BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Data laporan dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013 adalah 5019 orang. Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan 40-60%, infeksi 20-30% dan keracunan kehamilan 20-30%, sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum1. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya. Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervaginam setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Perdarahan yang terjadi umumnya lebih berbahaya dibandingkan perdarahan pada umur kehamilan kurang dari 28 minggu karena biasanya hebat dan mengganggu sirkulasi O2, CO2 dan nutrisi dari ibu ke janin. Penyebab tersering perdarahan pada trimester III, yaitu : plasenta previa 32%, solusio plasenta 30%, tidak diketahui sebabnya 23,9%, inpartu biasa 10%, kelainan lokal 4% dan vasa previa 0,1%. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta, penyebab lainnya biasanya berasal dari lesi lokasi pada vagina/serviks.2 Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum kasus ini masih menarik dipelajari terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka kematian maternal dan perinatal yang merupakan parameter pelayanan kesehatan2.
1
Plasenta previa pada kehamilan prematur lebih bermasalah karena persalinan terpaksa; sebagian kasus disebabkan oleh perdarahan hebat, sebagian lainnya oleh proses persalinan. Prematuritas merupakan penyebab utama kematian perinatal sekalipun penatalaksanaan plasenta previa sudah dilakukan dengan benar. Di samping masalah prematuritas, perdarahan akibat plasenta previa akan fatal bagi ibu jika tidak ada persiapan darah atau komponen darah dengan segera2. Plasenta previa merupakan penyulit kehamilan hampir 1 dari 200 persalinan atau 1,7 % sedangkan untuk solusio plasenta 1 dalam 155 sampai 1 dari 225 persalinan atau <0,5%. Plasenta previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dapat meningkatkan kematian bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta previa biasanya digambarkan sebagai implantasi dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat serviks uteri)2.
1.2. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan laporan kasus ini adalah sebagai berikut. 1. Diharapkan dokter muda dapat memahami setiap kasus plasenta previa secara menyeluruh. 2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukan diskusi mengenai materi plasenta previa. 3. Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapat mengenai kasus plasenta previa selama menjalani kepaniteraan klinik dan seterusnya.
1.3
Manfaat 1.3.1 Manfaat Teoritis a. Bagi Institusi Diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan sebagai tambahan referensi dalam bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi terutama mengenai plasenta previa. b. Bagi Akademik
2
Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan landasan untuk penulisan karya ilmiah selanjutnya.
1.3.2 Manfaat Praktis Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari laporan kasus ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Plasenta previa adalah suatu kelainan dimana plasenta berimplantasi pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan kedelapan. Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri.2 Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah
bawah
rahim
kearah
proksimal
memungkinkan
plasenta
yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal2. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim yang dapat memberikan dampak yang sangat merugikan ibu maupun janin berupa perdarahan, prematuritas dan peningkatan angka kesakitan dan kematian perinatal2.
4
2.2
Klasifikasi Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):4
Gambar 1. Jenis-jenis implantasi plasenta abnormal Sumber:www.nurseslabs.com
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat. 2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal. 3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar. 4. Plasenta letak rendah, adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.5,6
2.3
Epidemiologi Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi,
dan sering terjadi pada usia di atas 30 tahun. Uterus yang cacat juga dapat
5
meningkatkan angka kejadian plasenta previa. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan angka kejadian plasenta previa berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9 %. Sedangkan di negara maju angka kejadiannya lebih rendah yaitu kurang dari 1 % yang mungkin disebabkan oleh berkurangnya wanita yang hamil dengan paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insidensi plasenta previa bisa lebih tinggi2. Kejadian plasenta previa terjadi kira-kira 1 dari 200 persalinan, insiden dapat meningkat diantaranya sekitar 1 dari 20 persalinan pada ibu yang paritas tinggi. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu.7 2.4
Etiologi Penyebab implantasinya blastokis pada segman bawah rahim belum diketahui secara
pasti. Namun teori lain mengemukakan bahwa yang menjadi salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang mungkin terjadi karena proses radang maupun atropi9.
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada9: 1) Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek 2) Usia lanjut, 3) Cacat rahim misalnya bekas seksio sesarea, kuretase yang berulang, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. 4) Riwayat pernah melakukan seksio sesarea juga berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. 5) Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai
6
upaya kompensasi. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari). 6) Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim. Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum.8 Ketika plasenta harus tumbuh membesar untuk mengkompensasi penurunan fungsinya (penurunan untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi lain), ada kemungkinan untuk pertumbuhan plasenta previa. Beberapa contoh situasi yang membutuhkan fungsi plasenta yang besar dan hasil peningkatan dari resiko plasenta previa termasuk kehamilan multiple, merokok, dan hidup di dataran tinggi. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritoblastosis, diabetes melitus atau kehamilan multipel8.
2.5
Patofisiologi Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
7
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).5 Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.5 Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah seksio sesarea. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau
8
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik. 2.6
Manifestasi Klinik Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang9: 1.
Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi perdarahan spontan melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.
2.
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah; Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah cukup pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO / Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan dalam, akan menyebabkan perdarahan pervaginam yang lebih deras.
3.
Pemeriksaan penunjang :
Plasenta
previa
hampir
selalu
dapat
didiagnosa
dengan
menggunakan USG abdomen, yang 95% dapat dilakukan tiap saat.
2.8
Tatalaksana Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa dilakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu. Perdarahan yang pertama kali jarang mengakibatkan kematian dengan syarat tidak dilakukan pemeriksaan dalam sebelumnya, sehingga masih cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah
9
sakit. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah.10 Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada10:
Keadaan umum pasien, kadar Hb
Jumlah perdarahan yang terjadi
Umur kehamilan/taksiran BB janin
Jenis plasenta previa
Paritas dan kemajuan persalinan
Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu10 a.
Terapi Ekspektatif Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar
baginya kecil sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. o Syarat terapi ekspektatif : Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti. Belum ada tanda inpartu Keadaan umum ibu cukup baik ( kadar Hb dalam batas normal ) Janin masih hidup dan keadaan umumnya baik. Baru perdarahan pertama kali Anak premature Belum pernah dilakukan VT / pemeriksaan dalam o Rawat inap , tirah baring dan diberikan antibiotika profilaksis o Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin. o Berikan tokolitik bila ada kontraksi: 1.
MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
2.
Nifedipin 3 x 20 mg/hari
3.
Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
o Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari hasil amniosentesis. 10
o Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan. o Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan transfusi. o Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat rawat jalan ( kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit ) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan. o Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan risiko ibu dan janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi kehamilan. o Jenis persalinan apa yang kita pilih, untuk pengobatan plasenta previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
Perdarahan banyak atau sedikit
Keadaan ibu dan anak
Besarnya pembukaan
Tingkat plasenta previa
Paritas
b. Terapi Aktif Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan:
Umur kehamilan >/= 37 minggu, BB janin >/= 2500 gram
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
Ada tanda-tanda persalinan
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr % Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang
membawa maut. Umumnya hal ini dapat terjadi pada keadaan :
Perdarahan banyak
Keadaan umum anak dan ibu jelek
Sudah syok
Anak masih preterm
Kehamilan cukup bulan
11
Parturien
Anak mati ( tidak selalu )
Penanganan secara terminasi/aktif dapat dilakukan dengan cara :4 a.
Cara vaginal Persalinan
pervaginam
diindikasikan
pada
plasenta
previa
marginalis, plasenta previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pembukaan ≥4cm. Namun bila terjadi perdarahan hebat perdarahan maka dilakukan sectio caesaria. Persalinan pervaginam bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta). Cara-cara vaginal terdiri dari :
Pemecahan ketuban , dapat menghentikan perdarahan karena : - Setelah pemecahan ketuban dengan menggunakan ½ kokcher, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak menekan pada plasenta. - Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.
Versi Braxton Hicks - Tujuan : untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan
untuk
menghentikan
perdarahan
daram
rangka
menyelamatkan ibu. Hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk operasi. - Bahayanya, robekan pada serviks dan segmen bawah rahim ; sekarang sudah jarang sekali digunakan di kota besar, tapi di daerah terpencil yang tidak bisa dilakukan seksio sesarea dapat dipertimbangkan perasat ini. - Syarat untuk melakukannya adalah : pembukaan yang harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki.
12
- Tehniknya adalah setelah ketuban dipecahkan atau setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan bagian-bagian yang kecil masuk. Setelah labia dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri dan 2 jari ( telunjuk dan jari tengah ) masuk ke dalam kavum uteri. Tangan satunya menahan fundus. Kepala anak ditolak ke samping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan
luar
menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa ke luar. Pada kaki ini digantung timbangan yang seringanringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan. Jika beratnya berlebihan ,mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya kita tunggu sampai anak lahir sendiri. Sekali-kali jangan melakukan ekstraksi
walau
pembukaan
sudah
lengkap,
mengingat
mudahnya terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim5. b. Seksio Sesarea - Mempersingkat lamanya perdarahan - Mencegah terjadinya robekan cervix dan segmen bawah rahim. Robekan mudah terjadi, karena cervix dan segmen bawah rahim pada placenta previa banyak mengandung pembuluh – pembuluh darah. - Dilakukan pada placenta previa totalis dan pada placenta previa lainnya kalau perdarahan hebat.
Indikasi Seksio Sesarea - Plasenta previa totalis. - Plasenta previa pada primigravida. - Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang - Anak berharga dan fetal distress - Plasenta previa lateralis,jika didapatkan : Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
13
Sebagian besar OUI ditutupi plasenta. Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior). Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika: Infus/transfusi telah terpasang, kamar dan Tim operasi telah siap Kehamilan ≥37 minggu (berat badan ≥2500 gram) dan inpartu, atau: Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor ( misal: anensefali) Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
2.9
Komplikasi Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu: Selama kehamilan pada
ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat menimbulkan syok, kelainan letak pada janin sehingga meningkatnya letak bokong dan letak lintang. Selain itu juga dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama persalinan plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir (laserasi serviks), infeksi, prolaps tali pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan kuretase2. Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran2.
2.10 Prognosis Dengan penanggulangan yang tepat kematian ibu karena plasenta previa seharusnya dapat ditanggulangi. Sejak dilakukan penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama. Dengan persalinan seksio sesarea, fasilitas transfusi darah, dan metode anestesi yang benar kematian ibu dapat diturunkan sampai kurang dari
14
1%. Sedang kematian perinatal yang dihubungkan dengan plasenta previa sekitar 10%.2
15
BAB III LAPORAN KASUS
3.1
Identitas Pasien Pasien Nama
: Ny. S
Usia
: 30 tahun
Tanggal lahir
: 01 Juli 1988
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Dusun V RT 003 RW 001 Mataram Jaya, Mesuji Raya, Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan
Agama
: Islam
MRS
: 15 Maret 2019
Jam MRS
: 19.30 WIB
No. RM
: 57-09-53
Suami Pasien Nama Suami
: Tn. H
Usia
: 33 tahun
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Petani
Agama
: Islam
Alamat
: Dusun V RT 003 RW 001 Mataram Jaya, Mesuji Raya, Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan
3.2
Anamnesis Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 15 Maret 2019 pukul 19.30 WIB.
16
A. Keluhan Utama Os hamil belum cukup bulan dengan keluar darah dari jalan lahir sejak ±10 Jam SMRS.
B. Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak ±10 jam SMRS. Menurut pasien darah yang keluar jumlahnya cukup banyak, darah yang keluar berwarna merah segar dan terdapat gumpalan darah berwarna merah hati, namun tidak disertai nyeri. Pasien mengaku 1 kali ganti pembalut sejak 10 jam yang lalu. Keluhan perut terasa kencang dan mulas seperti mau melahirkan tidak ada. Riwayat keluar lendir dan air-air disangkal. Pasien mengaku keluhan ini sudah ketiga kalinya dirasakan. Keluhan pertama kali dirasakan pada usia kehamilan 28 minggu, saat itu pasien mengeluh keluar darah seperti flek sehingga pasien langsung ke bidan terdekat, bidan disana mengatakan bahwa mereka tidak memiliki alat memadai untuk memastikan penyebab pendarahannya (tidak memiliki USG) oleh karena itu pasien disarankan untuk periksa langsung ke doker dirumah sakit. Pasien dibawa ke rumah sakit kayu agung dan di USG, dari hasil USG didapatkan plasenta previa totalis. Kemudian, keluhan menghilang dan timbul lagi pada usia kehamilan 31 minggu. Pasien mengaku sebelum keluar darah dari jalan lahir pasien bersama suaminya mengendarai motor dengan jalan berbatu, setelah pulang pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir. Pasien mengatakan darah makin banyak dari sebelumya. Darah yang keluar berwarna segar dan terdapat gumpalan darah berwarna merah hati. Keluhan perut terasa kencang dan mulas seperti mau melahirkan tidak ada. Riwayat keluar lendir dan air-air dari jalan lahir disangkal. Keluhan perdarahan yang ketiga ialah saat ini, 2 hari setelah perdarahan yang ke dua. pasien langsung dibawa ke RSUD palembang BARI saat terjadi perdarahan yang ketiga.
17
Pasien menyangkal ada riwayat demam tinggi selama kehamilan, trauma, diurut ataupun coitus sebelumnya. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol ataupun merokok, tetapi suami pasien perokok.
C. Riwayat Penyakit Terdahulu Pasien meyangkal mempunyai riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, penyakit jantung, kejang-kejang saat hamil sebelumnya. Ibu juga menyangkal mengalami keluhan yang sama pada kelahiran sebelumnya.
D. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mempunyai riwayat penyakit darah tinggi di keluarga, tetapi pasien menyangkal mempunyai riwayat kencing manis, asma, alergi, penyakit jantung, dan kejang-kejang saat hamil di keluarga.
E. Riwayat Menstruasi Usia Menarche
: 14 tahun
Sikluas Haid
: Teratur, 28 hari
Lama Haid
: ±5 hari, 2 kali ganti pembalut/hari
Keluhan Saat Haid : Tidak ada HPHT
: 09-08-2018
TP
: 16-05-2019
F. Riwayat Perkawinan Status Pernikahan : 1x Lama Menikah
: 13 tahun
Usia Menikah
: 17 tahun
G. Riwayat Kontrasepsi Setelah keguguran anak yang pertama tidak KB Setelah lahir anak yang kedua KB suntik 3 bulan selama 12 tahun
18
H. Riwayat ANC Kontrol ke puskesmas rutin setiap bulan selama kehamilan.
I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan 1. Abortus/2006/ usia kandungan 14 minggu 2. Aterm/2007/Perempuan/2100 gram/Dukun/Spontan 3. Kehamilan saat ini
3.4
Pemeriksaan Fisik Pada tanggal 15 Maret 2019 pukul 19.30 WIB. A. Status Generalis
B.
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tinggi Badan
: 157 cm
Berat Badan
: 49 kg
Tekanan Darah
: 110/7 0 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,7°C
Pemeriksaan Spesifik Kepala
: Normocephali
Mata
: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edema periorbital (-/-)
Leher
: Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax
: Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (-) Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri Perkusi: sonor di semua lapang paru Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor
: Inspeksi : iktus kordis tidak tampak Palpasi : iktus kordis tidak teraba Perkusi : batas jantung dalam batas normal
19
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular. Murmur (-) gallop (-) Abdomen
: Inspeksi: perut membesar sesuai umur kehamilan, luka bekas operasi (-), striae gravidarum (+) Auskultasi: bising usus (+) normal Perkusi : tidak dilakukan Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia
: Darah pervaginam (+), air-air (-)
Ekstremitas
: Akral dingin (-/-) edema (-/-) CRT <2’
C. Status Obstetrikus Pemeriksaan Luar:
Leopold I
: 2 jari diatas pusat/ 25 cm. Teraba bagian besar, tidak bulat, tidak melenting, lunak. Kesan : bokong
Leopold II
: Teraba bagian panjang, keras, rata diperut kanan
ibu, Kesan : punggung. Teraba bagian-bagian kecil di perut kiri ibu kesan : ekstermmitas.
Leopold III
: Teraba bagian besar, bulat, melenting, dan keras.
Kesan : kepala.
Leopold IV
: Konvergen, belum masuk PAP.
DJJ
: 140x/menit
TBJ
: (25-13) x 155 = 1.860 gram
Pemeriksaan Inspekulo
Portio livide (+)
Fluxus (+)
Ostium uteri eksterna tertutup
Perdarahan aktif (-)
Pemeriksaan Dalam Vaginal Toucher
20
Tidak dilakukan
3.5
Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan laboratorium Dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah rutin,
kimia darah dan urin rutin pada hari Selasa tanggal 15 Maret 2019 pukul 20.46 WIB.
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Hitung Jenis Basofil
0
0-1 %
Eosinofil
0
1-3 %
Neutrofil Batang
2
2–6%
Neutrofil Segmen
75
50 – 70 %
Limfosit
17
20 – 40 %
Monosit
6
2– 8 %
Golongan Darah ABO
A
Rhesus
+
Serologi / Imunologi HBsAG
-
Negatif
1) Ultrasonografi Pasien dilakukan USG pada tanggal 15 Maret 2019 pukul 22.30 WIB. Berdasarkan hasil USG diketahui bahwa usia kehamilan 31 minggu janin tunggal hidup, presentasi kepala, plasenta previa totalis.
3.6
Diagnosis Kerja
21
G3P1A1 hamil 31 minggu belum inpartu dengan hemoragik ante partum et causa plasenta previa totalis janin tunggal hidup presentasi kepala.
3.7
Penatalaksanaan - Observasi KU, TVI, DJJ dan perdarahan - Cek darah lengkap - IVFD D5% + MgSO4 40% 1 flash gtt 20 x/menit - Ceftriaxone 1gr/IV (Skin Test) - Hystolan 2x1 tab/PO - Inj Asam traneksamat 3x500 mg/IV - Dexamethason 2x2 amp/IV - Rencana USG - Rencana SC
3.8
Laporan Pembedahan Tanggal operasi : 15 Maret 2019 Operator : dr. Kurniawan, Sp.OG(K). MARS Anestesi : dr. Adi Chandra, Sp.An Nama tindakan : Sectio Caesaria Operasi dimulai pukul 23.30 WIB Bayi lahir pukul 23.37 WIB, laki-laki, BB 1600 gram dan PB 40 cm. Apgar skor 7/8 Plasenta lahir pukul 23.40 WIB, plasenta lengkap Operasi selesai pukul 00.30 WIB
Diagnosis pasca bedah : P2A1 post Sectio Caesaria atas indikasi plasenta previa totalis
3.9
Terapi Post Sectio Caesaria 1. Mengevaluasi keadaan umum, tanda vital, dan perdarahan. 2. Cek Hb post operasi. 3. Immobilisasi bertahap:
22
a. 6 jam pertama os diperbolehkan untuk mobilisasi miring kanan dan kiri. b. 24 jam setelah operasi os mobilisasi duduk. c. Aff kateter setelah 24 jam d. Boleh makan dan minum 4. IVFD RL + 2 ampul oxytocin gtt XX/menit per 12 jam selanjutnya RL kosong 5. Medikamentosa: a. Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV b. Inj. Metronidazole 2x500 mg IV c. Asam traneksamat 3x500 mg/IV d. Pronalges Supp 2x100 mg/anal
23
3.10 Follow Up Hari/Tanggal
Follow Up
Sabtu 16 Maret 2019 S/ Nyeri luka operasi Pukul 07.00 WIB O/ KU: Tampak sakit sedang Sensorium: Compos mentis TD: 110/70 mmHg N: 96x/menit RR: 19x/menit T: 36,7o c Periksa luar: TFU: 2 jari di bawah pusat Kontraksi uterus: baik Perdarahan: minimal Lokia rubra (+) A/ P2A1 post Sectio Caesaria atas indikasi plasenta previa totalis
P/ - Observasi KU, TV, perdarahan - Mobilisasi bertahap - Asi On demand - IVFD RL + Oxytocin 2 amp gtt 20x/menit selama 12 jam selanjutnya RL kosong - Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV - Inj. Metronidazole 2x500 mg IV - Asam traneksamat 3x500 mg/IV - Pronalges Supp 2x100 mg/anal - Aff kateter setelah 24 jam
Minggu, 17 Maret 2019 S/ Nyeri luka operasi Pukul 10.00 WIB O/ KU: Tampak sakit sedang
24
Sensorium: Compos mentis TD: 110/70 mmHg N: 84x/menit RR: 20x/menit T: 36,5o c Periksa luar: TFU: 3 jari di bawah pusat Kontraksi uterus: baik Perdarahan: tidak ada Lokia rubra (+) A/ P2A1 post Sectio Caesaria atas indikasi plasenta previa totalis
P/ - Observasi KU, TV, perdarahan - Mobilisasi bertahap - Asi On demand - IVFD RL gtt 20x/menit - Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV - Inj. Metronidazole 2x500 mg IV - Asam traneksamat 3x500 mg/IV - Pronalges Supp 2x100 mg/anal Senin, 18 Maret 2019 S/ Pukul 07.00 WIB
O/ KU: Baik Sensorium: Compos mentis TD: 120/80 mmHg N: 82x/menit RR: 20x/menit T: 36,6°C Periksa luar: TFU: 4 jari di bawah pusat Kontraksi uterus: baik Perdarahan: tidak ada
25
Lokia rubra (+) A/ P2A1 post Sectio Caesaria atas indikasi plasenta previa totalis
P/ - Observasi TV - Mobilisasi bertahap - Asi on demand - Terapi oral
Ciprofloxacin 3x1 tab
Metronidazole 3x1 tab
Neurodex 2x1 tab
- Rencana pulang
26
BAB IV PEMBAHASAN 4.1
Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar? Kasus ini membahas seorang wanita berusia 30 tahun dengan diagnosis
G3P1A1 hamil 31 minggu belum inpartu dengan hemoragik ante partum et causa plasenta previa totalis janin tunggal hidup presentasi kepala. Penulisan diagnosis pada pasien ini sudah tepat apabila ditinjau dari penulisan diagnosis obstetri, dimana diawali dengan diagnosis ibu, diagnosis persalinan, dan diagnosis janin. Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan utama keluar darah dari jalan lahir sejak ±10 jam SMRS. Menurut pasien darah yang keluar jumlahnya cukup banyak, darah yang keluar berwarna merah segar dan terdapat gumpalan darah berwarna merah hati, namun tidak disertai nyeri. Pasien mengaku sudah 1 kali ganti pembalut sejak 10 jam yang lalu. Keluhan perut terasa kencang dan mulas seperti mau melahirkan tidak ada. Riwayat keluar lendir dan air-air disangkal. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan mendekati akhir trimester kedua atau sesudahnya. Tidak nyeri dan perdarahan pervaginam berwarna merah terang pada umur kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga merupakan tanda utama plasenta previa. Dari pemeriksaan fisik inspeksi pada genital keluar darah pervaginam (+). Pada pemeriksaan inspekulo keluar darah berwarna merah segar dari ostium uteri eksternum, hal ini sesuai dengan teori bahwa pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan speculum secara hati-hati dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat kelainan pada serviks, vagina, varises pecah dan lain-lain. Sementara dari pemeriksaan penunjang pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG transabdominal, didapatkan seluruh plasenta menutupi seluruh
27
ostium uteri interna.
Berdasarkan teori, hal ini termasuk dalam klasifikasi
plasenta previa totalis. Terdapat 4 klasifikasi plasenta previa, yaitu : 1) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat. 2) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal. 3) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar. 4) Plasenta letak rendah, adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutup sebagian atau seluruh pembukaaan jalan lahir (ostium uteri internum). Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
28
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Pada pasien ini juga terdapat faktor risiko terjadinya plasenta previa diantaranya usia dan paritas yang tinggi.
4.2 Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah adekuat? Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu terapi ekspektatif dan aktif. Terapi ekspektatif pada kasus ini diberikan IVFD D5% + MgSO4 40% 1 flash gtt 20 x/menit, Asam Tranexsamat 3 x 500mg/IV, dan Hystolan 2x1 tab/oral tujuannya sebagai tokolitik untuk menghilangkan kontraksi uterus sehingga persalinan premature dapat dihambat. Pada pasien injeksi Ceftriaxone 1 gr/IV diberikan sebagai antibiotik profilaksis. Penderita plasenta previa harus selalu diberikan antibiotik mengingat kemungkinan infeksi yang besar disebabkan ole perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterine. Pada kasus diketahui usia kehamilan preterm, pemberian Dexamethason 2x2 amp/IV. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pemberian kortikosteroid umumnya diberikan pada kehamilan kurang dari 34 minggu dengan tujuan pematangan paru janin. Sesuai dengan teori pemberian terapi ekspektatif pada pasien ini sudah tepat kalau dilihat pada syarat terapi ekspektatif. Syarat terapi ekspektatif diantaranya : 1. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti. 2. Belum ada tanda inpartu 3. Keadaan umum ibu cukup baik ( kadar Hb dalam batas normal )
29
4. Janin masih hidup dan keadaan umumnya baik. 5. Anak prematur Selain itu terapi ekspektatif pada plasenta previa berupa: o Rawat inap , tirah baring dan diberikan antibiotika profilaksis o Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin. Berikan tokolitik bila ada kontraksi: 1. MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam 2. Nifedipin 3 x 20 mg/hari 3. Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
Pada kasus ini, dilakukan terapi aktif berupa tindakan sectio caesarea. Karena, pada pasien ini setelah dilakukan observasi ± 5 jam didapatkan perdarahan bahyak > 500 cc dan setelah dilakukan USG didapatkan adanya plasenta previa totalis. Dimana sesuai teori penanganan aktif dilakukan apabila terdapat kriteria berikut : Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan:
Umur kehamilan >/= 37 minggu, BB janin >/= 2500 gram
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
Ada tanda-tanda persalinan
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr % .
30
Pada post sectio caesarea, tatalaksana pada pasien diberikan terapi injeksi dan diteruskan dengan terapi oral. Pemberian terapi post sectio caesaria pada pasien ini sudah tepat karena sesuai dengan indikasi. Pasien ini dilakukan pemasangan IVFD RL + drip oksitosin 2 amp. Oksitosin berperan untuk menjaga kontraksi uterus. Inj. Ceftriaxone 2x1gr sebagai antibiotik untuk mencegah infeksi, inj. Metronidazole 2x500 mg sebagai anti mikroba, Asam traneksamat 3x500 mg IV dan pronalges suppose sebagai analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri post operasi. Terapi oral yang diberikan yaitu ciprofloxacin 3x1 sebagai antibiotik, metronidazol 3x1 sebagai antimikroba dan neurodex 2x1 sebagai multivitamin.
31
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan 1. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis plasenta previa totalis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat apabila ditinjau dari penulisan diagnosis pasien obstetri, dimana pada status pasien G3P1A1 hamil 31 minggu belum inpartu dengan hemoragik ante partum et causa plasenta previa totalis janin tunggal hidup presentasi kepala. 2. Penatalaksanaan plasenta previa dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan aktif. Pada kasus ini, penatalaksanaan sudah dilakukan dengan tepat sesuai dengan indikasi. 3. Tindakan yang dilakukan pada pasien ini berupa sectio caesarea karena letak plasenta menutupi seluruh orificium uteri internum sehingga tindakan sectio caesaria lebih dipilih daripada pervaginam.
5.2. Saran Berdasarkan uraian diatas, maka saran yang diberikan adalah: 1. Sebagai upaya pencegahan, dokter muda sebaiknya lebih giat dalam melakukan penyuluhan kepada ibu hamil agar rutin melakukan Ante Natal Care baik di rumah sakit maupun di puskesmas agar mampu mendeteksi dini adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin.
32
DAFTAR PUSTAKA 1. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta: Badan Pusat statistic; 2013. 2. Chalik TMA. Plasenta Previa. Dalam : Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi, Ed I. Jakara : Widya Medika: 2005; 129-43. 3. Smith JR, Brennan BG. Postpartum Hemorrhage. Maternal-Fetal Medicine. Departments of Obstetrics & Gynecology and Diagnostic Imaging. Credit Valley Hospital, Mississauga, Ontario ; 2012 4. Ohio
State
University,
Placenta
Previa.
Online,
http://medicalcenter.osu.edu/PatientEd/Materials/PDFDocs/womenin/pregnancy/placent.pdf: 2003:cited : 1 Oktober 2018 5.
Bari, A.S. 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI, FKUI. Jakarta
6.
Sibai BM, Hauth J, Caritis S, Lindheimer MD, MacPherson C, Klebanoff M, et al. Hypertensive disorders in twin versus singleton gestations. Am J Obstet Gynecol 2000;182:938-42.
7. Miller.
Placenta
Previa.
Online,
(http://www.obfocus.com/high-
risk/placentaprevia.htm: 2018: cited 9 Januari 2019) 8. Martaadisoebrata Djamhoer, Wijayanegara Hidayat. Obstetri Patologi. Jakarta: EGC: 2005 9. Wiknjosastro,Hanifa. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: 2005. 10. Hanafiah,
T.M.
Plasenta
Previa,
on
line,
Library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmhanafiah2.pdf: Januari 2019)
33
(http://www.
2004. Cited: 10