradikinin

Meningitis

Faringitis kronis

Permeabilitas pembuluh darah

fagositosis

Vasodilatasi Humoral

Seluler

Ig A

Proses pemindahan cairan sinus

Sel T

Histamine bradikinin

Sinusitis akut

Permeabilitas PD meningkat

Cairan

Serosa

vasodilatasi

Eksudat Edema mukosa

Rhinitis Limfoid

Infeksi jalan nafas

Alergi

Serbuk bunga, debu, jamur

Non-Alergi

Sinusitis kronis

ISPA, virus, bakteri Inkubasi HSV

Endolium

Faringitis akut Daya tahan menurun Antigen β sel darah putih

Aliran perilium (produksi nutrisi)

Meriang

Related Documents


More Documents from "Melita Ramadhani"