REFLEKSI KASUS Identitas Pasien Nama
: Ny.R
Umur
: 58 tahun
Jenis Kelamin
: perempuan
Alamat
: Ds.Balane
Pekerjaan
: URT
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: sudah menikah
Pendidikan
: SD
Tanggal Pemeriksaan : 18 januari 2016 Tempat Pemeriksaan : Poliklinik RSUD Undata Palu I.
Deskripsi Kasus Autoanamnesa : Seorang perempuan 58 tahun datang dengan keluhan perasaan tidak enak yang ia ungkapkan seperti ketakutan terhadap penyakit yang akan terjadi pada dirinya yang dapat menyebabkan kematian sejak obat yang ia konsumsi habis 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan jantung sering berdebar-debar, berkeringat, tangan dan kaki terasa dingin, sakit kepala, sulit tidur, kurang nafsu makan serta tegang pada bagian leher ketika perasaan takut itu datang. Pasien pernah dibawa ke RS Undata karena sesak napas ketika merasa ketakutan. Perasaan takut terjadi paling lama 1 jam yang muncul secara spontan dan tidak terduga. Pasien mengakui perasaan takut ini mulai ia rasakan setelah beberapa tahun yang lalu sebanyak tiga kali. Pada awal pasien merasakan hal ini ketika pasien ditinggal nikah oleh kedua anaknya, pasien merasa takut untuk tinggal sendirian dirumah apalagi jika suami dari pasien pergi ke dolo untuk liat tanah, kadang pasien meminta cucunya untuk menemaninya dirumah. Perasaan takut itu muncul ketika
1
pasien sendirian dan mendengar hal-hal yang ribut-ribut dan mendengar kabar duka atau kabar buruk.
II. Emosi yang Terlibat Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien yang koperatif dan dapat menjelaskan masalahnya sehingga informasi yang dibutuhkan terkait dengan masalah pasien dapat diketahui. Dan pasien seakan merasa lega setelah bercerita tentang keadaannya.
III.
Evaluasi a. Pengalaman Baik Pasien mengatakan bahwa pada saat pemeriksaan tersebut membuat perasaannya menjadi lebih tenang karena telah menceritakan masalah ini dengan jujur kepada orang lain yang bahkan anaknya sendiri tidak mengetahui masalah yang terjadi pada ibunya serta membuat adanya perasaan kepedulian seperti halnya pengganti keluarga yang memperhatikan masalah yang ia alami. b. Pengalaman Buruk Pada saat anamnesis awal pasien tampak ragu-ragu dan kurang nyaman dengan pemeriksa.
IV.
Analisis Seorang wanita 58 tahun datang dengan keluhan perasaan tidak enak yang ia ungkapkan seperti ketakutan terhadap penyakit yang akan terjadi pada dirinya yang dapat menyebabkan kematian sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan jantung sering berdebar-debar, berkeringat, tangan dan kaki terasa dingin, sakit kepala serta tegang pada bagian leher ketika perasaan takut itu datang. Perasaan takut terjadi paling lama 1 jam yang muncul secara spontan dan tidak terduga ,dirumah. Pasien mengakui perasaan takut ini mulai ia rasakan setelah beberapa tahun yang lalu anaknya menikah dan ikut tinggal bersama
2
suaminya, jadi pasien merasa kesepian.
seorang
perempuan
memakai baju coklat dan celana hitam dan juga memakai jilbab coklat. Tampakan wajah pasien sesuai dengan umurnya. Perawakan kurus. Perawatan diri cukup baik. Psikomotor cemas. Pembicaraan spontan dan lancar. Mood irritable, afek sesuai. Tidak terdapat halusinasi, ilusi maupun waham. Berdasarkan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang bermakna berupa perasaan ketakutan. Keadaan ini menimbulkan distress dan menimbulkan disabilitas dalam sosial dan pekerjaan, yaitu pasien menderita sulit tidur dan susah dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa. Pada pasien tidak ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita ataupun gejala psikotik, seperti halusinasi atau delusi pada pasien sehingga didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Non-Psikotik. Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa non-psikotik karena memenuhi kriteria diagnosa untuk gangguan anxietas yaitu adanya situasi atau objek yang jelas dari luar individu itu sendiri, yang sebenarnya pada saat kejadian ini tidak membahayakan. Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan: (a) pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya; (b) tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situations); (c) dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik,” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi). Berdasarkan PPDGJ III, pasien dapat digolongkan dalam Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1).
3
Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh:
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang)
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut: (a) kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi); (b) ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); (c) overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dan lain sebagainya)
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta keluhan somatik berulang yang menonjol
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan cemas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesif kompulsif.
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan ansietas menyeluruh a.
Ansietas dan kekhawatiran berlebihan (perkiraan yang menakutkan), terjadi hampir setiap hari, selama setidaknya 6 bulan, mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas seperti bekerja atau bersekolah.
b.
Orang tersebut merasa sulit mengendalikan kekhawatirannyaa
c.
Ansieas dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga ( atau lebih) dari keenam gejala berikut (dengan beberapa gejala setidaknya muncul hampir setiap hari selama 6 bulan), Perhatikan: hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak 1) Gelisah atau merasa terperangkap atau merasa terpojok 2) Mudah merasa lelah
4
3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong 4) Mudah marah 5) Otot tegang 6) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur yang gelisah dan tidak puas) d. Fokus dari ansietas dan kekhawatiran idak terbatas hanya pada gambaran gangguan aksis 1, misalnya ansietas atau cemas bukan karena mengalami serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu berada dikeramaian (seperti pada fobia sosial), merasa kotor (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), jauh dari rumah atau kerabat dekat ( seperti pada gangguan ansietas perpisahan), bertambah berat badan (seperti pada gangguan anoreksia nervosa), mengalami keluhan fisik berganda ( seperti pada gangguan somatisasi), atau mengalami kekhawatiran penyakit serius ( seperti pada hipokondriasis), juga ansietas dan kekhawatiran tidak hanya terjadi selama gangguan stres pasca trauma, e. Ansietas kekhawatiran, atau gejala fisis menyebabkan distres yang secara klinis bermakna atau hendaya sosial, pekerjaan, atau area penting fungsi lainnya. f.
Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau keadaan medis umum (misalnya penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau keadaan medis umum( misalnya hipertiroidisme) dan tidak terjadi hanya selama gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
V.
KESIMPULAN Berdasarkan kasus ini, hal yang bisa dijadikan sebagai pembelajaran adalah bagaimana berkomunikasi yang baik dengan pasien gangguan cemas menyeluruh sehingga masalah utama yang dirasakan pasien dapat kita ketahui dan rasakan. Kesulitan dalam melakukan wawancara sebaiknya direfleksikan pada diri bahwa mungkin pasien masih belum
5
percaya pada kita untuk menceritakan masalahnya. Hal ini penting karena menjadi dasar pada pengobatan psikologis pasien.
DAFTAR PUSTAKA Elvira SD, Hadisukanto G,.2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI, Jakarta. Kaplan & Sadock,. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed.2. EGC. Jakarta. Maslim, Rusdi,. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya Tomb, D. A,. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Puri BK, Laking PJ, Treasaden, 2011, Buku ajar Psikiatri ed 2, EGC. Jakarta
6