Revisi Kasus Ujian Panti Juniati Marina-112016123.docx

  • Uploaded by: juniati
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Revisi Kasus Ujian Panti Juniati Marina-112016123.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,429
  • Pages: 21
Laporan Kasus Ujian Skizoafektif Tipe Depresif

Pembimbing: dr. Elly Tania, Sp.KJ

Disusun Oleh: Juniati Marina 11-2016-123

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Periode 19 Februari 2018 – 24 Maret 2018

1

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS UJIAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA RUMAH SAKIT : PANTI BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3 Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : Senin, 12 Februari 2018 Nama

: Juniati Marina

NIM

: 112016123

Tanda Tangan ………………………

Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Elly Tania, Sp. KJ

………………………

NOMOR REKAM MEDIS

:-

Nama Pasien

: Tn. T

Nama Dokter yang merawat

:-

Masuk Panti pada tanggal

: Sekitar 3 tahun yang lalu

Rujukan/datang sendiri/keluarga Riwayat perawatan

I

: Dibawa oleh petugas satpol PP :-

IDENTITAS PASIEN: Nama (inisial)

: Tn. T

Tempat & tanggal lahir

: Kebumen, 01 Januari 1970 (48 tahun)

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku Bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Pemulung

Status Perkawinan

: Belum Menikah

Alamat

: Jembatan Besi, Jakarta Barat

2

II. RIWAYAT PSIKIATRIK Autoanamnesis : Senin, 19 Maret 2018, Jam 14:10 WIB, Ruang Anggrek 6 Selasa, 20 Februari 2018, Jam 13:30 WIB, Ruang Anggrek 6 Kamis, 22 Maret 2018, Jam 12.30 WIB, Ruang Anggrek 6

A. KELUHAN UTAMA WBS ditangkap oleh satpol PP dan dibawa ke panti sosial Bina Laras 2 ketika sedang memulung dipinggir jalan dan tidak memiliki kartu identitas.

B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG Pada tahun 2015, sekitar 3 tahun yang lalu, WBS mengatakan bahwa dirinya ditangkap oleh satpol PP saat ia sedang memulung di jalanan kawasan jembatan besi dekat tempat tinggal WBS. Pada saat itu, WBS dibawa oleh satpol PP ke Panti Bina Laras 2 dan dirawat disana selama kurang lebih 3 bulan. Namun, sebelumnya WBS mengaku belum pernah dirawat dimanapun karena sakit. WBS tinggal bersama bibinya yang juga bekerja sebagai pemulung. Mereka tingaal dirumah kontrakan yang di tempati berempat bersama pamannya dan satu anak paman dan bibinya. WBS mengaku dirinya sering berbicara sendiri (perilaku halusinatorik) dan merasa gelisah (Agitasi) saat malam hari, WBS juga mengatakan bahwa ia sering mendengar suara yang berasal dari hati dan telinganya (Halusinasi Auditorik) dan suara itu tidak dapat didengar oleh oranglain. WBS mendengar suara seorang laki-laki yang mengatakan bahwa ia mau membunuh WBS (halusinasi auditorik), namun WBS tidak mengenali suara yang selalu datang tiap hari tersebut yang muncul terutama saat WBS sedang mau tidur. WBS mengatakan bahwa suara tersebut yang membuat dirinya menjadi tidak bisa berbicara normal seperti dulu. Ia mengatakan bahwa suara tersebut adalah suara gaib yang dikirimkan oleh orang tuanya yang sudah meninggal untuk mengguna-gunai dia (waham aneh). Setelah WBS dirawat di panti sosial Bina Laras 2, WBS kemudian dipindahkan ke panti sosial Bina Laras 3 pada akhir tahun 2015. Sampai saat ini, WBS juga sering mendengar suara (halusinasi auditorik) yang sama saat mau tidur, hingga membuat WBS menjadi kesulitan tidur saat malam hari (early insomnia) dan sering terbangun saat sudah tidur (middle insomnia) dan ketika WBS sedang duduk sendiri, namun WBS dapat mengabaikan suara tersebut. Suara tersebut membuat WBS merasa tidak tenang dan takut akan dibunuh. Hal ini yang membuat WBS sering 3

merasa curiga kepada orang-orang disekitarnya karena takut akan dijahati dan dibunuh (waham curiga) sehingga WBS menjadi tidak memiliki teman dan ia lebih sering menyendiri. Rasa ketakutan dan tidak tenang pada WBS membuat dirinya merasa sedih dan murung membuat ia menjadi ingat kedua orang tuanya yang sudah meninggal saat ia masih duduk di Sekolah Dasar. Kesedihan WBS inilah yang sering membuat dirinya merasa putus asa dan tidak berguna hidup di dunia ini (waham nihilistik), namun WBS mengatakan ia tidak pernah berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya atau bunuh diri. Sejak di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 ini, WBS merasa lebih baik dari sebelumnya, namun terkadang ia masih merasa sedih dan hilang minat untuk beraktivitas sehingga WBS sering merasa cepat lelah dan tidak mau bergabung dengan WBS yang lainnya, sehingga WBS memilih untuk diam dikamar saja setelah selesai kegiatan. WBS mengatakan ia masih mau merawat diri termasuk mandi dan makan, namun ia sudah tidak pernah sholat 5 waktu dan tidak pernah mengaji lagi karena merasa malas. WBS merasa dirinya tidak bisa bekerja apa-apa, bahkan tidak pernah berniat untuk mencari pekerjaan tetap selain memulung. WBS mengatakan hingga saat ini WBS masih mendengar suara yang berbicara kepada dirinya dari hati dan membisikkannya dari telinga (halusinasi Auditorik) yang mengatakan bahwa suara tersebut akan membunuhnya pada malam hari dan diikuti dengan ia sering melihat bayangan (halusinasi visual) seperti roh dirinya yang kadang terlihat 3 orang disampingnya, bayangan tersebut mulai muncul 2 tahun terakhir saat WBS sudah di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3. WBS mengatakan bahwa hal tersebut hanya bisa dirasakan oleh dirinya saja. Dan paling sering muncul pada malam hari menjelang tidur atau jika dirinya sedang sendiri. Hal tersebut membuat WBS masih sering berbicara sendiri dan merasa tidak tenang. Saat ini WBS sudah mulai terbiasa dengan apa yang sering didengarnya sehingga terkadang dapat di abaikannya. Namun, WBS mengatakan jika dirinya sedang bersama teman-temannya di panti, bisikan suara tidak akan muncul. Namun, tetap saja WBS lebih suka dengan suasana yang tidak terlalu ramai. WBS juga jarang berinteraksi dengan WBS lain karena WBS merasa lemas dan cepat lelah jika melakukan banyak aktivitas. Menurut WBS obat yang selama ini ia minum tidak berefek apapun untuk mengusir suara-suara yang ia dengar tersebut dan obat itu hanya membuat WBS dapat 4

tidur dan untuk menambah nafsu makan. WBS masih menganggap bahwa dirinya tidak mengalami sakit apapun.

C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA 1. Gangguan Psikiatrik WBS mengatakan bahwa pada saat ia bersekolah di kelas 6 SD (kurang lebih usia 11 tahun), suara (halusinasi auditorik) yang ia dengar dari hati dan berbisik di telinganya tersebut mulai muncul, yaitu tepat setelah ayah WBS meninggal. Ayah pasien meninggal 1 tahun setelah kematian ibunya. Kedua orang tuanya meninggal karena sakit dan WBS tidak menyalahkan siapapun atas kepergian kedua orang tuanya. Pada saat itu juga, selama hampir 1 tahun WBS mulai sering menyendiri, bicara sendiri (perilaku halusinatorik), dan berdiam diri dikamar, ia merasa sangat sedih dan hilang gairah untuk melakukan apa-apa, ia hanya ingin sendiri, merasa sangat lemas, tidak mau makan dan tidak mau mengurus diri termasuk mandi dan makan, ia bingung harus bagaimana setelah kedua orang tuanya meninggal, ia merasa bahwa hidupnya tidak berguna didunia ini (waham nihilistik) karena WBS tidak memiliki saudara yang lain dan ekonomi keluarganya yang lemah, sehingga WBS menjadi tidak dapat melanjutkan sekolahnya. Menurut WBS suara tersebut membuat dia merasa tidak tenang dan takut, yang membuat dirinya selalu merasa curiga terhadap oranglain disekitarnya. 2. Riwayat Gangguan Medik Tidak ada riwayat gangguan medis sebelumnya. Tidak ada riwayat trauma kepala, dan patah tulang, maupun kejang. 3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif WBS tidak merokok, tidak menggunakan obat-obatan terlarang dan juga tidak minum minuman beralkohol.

5

4. Riwayat gangguan sebelumnya

1981

2015

2018 (saat ini)

Gejala Normal

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI 1. Riwayat perkembangan fisik: WBS merupakan anak tunggal. WBS lahir normal ditolong oleh bidan dan tidak ada cacat fisik. Tumbuh kembang normal sesuai dengan usianya. 2. Riwayat perkembangan kepribadian a. Masa kanak-kanak: Perkembangan WBS sesuai dengan usianya. Namun, WBS tidak memiliki banyak teman sebaya, karena WBS selalu diejek oleh teman-temannya. WBS tidak menceritakan mengenai isi ejekan teman-temannya. b. Masa Remaja: Memasuki masa remaja, perkembangan sesuai usia dan WBS juga tidak memilik banyak teman. WBS lebih suka berada di dalam rumah. Pada saat remaja, WBS sudah mulai sering mendengar suara-suara yang ingin membunuhnya tersebut yang membuat WBS menjadi takut dan mencurigai orang-orang disekitarnya. c. Masa Dewasa : Memasuki masa dewasa, perkembangan sesuai usia dan WBS juga tidak memiliki banyak teman. WBS jarang berinteraksi dengan tetangganya. WBS hanya tinggal bersama bibinya yang juga seorang pemulung. 3. Riwayat pendidikan WBS menjalani pendidikannya sampai tamat SD. WBS tidak melanjutkan pendidikannya karena masalah ekonomi. 6

4. Riwayat pekerjaan WBS hanya bekerja sebagai pemulung dengan penghasilan Rp.8000 perhari dan uang tersebut digabungkan dengan uang bibinya yang juga hasil memulung. WBS tidak pernah bekerja di tempat manapun sebelumnya, bahkan WBS tidak pernah mencoba untuk melamar pekerjaan dimanapun. 5. Kehidupan beragama WBS beragama Islam. Ia engaku dirinya sudah jarang sekali beribadah dan tidak pernah sholat 5 waktu karena ia merasa malas, namun WBS masih dapat menyebutkan sholat 5 waktu apa saja. 6. Kehidupan perkawinan WBS Belum menikah.

E. RIWAYAT KELUARGA Menurut pengakuan WBS, tidak ada anggota keluarganya yang mengalami ciri yang sama dengan WBS. WBS hanya tinggal dengan bibinya dan kedua orangtuanya sudah meninggal saat WBS kelas 6 SD.

Keterangan: : Laki-laki

: Perempuan

: WBS

: Meninggal Dunia

F. SITUASI KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG WBS tinggal bersama bibinya di rumah kontrakan bibi beserta suami dan anaknya. Yang mencari nafkah adalah bibinnya dan dirinya dengan memulung setiap hari. Menurut WBS penghasilannya hanya Rp.8000 perhari dan hanya cukup untuk makan setiap hari. WBS juga tidak banyak bergaul dengan tetangganya. Saat di panti, WBS tidak pernah bertengkar dan jarang ngobrol dengan teman-temannya. WBS lebih suka duduk sendirian. 7

III. STATUS MENTAL A. DESKRIPSI UMUM 1. Penampilan Umum WBS seorang laki-laki berusia 48 tahun, penampilan sesuai usia, postur tubuh normal, warna kulit sawo matang, rambut berwarna hitam dan beruban, terpotong pendek sekitar 1 cm. Kuku tampak kurang bersih dan mengenakan pakaian seragam panti Bina Laras Sentosa 3, WBS tampak berbusana rapi dan bersih. Kontak verbal dan visual cukup baik. 2. Kesadaran a. Kesadaran sensorium/neurologik

: Compos mentis

b. Kesadaran psikiatrik

: Tampak tidak terganggu

3. Perilaku dan Aktivitas Motorik 

Sebelum wawancara: WBS duduk di lantai dan bersandar di depan kamar tidurnya.



Selama wawancara: WBS duduk dengan tenang di samping pewawancara, pasien menjawab sesuai pertanyaan, cukup kooperatif, kontak mata agak kurang.



Setelah wawancara: WBS tenang dan tetap duduk bersandar.

4. Sikap terhadap Pemeriksa Kooperatif 5. Pembicaraan a. Cara berbicara

: Lancar, spontan, volume cukup, artikulasi kadang

tidak jelas. b. Gangguan berbicara : Tidak ada B. ALAM PERASAAN (EMOSI) 1. Suasana perasaan (mood) : Hipotim 2. Afek : a. Arus

: lambat

b. Stabilisasi

: Stabil

c. Kedalaman

: Dalam

d. Skala diferensiasi

: Luas

e. Keserasian

: Serasi

f. Pengendalian impuls

: Kuat 8

g. Ekspresi

: Sesuai

h. Dramatisasi

: Tidak ada

i. Empati

: Tidak dapat dinilai

C. GANGGUAN PERSEPSI a. Halusinasi

: Halusinasi auditorik (WBS mendengar suara yang berniat

akan membunuhnya), Halusinasi visual (melihat bayangan seperti roh dirinya yang berjumlah 2 kadang 3 orang yang menempel pada dirinya). b. Ilusi

: Tidak ada

c. Depersonalisasi

: Tidak ada

d. Derealisasi

: Tidak ada

D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL) 1. Taraf pendidikan

: Tamat SD

2. Pengetahuan umum

: Buruk (WBS tidak tahu nama Presiden Indonesia saat

ini dan ia tidak tahu presiden Indonesia yang pertama). 3. Kecerdasan

: Rata-rata (WBS dapat menghitung penjumlahan dan

pengurangan sederhana, perkalian dan pembagian sederhana). 4. Konsentrasi

: Baik (WBS mampu mengurutkan angka dengan benar

dari 10 hingga 1). 5. Orientasi a. Waktu : Baik, WBS mengetahui bahwa waktu saat wawancara adalah siang hari, WBS mengetahui tanggal dan tahun pemeriksaan b. Tempat: Baik, WBS mengetahui bahwa ia saat ini berada di Panti Bina Laras Harapan Sentosa 3. c. Orang : Baik, WBS mengetahui bahwa pemeriksa adalah dokter. d. Situasi : Baik, WBS mengetahui sekelilingnya ramai. 6. Daya ingat a. Tingkat 

Jangka panjang : kurang baik (WBS tidak dapat ingat dengan baik kronologis perjalanan hidupnya).



Jangka pendek : Baik (Pasien ingat menu makanan yang ia makan siang tadi).

9



Segera

: Baik (Pasien dapat menyebutkan 3 barang yang disebutkan

oleh pemeriksa). b. Gangguan

: Tidak ada

7. Pikiran abstraktif: Buruk, pasien tidak tau persamaan dan perbedaan buah jeruk dan bola. 8. Visuospatial

: Baik, pasien dapat menggambar jam.

9. Bakat kreatif

: Belum dapat dinilai.

10. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik (pasien dapat makan, mandi, berpakaian sendiri, dan dapat merapikan tempat tidurnya sendiri.) E. PROSES PIKIR 1. Arus pikir 

Produktivitas

: Realistik



Kontinuitas

: Koheren dan relevan



Hendaya bahasa : Tidak ada

2. Isi pikir 

Preokupasi dalam pikiran : Tidak ada



Waham

: Waham curiga (WBS sering curiga terhadap

orang-orang disekitarnya karena takut dirinya akan dijahati), Waham Aneh (Ia mengatakan bahwa suara tersebut adalah suara gaib yang dikirimkan oleh orang tuanya yang sudah meninggal untuk menggunagunai dia). Waham nihilistik (ia menganggap bahwa dirinya tidak berguna hidup didunia ini setelah kedua orang tuanya meninggal). 

Obsesi

: Tidak ada



Fobia

: Tidak ada



Idea of suicide

: Tidak ada.

F. PENGENDALIAN IMPULS: Baik G. DAYA NILAI 

Daya nilai sosial

: Baik (WBS tahu bahwa memukul orang lain adalah

perbuatan yang tidak baik) 

Uji daya nilai

: Buruk, WBS mengatakan bahwa jika ia menemukan

amplop dijalan yang berisi surat da nada uangnya serta terdapat alamatnya

10

maka ia akan mengambil isi uangnya dulu dan mengembalikan amplop tersebut) 

Daya nilai realitas

: Terganggu, ditemukan adanya halusinasi auditorik,

halusinasi visual, waham curiga dan waham aneh.

H. TILIKAN : Derajat 1 (WBS menyangkal dirinya sakit) I. RELIABILITAS : Baik

IV.

PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS INTERNUS 1. Keadaan umum

: Baik

2. Kesadaran

: Compos mentis

3. Tensi

: 110/90 mmHg

4. Nadi

: 86x/menit

5. Suhu badan

: 36,8°C

6. Frekuensi pernafasan

: 21x/menit

7. Bentuk tubuh

:

a. Kepala

: normocephali, distribusi rambut merata

b. Mata

: pupil bulat isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

c. Mulut

: hipersalivasi (-)

d. Leher

: KGB tidak membesar

e. Thorax

: normochest, tidak tampak retraksi sela iga.

f. Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba membesar g. Ekstremitas: normal, tremor (-), rigiditas (-) 8. Sistem kardiovaskuler 9. Sistem respiratorius 10. Sistem gastro-intestinal

: S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-) : bising usus (+) normal

11. Sistem musculo-sceletal : deformitas (-), simetris, eutropi 12. Sistem urogenital

: nyeri ketok CVA -/-

Kesimpulan: Hasil pemeriksaan pada status internus tidak ditemukan kelainan.

11

B. STATUS NEUROLOGIK 1. Saraf kranial (I-XII)

: Dalam batas normal

2. Tanda rangsang meningeal

: Tidak dilakukan

3. Mata

: Dalam batas normal

4. Pupil

: Dalam batas normal

5. Oftalmoscopy

: Tidak dilakukan

6. Motorik

: Tidak dilakukan

7. Sensibilitas

: Tidak dilakukan

8. Sistim saraf vegetatif

: Tidak dilakukan

9. Fungsi luhur

: Tidak dilakukan

10. Gangguan khusus

: Tidak ada

Kesimpulan : Hasil pemeriksaan pada status neurologik tidak ditemukan kelainan.

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Anjuran pemeriksaan penunjang terhadap pasien : 1. Fungsi Ginjal : Ureum dan Kreatinin 2. Fungsi Hati : SGOT dan SGPT

VI.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA WBS berusia 48 tahun, belum menikah, sebelum dipanti ia tinggal bersama bibinya dan bekerja sebagai pemulung. Pada tahun 2015, WBS ditangkap dan dibawa ke Panti Sosial Bina Laras 2 untuk dirawat selama 3 bulan. Kemudian pada akhir 2015, WBS dipindahkan ke Panti Sosial Bina Laras 3 hingga saat ini. WBS mengatakan sejak usia 11 tahun setelah kepergian kedua orang tuangnya secara berturut-turut, WBS mulai sering mengurung diri dikamar, tidak mau makan dan mandi, tidak mau keluar rumah, ia merasa hidupnya sendirian tidak ada siapa-siapa dan takut untuk menjalani hidup tanpa orang tua. Ia juga sering merasa lemas dan tidak bergairah untuk melakukan aktivitas apapun, bahkan ia merasa bahwa hidupnya tidak berguna (waham nihilistik) hal itu dirasakan WBS hampir 1 tahun. Sejak saat itu pula WBS sering berbicara sendiri, mondar-mandir dan merasa gelisah serta sering mendengar suara yang berasal dari dalam hatinya dan berbisik di telinganya yang mengatakan bahwa ingin membunuhnya (halusinasi auditorik) sehingga membuat WBS takut pada orang-orang disekitarnya karena ia berpikir akan dijahati. WBS mengatakan bahwa suara tersebut dikirim oleh kedua orang tuanya yang sudah 12

meninggal untuk mengguna-gunai dirinya (waham aneh). Setelah di panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3, WBS masih sering mendengar suara-suara (halusinasi auditorik) tersebut dan sejak 2 tahun belakangan, WBS mulai sering melihat bayangan (halusinasi visual) yang meyerupai roh dirinya yang berada di samping WBS dan menempel pada dirinya. Suara tersebut di percayai WBS adalah suara gaib yang di kirimkan oleh kedua orang tuanya untuk mengguna-gunai dirinya (waham aneh). Suara dan bayangan tersebut muncul pada malam hari terutama saat pasien akan tidur dan itulah yang membuat WBS menjadi takut dan curiga terhadap orangorang disekitar WBS, karena ia takut akan dibunuh dan dijahati (Waham curiga). Hingga saat ini WBS masih sering mendengar suara yang berbicara didalam hati dan berbisik ditelinganya yang mengatakan ingin mmbunuh WBS dan melihat bayangan yang menyerupai rohnya sendiri. WBS juga masih curiga terhadap orangorang yang ada disekitarnya ia berpikir bawha ada yang ingin menjahati dia. Suarasuara itulah yang sering membuat WBS sedih dan ingat kedua orang tuanya yang sudah meninggal, sehingga ia masih sering merasa sedih, lemas, cepat lelah walaupun beraktivitas ringan dan WBS sering menyendiri dan tidak mau bergabung dengan WBS yang lain. Ia juga sudah tidak pernah menjalankan ibadah sholat 5 waktu karena WBS sering merasa lelah dan malas beraktivitas apapun. Namun, saat ini pasien sudah mau makan dan sudah bisa tidur. WBS sudah mulai terbiasa dengan suara yang sering didengarnya. WBS mengenyam pendidikan hanya sampai kelas 6 SD dan sempat menyelesaikan sekolahnya. Ia tidak melanjutkan pendidikan karena masalah ekonomi. Riwayat merokok, penggunaan obat terlarang dan alkohol disangkal. Riwayat trauma sebelumnya disangkal WBS. Riwayat keluarga dengan ciri yang sama juga disangkal pasien. Pada pemeriksaan status internus dan status neurologik WBS tidak didapati kelainan.

VII.

FORMULASI DIAGNOSTIK

 Aksis I: Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, maka kasus ini dapat digolongkan kedalam:

13



Gangguan kejiwaan atas dasar adanya gangguan pada pikiran, perasan dan perilaku yang menimbulkan penderitaan (distress) dan menyebabkan gangguan dalam kehidupan sehari – hari (hendaya).



Gangguan merupakan gangguan fungsional karena: 

Tidak ada gangguan kesadaran neurologis.



Tidak ada gangguan fungsi intelektual



Tidak disebabkan oleh gangguan medik umum (penyakit metabolik, infeksi, penyakit vaskuler, neoplasma).

 

Tidak disebabkan oleh penyalahgunaan zat psikoaktif.

Gangguan psikotik, dibuktikan dengan adanya: 

Halusinasi auditorik, halusinasi visual, waham curiga, waham aneh dan waham nihilistik.

 

Gangguan fungsi (hendaya): gangguan dalam pekerjaan dan kehidupan sosial

Merupakan gangguan suasana perasaan kearah depresi yang disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungan dengan perubahan tersebut.

Working Diagnosis : Pada WBS didapatkan adanya gejala halusinasi auditorik, halusinasi visual, waham curiga, waham aneh dan waham nihilistik yang telah berlangsung selama lebih dari 1 bulan. Selama dilakukan wawancara, gangguan afektif yaitu depresi cukup menonjol, ditandai dengan kehilangan minat dan aktivitas serta berkurangnya energi. Gejala katatonik secara relatif tidak nyata atau tidak menonjol. Gejala Skizofrenia dan depresi muncul secara bersamaan yaitu sejak WBS berusia 11 tahun setelah kedua orang tuannya meninggal. Sehingga menurut PPDGJ-III, dapat dikategorikan dalam gangguan F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif : 

Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresif.



Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif (F32).

14



Dalam episeode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya ada dua, gejala khas skizofrenia (sebagiamana ditetapkan dalam pedoman diagnostik skizofrenia, F20,- (a) sampai (d).

15

Differential diagnosis: 1. F20.0 Skizofrenia Paranoid 2. F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik 3. F33.3 Episode depresif berulang, kini berat dengan gejala psikotik  Aksis II : Tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian dan retardasi mental  Aksis III : Tidak ditemukan adanya gangguan pada kondisi medik  Aksis IV : Masalah keluarga, ekonomi, pekerjaan, dan pendidikan.  Aksis V : Skala GAF 50 – 41 yaitu gejala Berat (serious), disabilitas berat. VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL Aksis 1

:

WD

: F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif

DD

: F20.0 Skizofrenia Paranoid F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik F33.3 Episode depresif berulang, kini berat dengan gejala psikotik

IX.

Aksis II

: Tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian dan retardasi mental

Aksis III

: Tidak ditemukan adanya gangguan pada kondisi medik umum

Aksis IV

: Masalah keluarga, ekonomi, pekerjaan, dan pendidikan.

Aksis V

: Skala GAF 50 – 41 yaitu gejala Berat (serious), disabilitas berat.

PROGNOSIS Indikator prognosis baik : -

Faktor presipitasi cukup jelas

-

Ada gejala afektif (depresi)

-

Riwayat keluarga dengan ciri yang sama tidak ada

-

Teratur dan patuh minum obat (compliance)

Indikator prognosis buruk : -

Onset perlahan-lahan

-

Riwayat premorbid (sosial, pekerjaan) buruk

-

Status ekonomi buruk

-

Tilikan pasien buruk

-

Hubungan dengan keluarga (sebagai support system) buruk

-

Belum menikah

16

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad malam

X. DAFTAR MASALAH 1. Organobiologik

: Tidak ditemukan kelainan fisik.

2. Psikologi/psikiatrik

: Halusinasi auditorik, halusinasi visual, waham curiga, waham aneh dan waham nihilistik, tilikan derajat 1.

3.Sosial/keluarga

: Masalah ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan keluarga.

XI. PENATALAKSANAAN 1.

Psikofarmaka

dr.Juni R/ Fluoxetin tab 10 mg No. LX S 1-0-1 R/ Risperidone tab 2 mg No. LX S 1-0-1 ---------------------------- (sign) R/ Asam Valproat tab 250 mg No. LX S 1-0-1 Pro: Tn. T Umur : 48 tahun

2.

Psikoterapi a. Individual 

Memberikan dukungan kepada WBS untuk dapat membantu pasien dalam memahami dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian mengenai penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan, serta motivasi pasien supaya minum obat secara teratur.



Membantu WBS untuk mengenali pikiran-pikiran (salah satunya ide bunuh diri) dan mengatasi dengan cara mengalihkan pikiran tersebut dengan aktivitas.

17



Membantu WBS membangkitkan rasa percaya diri dan rasa percaya terhadap orang lain, sehingga pasien dapat membangun kontak yang baik dengan orangorang disekitarnya.



Mendorong WBS untuk kembali mempunyai impian serta memotivasinya untuk meraih impian yang diinginkan.



Mendorong pasien untuk kembali melaksanakan Ibadah sesuai agamanya dan memberikan penjelasan kepada WBS akan pentingnya beribadah.

b. Dalam kelompok 

Menyarankan WBS untuk mengikuti setiap kegiatan di panti bersama dengan rekan lainnya agar terjalin sosialisasi yang baik.

Pembahasan

1.

Pengobatan untuk skizoafektif tipe depresif Terdapat 3 golongan pengobatan yang diberikan pada pasien dengan skizoafektif tipe depresif yang diantaranya:1,2 Pada kasus akut, menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2015 pengobatan skizoafektif dapat diberikan:2 Injeksi: • Olanzapin, dosis 10mg/mL injeksi intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum 30mg/hari • Aripriprazol, dosis 9,75mg/mL injeksi intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum 29,25mg/hari. • Haloperidol, dosis 5mg/mL injeksi intramuskulus, dapat diulang setiap setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari • Diazepam 10mg/2 mL injeksi intravena/ intramuskulus, dosis maksimum 30 mg/hari Secara oral, dapat diberikan golongan dibawah ini:1,2 

Antidepresan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) ideal untuk jenis antidepresan lainnya. Ia memiliki efek samping dari SSRI lebih rendah dibandingkan dengan obat lain,1 misalnya fluoksetin 1 x 10-20 mg/hari.2 Namun, disarankan bahwa antidepresan harus dihentikan jika gejala psikosis malah memburuk atau jika 18

tidak ada perbaikan yang diamati. Meskipun ada efek samping yang disebabkan oleh antidepresan, risiko itu tampaknya minimal dibandingkan dengan dilihat dari manfaatnya untuk mengurangi gejala depresi.1 

Antipsikotik Sejumlah penelitian dilakukan untuk menguji efek antipsikotik atipikal pada kedua jenis gangguan skizoafektif. Antipsikotik dikatakan sebagai pengobatan terbaik yang tersedia untuk pasien dengan gangguan skizoafektif eksaserbasi akut atau skizofrenia dengan gejala depresi. Hasil dari tiga penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi efek clozapine menunjukkan bahwa pasien dengan tipe bipolar membaik lebih baik daripada tipe depresi. Studi terbuka lainnya membuktikan bahwa pasien yang diobati dengan clozapine juga menunjukkan penurunan perilaku bunuh diri. Di sisi lain, pasien skizoafektif tipe depresi menunjukkan kemajuan yang lebih baik terhadap risperidone jika dibandingkan dengan tipe bipolar.1 Dosis risperidone yang dapat diberikan yaitu 2 x 1-3 mg per hari.2 Obat antipsikotik, yang memiliki efek thymoleptic dikatakan tidak cukup dalam mengatasi gangguan mood pada gangguan tersebut.1



Mood Stabilizer Obat ini juga dianggap sebagai pengobatan penting untuk pasien skizoafektif. Lithium dan carbamazepine adalah contoh mood stabilizer yang banyak digunakan. Ketika membandingkan lithium dengan carbamazepine, ditemukan bahwa carbamazepine lebih efektif dalam pengobatan gangguan skizoafektif, tipe depresif.1 Dalam jurnal literature pada kondisi depresif selain diberikan risperidon 2 mg/hari, diberikan juga antidepresan golongan SSRI yakni fluoxetine 10 mg/hari. Selain itu pasien sindrom ekstrapiramidal yang ada, harus ditangani dengan pemberian antikolinergik, yakni triheksilfenidil 2 mg sehari.3 Sebenarnya pemberian fluoxetine sudah tepat, tetapi untuk menghindari efek samping obat dan aman bagi pasien direkomendasikan SSRI yang

lain yakni

Sertraline. Sertralin memiliki efek samping yang sangat minimal jika dibandingkan dengan fluoxetin. Namun mengingat tidak semua pasien dengan ekonomi yang cukup sehingga sertraline jarang diberikan karena harganya yang mahal.3

19

2.

Pengaruh sosial terhadap biologi otak seseorang dengan gangguan jiwa Stress maupun distress dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk diantaranya

yaitu faktor social seseorang.4,5 Dengan semakin meningkatnya tekanan kehidupan semakin banyak orang-orang yang menunjukkan gejala depresi, salah satu contohnya adalah maraknya kasus-kasus bunuh diri yang dimuat di media massa. Gejala-gejala depresi terdiri dari gangguan emosi (perasaan sedih, murung, iritabilitas, preokupasi dengan kematian), gangguan kognitif (rasa bersalah, pesimis, putus asa, kurang konsentrasi), keluhan somatik (sakit kepala, keluhan saluran pencernaan, keluhan haid), gangguan psikomotor (gerakan lambat, pembicaraan lambat, malas, merasa tidak bertenaga), dan gangguan vegetatif (gangguan tidur, makan dan fungsi seksual). Ada beberapa faktor penyebab depresi yaitu mulai dari faktor genetik sampai nongenetik dengan faktor-faktor risiko seperti jenis kelamin, usia, status perkawinan, geografis, kepribadian, stresor sosial, dukungan sosial, dan pekerjaan.4 Pada kondisi distres terjadi perubahan fungsional berupa perubahan hormonal dan neurotransmisi, meliputi peningkatan aktivitas noradrenergik dan kadar kortisol, jika kronis akan mengakibatkan perubahan struktural, berupa atrofi sel-sel piramidal dan penurunan volume hipokampus, serta meningkatan aktivitas aksis hipotalamo-pituitariadrenal (aksis HPA) yang mengakibatkan perubahan kadar Interleukin-6 (IL–6). IL–6 mempunyai korelasi positif dengan neurotransmiter norepinephrine. Peningkatan kadar kortisol berkorelasi positif dengan peningkatan kadar katekolamin yaitu adrenalin, norepinefrin, dan dopamine.5 Interleukin-6 (IL–6) yang merupakan salah satu sitokin proinflamasi (key immune mediator), beserta reseptornya, terdapat di berbagai area otak termasuk hipotalamus dan hipokampus, yang secara sentral terlibat dalam mediasi emosi serta perilaku. Distres dan berbagai gangguan jiwa berkaitan erat dengan malfungsi proses neurotransmisi, baik tunggal maupun secara kombinasi dari beberapa sistem neurotransmisi (multimalfungsi). Temuan ke tiga pada penelitian tersebut membuktikan bahwa, kortisol secara langsung dapat mengakibatkan perubahan struktur hipokampus. Hasil temuan penelitian ketiga ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa stres berkepanjangan menimbulkan kerusakan di hipokampus yang bersifat plastis dengan petanda biologisnya berupa reduksi neuron piramidal di area CA3 hipokampus, dan efek ini dimediasi oleh glukokortikoid meningkatkan aliran ion kalsium di dalam hipokampus. IL-6 dapat mempengaruhi neurogenesis melalui sejumlah mekanisme yang berbeda-beda yang merupakan variasi dari kondisi fisiologis.5

20

Daftar Pustaka 1.

Yogeswary K. Schizoaffective Disorder: An overview. International Journal of Clinical Psychiatry 2014, 2(1): 11-15

2.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No HK.02.02/MENKES/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa.

3.

Eka FS. Penatalaksanaan Skizoafektif Tipe Depresif dengan Sindrom Ekstrapiramidal. Jurnal Medula Unila. 2016: 4(3).

4.

Suparno. Pengaruh Stresor Psikologik terhadap Distribusi Transporter Serotonin (SERT) dan Indeks Apoptosis Hipokampus yang Dimediasi oleh Kortisol dan IL-6. Jurnal Kedokteran Brawijaya; 2007: 3(23).

5.

Eko R. Depresi dan Gangguan Tidur. Jurnal Kedokteran Udayana.

21

Related Documents


More Documents from "Risma"