MAKALAH FARMAKOTERAPI TERAPAN TUKAK LAMBUNG (PEPTIC ULCER)
OLEH: DWI ASTI FIANDARI
(O1B1 18 005)
FARADILA CAHYANI
(O1B1 18 007)
MARGANITA NURHASANA
(O1B1 18 015)
MANTANG
(O1B1 18 014)
SYAM FEBRIANTARA
(O1B1 18 035)
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang ditetapkan.Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak dosen mata kuliah Farmakoterapi terapan, yang telah terlebih dahulu memberikan pengarahan kepada kami mahasiswa dalam penulisan makalah ini. Adapun makalah ini berjudul “Tukak lambung (Peptic Ulcer)”, merupakan salah satu tugas kelompok dalam mata kuliah Farmakoterapi terapan.Penulis berharap agar makalah ini dapat kita manfaatkan untuk menambah pengetahuan kita mengenai Tukak lambung (Peptic Ulcer) serta penatalaksanaannya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.Oleh sebab itu, dengan hati yang terbuka penulis menerima kritik dan saran yang bersikap membangun dari pembaca.
Kendari, Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2 C. Tujuan ......................................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 6 A. Pengertian ................................................................................................... 6 B. Etiologi ......................................................................................................... 7 C. Patofisiologi ................................................................................................. 9 D. Manifestasi Klinik ....................................................................................... 15 E. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 16 F. Penatalaksanaan .......................................................................................... 16 BAB III STUDI KASUS ................................................................................... 24 BAB IV KESIMPULAN ................................................................................... A. Kesimpulan ................................................................................................. B. Tujuan .......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulkus peptik atau tukak peptik adalah defek mukosa gastrointestinal (GI) yang meluas sampai ke mukosa otot yang terjadi di esofagus, lambung atauduodenum (Brashers, 2003). Data WHO menyebutkan kematian akibat tukak lambung di Indonesia mencapai 0,99 persen yang didapatkan dari angka kematian 8,41 per 100,000 penduduk. Pada tahun 2005-2008, tukak lambung menempati urutan ke-10 dalam kategori penyebab kematian pada kelompok umur 45-54 tahun pada laki-laki pada tahun 2008.21 Penyakit ulkus peptik (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus duodenum. Ulkus peptik didefinisikan sebagai suatu defek mukosa atau submukosa yang berbatas tegas dan dapat menembus lapisan muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga terjadi perforasi. Ulkus gaster merupakan suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran >5mm kedalaman submukosal pada mukosa lambung akibat terputusnya kontuinuitas/intregritas mukosa lambung. Pada prinsipnya ulkus timbul akibat ketidakseimbangan antara faktor pertahanan mukosa gastroduodenum (Faktor defensif) dan faktor perusak (faktor agresif) faktor defentif antara lain lapisan mukosa, sekresi bikarbonat, aliran darah adekuat, dan prostaglandin. Faktor perusak (agresif) mukosa gastroduodenum meliputi faktor perusak endogen antara lain HCl, pepsin, serta garam empedu, selain itu faktor lain berupa faktor perusak (eksogen) meliputi obat-obatan, alkohol dan bakteri. 19 Helicobacter pylori diketahui sebagai faktor resiko dan penyebab terkuat untuk terjadinya gastritis kronik.Yang selanjutnya akan menjadi ulkus peptikum dan kanker lambung bagian bawah sehingga Helicobacter pylori sebagai kuman penyebab utama gastritis kronik harus dieradikasi secara tuntas. Helicobacter pylori menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh dunia dan menyebabkan inflamasi lambung kronis yang akan
menjadi atrofi, metaplasia, displasia dan bahkan menyebabkan kanker lambung. 6 Pengobatan Ulkus peptik sendiri kini banyak menggunakan obat-obat golongan antagonis reseptor H2. Antagonis reseptor H2 berperan dalam mengurangisekresi asam lambung dengan menghambat pengikatan histamin secara selektif pada reseptor H2 dan menurunkan kadar cyclic-AMP dalam darah. Namun disampingperannya dalam mengobati ulkus peptikum, ARH2 juga memiliki efek sampingterutama yang berhubungan dengan sistem syaraf sentral seperti nyeri kepala, letargi,halusinasi, depresi dan insomnia. Efek samping lainnya yaitu mulut kering, mual, dan perasaan tidak enak di perut. 20 B.
Rumusan Masalah Rumusan masalah penulisan makalah ini adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan peptic ulcer ? 2. Apa penyebab/etiologi dan faktor resiko terjadinya peptic ulcer? 3. Bagaimana patofisiologi dari peptic ulcer? 4. Bagaimana diagnosa dan pemeriksaan penunjang dari peptic ulcer? 5. Bagaimana manifestasi klinik dari peptic ulcer? 6. Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien peptic ulcer?
C.
Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan peptic ulcer. 2. Untuk mengetahui etiologi dan faktor resiko terjadinya peptic ulcer. 3. Untuk mengetahui patofisiologi dari peptic ulcer. 4. Untuk mengetahui diagnose dan pemeriksaan penunjang dari peptic ulcer. 5. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari peptic ulcer. 6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien peptic ulcer
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Ulkus peptikum atau tukak lambung merupakan gangguan penyakit yang disebabkan kerusakan pada lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan aktifitas pepsin dan asam lambung. Umumnya terjadi pada bulbus duodenum dan kurvatura minor, dapat juga mengenai esofagus sampai usus halus.20 Ulkus dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, salah satunya ulkus diinduksi stres oksidatif yaitu kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara produksi oksigen reaktif dan kemampuan sistem biologi untuk mendetoksifikasi reaktif intermediet, yang bisa menyebabkan kerusakan oksidatif protein, lipid dan DNA. 23 Peptic ulcer kronis berbeda dari erosi dan gastritis dimana peptic ulcer kronis merusak ke mukosa lebih dalam sampai ke mukosa muskularis2. Hal ini terjadi karena faktor agresif (asam lambung, pepsin, dan infeksi H. pylori) lebih dominan dari pada faktor independen pelindung mukosa (prostaglandin, gastric mucus, bikarbonat dan aliran darah mukosa).Penyebab umum dari Peptic ulcerdiseaseyaitu Helycobacter pylori (100% menyebabkan Duodenal Ulcer dan 80% menyebabkan Gastric Ulcer 4), obat anti inflamasi non steroid (NSAID), dan Stres ulcer yaitu sters yang berhubungan dengan kerusakan mukosa (Stress-releted mucosal damage/ SRMD).1
Gambar 1. Struktur anatomi dan lokasi tukak pada gastric dan duodenal1
Peptic Ulcer Diesase dibagi menjadi 2 berdasarkan letak ulcer: a. Gastric ulcer : - Tukak yang terjadi pada lambung. - 80% kasus berhubungan dengan infeksi H. pylori dan penggunaan NSAIDs. Pada pasien dengan gastric ulcer biasanya sekresi asam normal atau berkurang.4 b.Duodenal ulcer : - Tukak yang terjadi pada usus halus - 100% kasus berhubungan dengan infeksi bakteri H. Pylori. Kemungkinaninfeksi H. pylori menyebabkan .meningkatnya sekresi asam yang diamati pada pasien dengan duodenal ulcer.4 B. Etiologi dan Faktor resiko Kebanyakan PUD terjadi karena hipersekresi asam dan pepsin yang dapat dipicu NSAID, H. pylori, dan faktor lainnya (kerudsakan mukosa yang disebabkan karena stress/ SRMD)sehingga dapat merusak pertahanan mukosa normal dan mekanisme pertahanan diri.1 Penyebab lain yang jarang terjadi dapat dikarenakan hipersekresi asam lambung (contohnya Zollinger-Ellison’s syndrome), infeksi virus (contohnya cytomegalovirus), isufisiensi pada vaskuler (crack cocaine associated), radiasi, kemoterapi (contohnyahepatic artery infusions), Rare genetic subtypes dan idiopatik. 1 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan resiko tinggi PUD adalah1,2 a. H. pylori Infeksi H. pylori menyebabkan gastritis kronis, PUD, kanker lambung, dan MALT (mucosa-associated lymfhoid tissue). Hanya 20% dari yang terinfeksi H. pylori berkembang menjadi gejala PUD. b. NSAID Banyak bukti penelitian bahwa pemakaian kronis NSAID non selektif dapat menyebabkan luka pada saluran cerna. (sehingga dapat diartikan
bahwa NSAID berkontribusi dalam terjadinya peptic ulcer). 15-30% dari pengguna NSAID non selektif menyebabkan PUD (Gastrodeudenal ulcer). c. Merokok. Merokok dapat menyebabkan tertunda pengosongan lambung, menghambat sekresi bikarbonat dari pankreas, dan pemicu dari deudenogastric reflux. Merokok dapat menyebabkan sekresi asam lambung, tetapi efek tersebut tidak konsisten. d. Faktor psikologi (stres). Faktor psikologi merupakan faktor penting dalam pathogenesis PUD. Tetapi masih kontrofersi (masih sedikit penelitiannya). Emosional stress meningkatkan resiko kebiasaan seperti merokok, penggunaan NSAID, respon inflamasi atau resisten terhadap infeksi H. pylori. e. Faktor makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang mengandung kafein, susu, alkohol, makanan pedas dapat menyebabkan dyspepsia tetapi tidak meningkatkan resiko dari PUD. Meskipun kaffein dapat menstimulasi asam lambung, kopi atau teh yang dihilangkan kandungan kaffeinnya (dekaffeinasi), minuman yang bebas dari karbonat dan kaffein seperti wine, bir juga dapat meningkatkan asam lambung. Sehingga tidak ada data yang menunjang informasi ini. Pada konsentrasi tinggi alcohol menyebabkan kerusakan mukosa lambung akut dan pendarahan GI (saluran cerna bagian atas), tetapi masih belum ada bukti yang cukup yang dapat menyatakan bahwa alcohol dapat menyebabkan PUD. f. Penyakit yang berhubungan dengan PUD Terdapat bukti epidemologi Ulkus deudenum berhubungan dengan penyakit kronis tertentu. Tetapi mekanisme patofisiologi belum jelas. Penyakit yang memiliki kaitan erat dengan Ulkus deudenum antara lain, systemic mastocytosis, multiple endocrine neoplasia type 1, chronic pulmonary diseases, chronic renal failure, kidney stones, hepatic cirrhosis, α1-antitrypsin
deficiency.Sedangkan
penyakit
lainnya
kemungkinanmemiliki hubungan dengan Ulkus deudenum yaitu
yang cystic
fibrosis, chronic pancreatitis, Crohn’s disease, dan coronary artery disease, polycythemia vera, dan hyperparathyroidism. C. Patofisiologi Pada individu yang sehat terdapat keseimbangan fisiologi antara sekresi asam lambung dan pertahanan mukosa saluran cerna. Sebaliknya pada PUD terdapat ganguan keseimbangan antara faktor agresif (asam lambung, pepsin, garam empedu, H. pylori, dan NSAID) dan mekanisme defensif mukosa (aliran darah mukosa, mukus, sekresi bikarbonat mukosa, sel mukosa restitusi, dan pembaruan sel epitel).1,2 a. Asam lambung dan Pepsin Pada Gastric ulcer Bahan iritan akan menimbulkan defek mukosa barier dan terjadi difusi balik ion H+, Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan sam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/kronik, dan tukak gaster.5Plasma membran sel epitel epitel lambung terdiri dari lapisan-lapisan lipid bersifat pendukung mukosa barier. Dalam faktor asam lambung termasuk faktor genetik, yaitu seseorang mempunyai massa sel parietal yang besar. Tukak gaster yang letaknya dekat pylorus atau dijumpai bersama dengan tukak duodeni biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinya pada tempat lain dilambung biasanya disertai hiposekresi asam.5
Pada Deodenum ulcer Pada tukak duodenum terjadi peningkatan produksi dan pelepasan
gastrin, sensitivitas mukosa lambung terhadap rangsangan gastric meningkat secara berlebihan,jumlah sel parietal, pepsinogen khususnya pepsinogen I juga meningkat. Sekresi bikarbonat dalam duodenum.5 b. H. pylori Helicobacter
pylorimerupakan
bakteri
berbentuk
spiral,
gram
negatifsensitif terhadap pH, bakteri mikroaerophilic berada diantara lapisan
mucus dan permukaan lapisan sel epitel di lambung, atau lokasi lain dimana terdapat sel epitel tipe gastric.1 Patofisiologi Infeksi akibat H.pylori tidak diketahui dengan pasti, tapi diduga karena H. pylori menghasilkan sitotoksin yang mengakibatkan hancurnya mukosa lambung, sekresi interleukin-8 dan terjadi adherence dari sel epitel lambung karena meningkatnya sekresi asam lambung. H.pylori dapat memproduksi
urease dalam jumlah yang besar dimana urease
mengkatalis hidrolisis urea menjadi ammonia. Peningkatan jumlah amonia akan mempengaruhi ketahanan mukosa lambung sehingga terjadi ulkus. Peningkatan basal dan stimulasi sekresi asam terjadi pada individu yang terinfeksi H.pylori.2 c. NSAID NSAID dapat menyebabkan PUD dengan cara menghambat COX-1 sehingga
menyebabkan penghabatan sistesis prostaglandin yang secara sekunder berpengaruh pada sekresi mucus. (COX-1 menghasilkan prostaglandin yang merupakan pelindung fisiologi yang mengatur ketahanan mukosa)1,2 H. pylori dan NSAID merupakan penyebab perubahan dalam pertahanan mukosa dengan mekanisme yang berbeda dan merupakan faktor penting dalam pembentukan PUD. 2 D. Diagnosa 1. Clinical Assessmet of Dyspepsia7
*Memenuhi Alarm signs antara lain: pendarahan saluran cerna yang kronis (hematemesis, melena, anemia defisiensi besi), penurunan berat badan tanpa disengaja >10%, kesulitan menelan yang progresif, muntah yang menetap, abdominal swelling, dan jika pasien berusia > 55 tahun dengan gejala dyspepsia tanpa sebab yang jelas dan menetap. ** Meninjau pengobatan yang mungkin menjadi penyebab dyspepsia antara lain: kalsium antagonis, nitrat, teofilin, bifosfonat, steroid, dan NSAIDs.
2. Diagnosa PUD Diagnosa PUD
Temuan Klinis
Laboratorium
Radiologi
Endoscopy
Tes H. pilory
2. Gejala dan Tanda Peptic Ulcer Gejala Peptic Ulcer: Gejala PUD yang paling sering terjadi adalah rasa sakit pada bagian perut (sering pada bagian epigastric) dan terasa seperti terbakar, tapi bisa berupa ketidak nyamanan yang tidak jelas, perut terasa penuh, atau kram.
Rasa sakit yang khas pada waktu malam yang dapat membangunkan pasien saat tidur, khususnya pada jam 12 malam sampai pukul 3 dini hari. Keparahan dari rasa sakit akibat tukak bervariasi pada masing-masing pasien, dan bisa terjadi musiman untuk jangka waktu tertentu. Perubahan karakter nyeri dapat menunjukan adanya komplikasi Rasa sakit dapat disertai dengan mulas, kembung dan bersendawa. Mual, muntah dan anorexia, lebih umum terjadi pada pasien dengan GU dari pada DU, tetapi bisa juga tanda-tanda ulkus terkait komplikasi.1 Tanda Peptic Ulcer Penurunan berat badan berkaitan dengan mual,muntah dan anorexia. Komplikasi, termasuk perdarahan pada ulkus, perforasi, penetrasi, atau obstruksi. 1 3. Tes Laboratorium
Sekresi asam lambung
Konsentrasi serum gastrin pada saat puasa yang digunakan pada pasien yang tidak ada perbaikan terapi atau diduga hipersekresi
Hematokrit dan hemoglobin yang rendah (terkait pendarahan) dan stool hemocculttest menunjukan positif
Test terhadap H. pylori1
4. Radiologi Radiologi sering digunakan sebagai diagnosis awal untuk peptic ulcer karena terkait dengan harga lebih murah dari pada endoscopy dan banyak tersedia. Pemeriksaan radiologi biasanya menggunakan kontras ganda,karena dengan kontras ganda dapat mendeteksi sampai 60-80% adanya ulkus, sedangkan jika digunakan single contras (barium sulfat) hanya dapat mendeteksi 30% adanya ulkus.1 5. Endoskopi Fiberoptic upper endoscopy (esophagogastroduodenoscopy [EGD]) merupakan gold standart dapat mendeteksi sampai lebih dari 90% peptic ulcer,
dengan cara melihat secara langsung, biopsy, dapat melihat daerah yang mengalami erosi superficial dan daerah yang mengalami pendarahan. Endoscopy digunakan jika sudah diduga adanya komplikasi dan jika dibutuhkan diagnosis yang lebih akurat. Jika pada saat test radiologi ditemukan adanya keganasan peptic ulcer maka diperlukan adanya pemeriksaan endoscopy dan histologinya.1 Test untuk mendeteksi H. pylori Tes yang digunakan untuk mendeteksi H. Pylori dapat dibedakan menjadi dua, yaitu endoskopi dan non endoskopi 1. Endoscopy
Rapid Urease Test Tes ini sensitif lebih dari 90% dan spesifik lebih dari 95% terhadap H.pylori.Sebelum dilakukan pengujian pasien tidak boleh mengkonsumsi: H2RAs and PPIs selama 1-2 minggu, dan Antibiotik dan garam bismuth selama 4 minggu Hal ini bertujuan untuk menghindari resiko negatif palsu. Adanya urease H.pylori, urea dimetabolisme menjadi amoniadan bikarbonat yang menyebabkan peningkatan pH, yang merubah warna kuning menjadi merah, dari indikator pH-sensitif. Hasil test lebih cepat (dalam 24 jam), lebih murah dari padahistoligi dan kulture, dan test ini untuk infeksi H.Pylori aktif.2
G.
Histologi
pylori dapat dideteksi secara histology, pada bagian mukosa lambung secara endoskopi.6. Test ini mempunyai sensitifitas lebih dari 95% bdan spesifik sampai lebih dari 90% untuk medeteksi adanya infeksi H. Pylori (test standart).Dapat digunakan juga untuk menganalisa dan mengevaluasi lebih lanjut jaringan yang terinfeksi (gastritis, ulkus,adenokarsinoma) untuk test infeksi H. pylori aktif.1
Culture1,2,6
Tes ini sensitif untuk menetukan pilihan antibiotik dan resistensinya. Sensitifitas bisa sampai 100 %.
Bisanya digunakan secara terbatas pada pasien yang gagal pada terapi eradikasi H.pylori. Untuk tes infeksi H. pylori aktif.
Hasilnya tidak langsung, tak dianjurkan untuk diagnosa awal, biayanya lebih mahal dari pada Rapid Urease Test.
Gambar 2.Metabolisme urea dari H. pylory dan test yang digunakan untuk deteksi H. pylori6 2.
Nonendoscopy, dilakukan nonendoscopy jika pada pemeriksaan tidak membutuhkan biopsy mukosa lambung.
Urea Breath Test1,2,6 Memiliki sensitivitas dan spesifisitas > 95 % untuk infeksi H. pylori. Penderita diberikan Radiolabeled urea C13(Isotop non radioaktif) dan C14 (Isotof radioaktif) secara oral, radiolabeled ureatersebut dihidrolisa menjadi amonia danradiolabeled bicarbonate oleh urease H. Pylori. Radiolabeled bicarbonate diabsobsi ke dalam pembuluh darah dan diekskresikan melalui pernafasan. Untuk mendeteksi C13 menggunakan spektrometer masa dan C14 dengan scintillation counter.
Untuk menghindari negatif palsu, penderita tidak dianjurkan mengkonsumsi H2RA dan PPI selama 1 sampai 2 minggu sebelum test serta garam bismut dan antibiotik selama 4 minggu sebelum test.
Untuk mendeteksi H. pylori sebelum pengobatan dan untuk eradikasi paska pengobatan.
Hasil biasanya membutuhkan waktu sekitar 2 hari, biayanya lebih murah daripada tes yang menggunakan biopsi mukosa lambung, tetapi lebih mahal daripada tes serologis.
Serologic Antibody Tests(SAT)1,2,6
SAT merupakan tes yang banyak tersedia dan murah.
SAT memiliki sensitifitas 85 %dan memiliki spesifisitas79 %.
SAT digunakan untuk mendeteksi antibodi IgG terhadap H.pylori dalam
serum, darah dan urine.
SAT tidak dianjurkan untuk konfirmasi terapi eradikasi H. Pylori.6
Didapatkan hasil yangcepat (15 menit )namun kurang akurat jika di
banding tes laboratorium dengan ELISA.1
Hasil tidak terpengaruh oleh H2RAs, PPI, antibiotik, atau bismuth.2 Fecal Antigen Test (FAT)1,2,6
Tes ini lebih sensitivitas (97,6 %) dan spesifik (96 %) , dibandingkan dengan Tes UBT pada diagnosis awal. Hal ini berguna dalam diagnosis infeksi H. pylori dan untuk pemantauan kemanjuran terapi eradikasi.6 Disamping itu tes ini juga lebih murah dan mudah dari pada UBT.2 Bisa digunakan untuk tes pada anak-anak1 Tes ini kurang akurat untuk mendeteksi H. pylori pada eradikasi setelah pengobatan.1 Bila Pasien minum obat H2RA, PPI dan Antibiotik dapat menyebabkan hasil negatif palsu. E. Manifestasi Klinis Gambaran klinis utama tukak peptik adalah kronik dan nyeri epigastrium. Nyeri biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung kosong. Nyeri ini seringkali digambarkan sebagai teriris, terbakar atau rasa tidak enak. Remisi dan eksaserbasi
merupakan ciri yang begitu khas sehingga nyeri di abdomen atas yang persisten. Pola nyeri- makan- hilang ini dapat saja tidak khas pada tukak lambung. Bahkan pada beberapa penderita tukak lambung makanan dapat memperberat nyeri. Biasanya penderita tukak lambung akan mengalami penurunan berat badan. Sedangkan penderita tukak duodenum biasanya memiliki berat badan yang tetap. 25 Penderita tukak peptik sering mengeluh mual, muntah dan regurgitasi. Timbulnya muntah terutama pada tukak yang masih aktif, sering dijumpai pada penderita tukak lambung daripada tukak duodenum, terutama yang letaknya di antrum atau pilorus. Rasa mual disertai di pilorus atau duodenum. Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut kembung, perut merasa selalu penuh atau lekas kenyang, timbulnya konstipasi sebagai akibat instabilitas neromuskuler dari kolon.25
F. Penatalaksanaan Terapi 1. Tujuan Terapi Terapi PUD bertujuan untuk menghilangkan gejala ulkus, menyembuhkan, mencegah kekambuhan,
mencegah komplikasi
berhubungan dengan ulkus, memilih regimen obat yang paling efektif dan efisien biaya.1,6,eradikasi H. Pylori,menurunkan morbiditas. 15 2. Terapi non Farmakologi1,2 a. Menerapkan pola hidup sehat b. Menghindari stress psikis, merokok c. Menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dyspepsia dan gejalaulcer (seperti, makanan pedas, kafein, alcohol). d. Menghindari penggunaan NSAID (terutama COX-1). 3. Terapi Farmakologi Penatalaksanaan ulkus peptikum terutama berupa tindakan medis dan terdiri atas pemberian obat-obat yang mengurangi atau menetralisir sekresi asam lambung, obat yang digunakan seperti antasid, preparat
antisekresi asam lambung meliputi antagonis reseptor histamin (H2), ranitidin, dan famotidin dan inhibitor pompa proton (meliputi omeprazol (Prilosec, Losec) dan lansoprazol (Prevacid)) terkadang senyawa bismuth juga direspkan untuk menyembuhkan ulkus peptikum, dan bila memungkinkan stresor yang diketahui juga harus dikurangi. Alogaritma Management Gastric Ulcer Gastric Ulcer (GU)
Hentikan NSAIDs jika menggunakan
H.pylori positif
Dosis penuh PPI selama 2 bulan
Test untuk H.pylori
Tukak berkaitan dengan penggunaan NSAIDs
H.pylori negatif
Dosis penuh PPI selama 1 atau 2 bulan
Hasil positif,tukak tidak berkaitan dengan penggunaan NSAIDs
Terapi eradikasi
H.pylori positif
Endoskopi dan test untuk H.pylori
Ulcer tidak sembuh, H.pylori negatif
Ulcer sembuh H.pylori negatif
Pengobatan dengan dosis rendah jika dibutuhkan
Endoscopy Sembuh
Tidak sembuh
Penilaian berkala (ulcer)
Rujuk ke spesialis (secondary care)
Lanjutkan terapi mandiri
Rujuk ke spesialis (secondary care)
(Dyspepsia: managing dyspepsia in adults in primary care ) 1. Pada pasien yang menggunakan NSAID dengan diagnosa Duodenal Ulcer penggunaan NSAID harus dihentikan (rekomendasi B)7, pertimbangan mengurangi dosis atau disarankan substitusi dengan paracetamol, gunakan alternative analgesic dosis rendah atau ibuprofen dosis rendah (1,2g/hari). (Rekomendasi C). Pada pasien resiko tinggi (yang sebelumnya pernah
tukak) dan memerkukan terapi lanjutan NSAID, maka substitusi ke NSAID selektif (COX-2 selective NSAIDs).7 Pada penelitian meta analisis dengan menggunakan 25 studi disimpulkan bila sudah terinfeksi H.pylori dan mendapat pengobatan dengan NSAID dapat menyebabkan peningkatan resiko peptic ulcer secara signifikan,8 sebesar 3,5 kali lebih cepat menyebabkan terjadinya PUD9. dan peptic ulcer jarang dijumpai pada H.Pylori negatif dan tidak menggunakan NSAID.8
2. Dilakukan Test H. pylori carbon-13 urea breath test, stool antigen test. a. Bila Test H. pylori positif ulcer berkaitan dengan pengunaan NSAID Dilakukan pengobatan PPI dengan dosis penuh selama 2 bulan, dilanjutkan terapi eradikasi, kemudian dilakukan endoscopy(setelah 6-8 minggu pengobatan) dan test H. pylorikembalimenggunakan carbon-13 urea breath test. Bila test H. pylori positif maka kembali ke terapi eradikasi. Namun bila ulcer tidak sembuh tapi H. pylorinegatif dirujuk ke spesialis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.. Apabila H. pylori negatif danulcer sembuh maka diberikan pengobatan PPI dosis rendah dengan pemantauan secara berkala dan dilakukanself care. 7 ulcer tidak berkaitan dengan penggunaan NSAID Pemberian terapi eradikasi, kemudian dilakukan endoscopy(setelah 6-8 minggu pengobatan)dan test H. pylorikembalimenggunakan carbon-13 urea breath test. Bila test H. pylori positif maka kembali ke terapi eradikasi. Namun bila ulcer tidak sembuh tapi H. pylori negatif dirujuk ke spesialis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.. Apabila H. pylori negatif tetapi ulcer sembuh maka diberikan pengobatan PPI dosis rendah dengan pemantauan secara berkala dan dilakukan self care.7 b. Bila Test H. pylorinegatif
Pengobatan dengan PPI dosis penuh selama 1 atau 2 bulan, setelah itu dilakukan pemeriksaan endoscopy(ketika 6-8 minggu setelah pengobatan). Keadaan pasien membaik atau sembuh maka pasien diberikan PPIdosis rendah dengan pemantauan secara berkala kemudian dilanjutkan dengan self care. Keadaan pasien tidak membaik atau tidak sembuh maka pasien dirujuk kespesialis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.7 Alogaritma Management Duodenal Ulcer Duodenal Ulcer (DU)
Hentikan NSAIDs jika menggunakan sebelumnya
PPI dengan dosis penuh selama 2 bulan
Ada respon
Hasil test positif Tukak berhubungan dengan penggunaan NSAIDs
Test H.pylori
Hasil test negatif
Hasil positif,tukak tidak berhubungan dengan penggunaan NSAIDs
Terapi eradikasi
Tidak ada respon atau kambuh
Test ulang H.pylori
Negatif
Ada respon
PPI dengan dosis penuh selama 1 atau 2 bulan
positif Tidak ada respon
Terapi eradikasi Ada respon
Tidak ada respon atau kambuh
Terapi dosis rendah bila diperlukan
Tidak ada respon
Eklusi penyebab lain dari DU
Ada respon
Kembali untuk terapi mandiri
Periksa ulang.
(Dyspepsia: managing dyspepsia in adults in primary care )7 1.
Pada pasien yang menggunakan NSAID dengan diagnosa Duodenal Ulcer penggunaan NSAID harus dihentikan (rekomendasi B)7, pertimbangan mengurangi dosis atau disarankan substitusi dengan paracetamol, gunakan
alternative analgesic dosis rendah atau ibuprofen dosis rendah (1,2g/hari). (Rekomendasi C). Pada pasien resiko tinggi (yang sebelumnya pernah tukak) dan memerkukan terapi lanjutan NSAID, maka substitusi ke NSAID selektif (COX-2 selective NSAIDs).7 2.
Pada penelitian meta analisis dengan menggunakan 25 studi disimpulkan bila sudah terinfeksi H.pylori dan mendapat pengobatan dengan NSAID dapat menyebabkan peningkatan resiko peptic ulcer secara signifikan8 sebesar 3 ,5 kali lebih cepat menyebabkan terjadinya PUD9. dan peptic ulcer jarang dijumpai pada H.Pylori negatif dan tidak menggunakan NSAID.8
3.
Test H.pylori dilakukan dengan menggunakan Carbon-13 UBT, stool antigen test, test serologi. a. Hasil test positif Ulcer berhubungan dengan penggunaan NSAID Dilakukan pengobatan PPI dengan dosis penuh selama 2 bulan, dilanjutkan dengan terapi eradikasi.Untuk mengetahui ada tidaknya respon eradikasi makadilakukan pengulangan test H. Pyloridengan menggunakan Carbon-13 UBT. Bila dari hasil test H. Pylori tersebut positif dilakukan kembali terapi eradikasi kemudian dilanjutkan terapi self care.7 Ulcer tidak berhubungan dengan penggunaan NSAID Dilakukan terapi eradikasi,kemudian untuk mengetahui ada tidaknya respon eradikasi maka dilakukan pengulangan test H. Pyloridengan menggunakan Carbon-13 UBT.Bila dari hasil test H. Pylori tersebut positif dilakukan kembali terapi eradikasi kemudian dilanjutkan terapi self care. .7 b. Hasil test negatif Diberikan pengobatan PPI dengan dosis penuh selama1 atau 2 bulan Tidak ada respon Dilakukan pemeriksaan penyebab lain dari DU melalui pemeriksaan ulang.
Terdapat respon Dilakukan terapi PPI dosis rendah, namun bila tidak terdapat respon maka dilakukan pemeriksaan penyebab lain dari DU dengan pemeriksaan ulang. Jika terdapat respon tetap dilakukan pemeriksaan ulang kemudian diteruskan dengan terapi self care.7 Dosis PPI yang digunakan untuk terapi Peptic Ulcer Disease11 Nama Obat Lansoprazole
Omeprazole
Rabeprazole
Esomeprazole
Pantoprazole
DU
GU
15 mg 1 kali sehari (4-8 30 mg 1 kali sehari sampai 8 minggu)
minggu
20 mg 1 kali sehari (4-8 40 mg 1 kali sehari (4-8 minggu)
minggu)
20 mg/hari sebelum makan (4 20 mg/ hari samapi 6 minggu minggu) 20 mg/hari sebelum makan (4 20 mg/ hari (4-8 minggu) minggu) 40 mg 1 kali sehari sampai 8 20 mg/ hari (4-8 minggu) minggu
Terapi Eradikasi Pada pasien yang menggunakan NSAID yang sebelumya diketahui menderita PUD terapi eradikasi H.pylori menurunkan angka kekambuhan PUD. Pada penelitian tunggal selama 6 bulan, angka kekambuhan menurun dari 18% menjadi 10% (rekomendasi B).7 Terapi eradikasi H.pylori menurunkan kekambuhan gastrik ulcer pada pasien yang positif H.pylori. setelah 3-12 bulan, 45% pasien tanpa ulcer yang yang menerima terapi suppresi asam jangka pendek, eradikasi meningkat sebesar 32%. NNT untuk satu pasien yang mendapatkan benefit dari 3 pasien yang menerima terapi eradikasi. Dari penelitian menunjukkan adanya manfaat yang positif dari eradikasi H.pylori akan tetapi besarnya efek tidak konsisten (rekomendasi AI).7 Terapi eradikasi H.pylori merupakan terapi yang cost-effective untuk pasien yang positif H.pylori dengan PUD. Terapi eradikasi memberikan tambahan waktu
bebas dari dyspepsia pada acceptable cost pada model yang konservatif dan lebih banyak cost-savings pada model optimistic (rekomendasi AII).7 Regimen Pengobatan Infeksi H. pylori10 Treatment (10 to 14 days of therapy recommended) Triple therapy 1. Omeprazole (Prilosec), 20 mg two times daily
Cost
Convenie nce factor
Tolerability
$260 (LAC†)
Twicedaily dosing
Fewer significant side effects, but more abnormal taste versus other regimens
Twicedaily dosing
Increased diarrhea versus other regimens
18 pills daily
More side effects; increased nausea versus other regimens
Or Lansoprazole (Prevacid), 30 mg two times daily Plus
195 (LAC†‡)
Metronidazole (Flagyl), 500 mg two times daily Or
200 (OAC)
Amoxicillin, 1 g two times daily
194 (LMC)
Plus Clarithromycin (Biaxin), 500 mg two times daily
2. Ranitidine bismuth citrate (Tritec), 400 mg twice daily
199 (OMC)
118 (RCT)
Plus Clarithromycin, 500 mg twice daily Or Metronidazole, 500 mg twice daily
136 (RCA)
Plus Tetracycline, 500 mg twice daily
73 (RMT)
Or Amoxicillin, 1 g twice daily Quadruple therapy 3. Bismuth subsalicylate (Pepto Bismol), 525 mg four times daily/2 tablets four times daily Plus
92 (RMA)
142 (BMT§ plus H2R†)
Metronidazole, 250 mg four times daily
87 (BMT [separately] plus H2R†)
Plus Tetracycline, 500 mg four times daily Plus H2RA for 28 days 4. Bismuth subsalicylate, 525 mg four times daily/2 tablets four times daily Plus
206 (BMT plus PPI)
18 pills daily
Increased nausea
Metronidazole, 250 mg four times daily Plus Tetracycline, 500 mg four times daily
153 (BMT separately] plus PPI)
Plus PPI for 14 days
LAC = lansoprazole, amoxicillin, clarithromycin; OAC = omeprazole, amoxicillin, clarithromycin; LMC = lansoprazole, metronidazole, clarithromycin; RCT= ranitidine bismuth citrate, clarithromycin, tetracycline; RCA = ranitidine bismuth citrate, clarithromycin, amoxicillin; RMT=ranitidine bismuth citrate, metronidazole, tetracycline; RMA = ranitidine bismuth citrate, metronidazole, amoxicillin; BMT = bismuth subsalicylate, metronidazole, tetracycline; H2RA = histamine H2-receptor antagonist; PPI = proton pump inhibitor.
Pada Meta analisa dan systematic review dari penelitian RCT untuk terapi eradikasi pada pasien PUD H. pylori positif dengan short and long-term treatment Dalam penyembuhan DU, terapi eradikasi lebih efektif dari pada ulcer Healing drug (UHD) (34 percobaan, 3910 pasien, (RR) dari ulkus bertahan = 0,66, 95% confidence interval (CI) 0,58-0,76) dan pengobatan tidak ada ( dua percobaan, 207 pasien, RR 0,37, 95% CI 0,26-0,53). Dalam penyembuhan GU, tidak ada perbedaan signifikan yang terdeteksi antara terapi eradikasi dan UHD (15 percobaan, 1974 pasien, RR 1,23, 95% CI 0,901,68). Dalam mencegah kekambuhan DU tidak ada perbedaan yang signifikan antara terapi eradikasi dan terapi pemeliharaan dengan UHD (empat percobaan, 319 pasien, ulkus berulang RR 0,73, 95% CI 0,42-1,25), tetapi terapi eradikasi lebih
efektif daripada tidak ada pengobatan (27 percobaan 2509 pasien, RR 0,20, 95% CI 0,15-0,26). Terapi eradikasi efektif dalam waktu 1-2 minggu untuk pengobatan PUD yang disebabkan dari H.pylori.13 Dosis H2RA yang digunakan untuk terapi PUD:11 Cimetidine Famotidine Nizatidine Ranitidine
DU 400 mg saat bedtime 20 mg/hari saat bedtime 300 mg saat bedtime atau 150 mg 2 kali sehari 150 mg 1 x sehari saat bedtime
GU 300-600 mg seiap 6 jam 40 mg/hari saat bedtime 150 mg 2x sehari atau 300mg saat bedtime 150 mg 1 x sehari saat bedtime
BAB III STUDI KASUS Pasien BD 45 tahun laki-laki bekerja sebagai pengatur arus lalu lintas di bandar udara. Dia mengeluh sudah 2 minggu merasa bagian perut nyeri terbakar, kembung dan susah makan, nyeri terjadi beberapa kali sehari terutama diantara waktu makan dan membuatnya terbangun dimalam hari dan frekuensinya meningkat sejak 1 minggu lalu. Awalnya nyeri hilang dengan mengkonsumsi makanan dan antasida. Minngu lalu si bapak mengkonsumsi obat OTC golongan antagonis reseptor H2 tetapi gejala tidak berkurang. Si bapak pernah mengalami nyeri yang sama di umur 12 tahun dan mengkonsumsi omeprazole untuk dugaan peptic ulser. Selama 20 tahun terakhir merokok 1 pak/hari, minum kopi 4 – 6 gelas setiap hari. Si bapak juga menggunakan asetaminofen untuk sakit kepalanya dan multivitamin. Si bapak mengaku tidak pusing, mual dan muntah, anoreksia dan BB tidak turun. Dia juga tidak alergi obat dan makanan. Penampilan fisik normal kecuali nyeri epigastrik. Suhu 37,1, TD 132/80, HR 78/menit, Hgb, 14.0 g/dL Hct,44%. A. SUBJEKTIF Pasien BD 45 tahun laki-laki, Dia mengeluh sudah 2 minggu merasa bagian perut nyeri terbakar, kembung dan susah makan, nyeri terjadi beberapa kali sehari terutama diantara waktu makan dan membuatnya terbangun dimalam hari dan frekuensinya meningkat sejak 1 minggu lalu dan nyeri epigastrik. B. OBJEKTIF Suhu 37,1, TD 132/80, HR 78/menit, Hgb, 14.0 g/dL dan Hct, 44%.
C. ASSESMENT Keluhan
Pengatasan
Nyeri perut
Antasida dan golongan antagonis reseptor H2
Peptic ulcer
omeprazole
Sakit kepala
Acetaminofen dan multivitamin
D. PLAN Berdasarkan tanda dan gejala apa pasien kategori peptic ulser? Pasien positif H pylori, faktor risiko rekurensi? Apa tujuan terapi pasien? BAgaimana tatalaksana terapi, untuk eradikasi H pylori? (First line?) Jika pasien diberi 3 obat mengandung PPI, informasi apa yang sebaiknya diberikan pada pasien? JIka pasien alergi penisilin apa alternative terapi? Jika menggunakan 4 kombinasi berbasis PPI dan bismuth, apa terapi yang direkomendasikan? Bagaimana monitoring terapi pada pasien, apa parameter monitoring respon terapi pasien? Penyelesaian Pasien kategori peptik ulser berdasarkan : 1. Rasa nyeri terbakar pada bagian perut,kembung dan susah makan 2. Rasa nyeri terjadi beberapa kali dalam sehari dan pasien sering terbangun pada malam hari karena nyeri. Pasien positif H.pylori,Faktor resiko rekurensi : 1. Pasien dengan peptic ulser sebaiknya menghilangkan atau mengurangi stress psikis, merokok, dan penggunaan AINS (termasuk aspirin).
2. sebaiknya menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dyspepsia atau memperburuk simtom ulser (seperti, makanan pedas, kafein, alcohol). Tujuan Terapi 1. mengurangi nyeri ulser 2. menyembuhkan ulser 3. mencegah serangan ulang 4. mengurangi komplikasi terkait ulser. 5. Pada pasien yang positif H.pylori, menghilangkan organisme dan menyembuhkan penyakit dengan regimen yang efektif biaya (dipiro, 2007) Tatalaksana Terapi untuk eradikasi H pylori? (First line)
Terapi Non Farmakologi
Penghindaran pasien terhadap stress, merokok dan penggunaan NSAID Apabila NSAID tidak dapat dihentikan penggunaanya, maka harus dipertimbangkan pemberian dosis yang lebih rendah beralih ke acetaminophen, sebagian selektif COX-2 inhibitor yang relative selektif (dipiro, 2007).
Menghindari makanan atau minuman yang memacu asam lambung seperti pedas, kafein dan alcohol (dipiro, 2007).
Terapi Farmakologi Uji H.pylori direkomendasikan hanya bila direncanakan terapi eradikasi. Eradikasi direkomendasikan untuk semua pasien yang terinfeksi H.pylori dengan tukak aktif, tukak yang sudah ada sebelumnya, atau dengan komplikasi tukak. Regimen individual harus diseleksi berdasarkan efikasi, toleransi, interaksi obat yang potensial, resistensi antibiotik, biaya dan kepatuhan pasien.
Pengobatan harus diawali dengan regimen 3 obat-PPI (Pompa Proton Inhibitor). Maka untuk terapinya diperlukan dosis regimen selama 10 – 14 hari (dipiro 6). Berikut ini adalah beberapa pilihan pengobatan yang dapat digunakan, yaitu : Dosis regimen selama 14 hari
Obat
Aturan pakai
dosis Keterangan
Omeprazole 20 mg
2 kali sehari Pagi dan malam sebelum makan, dengan interval 12 jam, kapsul harus ditelan, tidak dikunyah
Klaryhtromycin 250 mg
2 kali sehari Pagi dan malam
2 kali sehari Pagi dan malam setelah makan. Amoksisilin 1 g (DiPiro 6 hal 674/638).
Informasi yang diberikan pada pasien tentang pengunaan 3 obat-PPI : PPI harus dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan JIka pasien alergi penisilin alternative terapi yang di berikan :
Obat
Aturan pakai
dosis
Keterangan
Omeprazole
2 kali sehari
20 mg
Pagi dan malam sebelum makan, dengan interval 12 jam, kapsul harus ditelan, tidak dikunyah
Klaryhtromycin
2 kali sehari
250 mg
Pagi dan malam setelah makan, dengan interval 12 jam,
Metronidazole
2 kali sehari
500 mg
Pagi dan malam setelah makan Metronidazole direkomendasikan dalam kasus alergi penisilin (dipiro 6 hal 674/638 ).
Jika menggunakan 4 kombinasi berbasis PPI dan bismuth terapi yang direkomendasikan Obat
Aturan pakai
Keterangan
Omeprazole 40 mg
2 kali sehari
Pagi dan malam sebelum makan dengan interval waktu 12 jam
Bismuth525 mg
4 kali hari
Metronidazole 500 mg
4 kali sehari
setelah makan dengan interval wakt 6 jam
Tetrasiklin/500mg Amoksisilin/ 500 mg Klarythomycin250– 500 mg
4 kali sehari
setelah makan dengan interval wakt 6 jam
monitoring terapi pada pasien
Penekanan pengobatan ditujukan pada peran luas infeksi H. pylori sebagai penyebab ulcer peptic. Pengobatan terhadap infeksi H. pylori dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik yang sesuai. Penderita ulcer harus menghentikan pengobatan dengan NSAID Jika AINS tidak bias dihentikan, bisa dilakukan pengurangan dosis atau menggantinya dengan asetaminofen, suatu salisilat yang tidak terasetilasi (seperti, salsalate), inhibitor COX-2 (seperti, celecoxib, rofecoxib). (Dipiro, 2008).
Terapi yang dapat digunakan menggunakan kombinasi antibiotik yang dikombinasi dengan proton pump inhibitor (PPi) dan histamine-2 receptor antagonist (H2RA). Antibiotik berguna untuk eradikasi H. pylori karena penyebab utama tukak peptik adalah H. pylori. Penggunaan PPi dan H2RA untuk mengurangi sekresi asam lambung yang berlebihan pada tukak peptik (Dipiro, 2008).
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah: 1. Ulkus peptikum atau tukak lambung merupakan gangguan penyakit yang disebabkan kerusakan pada lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan aktifitas pepsin dan asam lambung. Umumnya terjadi pada bulbus duodenum dan kurvatura minor, dapat juga mengenai esofagus sampai usus halus. 2. Kebanyakan PUD terjadi karena hipersekresi asam dan pepsin yang dapat dipicu NSAID, H. pylori, dan faktor lainnya (kerusakan mukosa yang disebabkan karena stress/ SRMD) sehingga dapat merusak pertahanan mukosa normal dan mekanisme pertahanan diri.Dan faktor risiko disebabkan olehH. pylori, NSAID,merokok, faktor psikologi (stres), faktor makanan dan minuman, penyakit yang berhubungan dengan PUD. 3. Patofisiologi dipengaruhi oleh keseimbangan fisiologi antara sekresi asam lambung dan pertahanan mukosa saluran cerna. Sebaliknya pada PUD terdapat ganguan keseimbangan antara faktor agresif (asam lambung, pepsin, garam empedu, H. pylori, dan NSAID) dan mekanisme defensif mukosa (aliran darah mukosa, mukus, sekresi bikarbonat mukosa, sel mukosa restitusi, dan pembaruan sel epitel). 4. Diagnosa dan pemeriksaan penunjang dari peptic ulcergejala PUD yang paling sering terjadi adalah rasa sakit pada bagian perut (sering pada bagian epigastric) dan terasa seperti terbakar, tapi bisa berupa ketidak nyamanan yang tidak jelas, perut terasa penuh, atau kram dan pemeriksaan penunjang meliputi tes laboratorium, radiologi, endoscopy, dan tes H.pylori. 5. Manifestasi klinik tukak peptik adalah kronik dan nyeri epigastrium. Nyeri biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung kosong. Nyeri ini seringkali digambarkan sebagai teriris, terbakar atau rasa tidak enak.
6. Penatalaksaan peptic ulcerdapat dilakukan dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM., 2008, Pharmacotherapy: a patophysiologic approach. 7th ed. New York: McGraw-Hill. 2. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM., 2008, Pharmacotherapy: a patophysiologic approach. 6th ed. New York: McGraw-Hill 3. Koda-Kimble MA, Young LY, Kradjan WA, Guglielmo BJ, Alldredge BK, Corelli RL,et al. Applied therapeutics: The Clinical Used of Drug. 9th ed.Lippincots; William & Wilkins. 4. North of England Dyspepsia Guideline Development Group, 2004, Dyspepsia: managing dyspepsia in adults in primary care. Newcastle Upon Tyne: Crown. 5. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, longo DL, Jameson JL, 2005, Harrison’s manual of medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill. 6. Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2001, Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam jilid II edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 7. Kumar P, Clark M., 2009, Clinical Medicine. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 8. National Institute for Clinical Excellence, 2004, Dyspepsia: management of dyspepsia in adults in primary care. London: National Institute for Health and Clinical Excellence; 9. Huang JQ, Sridhar S, Hunt RH. Role of Helicobacter pylori infection and non-steroidal antiinflammatory drugs in peptic-ulcer disease: a meta-analysis. Hamiton, lancet [abstract ] Canada: Division of Gastroenterology, Department of Medicine, McMaster University Medical Center; 2002[ cited 2011 Nov 20] Jan 5;359(9300):14-22. 10. Huang JQ, Sridhar S, Hunt RH. Role of Helicobacter pylori infection and non-steroidal antiinflammatory drugs in peptic-ulcer disease: a meta-analysis. Lancet 2002;359:14–22. 11. Meurer LN, Bower DJ, American Family Phisician. Medical College of Wisconsin, Milwaukee, Wisconsin2002 [cited 2011 Nov 20] Apr 1;65(7):1327-1337. 12. Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP, Lance LL. Drug information handbook.20th ed. New York: Levi-Comp; 2011-2012. 13. Lullmann H, Ziegler A, Mohr K, Bieger D., 2000, Color atlas of pharmacology. New York:Thieme. 14. Gisbert, J.P. and Pajares, J.M. Systematic review and meta-analysis: is 1-week proton pump
inhibitor-based triple therapy sufficient to heal peptic ulcer?Alimentary Pharmacology & Therapeutics. 2005;21(7):795-804.;
15. Leontiadis GI, Srredharan A, Dorward S, Barton P, Delaney B, Howden CW, et al.Systematic
reviews of the clinical effectiveness and cost-effectiveness of proton pump inhibitors in acute upper gastrointestinal bleeding: [abstract]. 2007 Dec; 11(51):iii-iv,1-164. 16. Anand BS. Peptic Ulcer Disease Medication. M3dscape reference Drug, Disease & Procedures. 17. Rostom A. Therapeutics Review: misoprostol, double dose H2 receptor antagonists, and
proton pump inhibitors reduce GI ulcers in long term NSAID use. (2000) Cochrane Database Syst Rev 2000;(4):CD002296. 18. Joel G.H, Lee E.L, 2007. Goodman dan Gilman.Dasar Farmakologi Terapi. Vol.1. Penerbit buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 19. Sweetman SC., 2009, Martindale: London:Pharmaceutical Press.
the
complete
drug
reference.
36th
ed.
20. Tarigan, P., 2009. Tukak Gaster. Dalam: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B. , Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Ilmu Dalam Edisi V Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 21. Aziz, N, 2002, Peran Antagonis Reseptor H2 dalam Pengobatan Ulkus Peptikum. J. Sari Pediatri, Vol .3(4) :222 22. BPPK, 2008, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Departemen Kesehatan RI: Jakarta. 23. Brashers, V. L., 2003, Aplikasi Klinis Patofisiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 24. Priya G., Parminder, N. Jaspreet. S, 2012, Oxidative Stress Induced Ulcer Protected by Natural Antioxidants : Review, M.M College of Pharmacy, Maharishi, Markandeshwar University, India, International Journal Of Pharmacy: 76. 25. Akil, H.A.M, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV , Jakarta: FKUI. 26. Wilson, L.M, dan LIndseth, G.M, 2005, Pathophysiology : Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit, Volume 1 Edisi 6, Silvia A. dan Lorain Wilsoon diterjemahkan oleh Peter Anugerah, Jakarta : EGC.