PENDAHULUAN Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat lebih dari 8 juta kasus baru tuberkulosa dan lebih kurang 3 juta orang meninggal akibat penyakit ini. Tuberkulosis sering dijumpai di daerah dengan penduduk yang padat, sanitasi yang buruk dan malnutrisi. Walaupun manifestasi tuberkulosis biasanya terbatas pada paru, penyakit ini dapat mengenai organ apapun, seperti tulang, traktus genitourinarius dan sistem saraf pusat. Tuberkulosa tulang dan sendi merupakan 35% dari seluruh kasus tuberkulosa ekstrapulmonal dan paling sering melibatkan tulang belakang, yaitu sekitar 50% dari seluruh kasus tuberkulosa tulang. Keterlibatan spinal biasanya merupakan akibat dari penyebaran hematogen dari lesi pulmonal ataupun dari infeksi pada sistem genitourinarius (Shahputra dan Mundandar, 2015). Spondilitis tuberkulosa memiliki distribusi di seluruh dunia dengan prevalensi yang lebih besar pada negara berkembang. Tulang belakang adalah tempat keterlibatan tulang yang paling sering, yaitu 5-15% dari seluruh pasien dengan tuberculosis (Hidalgo dan Alangaden, 2012). Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit yang dianggap paling berbahaya karena keterlibatan medula spinalis dapat menyebabkan gangguan neurologis. Daerah lumbal dan torakal merupakan daerah yang paling sering terlibat, sedangkan insidensi keterlibatan daerah servikal adalah 2-3% (Shahputra dan Munandar, 2015). Komplikasi spondilitis TB dapat mengakibatkan morbiditas yang cukup tinggi yang dapat timbul secara cepat ataupun lambat. Paralisis dapat timbul secara cepat disebabkan oleh abses, sedangkan secara lambat oleh karena perkembangan dari kiposis, kolaps
vertebra dengan
retropulsi dari tulang dan debris (Batra, 2005).Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa masih kontroversial; beberapa penulis menganjurkan pemberian obat-obatan saja, sementara yang lainnya merekomendasikan obat-obatan dengan intervensi bedah. Dekompresi agresif, pemberian obat anti tuberkulosis selama 9-12 bulan dan stabilisasi spinal dapat memaksimalkan terjaganya fungsi neurologis.
ANATOMI DAN FISIOLOGI Vertebra adalah tulang yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 vertebra pada manusia, 7 ruas vertebra cervicalis, 12 ruas vertebra thoracalis, 5 ruas vertebra lumbalis, 5 ruas vertebra sacralis yang membentuk os sacrum, dan 4 ruas vertebra coccygealis yang membentuk os coccygeus. Sebuah vertebra terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh dua “kaki” atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat medulla spinalis. Di antara dua vertebra dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale. Dan di antara satu corpus vertebra dengan corpus vertebra lainnya terdapat discus intervertebralis. a. Vertebra Cervicalis Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Corpus vertebra kecil, pendek, dan berbentuk segiempat. Foramen vertebra berbentuk segitiga dan besar. Processus transversus terletak di sebelah vertebra processus articularis. Pada processus transversus terdapat foramen costotransversarium, dilalui oleh arteri dan vena vertebralis. Processus transversus mempunyai dua tonjolan, yaitu tuberculum anterius dan tuberculum posterius yang dipisahkan oleh sulcus spinalis, dilalui oleh nervus spinalis. Processus spinosus pendek dan bercabang dua. b. Vertebra Thoracalis Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Corpus vertebra berukuran sedang, berbentuk seperti jantung, bagian anterior lebih rendah daripada bagian posterior. Foramen vertebra bulat.
Processus spinosus panjang dan runcing. Pada processus transversus dan pada corpus vertebra terdapat fovea costalis, tempat perhubungan dengan costa. c. Vertebra Lumbalis Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, corpusnya sangat besar dibandingkan dengan corpus vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti ginjal melintang, processus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil, processus tranversusnya panjang dan langsing, ruas ke lima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo sakral. d. Vertebra Sacralis Terdiri atas 5 ruas tulang yang saling melekat menjadi satu membentuk os sacrum. Os sacrum berbentuk segitiga, dasarnya berada di sebelah cranial, disebut basis ossis sacri, dan puncaknya berada di bagian caudal, disebut apex ossis sacri. e. Vertebra Coccygeus Terdiri atas 4 ruas yang melekat menjadi satu tulang. Vertebra coccygeus I masih mempunyai sisa-sisa processus transversus, membentuk cornu coccygeus.
Gambar 1. Anatomi Vertebra
DEFINISI Spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease adalah infeksi tuberkulosis (TB) ekstrapulmonal yang mengenai satu atau lebih ruas tulang belakang. Spondilitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Spondilitis tuberkulosa (TB) adalah infeksi granulomatosis dan bersifat kronis destruktif yang di sebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Dikenal juga dengan istilah Vertebral Osteomyelitis.
ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV).. Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acidfastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain.
Gambar 2.1 M. Tuberculosis
EPIDEMIOLOGI Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit ini mengalami peningkatan pada populasi imigran, tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan tahap lanjut infeksi HIV. Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit ini.
FAKTOR RISIKO 1. Usia dan jenis kelamin Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan hingga masa pubertas. Bayi dan anak muda dari kedua jenis kelamin mempunyai kekebalan yang lemah. Hingga usia 2 tahun infeksi biasanya dapat terjadi dalam bentuk yang berat seperti tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosa, yang berasal dari penyebaran secara hematogen. Setelah usia 1 tahun dan sebelum pubertas, anak yang terinfeksi dapat terkena penyakit tuberkulosa milier atau meningitis, ataupun juga bentuk kronis lain dari infeksi tuberkulosa seperti infeksi ke nodus limfatikus, tulang atau sendi. Sebelum pubertas, lesi primer di paru merupakan lesi yang berada di area lokal, walaupun kavitas seperti pada orang dewasa dapat juga dilihat pada anak-anak malnutrisi di Afrika dan Asia, terutama perempuan usia 10-14 tahun.
Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam mencegah penyebaran secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam mencegah penyebaran penyakit di paru-paru. Angka kejadian pada pria terus meningkat pada seluruh tingkat usia tetapi pada wanita cenderung menurun dengan cepat setelah usia anak-anak, insidensi ini kemudian meningkat kembali pada wanita setelah melahirkan anak. Puncak usia terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50 tahun untuk wanita, sementara pria bisa mencapai usia 60 tahun. 2. Nutrisi Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan menurunkan resistensi terhadap penyakit. 3. Faktor toksik Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau immunosupresan lain. 4. Penyakit Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa. 5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan) Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya malnutrisi, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh. 6. Ras Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau Amerika asli, mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap penyakit ini.
SUMBER
1. Vitriana. 2002. Spondilitis Tuberkulosa. (Online). (http://www.google.com/ pustaka.unpad.ac.id.spondilitis_tuberkulosa.pdf, diakses tanggal 26 Maret 2019)
2. Marjono, Mahar. Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian Rakyat. 2008. Hal. 427. 3. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2010. 4.