BAB I PENDAHULUAN
Cacat kongenital dinding abdomen pada bayi memberi ancaman yang mematikan bagi neonatus sebagai akibat terpaparnya visera dan kemungkinan kontaminasi bakteri. Omfalokel merupakan defek pada dinding abdomen yang sering ditemui. Omfalokel terjadi bila terdapat kegagalan intestine kembali ke rongga abdomen dalam minggu ke-10 kehidupan janin dalam kandungan. Kegagalan ini mengakibatkan tingginya insiden malrotasi pada omfalokel.1 Sekitar 30% bayi dengan omfalokel juga memiliki kelainan kromosom utama. Dalam kasus ini, kelainan kromosom menyebabkan omfalokel dan juga menyebabkan kelainan pada banyak sistem tubuh dan organ. Bayi-bayi dengan kelainan tersebut jarang bertahan dan jika mereka bertahan hidup, mereka menderita cacat parah. Sekitar 50% dari semua bayi yang lahir dengan omfalokel memiliki cacat lahir pada organ lainnya, seperti jantung, ginjal, atau organ lain.2 Hampir 70% bayi dengan omfalokel juga memiliki cacat lahir lainnya, paling sering meliputi hati, tulang, usus, dan sistem kemih. Tiga puluh persen memiliki kelainan kromosom seperti trisomi 18. Omfalokel juga dapat merupakan bagian dari sindrom seperti Beckwith-Wiedemann atau Pentalogy of Cantrell.3 Omfalokel yang berisi hanya sebagian dari usus kecil terdapat dalam 1 dari setiap 5.000 bayi yang baru lahir. Omfalokel raksasa jarang terjadi, yakni sekitar 1 dari 10.000 kelahiran. Penyebab omfalokel masih belum diketahui, meskipun diyakini terjadi pada 3 sampai 4 minggu kehamilan.3
Pada refleksi kasus ini akan dibahas mengenai kejadian omfalokel pada bayi yang dirawat di RSUD Undata Palu.
1
BAB II KASUS
Identitas pasien Nama
: By. Ny. G
Tgl. Lahir
: 25 Maret 2018
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tanggal masuk : 25 Maret 2018
Keluhan utama : Usus yang dilapisi lapisan peritoneum berada diluar diding abdomen.
Riwayat Penyakit Sekarang
: Bayi perempuan, usia 5 jam dirujuk dari
Pustu Lasoani ke Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu, dengan keluahan usus yang dibungkus oleh lapisan peritonium berada diluar dinding perut yang keluar melalui daerah pusar (umbilical) dan lahir dengan usia kehamilan 32 minggu (premature). Riwayat lahir tanggal 25 Maret 2018 jam 04.15, dilahirkan secara normal oleh bidan dengan letak belakang kepala, ketuban jernih. Bayi lahir langsung menangis dengan berat lahir 1.800 gram dan panjang badan 46 cm.
Riwayat penyakti terdahulu
:Tidak ada.
Riwayat penyakit keluarga
: Di keluarga tidak ada yang menderita keluhan
serupa
Riwayat kehamilan dan persalinan
: Ibu
tidak
rutin
melakukan
pemeriksaan di bidan di pustu Laosani. Ibu tidak pernah sakit dan tidak mengonsumsi obat-obatan, namun ibu mengeluhkan ukuran perut yang besar dan terasa lebih berat ketika mengandung, sehingga terkadang terasa sesak (polihidramnion). Pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara, dilahirkan secara normal dengan usia kehamilan 32 minggu (premature) ditolong
2
oleh bidan. Bayi lahir dengan posisi letak belakang kepala, air ketuban jernih, lahir langsung menangis dengan berat lahir 1.800 gram, dan panjang badan lahir 46 cm.
Riawayat sosial-ekonomi : Menengah kebawah Anamnesis makanan : ASI : 0 hari – sekarang Riwayat imunisasi
: BCG 1, Polio1
Keadaan umum
: sakit sedang
Berat badan
: 1.800 gr
Panjang badan
: 46 cm
Lingkar Kepala
: 32 cm
Lingkar Dada
: 30 cm
Lingkar Perut
: Sulit diukur
LLA
: 11cm
Status gizi
: Z score < -3 gizi buruk
Apgar Score
: 8-9 : Tidak ada asfiksia
Skor Down
: 1, gangguan nafas ringan
Tanda Vital Kesadaran
: Compos mentis
Denyut jantung : 120 kali/menit Pernapasan
: 72 kali/menit
Suhu
: 35,0 0C
Pemeriksaan Sistemik Kulit
: sianosis (-), pucat (-), ikterus (-), turgor baik
Kepala
: bentuk : normocephal Mata : anemis -/-, ikterus -/Hidung : Rhinorrhea (-) Telinga : otorrhea (-) Mulut : biasa
3
Leher
: pembesaran getah bening (-), nyeri tekan kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Paru Inspeksi
: pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, ikterus (+)
Palpasi
: vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi
: sonor kanan dan kiri
Auskultasi
: bronkovesikuler kanan dan kiri, Ronki (-), wheezing (-)
Jantung Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi
: batas jantung normal
Auskultasi
: bunyi jantung I dan II murni, reguler, murmur (-)
Abdomen Inspeksi
: tampak defek pada dinding tengah abdomen dimana usus serta lapisan peritonium berada di luar dinding abdomen.
Auskultasi
: peristaltik usus kesan normal
Palpasi
: nyeri tekan (-),
Perkusi
: timpani
Genitalia
: normal
Ekstremitas
: akral hangat, edema (-)
Punggung
: normal
Otot
: Eutrofi
Refleks
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Ballard Scor : Maturitas neuromuscular : -
Sikap tubuh
-
:3
- kulit
:0
Persegi jendela : 4
- Lanugo
:2
Recoil lengan
- permukaan plantar : 2
:3
4
-
Sudut poplitea
:3
- Payudara
:1
-
Tanda selempang : 3
- Mata/telinga : 1
-
Tumit kekuping : 1
- Genitalia
:1
Total skor : 24 Estimasi umur kehamilan: 32-34 minggu.
Pemeriksaan Penunjang
:
Laboratorium
Pemeriksaa darah rutin Komponen darah
Interprestasi
WBC : 7,7 x 103
Normal
RBC : 4,93x 106
Normal
HGB : 18,5g/dL
Meningkat
HCT : 54,4 %
Meningkat
MCV : 110 %
Meningkat
MCH : 37,5 %
Meningkat
RDW-CV : 16,8%
Normal
RDW-SD : 66 fL
Meningkat
PLT : 402 x 103
Normal
Basofil : 4,4 %
Meningkat
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu Parameter tes
Interpretasi
GDS : 51
Normal
Resume Bayi perempuan, usia 0 hari dirujuk dari Pustu Lasoani ke Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu, dengan keluahan usus yang dibungkus oleh lapisan peritonium berada diluar dinding perut
yang keluar melalui daerah pusar
5
(umbilical) dan lahir dengan usia kehamilan 32 minggu (premature). Riwayat lahir tanggal 25 Maret 2018 jam 04.15, dilahirkan secara normal oleh bidan dengan letak belakang kepala, ketuban jernih. Bayi lahir langsung menangis dengan berat lahir 1.800 gram dan panjang badan 46 cm. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai apgar score 8, tampak usus terbuai keluar dari daerah umbilical. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HGB 18,5 g/dL, RBC 4,93x106/uL, HCT 54,4%, MCV 110fL, MCH 37,5pg, MCHC 34g/dL, RDW-CV 16,8%, RDW-SD 66fL, WBC 7,7x103/uL, Basofil 4,4%. Dan GDS 51 mg/dl.
Diagnosis kerja : Omfalokel + premature + gangguan napas ringan Terapi
:
IVFD Dextrosa 5% 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x100mg / IV
Inj. Dexametason 3x0,2mg / IV
Inj. Gentamicin 1x8mg / IV
O2 0,5-1 liter / menit
Asi 2cc
Inkubator
Anjuran :
Observasi TTV per jam
6
Follow Up Tanggal
S
26/3/2
Tampak usus yang
KU : Sakit
Omfalokel
IVFD
018
dilapisi lapisan
sedang
+
5% 8tpm
peritoneum berada
Bayi aktif,
Bayi
diluar dinding
menangis (+),
premature
Dexametason
perut keluar dari
Tonus otot
+
3x0,4 mg/ IV
daerah umbilical,
baik
+gangguan
Inj.
napas
100mg 2x1 / IV
ringan
Inj.
O
makan minum
A
P Dextrose
lahir Inj.
Cefotaxime
baik, muntah (-),
TTV :
Gentamicin
demam (-), batuk
N : 117 x/mnt
1x8mg/IV
(-), merintih (-),
R : 64 x/mnt
ASI 2cc
sesak (-), kejang (-
S : 37,1oC
), BAB (+) BAK
BB : 1,8kg
Anjuran
(+) seperti biasa
:
Konsul Bedah
27/3/2
Tampak usus yang
KU : Sakit
Omfalokel
IVFD
018
dilapisi lapisan
sedang
+
5% 8tpm
peritoneum berada
Bayi aktif,
Bayi
diluar dinding
menangis (+),
prematur
perut keluar dari
Tonus otot
3x0,4 mg/ IV
daerah umbilical,
baik
Inj.
makan minum
Dextrose
lahir Inj. Dexametason
Cefotaxime
100mg 2x1 / IV
baik, muntah (-),
N : 120x/mnt
Inj.
Gentamicin
demam (-), batuk
S : 36,5oC
1x8mg/IV
(-), merintih (-),
R : 52 x/mnt
ASI 6x4cc
sesak (-), kejang (-
BB : 1,8kg
), BAB (+) BAK (+) seperti biasa
7
29/3/2
Tampak usus yang
KU : Sakit
Omfalokel
IVFD
018
dilapisi lapisan
sedang
+
5% 8tpm
peritoneum berada
Bayi aktif,
Bayi
diluar dinding
menangis (+),
premature
perut keluar dari
Tonus otot
+ gangguan 3x0,4 mg/ IV
daerah umbilical,
baik
napas
Inj.
ringan
100mg 2x1 / IV
makan minum
Dextrose
lahir Inj. Dexametason
Cefotaxime
baik, muntah (-),
TTV:
Inj.
Gentamicin
demam (-), batuk
N : 106x/mnt
1x8mg/IV
(-), merintih (-),
R : 40 x/mnt
ASI 12x10cc
sesak (-), kejang (-
S : 36,4oC
), BAB (+) BAK
BB : 1,8kg
(+) seperti biasa 30/3/2
Tampak usus yang
KU : Sakit
Omfalokel
IVFD
018
dilapisi lapisan
sedang
+
5% 8tpm
peritoneum berada
Bayi aktif,
Bayi
diluar dinding
menangis (+),
premature
perut keluar dari
Tonus otot
+ gangguan 3x0,4 mg/ IV
daerah umbilical,
baik
napas
Inj.
ringan
100mg 2x1 / IV
makan minum
Dextrose
lahir Inj. Dexametason
Cefotaxime
baik, muntah (-),
TTV:
Inj.
demam (-), batuk
N : 130x/mnt
1x8mg/IV
(-), merintih (-),
R : 54 x/mnt
ASI 12x10cc
sesak (-), kejang (-
S : 36,9oC
), BAB (+) BAK
BB : 1,8kg
(+) seperti biasa
Gentamicin
Konsul Bedah : Mohon
rawat
omfalokel, penilaian rencana
KU, operasi
saat usia 1 tahun.
8
31/3/2
Tampak usus yang
KU : Sakit
Omfalokel
IVFD Dextrose
018
dilapisi lapisan
sedang
+
5% 8tpm
peritoneum berada
Bayi aktif,
Bayi
diluar dinding
menangis (+),
prematur
perut keluar dari
Tonus otot
3x0,4 mg/ IV
daerah umbilical,
baik
Inj. Cefotaxime
lahir Inj.
makan minum
Dexametason
100mg 2x1 / IV
baik, muntah (-),
TTV:
Inj. Gentamicin
demam (-), batuk
N : 104x/mnt
1x8mg/IV
(-), merintih (-),
S : 36,5oC
ASI 12x20-25cc
sesak (-), kejang (-
R : 44 x/mnt
), BAB (+) BAK
BB : 1,6kg
(+) seperti biasa 2/4/20
Tampak usus yang
KU : Sakit
Omfalokel
Bayi Rawat
18
dilapisi lapisan
sedang
+
Jalan, Kontrol
peritoneum berada
Bayi aktif,
Bayi
diluar dinding
menangis (+),
premature
perut keluar dari
Tonus otot
Rawat
daerah umbilical,
baik
Omfalokel
makan minum
lahir Poli Anak Anjuran :
Terapi Pulang :
baik, muntah (-),
TTV :
Burazin Zalf 1x1
demam (-), batuk
N : 140x/mnt
tipis (pagi)
(-), merintih (-),
S : 37,4oC
Nystatin 1 kolf
sesak (-), kejang (-
R : 50 x/mnt
3x0,3 cc
), BAB (+) BAK
BB : 1,6kg
(+) seperti biasa
9
BAB III DISKUSI
A. DEFINISI Omfalokel (disebut juga Exomfalos) merupakan defek dinding abdomen pada garis tengah dengan berbagai derajat ukuran, disertai hernia visera yang ditutupi oleh membran yang di terdiri atas peritoneum di lapisan dalam dan amnion dilapisan luar serta Wharton’s Jelly di antara lapisan tersebut. Pembuluh darah berada di dalam membran, bukan pada dinding tubuh. Isi dari hernia antara lain berbagai jenis dan dan jumlah usus, sering sebagian dari hati dan kadangkadang organ lainnya. Sedangkan tali pusat terdapat pada puncak kantong ini. Defek ini mungkin terletak di pusat atas, tengah atau bawah abdomen dan ukuran serta lokasi memiliki implikasi yang penting dalam penanganannya.1 Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya di lapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit.1 Pada kasus yang ditemukan pada bayi Ny. G, pasien juga memiliki gejala yang sesuai dengan definisi dari omfalokel, yakni pada pasien tampak adanya defek dinding abdomen sehingga usus dan beberapa organ dalam abdomen keluar dari umbilical dan terbungkus oleh membran yang di terdiri atas peritoneum di lapisan dalam dan amnion dilapisan luar serta Wharton’s Jelly di antara lapisan tersebut. Tampak pula pembuluh darah bayi terdapat didalam membran.
B. EMBRIOLOGI & PATOFISIOLOGI Omfalokel terjadi pada masa awal gestasi. Hal ini berkaitan erat dengan proses pembentukan dari saluran cerna yang terjadi pada minggu ketiga perkembangan embrio. Saluran cerna adalah sistem organ utama yang berasal dari lapisan germinativum endoderm, lapisan ini melapisi permukaan ventral mudigah dan membentuk atap yolk sac.6
Pada minggu ini juga terbentuk lipatan embrio
secara sefalokaudal dan lateral yang berperan dalam pembentukan dinding abdomen. Akibat pelipatan ini, sebagian dari rongga yolk sac yang dilapisi endoderm masuk ke dalam tubuh mudigah membentuk primitive gut (usus
10
primitif). Di bagian sefalik mudigah membentuk foregut (usus depan), di bagian kaudal membentuk hindgut (usus belakang), di bagian antara usus depan dan usus belakang adalah midgut (usus tengah) yang untuk sementara tetap berhubungan dengan yolk sac.6
Gambar 1. Pembentukan lipatan embrio secara sefalokaudal. (A) Rongga yang dilapisi endoderm masuk membentuk primitive gut. (B) Foregut dan Hindgut. (D) Midgut yang tetap berhubungan dengan yolk sac. 6
Usus primitif dan turunannya akan berkembang menjadi bagian-bagian tersendiri. Foregut akan berkembang membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esophagus, gaster, duodenum, hepar, kandung empedu dan pancreas. Midgut akan berkembang membentuk usus halus, caecum, appendix, colon ascenden dan sebagian colon transversum. Hindgut akan berkembang membentuk sisa dari colon transversum, colon descenden, colon sigmoid, rectum, lubang anal, kandung kemih dan uretra.6 Pada awal minggu keenam perkembangan embrio, akan terjadi pemanjangan cepat dari usus tengah dan mesenteriumnya membentuk Ushapedloop (lengkung Usus primer).12
Gambar 2. Lengkung usus primer (U-shaped loop).6
Perkembangan lengkung usus primer ditandai dengan pemanjangan yang pesat terutama pada bagian sefalik. Akibat pertumbuhan yang pesat, rongga abdomen
11
untuk sementara tidak mampu menampung semua lengkung usus sehingga lengkung tersebut masuk ke rongga ekstra embrional di tali pusat selama minggu keenam (herniasi umbilikalis fisiologis). Pada minggu kesepuluh, lengkung usus yang mengalami herniasi mulai kembali ke rongga abdomen.6 Usus halus adalah bagian pertama yang masuk kembali ke dalam rongga abdomen diikuti oleh usus besar. Setelah lengkung usus kembali, masing-masing akan berkembang, memanjang, menyatu dengan dinding abdomen dan menempati tempat sesuai posisinya di rongga abdomen. Dinding abdomen akan menutup, rongga yang terbentuk sebelumnya akan konstriksi dan terbentuk tali pusat.12 Omfalokel adalah herniasi organ visera abdomen melalui cincin umbilicus yang melebar. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan proses terjadinya omfalokel. Pertama, omfalokel terbentuk dari kegagalan atau tertahannya pembentukan pelipatan dinding abdomen secara parsial atau komplit. Kedua, beberapa teori menyebutkan bahwa omfalokel terjadi karena terdapatnya atau terbentuknya rongga di tali pusat secara persisten. Ketiga, menyebutkan bahwa omfalokel terjadi karena kegagalan organ visera untuk kembali ke rongga abdomen setelah herniasi fisiologis selama minggu keenam sampai minggu kesepuluh.12 Kebanyakan omfalokel berlokasi pada bagian tengah dinding abdomen dimana defek terjadi pada pelipatan lateral. Beberapa terbentuk di daerah epigastric ( di atas umbilikus) atau hipogastric ( di bawah umbilikus). Omfalokel epigastrial terbentuk akibat defek dari pelipatan sefalik sehingga memiliki kemungkinan untuk berhubungan dengan kelainan pelipatan kranial tambahan seperti hernia diafragma, celah sternal, defek perikardial dan defek kardiak yang apabila kelainan tersebut terjadi bersamaan, disebut sebagai Pentalogy of Cantrell. Omfalokel hipogastrical terbentuk akibat defek dari pelipatan kaudal dimana kelainan lain yang menyertai dapat berupa extrophy bladder, atresia ani, anomaly vertebra sacralis ataupun meningomyelocele.12
12
Gambar 3. Omfalokel. (A) Defek pada bagian tengah dinding abdomen. (B) Pentalogy of Cantrell. (C) Extrophy bladder7,14
C. ETIOLOGI Penyebab pasti terjadinya omfalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omfalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion. Walaupun omfalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter, namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital yang lain Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omfalokel diantaranya:8 a.
Syndrome of upper midline development atau thorako abdominal syndrome (pentalogyof Cantrell) berupa upper midline omphalocele,\ anterior diaphragmatic hernia, sternal cleft,cardiac anomaly berupaektopic cordis dan vsd
b.
Syndrome
of
lower
midline
development
berupa
bladder
(hipogastricomphalocele) atau cloacal extrophy, inferforate anus, colonic atresia,vesicointestinal
fistula,
meningomyeloceledan
sindrom-sindrom
sacrovertebralanomaly yang
lain
seperti
dan Beckwith-
Wiedemann syndrome,Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan sindromsindrom kelainankromosom seperti yang telah disebutkan.
13
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu: 1) Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai. 2) Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik. 3) Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.
Pada kasus yang ditemukan pada bayi Ny.G, memenuhi salah satu faktor resiko terjadinya omfalokel, yakni ibu bayi memiliki riwayat polihidramnion ketikak hamil. Polihidramnion yang dialami ibu bayi ditandai dengan adanya informasi yang diperoleh dari ibu, bahwa ketika hamil memiliki ukuran perut yang lebih besar dan lebih berat dari biasanya, dan adanya keluhan sering merasa sesak ketika hamil. Polihidramnion yang dialami oleh ibu mengakibatkan terjadinya distensi uterus mengakibatkan tubuh akan memproduksi prostaglandin PGE2 yang berdampak pada dilatasi cervix yang memicu terjadinya prematuritas. Selain itu, tingginya kandungan cairan amnion dapat mengaktifkan thrombin yang berdampak pada pelepasan oxytocin reseptor, terjadinya pelepasan Ca dan menyebabkan terjadinya kontraksi pada uterus mengakibatkan terjadi persalinan prematur. Bayi Ny. G pada kasus ini mengalami persalinan premature dengan usia 32 mnggu. Hal ini berkaitan dengan adanya omfalokel yang terjadi pada bayi, yakni secara embriologi, terjadinya lengkung usus yang mengalami herniasi di mulai pada minggu ke 6 dan mulai kembali ke rongga abdomen pada minggu ke
14
10 . Usus halus adalah bagian pertama yang masuk kembali ke dalam rongga abdomen diikuti oleh usus besar. Setelah lengkung usus kembali, masing-masing akan berkembang, memanjang, menyatu dengan dinding abdomen dan menempati tempat sesuai posisinya di rongga abdomen. Pada bayi Ny. G belum melewati minggu ke 10 sehingga lengkung usus belum kembali memasuki rongga abdomen yang mengakibatkan terjadinya omfalokel pada bayi.
Gambar 4. Patofisiologi Prematuritas
D. DIAGNOSIS Diagnosis omfalokel memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara umum dikenal
15
sebagai hernia umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Omfalokel raksasa (giant omphalocele) mempunyai suatu kantong yang menempati hampir seluruh dinding abdomen, berisi hampir semua organ intra abdomen dan berhubungan dengan tidak berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi pulmoner. Diagnosis omfalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal.
a. Diagnosis Prenatal Defek dinding abdomen sering terdiagnosis selama pemeriksaan prenatal dengan ultrasonografi (USG), yang merupakan suatu skreening rutin atupun kerena adanya indikasi obsetrik seperti evaluasi peningkatan serum alfa fetoprotein (AFP) maternal.1 AFP analog dengan fetal albumin dan serum AFP maternal merefleksikan nilai AFP cairan amnion. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi abnormalitas kromosomal fetus dan defek tabung neural, tetapi AFP juga biasanya meningkat pada defek dinding abdomen. Pada omfalokel, AFP biasanya meningkat rata-rata 4 kali dari nilai normal.1 USG fetus sering dapat mengindikasikan adanya omfalokel pada trimester kedua atau awal trimester ketiga. Kebanyakan omfalokel sekarang dapat didiagnosis sebelum kelahiran. Hal ini sangat membantu dalam mempersiapkan perawatan bagi neonatal.9 Pemeriksaan USG abdomen pada diagnosis omfalokel ditunjukkan dengan adanya kantong hernia dan letak korda umbilikalis pada apeks dari kantong hernia. Adanya gambaran kantong tersebut mengkonfirmasi diagnosis omfalokel..9
Gambar 5. Gambaran omfalokel pada USG kehamilan 15 minggu
16
Organ visera yang terdapat pada kantong hernia dapat berupa usus, hati, dan lambung. Ukuran defek dinding abdomen dapat bervariasi dari sederhana yang hanya mengandung usus sampai defek besar (giant omphalocele) yang mengandung organ hati. Ukuran defek berkorelasi dengan tindakan reduksi dan perbaikan pada operasi. Pada kehamilan dengan omfalokel yang terdeteksi awal dengan USG, diperlukan pemeriksaan lanjutan khususnya pada usia 20-24 minggu dengan CT-Scan untuk mendeteksi anomali kongenital lain.9
b.Diagnosis Postnatal Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omfalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organorgan abdomen baik solid maupaun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat dan tidak mengandung vasa atau nervus.7 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium, darah, dan radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa foto thoraks untuk melihat ada tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk melihat ada tidaknya kelainan jantung.7 Pada kasus, bayi Ny. G didiagnosa secara postnatal yakni dengan melakukan inspeksi pada bayi. Pada bayi tampak usus yang dilapisi lapisan peritoneum berada diluar dinding abdomen yang keluar dari umbilical, Diagnosa juga diperkuat dengan hasil anamnesis pada ibu yang mengarah ke polihidramnion sebagai salahsatu faktor resiko kejadian omfalokel.
17
E. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding dari omfalokel adalah hernia umbilical dan gastrokisis. Pada kasus bayi Ny. G, didiahnosa sebagai omfalokel karena memenuhi gejalagejala pada omfalokel yang meliputi ukuran defek >4 cm, lokasi defek tepat pada cincin umbilical, terdapat kantong yang berisi usus dan organ dalam abdomen dan letak tali pusat yang berada pada puncak kantong.
18
F. PENATALAKSANAAN 1.Penatalaksanaan Prenatal Apabila terdiagnosa omfalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko terhadap ibu, dan prognosis. Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan observasi melalui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan omfalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga mempengaruhi prognosis.2 Janin dengan defek dinding abdomen merupakan kehamilan resiko tinggi pada banyak tingkatan. Untuk kasus omfalokel, terdapat peningkatan resiko retardasi pertumbuhan intrauterin/Intrauterine growth retardation (IUGR), kematian janin dan kelahiran prematur, sehingga pengkajian obstetrik dengan serial USG dan tes lainnya menjadi indikasi.1 Komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek dinding abdomen kongenital dapat berupa distosia dengan kesulitan persalinan dan kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, sampai saat ini persalinan melalui sectio caesar belum ditentukan sebagai metode terpilih pada janin dengan defek dinding abdomen. Beberapa ahli menganjurkan pengakhiran kehamilan jika terdiagnosa omfalokel yang besar atau janin memiliki kelainan kongenital multipel.1
2. Penatalaksanaan Postnatal Manajemen awal bayi yang baru lahir dengan defek dinding abdomen diawali dengan resusitasi ABC dan setelah dinilai dan distabilisasi, perhatian diarahkan ke defek dinding abdomennya. Masalah yang penting yaitu kehilangan panas, sehingga perawatan harus dilakukan seperti menjaga suhu lingkungan hangat selagi melakukan proteksi terhadap visera yang terpapar. Kelahiran prematur umumnya berhubungan dengan kondisi tersebut di atas. Menilai dan menjaga nilai glukosa serum merupakan bagian dari resusitasi tetapi khususnya
19
penting pada bayi dengan defek dinding abdomen karena hubungannya dengan prematuritas, IUGR dan pada omfalokel serta kemungkinan terjadinya sindrom Beckwith-Wiedeman. Prematuritas berhubungan dengan hipoplasia paru atau defek jantung signifikan yangterlihat pada omfalokel mungkin memerlukan intubasi awal dan ventilasi mekanik. Dekompresi lambung penting untuk mencegah distensi traktus gastrointestinal dan kemungkinan aspirasi. Akses vaskular diperoleh untuk memberikan cairan intravena dan antibiotilk spektrum luas untuk profilaksis. Kateter urin berguna untuk memonitor keluaran urin secara ketat dan sebagai panduan resusitasi. Arteri dan vena umbilicus mungkin dilakukan kanulasi jika diperlukan selama resusitasi, namun pada omfalokel penempatan mungkin sulit karena insersi abnormal pembuluh darah. Bahkan jika kanulasi berhasil, mungkin perlu dilepaskan selama pembetulan defek.1 Setelah resusitasi berhasil dilakukan, defek dinding abdomen dapat dinilai dan diobati. Defek diinspeksi agar menjamin membran yang menutupinya tetap intak dan kain basah yang tidak menempel diletakkan dan distabilisasi untuk mencegah trauma terhadap kantong.1 Penatalaksaan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah:2 a.
Tempatkan bayi pada ruangan yang aseptik dan hangat untuk mencegah kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
b.
Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi menagis dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk memperlancar drainase.
c.
Lakukan
penilaian
ada/tidaknya
distress
respirasi
yang
mungkin
membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal. d.
Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah
20
aspirasi,mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus. e.
Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan mengurangi tekanan intra abdomen.
f.
Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karena gangguan sistem usus, dan untuk pemberian antibitika broad spectrum.
g.
Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan elektrolit. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau povidone-iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengan suatu oklusif plastic dressing wrap atau plastic bowel bag. Tindakan harus dilakukan ekstra hati hati diamana cara tersebut dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta mencegah angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.
h.
Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan.
i.
Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan rongent thoraks dan ekhokardiogram.
3. Penatalaksanaan Konservatif Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayibayi prematur yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant omphalocele bisa terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen berkembang sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair)
21
secara primer dan dapat membahayakan bayi. Beberapa obat yang biasa digunakan
untuk
merangsang
epitelisasi
adalah
0,25
%
merbromin
(mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidoneiodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan - lahan akan merangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantong dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dan mengurangi isi kantong.7 Indikasi terapi non bedah adalah:2 a.
Bayi dengan omfalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan penyerta yang mengancam jiwa dimana penanganannya harus didahulukan daripada omfalokelnya.
b.
Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan pembedahan.
c.
Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan hidup.
4. Penatalaksanaan Operatif Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru). Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal dan menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intraabomen, aproksimasi dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi usus. Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan secara primer atau langsung) dan staged closure (penutupan secara bertahap). Standar operasi baik pada primary ataupun staged closure yang banyak dilakukan pada sebagiaan besar pusat adalah dengan membuka dan mengeksisi kantong. Organ-organ intra abdomen kemudian dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi dikoreksi.10
22
a.Primary Closure Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil dan medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ intra abdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omfalokel dengan diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi dengan obat-obatan blok neuromuskuler. b.Staged closure Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intra abdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut ternyata memakan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap pecahnya kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. c.Teknik skin flap Pada
prosedur
ini,
dibuat
skin
flap
melalui
cara
undermining/mendeseksi/membebaskan secara tajam kulit dan jaringan subkutan terhadap fascia anterior muskulus rektus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus eksternus disebelah lateralnya sampai batas linea aksilaris anterior atau media. Kantong atau selaput dibiarkan tetap utuh. Skin flap kemudian ditarik dan dipertemukan pada garis tengah untuk menutupi defek yang kemudian cara tersebut menimbulkan hernia ventralis. Hernia ventralis timbul karena kulit terus berkembang sedangkan otot-otot dinding abdomen tidak. Biasanya 6-12 minggu kemudian dapat dilakukan repair terhadap hernia ventralis. Cara tersebut juga dapat menimbulkan skar pada garis tengah yang panjang sehingga menimbulkan bentuk umbilikus yang relatif jauh dari normal. d. Teknik silo Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang sangat besar sehingga tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo merupakan suatu suspensi prostetik yang dapat menjaga organ-organ intra abdomen tetap hangat dan menjaga dari trauma mekanik terutama saat organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga abdomen.
23
Pada kasus bayi Ny. G, penatalaksanaan yang dilakukan adalah penatalaksanaan post natal dan penatalaksanaan operasi. Perawatan post natal yang dilakukan pada bayi Ny. G adalah stabilisasi jalan napas, perawatan defek, bayi dijaga kehangatan dengan diletakkan dalam infant warmer,melakukan pemeriksaan GDS, darah rutin, melakukan rujukan ke bagian bedah dengan rencana operasi ketika bayi berusia 1 tahun, memberikan ASI melalui pipa naso gastrik, memberikan antibiotic dengan spectrum luas untuk mengatasi infeksi yeng terjadi.
G. PROGNOSIS Prognosis bayi dengan omfalokel lebih sulit untuk digeneralisasikan, tetapi kebanyakan mortalitas dan morbiditas berhubungan dengan anomaly daripada defek dinding abdomen itu sendiri.1Survival rate pada bayi omfalokel dipengaruhi oleh beberapa hal dibawah ini2 1. Prematuritas Neonatus yang lahir pada usia gestasi <36 minggu memiliki survival rate yang rendah, 57%. Survival rate akan meningkat dengan peningkatan usia gestasi >36 minggu mencapai 87% 2. Ukuran omfalokel Pada omfalokel yang mengandung organ hati, umumnya merupakan suatu giant omphalocele. Kebanyakan akan mengalami gangguan pada perkembangan paru, bayi ini akan mengalami kesulitan bernapas. Bayi ini memiliki survival rate 50%. 3. Adanya anomali pada organ lain Neonatus dengan defek tambahan memiliki survival rate yang rendah. Dapat dilihat pada tabel berikut: Defek
Insiden
Survival rate
Jantung
34%
63%
Malformasi anus
15%
69%
Anomali kromosom
30%
1%
24
Pada kasus bayi Ny. G memiliki prognosis survival rate yang rendah yakni 57%, karena memiliki riwayat lahir premature, tanpa adanya anomaly pada organ tubuh lainnya.
25
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ledbetter DJ. 2013. Gastroschisis and Omphalocele. Surg Clin N Am;86:249–260.
2.
Minnesota. 2011. Question and Aswer about Omphalocele. Neonatal Facts. Minnesota Neonatal Physician.
3.
Carmen & John Thain. 2014. Understanding Omphalochele. Center forPrenatal Pediatrics. New York: Columbia University Medical Center.
4.
Reksoprodjo S. 2012. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Staf Pengajar Bagian Ilmu
Bedah
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
Jakarta:
BinarupaAksara. 5.
Lagay ERC, Kelleher CM, Langer JC. 2011. Neonatal Abdominal WallDefects. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine; 16:164-172.
6.
Glasser JG. 2010. Pediatric Omphalocele and Gastroschisis. Medscpape Reference.
Tersedia
di
http://emedicine.medscape.com/article/975583overview.Dikunjungitanggal 11 Maret 2018. 7.
Boykin
K.
2012.
Gastroschisis
vs
Omphalocele.
Tersedia
dihttp://www.sh.lsuhsc.edu/Pediatrics/documents/Gastroschisis%20vs%20O mphalocele.pdf. Dikunjungi tanggal 11 Maret 2018. 8.
Blazer
S,
Zimmer
EZ,
Gover
A,
Bronshtein
M.
2012.
Fetal
OmphaloceleDetected Early in Pregnancy: Associated Anomalies and Outcomes.RSNA;232:191-195. 9.
Ragarwal.
2012.
Prenatal
Diagnosis of Anterior
Abdominal Wall
Defect:Pictorial Essay.Ind J Radiol Imag;15:3:361-372. 10. Eijk
FCV.
2013.
(Giant)Omphalocele.
Strategies Erasmus
and
Trends
in
Universiteit
The
Treatment
Rotterdam.
of
Optima
GrafischeCommunicatie, Rotterdam, The Netherlands.
26