RMK SAP 7 MANAJEMEN KOPERASI DAN UMKM KEPEMIMPINAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KOPERASI DAN UMKM
Oleh:
Kelompok 8
1.
Ni Made Ambar Diantari
1607532015 / 13
2.
Ni Wayan Yantiari
1607532029 / 26
3.
Kadek Gita Amdika Putri
1607532038 / 31
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2018/2019
I
Konsep dan Teori Kepemimpinan
Konsep Kepemimpinan Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan kepemimpinannya. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasanalasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Namun ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7). Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
Teori Kepemimpinan Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain: a
Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
b Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan. Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan. Teori-teori dalam Kepemimpinan
Teori Sifat Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri
di
dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: – pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif. Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
Teori Perilaku Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku: Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima
usul
dan
memikirkan
kesejahteraan
bawahan
serta
memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi. Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasanbawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi
teknis
pekerjaan, pengutamaan
penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi
yaitu
perhatiannya
terhadap
hasil/tugas
dan
terhadap
bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
Teori Situasional Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah: Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas; Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan; Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan; Norma yang dianut kelompok; Rentang kendali; Ancaman dari luar organisasi; Tingkat stress; Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut: a
Model kontinuum Otokratik-Demokratik. Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin
bergaya
demokratik
akan
mengajak
bawahannya
untuk
berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan. b
Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”. Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila: * Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik; * Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi; * Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c
Model Situasional. Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah Memberitahukan; Menjual; Mengajak bawahan berperan serta; Melakukan pendelegasian.
d
Model ” Jalan- Tujuan ”. Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
e
Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” : Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
II Tipe dan gaya Kepemimpinan Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai. Dalam pengertian lain gaya kepemimpinan adalah pola prilaku dan strategi yang sering disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan yang menunjukkan, secara langsung dan tidak langsung, tentang keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah prilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Terdapat beberapa gaya kepemimpinan atau sering juga disebut dengan tipe kepemimpinan yaitu: Tipe Kepemimpinan Karismatik Dalam kepemimpinan karismatik memiliki energi, daya tarik dan wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Sampai sekarang pun orang tidak mengetahui benar sebab-sebabnya mengapa seseorang itu memiliki karisma besar. Dia dianggap mempunyai kekuatan ghaib(supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin itu memancarkan pengaruh dan daya tarik yang teramat besar. Tokoh-tokoh besar semacam ini antara lain: Jengis Khan, Hitler, Gandhi, John F. Kennedy, Soekarno, Margaret Tacher, dan Gorbachev.
Tipe Paternalistis Yaitu tipe kepemimpinan kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain sebagai berikut: a
Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak-anak sendiri yang perlu dikembangkan.
b Bersikap terlalu melindungi (overly protective). c
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri.
d Hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif. e
Tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.
f
Selalu bersikap maha-tahu dan maha benar.
Tipe Militeristis Tipe ini bersifat kemiliteran, namun hanya gaya luaran saja yang mencontoh militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Tipe kepemimpinan ini berbeda sekali dengan kepemimpinan organisasi militer. Sifat-sifat pemimpin yang militeristis antara lain ialah: a
Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, terhadap bawahannya sangat keras, otoriter, kaku, dan seringkali kurang bijaksana.
b Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan. c
Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran berlebihan.
d Tidak menghendaki saran, usulan, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya. e
Komunikasi hanya berlangsung searah.
Tipe Otokratis Kepemimpinan ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak dan harus dipenuhi. Pemimpin selalu mau berperan sebagai pemain tunggal. Pada a one man show, dia sangat berambisi untuk merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Anak buah tidak pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri.
Tipe Laissez Faire Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri. Dia merupakan pemimpin simbol, dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis sebab duduknya sebagai direktur atau pemimpin ketua dewan, komandan, atau kepala biasanya diperoleh melalui penyogokan, suapan atau sistem nepotisme. Tipe Populistis Profesor Peter Worsley dalam bukunya the third world mendefiniskan kepemimpinan populistis sebagai kepemimpinan yang dapat membangunkan solidaritas rakyat misalnya Soekarno dengan ideologi marhaenismenya, yang menekankan masalah kesatuan nasional, nasionalisme, dan sikap yang berhati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan-penindasan serta penguasaan oleh kekuatan-kekuatan asing (luar negeri). Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh kepada nilai-nilai masyarakat tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan (kembali) nasionalisme. Dan oleh Profesor S.N Einsentadt, populisme erat dikaitkan dengan modernitas-tradisional. Tipe Administratif atau Eksekutif Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Sedangkan para pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan administratur yang mampu menggerakan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan demikian, dapat dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memerintah, yaitu untuk memantapkan integritas bangsa pada khususnya, dan usaha pembangunan pada umumnya. Dengan kepemimpinan administratif ini diharapkan adanya perkembangan teknis, yaitu teknologi, industri, manajemen modern dan perkembangan sosial di tengah masyarakat. Tipe Demokratis Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada “person atau individu pemimpin”, tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu dan mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masingmasing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat. Kepemimpinan demokratis sering disebut sebagai kepemimpinan group developer.
Selanjutnya, setiap pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, tempramen, watak, kepribadian sendiri yang unik dan khas, sehingga tingkah laku dan gayanya-lah yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan mewarnai prilaku kepemimpinannya. Berbeda dengan pembagian gaya kepemimpinan di atas, Sudarwan Danim membagi tipe/gaya kepemimpinan, yaitu:
Pemimpin otokratik yaitu prilaku atau sikap yang ditampilkan pemimpin ingin menang sendiri dimana ia berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya tergantung pada dirinya, di samping mempunyai sikap tertutup terhadap ide dari luar, dan menganggap idenya yang dianggap akurat.
Pemimpin demokratis yaitu pemimpin yang mempunyai sikap/prilaku keterbukaan dan berkeinginan memosisikan pekerjaan dari, oleh, dan untuk bersama. Tipe ini bertolak dari asumsi bahwa hanya dengan kekuatan kelompok, tujuan yang bermutu dapat dicapai oleh organisasi.
Kepemimpinan permisif, yaitu sikap pemimpin yang tidak mempunyai pendirian kuat, dimana sikapnya serba membolehkan, serba mengiyakan, tidak ambil pusing, tidak bersikap dalam makna sesungguhnya, dan cenderung apatis.
Kepemimpinan transformasional, yaitu setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Sementara itu, Lukman Saksono membagi tipe kepemimpinan ke dalam beberapa tipe: Kepemimpinan yang memberi arahan, termasuk penentuan tujuan/sasaran, pemecahan persoalan, pengambilan keputusan, dan perencanaan Kepemimpinan yang bersifat pengamalan/pelaksanaan, termasuk berkomunikasi, berkoordinasi, supervisi, dan evaluasi. Di mana ia semua diarahkan untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan yang memberi motivasi, termasuk menerapkan prinsip motivasi serta menghargai tingkah laku yang mengarah pada pencapaian tujuan organisasi, termasuk memberikan pelajaran dan bimbingan.
III Effective Leadership Keadilan yang efektif adalah keadilan yang mampu menggerakkan orang lain ke dalam suatu arah yang betul-betul paling diinginkan. Pembahasan efektivitas pada dasarnya membahas tentang visi dan arah. Efektivitas ada hubungannya dengan memfokuskan energi organisasi ke suatu arah tertentu. Namun, apabila membahas mengenai efisiensi, maka pembahasannya adalah sistem dan prosedur - cara pekerjaan dilakukan. Menurut James L. Gibson et.al., "The term effectiveness derives from the term effect and we use the term in the context of cause-and-effect relationship." Istilah efektivitas berasal dari pengaruh hubungan dan kita menggunakannya pada konteks hubungan sebab-akibat. Maksud dari pemahaman di atas, istilah efektivitas berasal dari adanya pengaruh hubungan. Pengaruh hubungan yang dimaksud adalah adanya hubungan sebab-akibat. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan tersebut, misalnya faktor motivasi seseorang, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, sikap, dan tingkat stress yang dapat menyebabkan efektivitas pada masing-masing individu. Menurut George B. Northcraft dan Margaret A. Neale, “Effectiveness is ability of an organization to accomplish an important goal, purpose, or mission.,J (Efektivitas adalah kemampuan sebuah organisasi untuk mencapai sasaran yang penting, tujuan, ataupun misi.). Dengan demikian, maka dengan adanya efektivitas, maka organisasi dapat berusaha keras menyatukan talenta masing-masing individu di dalam organisasi. Hal tersebut bertujuan untuk meraih tujuan yang kemungkinan dapat dicapai oleh masing-masing individu dalam organisasi sesuai dengan sasaran, tujuan, ataupun misi yang ingin dicapai oleh organisasi. Berbagai pemikiran menegaskan bahwa efektivitas keadilan tidak tercipta dengan sendirinya, perlu beberapa kondisi yang mengantarkan seorang pemimpin ke arah efektivitas itu. Hughes dkk menyebutkan ada tiga kondisi yang dapat mewarnai keadilan itu. Yaitu: pimpinan (leader), bawahan (follower), dan keadaan (situation) Faktor penting lainnya yang menentukan efektif tidaknya keadilan adalah peran serta dari anggota organisasi tersebut atau para bawahan dan keadaan. Peran serta menjadi faktor penting yang menentukan keadilan. Sehebat apapun seorang pemimpin tanpa peran serta anggotanya tidak akan ada artinya. Selain itu, situasi/keadaan juga akan menentukan efektif tidaknya seorang pimpinan. Dalam mengelola Institusi, pimpinan memiliki peran yang sangat besar. Pimpinan merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju Institusi dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, pimpinan dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas
kinerjanya. Untuk mencapai mutu Institusi yang efektif, pimpinan dan seluruh stakeholders harus bahu membahu kerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal. Oleh karenanya, modal pimpinan yang utama adalah perlunya pimpinan memiliki pengetahuan keadilan baik perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan suatu program Institusi dan pendidikan secara luas. Selain itu pimpinan harus menunjukkan sikap kepedulian, semangat bekerja, disiplin tinggi, keteladanan dan hubungan manusiawi dalam rangka perwujudan iklim kerja yang sejuk dan kondusif. Pemimpin yang efektif merupakan orang-orang dengan motivasi tinggi dalam memimpin dan mengendalikan organisasi, para pemimpin yang efektif dengan sukarela akan berusaha mencapai sasaran dan target yang tinggi dengan menetapkan standar-standar prestasi yang tinggi bagi mereka sendiri. Pemimpin efektif mempunyai sifat energik, menykai segala sesuatu yang sifatnya menantang dan menykai permasalahan-permasalahan sulit dan tidak terpecahkan yang muncul di lingkungan organisasi. Seorang pemimpin efektif akan berusaha mengubah keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu hal dengan menunjukkan arah yang harus ditempuh dan membina anggota kelompok kearah penyelesaian hasil pekerjaan kelompok. Didalam suatu organisasi terdapat dua pengaruh yang timbul dari hubungan antara pimpinan dan anggota organisasi, maksudnya terdapat interaksi dan reaksi timbal balik dari orang-orang yang ada dalam suatu organisasi. Seorang pemimpin mempunyai misi atau tujuan yang ingin dicapainya, pemimpin akan berusaha menter jemahkan misi tersebut dengan mendorong para pengikutnya hingga mencapai tingkat prestasi yang cukup memuaskan (misi organisasi). Efektif jika dikaitakan dengan keadilan (leadership) berkaitan dengan hal-hal apa yang harus dilakukan (what are the things to be accomplished), sedang efisien dikaitkan dengan manajemen, yang mengukur bagaimana sesuatu dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya (how can certain things be best accomplished). Kepeminpinan efektif berkaitan dengan masalah pimpinan dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para Dosen dalam situasi kondusif. Perilaku pimpinan harus dapat mendorong kinerja para Dosen dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan terhadap Dosen, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
IV Cerita Sukses Kepemimpinan Eleanor Roosevelt pernah berkata, “seorang pemimpin yang baik menginspirasi orang-orang untuk memiliki kepercayaan diri dalam diri mereka.” “Anda bekerja keras untuk mengembangkan produk Anda, Anda berjuang untuk menyelesaikan masalah finansial di perusahaan Anda, Anda mempromosikan bisnis Anda, tapi Anda tidak mempertimbangkan masalah kepemimpinan dan bagaimana mencari staff-staff terbaik.” Kata John Maxwell, penulis buku kepemimpinan handal. Kisah Mc’Donald Tahun 1937-an, masyarakat Amerika mulai gandrung dengan mobil, kakak beradik Dik & Mor berinovasi dengan membuka kedai khusus yang bisa memesan dari mobil. Bisnis meraih sukses besar. Menu andalan adalah hot-dog, gorengan (french fries), burger, roti sandwich, coca cola dan aneka salad. Bisnis ini meledak, bahkan antrian semakin panjang hingga keluar pintu. Inovasi dilakukan yaitu dengan menghapus pesanan dari mobill, fokus pada walk-up customer, mengurangi daftar menu, fokus pada hamburger. Perubahan menjadi berita di media, dan mereka mendapatkan iklan gratis. Tahun 1955, usaha mereka stuck, omsetnya tetap, dan banyak pendatang-pendatang baru yang meniru. Akhirnya usaha itu mengalami kemunduran. Adalah Ray Kroc yan menuangkan semua konsep yang ada di kedua kepala kakak beradik itu ke dalam sebuah manual tertulis McDonald‟s system. Manual itu dibeli dan ia pun mendapat hak untuk memperluas bisnis McDonald‟s dengan konsep franchise! Dalam tempo 4 tahun, Ray Kroc berhasil membuka 100 cabang Mc Donald‟s tanpa modal sama sekali. Semuanya dibiayai oleh para franchise. V Langkah-Langkah dalam Pengambilan Keputusan Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan manajemen Rumuskan persoalan keputusan. Persoalan (problem) adalah sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan/ diharapkan. Kita harus berusaha mencari pemecahan yang baik bagi suatu persoalan yang tepat (benar) sebab pemecahan yang terbaik bagi persoalan yang salah tak ada gunanya. Maka dari itu, dalam membuat keputusan untuk memecahkan persoalan harus bisa menemukan persoalan apa yang perlu dipecahkan/ diselesaikan. Kumpulkan informasi yang relevan. Memecahkan persoalan berarti suatu keputusan atau tindakan untuk menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan tersebut. Perlu dikumpulkan data atau informasi yang relevan artinya faktorfaktor yang mungkin terjadi penyebab timbulnya persoalan tersebut.
Cari alternatif tindakan. Memutuskan berati memilih salah satu dari beberapa alternatif tindakan yang tersedia berdasarkan kriteria tertentu. Singkatnya, buatlah alternatif tindakan yang fisibel sebanyak mungkin. Analisis alternatif yang fisibel. Setiap alternatif harus dianalisis, harus dievaluasi baik berdasarkan suatu kriteria tertentu atau prioritas. Hasil analis memudahkan pengambil keputusan di dalam memilih alternatif yang baik. Memilih alternatif terbaik. Di dalam pengambilan keputusan, pengambil keputusan harus memilih salah satu alternatif di antara banyak alternatif. Pemilihan dapat dilakukan berdasarkan pada kriteria tertentu, kompromi, atau tekanan. Memang harus diakui ada hasil keputusan yang memuaskan semua pihak tetapi ada juga yang merugikan pihak lain. Laksanakan keputusan dan evaluasi hasilnya. Pengambilan keputusan berarti mengambil tindakan tertentu (taking certain action). Pelaksanaan suatu rencana tindakan, merupakan tahap akhir dari proses pengambilan keputusan. Perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan yang telah diambil. Evaluasi sangat berguna untuk memperbaiki suatu keputusan untuk mengubah tujuan semula karena terjadi perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumantri, Bambang Agus dan Permana, Erwin Putera.2017.Manajemen Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).Kediri:Fakultas Ekonomi Universitas Nusantara PGRI Kediri. Eko.2017.Teori Kepemimpinan. https://ekoif.weebly.com/teori-kepemimpinan.html.diakses pada tanggal 9 Maret 2019 Pleno.2016.Tipe dan Gaya Kepemimpinan. http://plenoinfo.blogspot.com/2016/08/tipe-dan-gayagaya-kepemimpinan-lengkap.html?m=1.diakses pada tanggal 9 Maret 2019 Syaf.2016.Kepemimpinan Efektiv. http://materi-paksyaf.blogspot.com/2016/01/kepemimpinanefektif-leadership.html?m=1.diakses pada tanggal 9 Maret 2019 Mega.2018.Langkah-langkah
dalam
Pengambilan
Keputusan
http://megasuryonop.blogspot.com/2012/04/langkah-langkah-dalam pengambilan.html?m=1.diakses pada tanggal 9 Maret 2019
Manajemen.