BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Ekshumasi atau penggalian mayat kadang perlu dilakukan ketika dicurigai kematian seseorang dianggap tidak wajar. Ekshumasi sekarang ini di luar negeri sering diminta ketika timbul masalah pada asuransi kesehatan. Beberapa kasus di luar negeri lebih banyak diminta oleh asuransi kesehatan daripada oleh keluarga. Pada prinsipnya, keluarga berhak menolak autopsi yang diminta oleh pihak asuransi, namun resiko yang harus dihadapi oleh keluarga adalah kehilangan seluruh klaim yang seharusnya mereka dapatkan sebagai konsekuensi asuransi. Dibandingkan autopsi yang segera dilakukan setelah kematian, ekshumasi membutuhkan lebih banyak biaya tambahan untuk penggalian kubur, transport, pembersihan, biaya bagi pemeriksa medis dan untuk penguburan kembali. Selain itu hasil pemeriksaan terhadap jenazah yang telah lama dikubur tidak akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan pemeriksaan pada jenazah yang masih baru. Perbedaan jangka waktu post mortem memiliki beberapa variable yang mempengaruhi pembusukan, antara lain : faktor suhu lingkungan, kondisi tanah, dan bahan penyusun peti mayat. Menurut hasil survey yang dilaksanakan oleh Department of Pathology, Occupational Association Hospital, Bergmannsheil-Bochum selama tahun 19671998, didapatkan dari 371 ekshumasi, rata-rata jumlah hari setelah dikubur adalah selama 74 hari. Waktu tersingkat adalah 9 hari dan waktu terlama 478 hari. Semuanya laki-laki berusia 27-87 tahun saat meninggal (rata-rata 66 tahun). Pertanyaan yang sering diajukan lebih ke arah penyakit yang diderita (93%). Dan 12% diantaranya merupakan pertanyaan mengenai dampak kecelakaan pada korban, baik kecelakaan itu sendiri atau gabungan dengan penyakit yang dideritanya juga. Pada 99,2% kasus tujuan utama asuransi kesehatan adalah apakah seseorang berhak mendapatkan klaim atau ganti rugi.(1) Ekshumasi adalah suatu tindakan medis yang dilakukan atas dasar undangundang dalam rangka pembuktian suatu tindakan pidana dengan menggali
1
kembali jenazah yang sudah dikuburkan dan berdasarkan izin dari keluarga korban.2,3 Di India penggalian jenazah jarang dilakukan karena kebiasaan di India yang membakar jenazah dan hanya suku tertentu saja yang menguburkan jenazah jadi Ekshumasi relevan bagi suku tersebut.4 Batas waktu permintaan dilakukan Exshumasi di tiap-tiap negara berbeda-beda. Di Perancis contohnya batas waktunya hanya sampai 10 tahun sedangkan di Jerman batas waktunya sampai 30 tahun Bila penyidik dalam rangkaian penyidikannya memerlukan bantuan dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenazah yang telah dikubur maka seorang dokter wajib melaksanakan pemeriksaan tersebut. Oleh karena itu, dokter perlu memahami dengan benar peranannya dan pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan terhadap jenazah yang telah dikubur sehingga dapat memberi keterangan yang bermanfaat untuk kepentingan peradilan saat dilaksanakan ekshumasi. Di negara kita ini sering kali ada suatu laporan tentang telah terjadimya peristiwa pembunuhan yang terlambat disampaikan kepada penyidik, sehingga dapat menimbulkan kesulitan, baik bagi pihak penyidik maupun bagi pihak dokter untuk melakukan tugasnya memeriksa mayat oleh karena korban telah dikubur. Keterlambatan laporan tentang kecurigaan kejadian/ kematian bisa disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya karena kebutaan tentang hukum, masalah transportasi, saksi dibawah tekanan/ ancaman serta anggapan yang tidak tepat tentang pemeriksaan mayat yang dilakukan sebelumnya.5 Walaupun tidak bisa dilakukan, penggalian kuburan kadang-kadang harus dikerjakan dimana selain karena kasus mayat yang munculnya kemudian/ belakangan, tetapi bisa pula karena faktor budaya/ adat (pada suku tertentu) ataupun karena ditutupnya kuburan/ lokasi pemakaman tersebut.6 Kasus yang umumnya mengakibatkan penggalian mayat dilakukan adalah menyangkut : 1. Kasus-kasus kriminal, misalnya pembunuhan yang disamarkan seperti bunuh diri, kecurigaan keracunan, kematian karena abortus provokatus kriminalis atau malpraktik.
2
2. Kasus-kasus sipil, misalnya tuntutan asuransi, pertanggung jawaban kasus malpraktik, tuntutan mengenai warisan atau masalah dalam menentukan identitas.7 Dalam rangkaian penyidikannya, apabila penyidik merasa perlu bantuan dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenazah yang telah dikubur maka dokter wajib melaksanakan pemeriksaan tersebut. Inilah tantangan yang berat bagi para dokter pada umumnya, sehingga biasanya mereka akan merujuk ke bagian kedokteran kehakiman di rumah sakit terdekat.2,8 Biasanya kuburan yang dibongkar mayatnya masih bau. Mayat yang diperiksa umumnya baru beberapa hari atau beberapa minggu di kubur, sehingga proses pembusukan masih sangat baru. Yang diperlukan kalangan dokter dalam hal penggalian mayat ini dituntut untuk melakukan secara lebih teliti dan seksama. Dalam hal ini perlu diingat oleh semua kalangan hasil pemeriksaan terhadap mayat yang telah dikubur tidak akan memberikan hasil sebaikbaiknya apabila mayat diperiksa ketika sebelum dikubur. Apabila mayat dikubur telah lama maka hasil yang diperoleh juga semakin kurang maksimal.
PROSES PEMINDAHAN PETI MAYAT SAAT PELAKSANAAN EXHUMATION.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI Kata Ekshumasi berasal dari bahasa latin yaitu “ex” yang artinya diluar dan “humus” yang artinya tanah. Jadi gabungan dari kedua kata itu adalah diluar tanah, yang artinya menggali kembali kuburan orang yang sudah meninggal untuk mencari penyebab kematiannya dan mencari identitas seseorang.5 Ekshumasi adalah suatu tindakan medis yang dilakukan atas dasar undang undang dalam rangka pembuktian suatu tindakan pidana dengan menggali kembali jenazah yang sudah dikuburkan dan berdasarkan izin dari keluarga korban. Definisi ekshumasi tersebut berlaku secara universal tetapi penekanan tujuannya yang berbeda. Di luar negeri ekshumasi diperkenankan untuk kepentingan asuransi sedangkan di Indonesia hal tersebut belum pernah dilaporkan karena penekanan tujuan ekshumasi di Indonesia adalah untuk kepentingan peradilan khususnya tindak pidana. Penggalian kuburan atau ekshumasi diperlukan untuk tujuan tertentu sesuai dengan kepentingan :2 1. Penggalian atau pembongkaran kuburan untuk kepentingan peradilan. Untuk kepentingan penyidikan kepolisian kadang-kadang suatu kuburan perlu digali kembali untuk memeriksa dan membuat visum et rapertum dari jenazah yang beberapa waktu lalu dikubur. Hal ini terjadi atas dasar laporan atau pengaduan masyarakat agar polisi dapat melakukan penyidikan atas kematian tersebut tidak wajar dan menimbulkan kecurigaan. Kadang-kadang korban suatu pembunuhan atau tidak kejahatan lain dimana korban dikubur disuatu tempat atau suatu kematian yang pada waktu itu dianggap atau dibuat seolah-olah kematian wajar sehingga pada waktu itu tidak dimintakan Visum et Repertum. Ternyata beberapa waktu kemudian diketahui bahwa kematian itu tidak wajar.
4
2. Penggalian non forensik atau bukan untuk peradilan. a. Biasanya dilakukan untuk keperluan kota-kota, pengembangan gedunggedung dan sebagainya atas perintah dari penguasa pemerintah setempat. Untuk pelaksanaan biasanya ada petunjuk pelaksanaan yang diatur oleh pemerintah setempat yang bekerjasama dengan keluarga. Oleh karena itu sifatnya lebih sederhana dan sifatnya tidak perlu ikut serta kepolisian dari segi pengamanan pelaksanaan sehingga hanya untuk mencegah seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. b. Kadang-kadang atas kemauan keluarga sendiri untuk memindahkan kuburan seseorang ke kuburan lain atau ke kota lain. Untuk tujuan ini sudah ada cara tertentu dan biasanya tidak menjadi urusan kepolisian. c. Untuk identifikasi. Ekshumasi harus dilakukan sesuai hukum dan mentaati prosedur pemeriksaan dan dilakukan secara ilmiah oleh pakar dari institusi yang netral dan imparsial. Semakin dini ekshumasi dilakukan semakin baik. Selain itu pengamanan barang bukti harus dilakukan semaksimal mungkin sejak awal penggalian dengan melibatkan ahli. Penggalian awal biasa dilakukan oleh orang yang bukan ahli forensik, tetapi begitu sudah kelihatan ada mayat atau peti maka menjadi bagian ahli forensik untuk melanjutkan.4 2.1.1 Alasan Ekshumasi : 2 1. Tertangkapnya terdakwa. 2. Pengakuan terdakwa sudah membunuh dan mengubur seseorang. 3. Adanya kecurigaan tindak pidana. 4. Pemeriksaan ulang atas permintaan hakim, karena pada awalnya sudah diperiksa tetapi hanya pemeriksaan luar. Tetapi kemudian ada kecurigaan penyebab kematian karena tindak pidana maka dilakukan autopsi. 5. Awalnya dianggap mati wajar, kemudian ditemukan bukti bahwa penyebab mati tidak wajar.
5
2.1.2 Tujuan Penggalian Kuburan : Bila dirinci, ada beberapa kemungkinan kenapa penggalian kuburan harus ditempuh. Biasanya berkaitan dengan perkara tindak pidana, dimana diperlukan keterangan mengenai penjelasan yang masih kabur bagi penyidik atau badan lain (misalnya asuransi), seperti:5 1. Penguburan mayat secara ilegal untuk menyembunyikan kematiannya atau karena alasan-alasan kriminal, seperti abortus kriminalis. 2. Pada kasus dimana sebab kematian yang tertera dalam surat keterangan kematian tidak jelas dan menimbulkan pertanyaan, seperti keracunan dan gantung diri. 3. Pada kasus yang identitas mayat yang dikubur tidak jelas kebenarannya. 4. Pada kasus untuk mendapatkan ganti rugi dari pihak asuransi. 2.1.3 Dasar Pertimbangan Penggalian Kuburan Dasar pertimbangan pelaksanaan penggalian mayat sebenarnya hanya kepada persoalan hukum. Dimana pihak keluarga korban ataupun pihak penyidik merasa adanya kecurigaan atas kematian korban. Namun pada kasus-kasus tertentu juga untuk identifikasi lanjutan karena keluarga korban terlambat memperoleh informasi, ataupun pada kasus-kasus dimana kuburan dibongkar kembali karena si pelaku/ tersangka didapat/ tertangkap dan kemudian menunjukan lokasi korban pembunuhan dikubur.4
Exhumation pada korban yang dikubur tersangka, demi menghilangkan bukti.
6
Identifikasi pada tulang belulang, saat kegiatan exhumation.
2.2 KETENTUAN HUKUM EXHUMATION Permintaan penyidik untuk melakukan pemeriksaan mayat dari penggalian kuburan ini diatur dalam pasal 135 disini terkait pula pasal 133, 134 dan 136 KUHAP. Penyidik berhak pula untuk memerintahkan dilakukan penggalian mayat, dan bagi yang menghalang-halangi atau menolak membantu pihak peradilan dapat dikenakan sanksi hukum seperti yang tercantum dalam pasal 222 KUHP. Dalam proses pemeriksaan mayat maka sebaiknya dokter bekerja seteliti mungkin karena apabila tidak maka pihak peradilan/ penegak hukum dapat meragukan kebenaran hasil pemeriksaan tersebut dan visum et repertum yang dibuat dokter mungkin tidak akan dipergunakan sebagai benda bukti di pengadilan. Pekerjaan dokter menjadi sia-sia serta yang lebih merepotkan lagi bahwa dokter dapat dituntut karena membuat keterangan palsu, terkait dengan pasal 163 dan pasal 180 KUHAP, dan penggalian mayat dapat dilakukan kembali.5 Pasal-pasal yang tersebut di atas dapat diperinci sebagai berikut :11 Pasal 135 KUHAP Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 133 ayat 2 dan pasal 134 ayat 1 undang-undang ini. Pasal 133 KUHAP Ayat 1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
7
yang merupakan tindak pidana, ia mengajukan permintaan keterangan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. Ayat 2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis yang dalam surat disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Pasal 134 KUHAP Ayat 1 Dalam hal sangat diperlukan untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. Pasal 163 KUHAP Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangan yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta meminta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang. Pasal 222 KUHAP Barang siapa dengan sengaja mencegah menghalangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan dihukum penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus ribu rupiah. Pasal 180 KUHAP Ayat 2 dalam hal timbul keberatan beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. Ayat 3. hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2). 2.2.1 Yang Berhak Memerintahkan Penggalian Kuburan Pada beberapa negara terdapat perbedaan siapa–siapa yang berhak memerintahkan penggalian kuburan, akan semuanya menyebutkan harus atau permintaan tertulis. Di India dilaksanakan atas perintah seorang kepala daerah (Distrik Magistrate) atau seorang “coroner” (hakim atau pegawai yang berwenang untuk menyelidiki penyebab kematian). Di Amerika Serikat dilaksanakan atas perintah jaksa. Di Skotlandia atas perintah kepala polisi daerah, sedangkan di
8
Indonesia dilakukan atas perintah penyidik sesuai dengan pasal 135 KUHAP, permintaan bantuan penggalian kuburan harus diajukan secara tertulis.9 2.2.2 Penetapan Waktu Penggalian Mayat Pada kasus dimana penguburan baru dilakukan, maka pemeriksaan harus dilakukan dengan segera. Tetapi bila telah dikubur satu bulan atau lebih maka penggalian kuburan dapat ditunda beberapa hari mencari waktu yang tepat, sebab penundaan beberapa hari tidak akan membawa pengaruh buruk terhadap pemeriksaan. Apalagi kalau tertinggal diduga hanya tulang belulang saja, tidaklah perlu terburuburu menentukan saat yang baik untuk melakukan pemeriksaan. Dalam hal ini mungkin dokter masih dapat melakukan identifikasi, kadang-kadang masih dapat melihat sisa-sisa kekerasan pada tulang seperti fraktur atau retak tulang dan beberapa jenis racun mungkin masih bisa didapat.5 Penetapan batas waktu untuk penggalian mayat di beberapa negara memang berbeda, seperti :
India dan Inggris : tidak ada batas waktu (ter masuk Indonesia)
Perancis : 10 tahun
Skotlandia : 20 tahun
Jerman : 30 tahun
2.3 TATALAKSANA EXHUMATION Bila mayat baru beberapa hari dikuburkan maka penggalian kuburan harus segera dilakukan, tidak boleh ditunda tunda. Tetapi bila telah beberapa bulan dikuburkan maka penundaan beberapa hari tidak menjadi masalah yang penting. Segala persiapan harus rapi dan lengkap. Penggalian kubur atau Ekshumasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau siang hari, jadi hakim dan petugas yang meminta penggalian kubur harus hadir pada tempat penggalian kuburan. Untuk pelaksanaan pembongkaran kuburan perlu persiapan-persiapan dan syarat kelengkapan serta sarana sarana tertentu serta pengadaan sarana untuk pelaksanaan penggalian. Secara teknis, prosedur ekshumasi dibagi menjadi : 1. Persiapan Penggalian Kuburan a. Surat persetujuan dari keluarga yang meninggal yang menyatakan tidak berkeberatan bahwa makam atau kuburan tersebut dibongkar.
9
b. Surat pernyataan dari keluarga, juru kubur, petugas pemerintah setempat atau saksi-saksi lain yang menyatakan bahwa kuburan tersebut memang kuburan dari orang-orang yang meninggal yang dimaksudkan. c. Surat penyitaan dari kuburan yang akan digali sebagai barang bukti yang dikuasai oleh penyidik (Kepolisian) untuk sementara. d. Surat permintaan Visum et Repertum kepada Dokter pemerintah, Dokter Polri atau Dokter setempat untuk pemeriksaan mayat Cq. penggalian kuburan. e. Berita acara pembongkaran kuburan harus dibuat secara kronologis serta sesuai metode kriminalistik yang membuat semua kejadian kejadian sejak pertama kali kuburan itu dibongkar. f. Peralatan dan sarana lain yang diperlukan. 2. Pelaksanaan Penggalian Kuburan a. Perlu dihadiri oleh dokter, penyidik, pemuka masyarakat setempat, pihak keamanan, petugas pemakaman dan penggali kuburan. b. Memastikan kuburan yang harus digali dengan kehadiran pihak keluarga atau ahli waris atau saksi yang mengetahui dan menyaksikan penguburan diperlukan kehadirannya. c. Sebelum penggalian, sekitar kuburan harus ditutup dengan tabir (dari bahan apa saja). d. Mencatat kronologis acara pembongkaran kuburan :
Siapa saja yang hadir di tempat penggalian (nama dan alamat).
Tempat dan alamat penggalian.
Jam berapa dimulai pemeriksaan kuburan (dari luar).
Tanda-tanda yang ada dicatat, misalnya nisan dibuat dari apa, berapa tingginya dan bagaimana bentuknya.
Identitas, nama, tanggal kematian dan sebagainya.
Keadaan cuaca, mendung, panas dan sebagainya.
Setiap mencapai kedalaman tertentu harus dicatat diukur dengan mistar dan difoto. Misalnya jam 09.30 mencapai kedalaman 1 meter.
10
Keadaan tanah , komposisi tanah, pasir, tanah liat warna merah atau coklat dan sebagainya. Tanah yang berada disekitar jenazah diatas, dibawah dan disisi kanan kiri jenazah. Sebaiknya harus diambil dan dimasukkan kedalam gelas kaca, yang ditempel kertas label identitas. Sebaiknya sekurang-kurangnya dua sampel tanah diambil dengan jarak kurang lebih 25 sampai 30 kaki dari kuburan, hal ini sangat penting pada kasus keracunan. Pada kasus keracunan Arsenic racun akan ditemukan di tubuh jenazah pada saat penggalian kubur dan tanah disekitar jenazah akan mengandung arsenic.
Pada jam berapa mencapai papan penutup liang lahat atau peti mayat dan sebagainya dan pada kedalaman berapa meter jangan lupa selalu dibuat fotonya.
Jam berapa peti mayat atau papan penutup diangkat, atau bila tidak ada peti, jenazah diangkat dari liang lahat.
Bagaimana keadaan jenazah, posisi mayat, keadaan kain kafan dan lain lain.
Barang barang yang ditemukan.
Saat dokter mulai mengadakan pemeriksaan (autopsi) sampai selesai.
e. Seandainya autopsi akan dilakukan di Rumah Sakit maka mayat atau peti mayat sebagai barang bukti harus dibungkus, disegel dan sebagainya sebelum dikirim ke Rumah Sakit dan harus disertai dengan Berita Acara dan sebagainya. Pertimbangan melakukan pemeriksaan di tempat atau TPU :
Transportasi yang sulit atau tidak memungkinkan.
Penghematan waktu.
Mendapat hasil pemeriksaan lebih cepat.
Menghindari kesalah pahaman pandangan masyarakat.
Mempermudah penguburan kembali.
Pertimbangan melakukan pemeriksaan di rumah sakit :
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan tenang.
Diharapkan lebih teliti.
11
Mendapat hasil lebih baik karena dapat dilakukan pemeriksaan yang lebih lengkap seperti pemeriksaan histopatologik dan toksikologik.
f. Untuk mengukur dapat disediakan mistar kayu 1 meter atau meteran dari pita logam 2-5 meter. g. Peralatan fotografi dilengkapi flash unit dengan film hitam putih oleh petugas Polri sendiri. Tidak diperkenankan wartawan/ wartawan foto berada dilokasi pengadilan. 3. Penyerahan ke Penyidik Tahapan teknis yang terakhir dari ekshumasi adalah dilakukan penyerahan kembali ke penyidik bahwa pemeriksaan terhadap jenazah telah selesai. Dimana selanjutnya akan dibuat : Berita acara pemakaman kembali. Berita acara penyerahan kembali kuburan kepada keluarga. Dan yang kemudian selanjutnya jenazah yang telah diotopsi dimakamkan kembali.5
12
Kegiatan exhumation (identifikasi batu nisan dan pengangkatan tubuh korban) di pemakaman.
Untuk melaksanakan penggalian mayat harus dilakukan ha-hal sebagai berikut4,5,9: 1. Persiapan Penggalian Kuburan Dokter harus mendapat keterangan yang lengkap tentang peristiwa kematian atau modus operandi kejahatan, supaya dokter dapat memusatkan perhatian dan pemeriksaan kepada hal yang dicurigai. Begitu pula sebelum penggalian dilakukan, identitas mayat harus telah diberikan kepada dokter, terutama mengenai : jenis Kelamin, umur, panjang badan, warna dan panjang rambut, keadaan gigi-geligi, tato kalau ada, cacat didapat atau bawaan dan lainlain. Biasanya jenazah tidak bisa dibawa ke rumah sakit. Akan lebih praktis kalau pemeriksaan dilakukan di tempat. Hanya pada keadaan sangat tertentu, mayat harus dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Oleh karena itu perlengkapan autopsi harus dibawa, termasuk ember, stoples bersih yang belum dipakai, alkohol 95% 2 liter atau lebih, formalin 10%, kantong plastik untuk membawa sampel tanah, sabun, kapas dan kain kasa. 2. Waktu Yang Baik Pelaksanaan penggalian kuburan sebaiknya dilakukan pada pagi hari, karena pada pagi hari daerah kuburan masih sunyi dan masyarakat belum banyak yang berdatangan untuk menyaksikan penggalian tersebut, karena panggalian mayat masih sangat asing, sehingga kemungkinan mereka akan datang
13
berbondong-bondong untuk menyaksikannya. Bila tidak memungkinkan pagi hari, pemeriksaan dapat dilakukan siang hari dalam cuaca yang baik. 3. Kehadiran Petugas Pada saat pelaksanaan penggalian mayat haruslah hadir: Penyidik/ Polisi beserta pihak keamanan, Pemerintah setempat/ Pemuka masyarakat, dokter beserta pembantunya, keluarga korban/ Ahli waris korban, petugas pemakaman / Penjaga kuburan, penggali kuburan. 4. Keamanan Daerah di sekitar dilakukannya penggalian haruslah dipasang tirai yang tidak tembus pandang untuk menghindari tatapan langsung dari masyarakat sekitarnya dan dijaga oleh petugas kepolisian, oleh karena nantinya dapat menimbulkan gangguan pada waktu penggalian dan pemeriksaan. 5. Proses Penggalian Kuburan Proses penggalian kuburan ini dilakukan secara praktis dengan tindakantindakan pencegahan jangan timbul gangguan dari masyarakat. Pertama tentu diperlukan pengenalan dan pemastian dimana korban dikubur. Peranan petugas pemakaman/ penjaga kuburan dan keluarga korban sangat penting agar tidak salah dalam melakukan pemeriksaan dan pembongkaran kuburan. Pengenalan ini dilakukan oleh penyidik dibantu oleh penjaga kuburan dan sanak famili korban yang hadir pada saat penggalian kuburan tersebut. Setelah identifikasi kuburan sudah jelas dan tepat maka kuburan digali oleh petugas penggali kuburan. Setelah peti tampak, lalu diukur jaraknya dari atas kuburan sampai ke peti dan sebaiknya difoto. Kemudian peti mati dikeluarkan dan setelah dibersihkan dari tanah permukaannya, barulah panjang, lebar, tinggi peti tersebut diukur dan diidentifikasi oleh famili korban. Setelah peti dibuka, mayat dikeluarkan dari peti dan diletakkan di atas meja saksi yang telah disediakan sebelumnya di pinggir kuburan. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memakai masker penutup hidung untuk menghindari bau gas yang menusuk hidung. Bila kematian korban diduga karena keracunan, maka tanah di sekeliling mayat diambil sebanyak 500 gram dari keempat sisi mayat dan tanah yang setentang dengan lambung mayat (di bawah lambung) diambil juga. Tanah di sekitar diambil juga sebagai kontrol dan dimasukkan ke dalam botol yang kering
14
untuk pemeriksaan kimia. Bila mayat telah mengalami pembusukan dan mengeluarkan cairan, maka kain pembungkus mayat harus diambil juga untuk pemeriksaan kimia terutama kain yang setentang daerah punggung mayat. 6. Pemeriksaan Mayat Sebaiknya dilakukan ditempat penggalian tersebut. Hal ini mengingat masalah transportasi, waktu yang terbuang, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang timbul dari masyarakat, oleh karena tidak terbiasa melihat hal tersebut atau menurut anggapannya bertentangan dengan kepercayaan dan agamanya. Pemeriksaan mayat yang dilakukan di tempat penggalian juga mempermudah petugas untuk melaksanakan penguburan kembali, dan hal ini sangat diharapkan oleh pihak keluarga atau ahli waris korban. Pemeriksaan di kamar mayat memang lebih baik, dalam arti pemeriksaan dapat dilakukan dengan tenang tanpa harus ditonton oleh masyarakat banyak sebagaimana bila dilakukan di tempat penggalian mayat. Dengan demikian pemeriksaan di kamar mayat diharapkan dapat dilakukan lebih teliti, walaupun hal ini sangat tergantung keahlian serta pengalaman dokter yang melakukan pemeriksaan. Petugas pemeriksa mayat haruslah memakai masker yang telah dicelupkan ke dalam larutan potasium permanganas dan memakai sarung tangan yang tebal. Bila mayat sudah hancur semuannya, maka setiap organ yang masih tinggal harus diambil untuk pemeriksaan kimia. Jika organ dalam tidak dijumpai lagi maka diambil rambut, gigi, kuku, tulang dan kulit korban yang kemudian dikumpulkan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada kasus keracunan arsen, selain tanah harus juga diambil rambut, kuku dan tulang-tulang panjang untuk pemeriksaan laboratorium. Perlu diingat, dalam pemeriksaan tubuh mayat tidak boleh disirami desifektan meskipun resiko penularan dari bakteri-bakteri patogen besar sekali. Tindakan ini dapat merusak bahan-bahan pemeriksaan, terutama pada kasus-kasus keracunan, sehingga racun menjadi sukar dideteksi. Mayat yang baru dikubur lebih berbahaya daripada mayat yang sudah mengalami pembusukan lanjut. Begitupun, desinfektan dapat dipercikan di sekitar kuburan untuk menghindari terhirupnya gas-gas yang berbau merangsang. Sebelum meninggalkan tempat penggalian, setelah semuanya diperiksa, terlebih dahulu pastikan bahan-bahan yang diperlukan sudah cukup,
15
untuk menghindari proses penggalian ulangan. Karena lebih baik mengambil bahan yang lebih dari pada kekurangan. Hasil pemeriksaan haruslah disiapkan hari itu juga dan visum et repertumnya hendaknya disiapkan secepatnya.4,5,9
2.4 AUTOPSI PADA EXHUMATION Autopsi berasal dari kata auto = sendiri dan opsis = melihat. Yang dimaksud dengan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretsi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.9 Untuk diketahui, ada 3 jenis autopsi : 1. Autopsi klinik Dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, dirawat di Rumah Sakit tapi kemudian meninggal dunia. Adapun tujuan dilakukannya autopsi klinik adalah :
menentukan sebab kematian yang pasti.
menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis postmortem.
mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis dan gejala-gejala klinis.
menentukan efektivitas pengobatan.
mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit.
2. Autopsi forensik Dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan undangundang, dengan tujuan :
membantu dalam hal penentuan identitas mayat.
menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian, serta saat kematian.
mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan.
16
Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.
Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.
3. Autopsi anatomi. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter.
Autopsi yang dilakukan pada ekshumasi adalah autopsi forensik. Adapun tujuan dari medicolegalnya adalah :13 1. Tuntutan kasus kriminal seperti pembunuhan, kecurigaan pada kasus keracunan, dan kematian karena kasus abortus kriminal atau malpraktek. Hal ini berlaku secara universal di seluruh negara. 2. Penentuan penyebab kematian pada kasus perdata seperti gugatan kematian karena kecelakaan, ganti rugi asuransi, gugatan kompensasi pekerjaan, pertanggung jawaban untuk malpraktek, dan tuntutan untuk warisan. Hal ini hanya berlaku di luar negeri sedangkan di Indonesia tidak. Autopsi pada ekshumasi harus dengan bukti-bukti penting yang dikumpulkan sebaik-baiknya. Untuk itu, sampel dari tanah juga harus dikumpulkan. Penelitian secara hati-hati seharusnya dilakukan pada semua benda-benda yang dapat digunakan sebagai bukti. Materi-materi tersebut harus dikumpulkan sebelum dan selama proses penggalian kubur :12
sampel tanah dari permukaan atas kubur.
sampel tanah diatas dan didalam kubur.
sampel tanah dari tiap sisi kubur.
sampel tanah dibawah kubur (jika dibawah kubur itu ada air, sampel air juga harus diambil).
sampel kontrol tanah dari bagian pemakaman lainnya.
17
Pemeriksaan autopsi pada ekshumasi dibagi menjadi dua bagian :13 1. Identifikasi (setiap hal harus direkam atau dibuat dokumentasi) a. Batu nisan b. Gambaran kuburan c. Berat, jenis kelamin, jaringan parut, sidik jari dan lain-lain. Jika identitas jenazah telah diketahui maka tahap identifikasi ini tidak perlu dilakukan.
2. Penyebab kematian a. Lakukan foto rontgen atas tubuh jenazah. b. Tubuh jenazah harus di foto. c. Autopsi seluruh tubuh harus dilakukan dan jaringan tubuh di ambil untuk pemeriksaan histologi, lalu diawetkan. Pengawet terbaik adalah alkohol. d. Semua jaringan harus dikirim untuk diperiksa. Pada kasus-kasus ekshumasi sebaiknya disimpan semua jaringan, juga semua cairan dari kubur, rambu, kuku dan kulit. Adapun teknik autopsi yang dapat digunakan antara lain: 5,14,15 1. Teknik Virchow Setelah dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada masing-masing organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang. Teknik ini kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam. 2. Teknik Rokitansky Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulan-kumpulan organ (en bloc). Teknik ini pun tidak baik digunakan untuk autopsi forensik. 3. Teknik Letulle Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut dikeluarkan sekaligus (en masse). Kepala diletakan di atas meja dengan permukaan posterior
18
menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar para aortal diperiksa, aorta dibuka sampai arcus aortae dan Aa. renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa. Aorta diputus di atas muara a. Renalis. Rectum dipisahkan dari sigmoid. Organ urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus dilepaskan dari trakhea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diputus di atas diafragma dan dengan demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari organ perut. Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini, hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak sukar karena ”panjang”nya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan sekaligus. 4. Teknik Ghon Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai 3 kumpulan organ (bloc). Pada autopsi jenazah yang baru meninggal dunia, terkadang sulit untuk menentukan penyebab kematiannya. Apalagi autopsi pada kasus ekshumasi dimana jenazah yang sudah dikuburkan mulai dari beberapa hari sampai beberapa tahun sehingga tidak semua autopsi pada ekshumasi dapat menjelaskan tentang penyebab kematiannya, terutama pada jenazah yang telah mengalami pembusukan. Dalam pekerjaan forensik, tubuh yang cepat membusuk biasa ditemukan terutama didaerah yang beriklim panas. Walaupun hasil autopsi pada ekshumasi menurun dengan cepat yang disebabkan pembusukan lanjut, sebaiknya tidak ada satu kelainanpun dilewatkan. Bagaimanapun buruknya kondisi mayat, harus dilakukan usaha yang membawa hasil autopsi sedekat mungkin dengan autopsi pada pemeriksaan rutin. Dari luar, proses pembusukan menimbulkan berbagai tingkatan, warna kehijauan pada kulit biasanya disebabkan oleh kontusio. Abrasi, laserasi, luka robek, dan luka tembak dapat bertahan pada berbagai tingkat pembusukan. Keluarnya darah dari mulut dan lubang hidung yang disebut “purging” sering diartikan salah oleh polisi dan masyarakat awam, bahkan oleh beberapa dokter sebagai adanya perdarahan. Padahal itu merupakan tingkat lanjut
19
dari pembusukan. Pengelupasan kulit dapat menyembunyikan adanya abrasi, walaupun abrasi dapat dilihat ketika epidermis yang terkelupas dibuka dan dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap kulit. Tanda di sekeliling leher yang disebabkan oleh strangulasi dapat menjadi kabur oleh adanya pembengkakan jaringan yang disebabkan gas. Jika terdapat larva lalat atau serangga lain pada tubuh mayat, ahli entomologi dapat dihadirkan untuk menentukan lama kematian. Menentukan identitas mungkin menjadi masalah jika wajah membengkak atau sudah hancur. Sidik jari mungkin dibutuhkan polisi untuk identifikasi, tapi proses pembusukan dapat menyebabkan pembengkakan bahkan menghancurkan jari tangan. Beberapa metode digunakan untuk menormalkan jari yang membengkak antara lain dengan merendam jari dalam asam asetat 20% selama 2848 jam. Cara lain dengan merendam jari dalam larutan gliserin. Pemeriksaan organ dalam disesuaikan dengan tempat pembusukan. Jantung bisa rusak dan tidak berwarna, atau warna hemolisis pada endokardium dan pembuluh darah. Arteri koroner biasanya lebih tahan khususnya jika terjadi ateromatous atau kalsifikasi atau keduanya. Thrombus ante mortem dapat bertahan bahkan setelah otot membusuk. Laring dapat pucat tapi kerusakan atau fraktur pada hyoid dan tiroid dapat dilihat dengan menggunakan x-ray. Akan sulit untuk menentukan perdarahan ante mortem pada bagian yang fraktur. Otak mengalami pembusukan lebih cepat. Lesi yang besar seperti perdarahan pada meningen atau intracranial dapat dinilai. Di Belgia, tepatnya di Universitas Gent, tehnik memeriksa kepala pada tubuh yang sudah membusuk dengan cara melepaskan kepala dari tubuh kemudian membekukankannya sampai padat. Kepala kemudian dibuka dengan gergaji mesin, dan menampakkan otak menjadi dua bagian. Kemudian otak direndam kedalam cairan formalin hingga terendam keseluruhannya lalu diperiksa. Pemeriksaan histologi pada eksumasi sering tidak memuaskan karena sel yang telah mengalami lisis.
20
BAB III KESIMPULAN
Tujuan penggalian mayat untuk menemukan kasus-kasus kriminal dalam membantu proses peradilan tentang identifikasi mayat dan kemungkinan sebabsebab kematian. Tindakan penggalian mayat (ekshumasi) dilakukan ketika sesudah dilakukan penguburan, maka beberapa waktu kemudian dicurigai bahwa kematian pada korban meninggalkan kecurigaan. Dapat pula terjadi bahwa tindakan tersebut terjadi karena pelaku tindak kejahatan tertangkap dan mengakui bahwa telah melakukan penguburan terhadap korban pada tempat tertentu. Pemeriksaan terhadap mayat yang telah dikubur tidak lebih baik apabila mayat tersebut diperiksa ketika masih segar. Penggalian mayat memerlukan persiapan khusus dan pelaksanaannya juga memerlukan tindakan dan kecakapan / keahlian tersendiri. Setiap dokter khususnya ahli kedokteran kehakiman harus bersedia setiap saat untuk melakukan pemeriksaan dan penggalian mayat dimana memerlukan keahlian yang khusus pula.
21
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
1. Gordon. I, H. A. Sharpiro dan S. D Berson, Forensic Medicine (a guide to principles) third edition, Chirchill Livingstone, 1988. 2. www.yahoo.com (Anil Aggrawal’s Internet journal of Forensic Medicine and Toxicology). 3. Parikh C. K, Parikhs textbook of Medical Jurisprudence and Toxicology, Medical Publication, Bombay – India,1979, pp.126. 4. Modi NJ, Medical Jurisprudence and Toksikologi, 18 th Edition, BombayIndia, 1972, pp.88. 5. Chadha P.V, Ilmu Forensik dan Toksikologi , Alih bahasa Johan Hutauruk, Widya Medika, Jakarta, 1975. 6. Knight B, Arnold, Simsons Forensic Medicine, 11th Edition, Oxford university Press. Inc, New York – USA, 1997, p.19. 7. Idries AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensic, Edisi Pertama, PT. Binarupa Aksara, Jakarta, 1989, pp.254. 8. Nandy A, Principles of Forensic Medicine, New General Book Agency (P) Ltd, Calcuta-India, 1995, p.184. 9. Gresham. G.A dan A. F. Turner, Post Mortem Procedures (an illustrated textbook), Published by Wolfe Medical Publications Ltd, 1979. 10. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Karya Anda, Surabaya. 11. Camps, Francis. E, Ed. Legal Medicene, Bristol, John Wright & Sons LTD. 1968. 12. Gonzales, Thomas. A, Morgan Vance, dkk, Legal Medicine Pathology And Toxicology second edition. Appleton-Century-Crofts Inc. 1825. 13. Teknik Autopsi Forensik, Bagian Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 14. Amir A, Kapita Selekta Kedokteran Forensik, FK–USU, Medan, 1995, pp.57.
22