Sap Teknik Kontrol Infeksi.docx

  • Uploaded by: Sodikin Thok
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sap Teknik Kontrol Infeksi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,872
  • Pages: 23
SATUAN ACARA PENYULUHAN Topik Waktu Hari/Tanggal Sasaran Tempat

: Teknik Kontrol Infeksi : : : :

I. Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti penyuluhan ini peserta dapat memahami Teknik Kontrol Infeksi. II. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti penyuluhan ini peserta dapat : 1. Menjelaskan tentang Rantai Proses Infeksi. 2. Menjelaskan Cara Penularan Mikroorganisme. 3. Menjelaskan Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi. 4. Menjelaskan Infeksi Nosokomial. 5. Menjelaskan Sterilisasi. 6. Menjelaskan tentang Pencegahan infeksi. 7. Menjelaskan Masalah pada pengendalian infeksi. III. Materi 1. Rantai Proses Infeksi. 2. Cara Penularan Mikroorganisme. 3. Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi. 4. Infeksi Nosokomial. 5. Sterilisasi. 6. Pencegahan infeksi. 7. Masalah pada pengendalian infeksi. IV. Kegiatan Proses Penyuluhan 1. Pembukaan (5 menit).  Perkenalan  Pre test (Tanya jawab acak)  Menjelaskan TIU dan TIK dan garis besar materi penyuluhan. 2. Proses penyuluhan (20 menit)  Menjelaskan / ceramah materi.  Diskusi dan tanya jawab. 3. Penutupan (5 menit)  Menyimpulkan bersama.  Evaluasi/post test. V. Metode 1. Ceramah 2. Diskusi dan tanya jawab. 3. Demonstrasi VI. Media 1. Flip Chart 2. Poster 3. Leaflet

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi yang memantau untuk mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja keperawatan kesehatan dari penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan beresiko terkena infeksi karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme infeksius, meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam fasilitas perawatan akut atau ambulatory, klien dapat terpajan pada mikroorganisme baru atau berbeda,yang beberapa dari mikroorganisme tersebut dapat saja resisten terhadap banyak antibiotik. Dengan cara mempraktikan teknik pencegahan dan penembalian infeksi perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme terhadap klien.

B. Ruang Lingkup Masalah 1.

Rantai Proses Infeksi

2.

Cara Penularan Mikroorganisme

3.

Faktor yang Mempengaruhi Proses Infeksi

4.

Infeksi Nosokomial

5.

Sterilisasi dan Desinfeksi

6.

Pencegahan Infeksi

7.

Masalah Pada Pengendalian Infeksi

8.

Proses Keperawaan Pencegahan Infeksi

C. Tujuan 1.

Untuk mengetahui infeksi

2.

Untuk mengetahui cara penularan mikroorganisme

3.

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi proses infeksi

4.

Untuk mengetahui infeksi nosokomial

5.

Untuk mengetahui sterilisasi dan desifeksi

6.

Untuk mengetahui pencegahan infeksi

7.

Untuk mengetahui masalah pada pengendalian infeksi

8.

Untuk mengetahui proses keperawatan terhadap pencegahan infeksi

BAB II PEMBAHASAN

A. Rantai Proses Infeksi Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan. Penyakit akan timbul jika patogen berbiak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. (Potter & perry : 2005) Infeksi merupakan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh,terutama yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intra selular, atau respon antigen-antibodi. (Kamus Saku Kedokteran Dorland: 1998). 1.

Rantai infeksi proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara penularan, portal of entry dan host/ pejamu yang rentan. a.

Agen Infeksi Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora transient maupun resident. Organisme transient normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak di kulit. Organisme transien melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan obyek atau orang lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dari host/penjamu.

b.

Reservoar (Sumber Mikroorganisme) Adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik berkembang biak atau tidak. Yang bisa berperan sebagai reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya di kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya microorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya terdapat mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain menjadi sakit (carier). Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam reservoar jika karakteristik reservoarnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan pencahayaan

c.

Portal Of Exit (Jalan Keluar) Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan jalan keluar (portal of exit untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum

menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pernapasan, pencernaan, perkemihan, genitalia, kulit dan membrane mukosa yang rusak serta darah. d.

Cara Penularan (Transmission) Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau darahnya;kontak tidak langsung melalui jarum atau balutan bekas luka penderita; peralatan yang terkontaminasi; makanan yang diolah tidak tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.

e.

Portal Masuk (Port de Entry) Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam tubuh.

f.

Daya Tahan Hospes (Manusia) Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.

2.

Proses Infeksi Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang diberikan. Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres. Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan hospes bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes

yang melemah adalah: infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut: a.

Periode/ Masa Inkubasi Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala pertama. Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari

b.

Tahap Prodromal Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.

c.

Tahap Sakit Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.

d.

Pemulihan Interval saat munculnya gejala akut infeksi

3.

Tipe Infeksi a.

Kolonisasi : Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi flora yang menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa tumbuh dan berkembang biak tetapi tidak dapat menimbulkan penyakit. Infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi sukses menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang sistem pertahanannya tidak efektif dan patogen menyebabkan kerusakan jaringan.

b.

Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana mikroorganisme tinggal.

c.

Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh yang lain dan menimbulkan kerusakan.

d.

Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri

e.

Septikemia : multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi sistemik

f.

Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat

g.

Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama (dalam hitungan bulan sampai tahun)

B. Cara Penularan Mikroorganisme 1.

Tipe Mikroorganisme Penyebab Infeksi a.

Bakteri Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah, makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya

b.

Virus

Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk dalam sel hidup untuk diproduksi. c.

Fungi Fungi terdiri dari ragi dan jamur

d.

Parasit Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit adalah protozoa, cacing dan arthropoda.

2. Cara Penularan Mikroorganisme Proses penyebaran mikroorganisme kedalam tubuh, baik pada manusia maupun hewan dapat melalui berbagai cara di antaranya : a.

Kontak Tubuh Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran secara langsung maupun tidak langsung. Penyebaran secara langsung melalui sentuhan dengan kulit, sedangkan secara tidak langsung dapat melalui benda yang terkontaminasi kuman.

b.

Makanan dan Minuman Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi, seperti pada penyakit tifus abdominalis penyakit infeksi cacing, dan lain-lain.

c.

Serangga Contoh proses penyebaran kuman melalui serangga adalah penyebaran penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit saluran pencernaan yang dapat ditularkan melalui lalat.

d.

Udara Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada penyebaran penyakit sistem pernapasan (penyebaran kuman tuberkolosis) atau sejenisnya.

3.

Cara penularan infeksi a.

Agen Infeksius Infeksi terjadi akibat adanya mikroorganisme, termasuk bakteri,virus,jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit dapat merupakan flora residen atau transien. Organisme residen berkembang biak pada lapisan kulit superfisial, namun 10 – 20% mendiami lapisan epidermal. Organisme transien melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan orang atau objek lain dalam aktifitas atau kehidupan normal. Kemungkinan bagi mikroorganisme atau parasit untuk menyebabkan penyakit bergantung pada faktor – faktor berikut : -

Organisme dalam jumlah yang cukup

-

Virulensi atau kemampuan untuk menyebabkan sakit

-

Kemampuan untuk masuk dan hidup dalam pejammu

-

Pejamu yang rentan

Beberapa agen yang dapat menyebabkan infeksi,yaitu :

1.

Bakteri Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen.Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika

manusia

tersebut

meniliki

toleransi

yang

rendah

terhadap

miikrooorganisme.Contohnya Escherechia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi secara aparodik maupun

endemik.

Contohnya

:anaerobik

Gram–positif,Clostridium

yang

menyebabkan gangrene 2.

Virus Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari tranfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus dan enterovirus yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecaloral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan trasfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.

3.

Parasit dan Jamur Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat dengan mudah menular ke orang dewasa maupun anak-anak.Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergiilus spp, Cryptococcus neformans, Cryptosporidium.

b.

Reservoar Reservoar adalah tempat patogen mampu bertahan hidup tetapi dapat atau tidak berkembang biak. Reservoir yang paling umum adalah tubuh manusia.Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit dan dalam rongga tubuh, cairan dan keluaran. Untuk berkembang biak dengan cepat mkroorganismer memerlukan lingkungan yang sesuai, termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang tepat, pH dan cahaya. -

Makanan. Mikroorganisme memerlukan untuk hidup, seperti Clostridium perfringens, mikroba yang menyebabkan gangren gas, berkembang pada materi organik lain, seperti E.coli mengkonsumsi makanan yang tidak dicerna di usus. Organisme lain mendapat makanan dari karbondioksida dan materi organik seperti tanah.

-

Oksigen. Bakteri aerob memerlukan oksigen untuk bertahan hidup dan multiplikasi

secukupnya

untuk

menyebabkan

sakit.Contohnya

adalah

Staphylococcus aureus dan turunan organisme Streptococccus sedangkan bakteri anaerob berkembang biak ketika terdapat atau tidak ada tersedia oksigen bebas. Bakteri ini yang mampu menyebabkan tetanus,gas gangrene dan botulisme. -

Air. Kebanyakan mikroorganisme membutuhkan air atau kelembaban untuk bertahan hidup. Dan ada juga beberapa bakteri yang berubah bentuk, disebut dengan spora, yang resisten terhadap kekeringan.

-

Suhu. Mikroorganisme dapat hidup hanya dalam batasan suhu terentu. Namun beberapa dapat hidup dalam temperatur yan g ekstrem yang mungkin fatal bagi manusia. Misalnya virus AIDS, resisten terhadap air mendidih.

-

pH. Keasaman suatu lingkungan menentukan kemampuan hidup suatu mikroorganisme. Kebanyakan organisme lebih menyukai lingkungan dalam batasan pH 5-8.

-

Cahaya. Mikroorganisme berkembang pesat dalam lingkungan yang gelap seperti di bawah balutan dan dalam rongga tubuh. Sinar ultra violet dapat efektif untuh membunuh beberapa bentuk bakteri.

c.

Portal Keluar Setelah mikroorganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan berkembang biak, mereka harus menemukan jalan keluar jika mereka masuk ke pejamu lain dan menyebabkan penyakit. Mikroorganisme dapat keluar melalui berbagai tempat, seperti kulit dan membran mukosa, traktus respiratoris, traktus urinarius, traktus gastrointestinal, traktus reproduktif dan darah.

d.

Cara Penularan Ada banyak cara penularan mikroorganisme dari reservoar ke pejamu. Penyakit infeksius tertentu cenderung ditularkan secara lebih umum melalui cara yang spesifik. Namun, mikroorganisme yang sama dapat ditularkan melalui satu rute. Meskipun cara utama penularan mikroorganisme adalah tangan dari pemberi layanan kesehatan, hampir semua objek dalam lingkungan dapat menjadi alat penularan patogen. Semua personel rumah sakit yang memberi asuhan langsung dan memberi pelayanan diagnostik dan pendukung harus mengikuti praktik untuk meminimalkan penyebaran infeksi

e.

Portal Masuk Organisme dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute yang sama dengan yang digunakan untuk keluar. Misalnya,pada saat jarum yang terkontaminasi mengenai kulit klien, organisme masuk ke dalam tubuh. Setiap obstruksi aliran urine memungkinkan organisme untuk berpindah ke uretra. Kesalahan pemakaian balutan steril pada luka yang terbuka memungkinkan patogen memasuki jaringan yang tidak terlindungi. Faktor- faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam tubuh

f.

Hospes Rentan

Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan dan bergantung pada derajat ketahanan individu terhadap patogen, meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadapjumlah mikroorganisme tersebut. Makin banyak virulen suatu mikroorganisme makin besar didapati muncul di lingkungan perawatan akut.

C. Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi 1.

Sumber Penyakit Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan cepat atau lambat.

2.

Kuman Penyebab Kuman penyebab dapat menentukan jumah mikroorganisme, kemampuan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan virulensinya.

3.

Cara Membebaskan Sumber Dari Kuman Cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman (pH), suhu, penyinaran (cahaya) dan lain-lain.

4.

Cara Penularan Cara penularan seperti kontak langsung melalui makanan atau udara dapat menyebabkan penyebaran kuman kedalam tubuh.

5.

Cara Masuknya Kuman Proses penyebaran kuman berbeda tergantung dari sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, kulit dan lain-lain.

6.

Daya Tahan Tubuh Daya tahan tubh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi. Selain faktor- faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau nutrisi, tingkat stress pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak sehat.

D. Infeksi Nosokomial Kata nosokomial berasal dari kata dalam bahasa yunani Nosokomien yang artinya rumah sakit atau tempat perawatan. Kata itu sendiri berasal dari Norus artinya penyakit, komeion berarti merawat. Nosokomial diartikan segala sesuatu yang berasal atau berhubungan dengan rumah sakit atau tempat perawatan. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran di sumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya. Penyebab Infeksi Nosokomial akan menjadi kuman yang berada di lingkungan Rumah Sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman Endogen. Dari

bahasan ini dapat disimpulkaan bahwa kejadian Infeksi Nosokomial adalah Infeksi yang secara potensial dapat dicegah atau sebaliknya dapat juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah. Infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran disumber pelayanan kesehatan, baik melalui : 1.

Pasien Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebarkan infeksi kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan alat kesehatan yang lainnya.

2.

Petugas kesehatan Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung yang dapat menularkan berbagai kuman ke tempat lain.

3.

Pengunjung Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya yang dapat dari dalam rumah sakit keluar rumah sakit.

4.

Sumber Lainnya Yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat yang ada dirumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan sebaliknya.

E. Sterilisasi Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau pengahncuran semua bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Strelisisasi juga dapat dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman pathogen atau apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merembus, menggunakan panas tinggi, atau bahan kimia. Sterilisasai adalah tahap awal yang penting dari proses pengujian mikrobiologi. Ada 5 metode umum sterilisasi yaitu : 1.

Sterilisasi Uap Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf menggunakan uap air dalam tekanan sebagai pensterilnya. Bila ada kelembapan (uap air) bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperature yang lebih rendah dibandingkan bila tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial dari organism tersebut : Prinsip cara kerja autoklaf yaitu untuk mensterilkan berbagai macam alat & bahan yang menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 121° C. Untuk cara kerja penggunaan autoklaf telah disampaikan di depan. Suhu dan tekanan tinggi yang diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mesterilkan media digunakan suhu 121° C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit. Alasan digunakan suhu 121° C atau 249,8° F adalah karena air mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut (sea level) air mendidih pada suhu

100° C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan memdididh pada suhu 121° C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 121° C untuk mendidihkan air. Semua bentuk kehidupan akan mati jika dididihkan pada suhu 121° C dan tekanan 15 psi selama 15 menit. Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dantimer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi. Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat digunakan mikroba pengguji

yang

bersifat

termofilik

dan

memiliki

endospora

yaitu

Bacillus

stearothermophillus, lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip ini dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisai lalu ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening maka menunjukkan autoklaf telah bekerja dengan baik. 2.

Sterilisasi Panas Kering Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan menggunakan oven pensteril karena panas kering kurang efektif untuk membunuh mikroba dibandingkan dengan uap air panas maka metode ini memerlukan temperature yang lebih tinggi dan waktu yang lebih panjang. Sterilisasi panas kering biasanya ditetapkan pada temperature 160-1700C dengan waktu 1-2 jam. Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air panas, karena sifatnya yang tidak dapat ditembus atau tidak tahan dengan uap air.Senyawa-senyawa tersebut meliputi minyak lemak, gliserin (berbagai jenis minyak), dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air.Metode ini juga efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas dan bedah. Karena suhunya sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak dapat digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan (contoh:alat ukur) dan penutup karet atau plastik.

3.

Sterilisasi dengan penyaringan Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang mudah rusak jika terkena panas atu mudah menguap (volatile). Cairan yang disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan (ditekan dengan gaya sentrifugasi atau pompa vakum) yang berpori dengan

diameter yang cukup kecil untuk menyaring bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan metode ini. 4.

Sterilisasi gas Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori dan serbuk padat. Sterilisasi adalah fenomena permukaan dan mikroorganisme yang terkristal akan dibunuh. Sterilisasi gas biasanya digunakan untuk bahan yang tidak bisa difiltrasi, tidak tahan panas dan tidak tahan radiasi atau cahaya.

5.

Sterilisasi dengan radiasi Radiasi sinar gama atau partikel elektron dapat digunakan untuk mensterilkan jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan segar. Untuk jaringan yang dikeringkan secara liofilisasi, sterilisasi radiasi dilakukan pada temperatur kamar (proses dingin) dan tidak mengubah struktur jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat efektif untuk membunuh mikroba dan virus sampai batas tertentu. Sterilisasi jaringan beku dilakukan pada suhu 40o Celsius. Teknologi ini sangat aman untuk diaplikasikan pada jaringan biologi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sterilisasi, di antaranya: a.

Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih dan masih berfungsi.

b.

Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah, tanggal pelaksanaan steril.

c.

Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril.

d.

Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai.

e.

Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril.

f.

Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harus dilakukan sterilisasi ulang.

6.

Desinfeksi Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri. Desinfeksi juga dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan apatogen tetapi tidak dengan membunuh spora yang terdapat pada alat perawatan ataupun kedokteran. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara mencuci, mengoles, merendam dan menjemur dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat dalam keadaan siap pakai. Kemampuan desinfeksi ditentukan oleh waktu sebelum pembersihan objek, kandungan rat organik, tipe dan tingkat kontaminasi mikroba, konsentrasi dan waktu pemaparan, kealamian objek, suhu, dan derajat keasaman (pH). Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada

benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya. Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di RS dan juga membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. a.

Kriteria desinfeksi yang ideal: -

Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar

-

Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan kelembaban

b.

-

Tidak toksik pada hewan dan manusia

-

Tidak bersifat korosif

-

Tidak berwarna dan meninggalkan noda

-

Tidak berbau/ baunya disenangi

-

Bersifat biodegradable/ mudah diurai

-

Larutan stabil

-

Mudah digunakan dan ekonomis

-

Aktivitas berspektrum luas

Tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi adalah: -

Mencegah terjadinya infeksi

-

Mencegah makanan menjadi rusak

-

Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry

-

Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam melakukan biakan murni.

c.

d.

Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor: -

Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.

-

Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.

-

Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.

-

Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan.

-

Struktur fisik benda.

-

Suhu dan PH dari proses desinfeksi

Terdapat 3 tingkat desinfeksi: -

Desinfeksi tingkat tinggi : Membunuh semua organisme dengan perkecualian spora bakteri.

-

Desinfeksi tingkat sedang : Membunuh bakteri kebanyakan jamur kecuali spora bakteri.

-

Desinfeksi tingkat rendah : Membunuh kebanyakan bakteri beberapa virus dan beberapa jamur tetapi tidak dapat membunuh mikroorganisme yang resisten seperti basil tuberkel dan spora bakteri.

F. Pencegahan infeksi Pencegahan infeksi merupakan bagian esensial dari asuhan lengkap yang yang di berikan kepada klien untuk melindungi petugas kesehatan itu sendiri. 1.

Prinsip Pencegahan infeksi a.

Antiseptik Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.

b.

Aseptik Aseptik

adalah

semua

usaha

yang dilakukan

dalam

mencegah

masuknya

mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi. Tujuannya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat digunakan dengan aman. c.

Dekontaminasi Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda - benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh

d.

Desinfeksi Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati.

e.

Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan desinfektan kimia.

f.

Mencuci dan membilas Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah, dan bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang sejumlah besar mikro organisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda tersebut (proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih dan pengeringan secara seksama).

g.

Sterilisasi Sterilisasi

adalah

tindakan

yang

dilakukan

untuk

menghilangkan

semua

mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrument. 2.

Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi : a.

Pencucian tangan.

b.

Penggunaan sarung tangan.

c.

Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit.

d.

Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas, desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi).

e. 3.

4.

Faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi klien: a.

Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dengan pasien

b.

Jenis dan jumlah prosedur invasive

c.

Terapi yang diterima

Lamanya perawatan Penyebab infeksi nosokomial meliputi: a.

b.

c.

d.

5.

Pembuangan sampah.

Traktus urinarius: -

Pemasangan kateter urine

-

Sistem drainase terbuka

-

Kateter dan selang tdk tersambung

-

Obstruksi pada drainase urine

-

Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Traktus respiratorius: -

Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi

-

Tidak tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction

-

Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat

-

Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Luka bedah/traumatik: -

Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan

-

Tehnik mencuci tangan tidak tepat

-

Tidak memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka

-

Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi

Aliran darah : -

Kontaminasi cairan intravena saat penggantian

-

Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena

-

Perawatan area insersi yg kurang tepat

-

Jarum kateter yg terkontaminasi

-

Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari: a.

Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

b.

Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.

c.

Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.

G. Masalah pada pengendalian infeksi 1.

Masalah pada penyebaran infeksi nosokomial yaitu : -

Rumah sakit merupakan tempat dari segala macam jenis penyakit

-

Rumah sakit merupakan gudang kuman-kuman patogen.

-

Kuman yang biasa di rumah sakit umumnya kebal terhadap antibiotika, bahkan terhadap banyak antibiotika. Di rumah sakit banyak dilakukan tindakan yang mengandung risiko terjadinya infeksi

nosokomial, seperti : operasi, tindakan invasif, berupa kateterisasi IV, kateterisasi saluran kemih, atau endoskopi; dan pemeriksaan bahan-bahan infeksius. Justru dalam situasi lingkungan seperti inilah orang sakit yang rata-rata daya tahan tubuhnya menurun harus dirawat agar ia sembuh dari penyakitnya. 2.

Masalah penyebaran infeksi karena tidak mencuci tangan dalam tindakan aseptic Menurut Asosiasi Kedokteran Microbiologist tahun 1995 perawat di lingkungan klinis diindikasikan untuk mencuci tangan sebelum melakukan tindakan misalnya saat memulai tindakan perawatan seperti pemasangan infus, pemberian obat pasien, kontak langsung dengan pasien saat melakukan pemeriksaan hingga sampai saat perawat hendak pulang, dan perawat juga wajib mencuci tangan sesudah melakukan tindakan perawatan karena kemungkinan besar akan terjadi pencemaran atau bahkan penularan seperti setelah memegang alat-alat medis pasien, setelah membuka sarung tangan, setelah memandikan pasien bed rest total, dll. Pernyataan itu di dukung oleh teori standar precaution yang menyatakan “mencuci tangan setelah tersentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi, dan segala sesuatu yang telah terkontaminasi. Segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan dan kontak dengan pasien. Jauhi penyebaran infeksi mikroorganisme kepada pasien dan lingkungan”.

H. Proses keperawatan terhadap pencegahan infeksi 1.

Pengkajian keperawatan Merupakan tindakan mengkaji ada atau tidaknya faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan infeksi, seperti penurunan daya tahan tubuh, status nutrisi, usia, stress, dan lain-lain.pengkajian selanjutnya adalah memeriksa ada atau tidaknya tanda klinik infeksi (seperti pembengkakan, kemerahan, panas, nyeri pada daerah lokalisasi infeksi) dan tanda sistemik (seperti demam, malaise, anoreksia, sakit kepala, muntah, atau diare).

2.

Diagnosis keperawatan Hal yang perlu diperhatikan adalah risiko terjadinya infeksi yang berhubungan dengan proses penyebaran teman.

3.

Perencanaan keperawatan Tujuan

: Mencegah terjadi infeksi atau penyebaran kuman

Rencana tindakan

: Melakukan tindakan untuk menghambat penyebaran kuman, seperti

mencuci tanagan, memakai masker, memakai sarung tangan, sterilisasi, dan desinfeksi. 4.

Pelaksanaan (tindakan) keperawatan a.

Cara mencuci tangan Mencuci kedua tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan yang bertujuan membersihkan tangan dari segala kotoran, mencegah terjadinya infeksi silaang melalui tangan, dan mempersiapkan bedah atau tindakan pembedahan 1.

Teknik mencuci biasa Alat dan bahan: -

Air bersih

-

Handuk

-

Sabun

-

Sikat lunak

Prosedur kerja : -

Lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan

-

Basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian sabuni dan sikat bila perlu

-

Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk atau lap kering

2.

Teknik mencuci dengan disinfektan Alat dan bahan : -

Air bersih

-

Larutan disinfektan lisol / savlon

-

Handuk / lap kering

Prosedur kerja -

lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan

-

basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian gosokan larutan disinfektan dan sikat bila perlu

-

bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk atau lap kering

3.

Teknik mencuci steril Alat dan bahan : -

air mengalir

-

sikat steril dalam tempat

-

alcohol 70 %

-

sabun

Prosedur kerja -

lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan

-

basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian tuang sabun (25 ml) ke tangan dan gosokan tangan serta lengan sampai 5cm di atas siku, kenudian sikat ujung jari, tangan, lengan, dan kuku sebanyak kurang lebih 15 kali gosokan, sedangkan telapak tangan 10 kali gosongkan bingga siku.

b.

-

Bilas dengan air bersih yang mengalir

-

Setelah selesai tangan tetap di arahkan ke atas

-

Gunakan sarung tangan steril

Cara menggunakan sarung tangan Sarung tangan digunakan dalam melakukan prosedur tindakan keperawatan dengan tujuan mencegah terjadinya penularan kuman dan mengurangi risiko tertularnya penyakit. Alat dan bahan: -

Sarung tangan

-

Bedak/ talk

Prosedur kerja -

Cuci tangan secara menyeluruh

-

Bila sarung tangan belum dibedaki, ambil sebungkus bedak, dan tuangkan sedikit.

-

Pegang tepi sarung tangan dan masukan jari- jari tangan, pastikan ibu jari dan jarijari lain tepat pada posisinya.

c.

-

Ulangi pada tangan kiri

-

Setelah terpasang, cukupkan kedua tangan.

Cara menggunakan masker Tindakan pengamanan dengan menutup hidung dan mulut menggunakan masker bertujuan mencegah atau mengurangi transmisi droplet mikroorganisme saat merawat pasien. Alat dan bahan: -

Masker

Prosedur kerja: -

Tentukan tepi atas dan bawah bagian masker

-

Pegang kedua tali masker.

-

Ikatan pertama, bagian atas berada pada kepala, sedangkan ikatan kedua berada pada bagian belakang leher.

d.

Cara desinfeksi 1.

Cara desinfeksi dengan Mencuci

Prosedur kerja -

Cucilah tangan dengan sabun kemudian bersihkan, kemudian siram atau membasahi dengan alcohol 70%.

-

Cucilah luka dengan H202, betadine, atau larutan lainnya.

-

Cuculah kulit atau jaringan tubuh yang akan dioperasi dengan yodium tinktur 3%, kemudian dengan alcohol.

2.

Cucilah vulva dengan larutan sublimat atau larutan sejenisnya.

Cara desinfeksi dengan mengoleskan Prosedur kerja: Oleskan luka dengan merkurokrom atau bekas luka jahitan menggunakan alcohol menggunakan alcohol atau betadine.

3.

Cara desinfeksi dengan merendam Prosedur kerja:

4.

-

Rendamlah tangan dengan larutan lisol 0,5%

-

Rendamlah peralatan dengan larutan lisol 3-5% selama 2 jam.

-

Rendamlah alat tenun dengan lisol 3-5% kurang lebih 24 jam

Cara desinfeksi dengan menjemur Prosedur kerja : Jemurlah kasur, tempat tidur, urinal, pispot, dan lain- lain; masing- masing permukaan selama 2 jam.

e.

Cara membuat larutan desinfeksi 1.

Sabun Alat bahan : -

Sabun padat/ cream/ cair

-

Gelas ukuran

-

Timbangan

-

Sendok makan

-

Alat pengocok

-

Air panas/ hangat dalam tempatnya

-

Baskom

Prosedur kerja -

Masukkan 4 gram sabun padat/ cream kedalam 1 liter air panas/ hangat kemudian diaduk sampe larut

-

Masukkan 3 cc sabun cair kedalam 1 liter air panas/ hangat, kemudian diaduk sampe larut

2.

Larutan ini dapat digunakan untuk mencuci tangan atau peralatan medis

Lisol dan Kreolin Alat/Bahan: -

Larutan lisol/ kreolin

-

Gelas ukuran

-

Baskom berisi air

Prosedur kerja -

Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 0,5% sebanyak 5 cc ke dalam air 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk mencuci tangan.

-

Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 2% sebanyak 20 cc atau larutan Larutan lisol/ kreolin sebanyak 3% sebanyak 3 cc ke dalam 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk merendam peralatan medis.

3.

Savlon Alat/Bahan: -

Savlon

-

Gelas ukuran

-

Baskom berisi air secukupnya

Prosedur kerja

f.

-

Masukkan larutan savlon 0,5% sebanyak 5 cc ke dalam 1 liter air.

-

Masukkan larutan savlon 1% sebanyak 10 cc ke dalam 1 liter air.

Cara sterilisasi Beberapa alat yang perlu disterilisasi:

5.

-

Peralatan logam (pinset, gunting, speculum, dan lain- lain)

-

Peralatan kaca (semprit, tabung kimia, dan lain- lain )

-

Peralatan karet (kateter, sarung tangan, pipa lambung, drain dan lain- lain)

-

Peralatan ebonite (kanule rectum, kanule trakea, dan lain- lain)

-

Peralatan email (bengkok, baskom, dan lain- lain)

-

Peralatan porselin (mangkok, cangkir, piring, dan lain- lain)

-

Peralatan plastic (selang infuse, dan lain- lain)

-

Peralatan tenunan (kain kasa, tampon, doek baju, sprei, dan lain- lain)

Evaluasi keperawatan Evaluasi terhadap masalah risiko infeksi ()penyebaran kuman) secara umum dilakukan untuk menilai ada atau tidaknya tanda infeksi nosokomial seperti penyebaran kuman ke pasien atau orang lain Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan untuk mengendalikan terjadinya infeksi nosokomial yaitu : a.

Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan

b.

Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi

c.

Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah atau tanda dan gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan

d.

Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular

e.

Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan

f.

Mempertahankan keamanan peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan di ruangan dari penularan infeksi nosokomial.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Proses keperawatan terhadap infeksi yaitu pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Dalam pelaksanaan keperawatan terhadap infeksi seperti dengan mencuci tangan, menggunakan sarung tangan, menggunakan masker, dan desinfeksi.

B. Saran Setelah seorang perawat mendapatkan ilmu mengenai pengendalian infeksi ini, Sebaiknya sebagai seorang perawat dapat mengetahui bagaimana cara mencegah infeksi agar tidak terjadi penularan, dan perawat diharapkan juga dapat menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan intensif.

DAFTAR PUSTAKA

Azis, alimul H.2006.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba Medika Ester, Monica.2005.Pedoman Perawatan Pasien.Jakarta:EGC

Related Documents


More Documents from ""