Tari Padoa Tarian Tradisional Dari Sabu Raijua, NTT Tari Padoa adalah salah satu tarian tradisional dari daerah Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT). tarian ini biasanya dilakukan secara masal oleh masyarakat di sana. Baik pria maupun wanita, mereka berkumpul serta menari dengan membentuk formasi melingkar yang menjadi ciri khasnya. Tarian ini merupakan tarian adat yang sudah diwariskan turun temurun di masyarakat Sabu, dan masih sering dilakukan hingga sekarang.
Sejarah Tari Padoa
Tari Padoa dulunya merupakan tarian ritual adat masyarakat Sabu yang sering dilakukan di penghujung musim hujan dan setiap malam pada bulan purnama. Tarian ini biasanya dilakukan oleh semua warga kampung, baik pria atau wanita, tua atau muda. Mereka berkumpul menjadi satu formasi lingkaran dan menari disertai dengan nyanyian yang berisi doa-doa atau pujian terhadap Tuhan. Selain digunakan untuk upacara yang bersifat spiritual, tarian ini juga sering digunakan oleh para kaum muda untuk mencari jodoh. Karena Tari Padoa ini biasanya banyak diikuti oleh kaum muda baik laki-laki maupun perempuan, sehingga bisa menjadi sarana untuk saling mengenal satu sama lain.
Makna Tari Padoa
Bagi masyarakat Sabu, Tari Padoa tentu memiliki makna khusus di dalamnya, salah satunya adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan ungkapan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepada mereka. Selain itu Tari Padoa juga merupakan salah satu media untuk mempererat persatuan dan kebersamaan mereka. Hal tersebut bisa dilihat dari bentuk tarian ini, dimana mereka berkumpul dan menari bersama tanpa membedakan gender maupun status sosial mereka.
Pertunjukan Tari Padoa
Seperti yang dikatakan sebelumnya, Tari Padoa merupakan tarian dilakukan secara masal dan bisa dilakukan semua orang, baik pria maupun wanita. Dalam pertunjukan Tari Padoa ini, biasanya penari harus menggunakan pakaian adat dan dilengkapi dengan wadah anyaman di kaki mereka. Wadah anyaman tersebut biasanya diisi dengan kacang hijau yang merupakan hasil panen di kebun. Selain berfungsi untuk menghasilkan suara, konon apabila setelah menari biji kacang hijau tersebut masih utuh, maka dipercaya memiliki kualitas yang baik dan akan ditanam pada musim berikutnya.
Dalam pertunjukannya, biasanya diawali dengan para penari berbaris dengan 2 barisan dan berjalan menuju ke arena dengan dipimpin oleh seorang yang membacakan syair. Saat menuju ke arena, penari berjalan dengan gerakan tangan yang khas serta kaki menghentak dan seakan diseret agar wadah di kakinya menghasilkan suara. Setelah sampai di arena, mereka kemudian membentuk formasi satu lingkaran.
Kemudian dilanjutkan dengan tangan saling berpegangan dibelakang badan penari lainnya dan menari dengan gerakan maju mundur secara bersama-sama. Selain itu penari juga melakukan gerakan hentakan kaki agar suara wadah tetap berbunyi. Setelah itu cara berpegangan tangan mereka di ubah menjadi lebih renggang sehingga menghasilkan lingkaran yan lebih besar. Dalam babak ini penari sambil menghentakan kaki, mereka juga ikut menyanyikan syair yang dipimpin oleh pembawa penyair. Setelah selesai kemudian penari keluar arena dengan formasi dan gerak yang sama seperti saat masuk tadi.
Pengiring Tari Padoa
Dalam pertunjukan Tari Padoa secara umum hanya diiringi nyanyian syair dari seorang pembawa penyair saja. Selain itu untuk suara musik hanya berasal dari suara wadah di kaki penari saja. Namun ada juga yang menambahkan alat musik tradisional seperti gong dan tabur untuk mengiringi tarian sebagai variasi agar pertujukan terlihat lebih menarik.
Kostum Tari Padoa
Dalam pertunjukannya, penari biasanya dibalut dengan pakaian adat. Untuk penari wanita biasanya menggunakan kain khas disebut Ei yang diikat sebatas dada dan menutupi kaki. Untuk rambut biasanya dikonde gaya khas Sabu. Selain itu penari wanita juga dilengkapi dengan aksesoris seperti, gelang, anting, kalung, dan ikat pinggang berwarna perak.
Sedangkan untuk penari pria biasanya menggunakan kain khas disebut higi huri yang diikatkan di perut dan menutupi hingga lutut. Pada tubuh bagian atas biasanya menggunakan kain itu juga, namun dibuat selampang. Sedangkan bagian kepala biasanya penari pria menggunakan dastar yang disebut willa hipora. Para penari baik pria maupun wanita menggunakan wadah berisi biji kacang hijau yang dipasang dan diikat di kaki mereka.
Perkembangan Tari Padoa
Dalam perkembangannya, Tari Padoa masih terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Sabu. Selain digunakan untuk acara adat, Tari Padoa juga sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu penting, pertunjukan seni dan festival budaya. Tari Padoa ini juga dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisata bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang datang kesana. Hal ini merupakan salah satu cara masyarakat Sabu dalam mempertahankan dan memperkenalkan kepada masyarakat luas akan warisan budaya yang mereka miliki.