Referat Psoriasis.docx

  • Uploaded by: Alvina Cahya Sumarta
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Psoriasis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,271
  • Pages: 23
BAB I PENDAHULUAN

Psoriasis sebelumnya dianggap sebagai penyakit kulit yang tidak istimewa, pada tahun1841 didefinisikan Ferdinand von Hebra sebagai suatu penyakit kulit yang mempunyai kekhususan sendiri. Bahkan saat ini psoriasis dikenal sebagai penyakit sistemik berdasarkan patogenesis autoimonologik dan genetik yang bermanifestasi pada kulit, sendi serta terkait sindrom metabolik. Perkembangan pengetahuan tersebut mengarahkan pengobatan psoriasis bersifat sistemik. Penyakit ini tidak fatal namun berdampak negatif terhadap kehidupan di masyarakat, misalnya pertimbangan pekerjaan dan hubungan sosial, karena penampilan kulitnya yang tidak menarik. Psoriasis tidak menduduki kelas penyakit terbanyak dimanapun di dunia, namun angka kesakitannya dapat diperkirakan tinggi disebabkan pola kesembuhan dan kekambuhan yang beragam. Morbiditas merupakan masalah yang sangat penting bagi pasien psoriasis. Berbagai faktor psikologis dan sosial sering dijumpai pasien, antara lain: malu karena kulit yang mengelupas dan pecah-pecah, tidak nyaman karena gatal atau harga obat yang mahal dengan berbagai efek samping. Berbagai alasan tersebut menyebabkan menurunnya kualitas hidup seseorang bahkan depresi berlebihan sampai keinginan bunuh diri. Pengobatan psoriasis bertujuan menghambat proses peradangan dan proliferasi epidermis, karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik maka diperlukan pula penanganan kegemukan, diabetes melitus, gangguan pola lipid dan hipertensi. Beragam jenis pengobatan tersedia saat ini mulai dari topikal, sistemik sampai dengan terapi spesifik bersasaran alur patogenesis psoriasis atau yang dikenal dengan agen biologik. Penanganan holistik harus diterapkan dalam penatalaksanaan psoriasis meliputi gangguan kulit, internal dan psikologis.1

1

BAB II PEMBAHASAN

Definisi Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Patogenesis psoriasis digambarkan dengan gangguan biokimiawi, dan imonologik yang menerbitkan berbagai mediator perusak mekanisme fisiologis kulit dan mempengaruhi gambaran klinis. Umumnya lesi berupa plak eritematosa berskuama berlapis berwarna putih keperakan dengan batas yang tegas. Letaknya dapat terlokalisir, misalnya pada siku, lutut, atau kulit kepala (scalp) atau menyerang hampir 100% luas tubuhnya.1

Epidemiologi Psoriasis menyebar di seluruh dunia tetapi prevalensi usia psoriasis bervariasi di setiap wilayah. Prevalensi anak-anak berkisar dari 0% di Taiwan sampai dengan 2,1% di Itali. Sedangkan pada dewasa di Amerika Serikat 0,98% sampai dengan 8% ditemukan di Norwegia. Di Indonesia pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh RS besar dengan angka prevalensi pada tahun 1996, 1997, dan 1998 berturut-turut 0,62%; 0,59% dan 0,92%. Psoriasis terus mengalami peningkatan jumlah kunjungan ke layanan kesehatan di banyak daerah di Indonesia. Remisi dialami oleh 17-55% kasus, dengan beragam tenggang waktu.2

Etiopatogenesis Untuk beberapa dekade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik tambahan berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan pada plak psoriatik dan data laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel pada epidermis. Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan terdapat maturasi inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Replikasi yang cepat dari sel germinatif sangat mudah dikenali, dan terdapat pengurangan waktu untuk transit sel melalui sel epidermis yang tebal. Abnormalitas pada vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator inflamasi, 2

yaitu limfosit, polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag, terakumulasi di antara dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis baik stadium insial maupun stadium lanjut penyakit.3 Faktor genetik berperan pada psoriasis. Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis, risiko psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orangtuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini (kurang dari umur 40 tahun) bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat (umur lebih dari 40 tahun) bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, HLA-DR7, HLA-BW57, dan HLA-CW6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLAB27 dan HLA-CW2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLAB27.2 Faktor imunologik juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan kulit normal lamanya 27 hari.2 Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, di antaranya stres psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang sembuh setelah diadakan tonsilektomia. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus. Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa pascapartus memburuk. Gangguan metabolisme, contohnya 3

hipokalsemia dan dialisis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah beta adrenergic blocking agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak kortikosteroid sistemik.2 Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini, yaitu:4 

Faktor herediter bersifat dominan otosomal.



Faktor-faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosi. Penelitian menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis yang mengalami stress, dan kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat.



Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru, dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.



Penyakit metabolik, seperti diabetes mellitus yang laten.



Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.



Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat.

Gejala Klinis Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral (Gambar 1).2

Gambar 1. Tempat predileksi dari psoriasis.4

Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi dengan skuama di atasnya. Eritema sirkumsrip dan merata tetapi pada stadium 4

penyembuhan, eritema yang berada di tengah sering menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh Streptococcus.2 Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul yang berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas (Gambar 2 sampai dengan Gambar 4). Lokasi plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, scalp, umbilikus, dan intergluteal.3

Gambar 2. Pasien psoriasis dengan kulit cerah, lesi primer adalah plak merah dengan sisik putih perak.3

Gambar 3. Plak kronis psoriasis, papul berwarna merah salmon berbatas tegas3

Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan plak berwarna keunguan dengan sisik abu-abu (Gambar 4). Pada 5

telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustul steril dan menebal pada waktu yang bersamaan (Gambar 5). Trauma eksternal, meliputi goresan dan garukkan pada kulit menyebabkan plak psoriatik yang lama, hal ini dikenal dengan Fenomen Kobner.3

Gambar 4. Pasien dengan kulit gelap, plak dan papul berwarna keunguan dan sisik berwarna abu-abu.3

Gambar 5. Plantar kaki pasien psoriasis, menebal dengan bermacam-macak sisik.3

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner (isomorfik). Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat dengan pinggir gelas alas. Pada uji Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya: skuama yang berlapis-lapis itu dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan 6

harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan psoriasis dan disebut fenomen kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.2 Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50% , yang khas disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tidak khas adalah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk di bawahnya (hiperkeratosis subungual), dan kuku yang terlepas dari dasarnya (onikolisis).2

Gambar 6. Psoriasis pada kuku.4

Di samping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula menyebabkan kelainan pada sendi. Psoriasis ini bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus. Psoriasis tidak selalu dijumpai pada pemeriksaan kulit, tetapi sering kali pasien datang pertama kali untuk keluhan sendi. Keluhan pasien yang sering dijumpai adalah artritis perifer, entesitis, tenosinovitis, nyeri tulang belakang dan atralgia non spesifik, dengan gejala kekakuan sendi pagi hari, nyeri sendi persisten, atau nyeri sendi fluktiatif bila psoriasis kambuh. Keluhan pada sendi kecil maupun besar, bila mengenai distal interfalangeal maka umumnya pasien juga mengalami psoriasis kuku.1 Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:2 Psoriasis Vulgaris Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris, dan biasanya disebut psoriasis plakat kronik. Lesi ini dimulai dengan makula eritematosa berukuran kurang dari satu sentimeter atau papul yang melebar kearah pinggir dan bergabung beberapa lesi menjadi satu, berdiameter satu sampai beberapa 7

sentimeter. Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat yang dikenal dengan Woronoff’s ring. Dengan proses pelebaran lesi yang berjalan bertahap maka bentuk lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva linier (psoriasis gutata), lesi mirip cincin (psoriasis anular), dan papul berskuama pada mulut folikel pilosebaseus (psoriasis folikularis). Psoriasis hiperkeratotik tebal berdiameter 2-5 cm disebut plak rupioid, sedangkan plak hiperkeratotik tebal berbentuk cembung menyerupai kulit tiram disebut plak ostraseus. Umumnya dijumpai di scalp, siku, lutut, punggung, lumbal dan retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa terbakar atau nyeri, terutama bila kulit kepala terserang. Uji Auspitz ternyata tidak spesifik untuk psoriasis, karena uji positif dapat dijumpai pada dermatitis seboroik atau dermatitits kronis lainnya.1

Gambar 7. Psoriasis vulgaris, lesi primer berbatas tegas, papul merah salon dengan sisik perak.4

Psoriasis Gutata Jenis ini khas pada dewasa muda, bila terjadi pada anak sering bersifat swasirna. Namun pada suatu penelitian epidemiologis 33% kasus dengan psoriasis gutata akut pada anak akan berkembang menjadi psoriasi plakat. Bentuk spesifik yang dijumpai adalah lesi papul eruptif berukuran 1-10 mm berwarna merah salmon, menyebar diskret secara sentripetal terutama di badan, dapat mengenai ekstremitas dan kepala. Infeksi Streptokokus beta hemolitikus dalam bentuk faringitis, laringitis, atau tonsilitis sering mengawali munculnya psoriasis gutata pada pasien dengan predisposisi genetik.1

Psoriasis Inversa Psoriasis Inversa ditandai dengan letak lesi didaerah intertriginosa, tampak lembab, dan eritematosa. Bentuk agak berbeda dengan psoriasis plakat karena nyaris tidak berskuama dan merah merona, mengkilap, berbatas tegas, sering kali mirip dengan ruam intertrigo, misalnya infeksi jamur. 8

Lesi dijumpai di daerah aksila, fosa antekubital, poplitea, lipat inguinal, inframamae, dan perineum.2

Gambar 8. Psoriasis inversa pada daerah siku.4

Psoriasis Eksudativa Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.2

Psoriasis Seboroik (Seboriasis) Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.2

Psoriasis Pustulosa Bentuk ini merupakan manifestasi psorasis tetapi dapat pula merupakan komplikasi lesi klasik dengan pencetus putus obat kortikosteroid sistemik, infeksi ataupun pengobatan topikal bersifat iritasi. Psoriasis pustulosa jenis Von Zumbusch terjadi bila pustul yang muncul sangat parah dan menyerang seluruh tubuh, sering diikuti dengan gejala konstitusi. Keadaan ini bersifat sistemik dan mengancam jiwa. Tampak kulit yang merah, nyeri, meradang dengan pustul milier tersebar diatasnya. Pustul terletak non folikuler, putih kekuningan, terasa nyeri, dengan dasar eritematosa. Pustul dapat bergabung membentuk lake of pustules, bila mengering dan krusta meninggalkan lapisan merah terang. Perempuan lebih sering mengalami psorasis pustulosa 9:1, dekade 4-5 kehidupan dan sebagian 9

besar perokok (95%). Pustul tersebut bersifat steril sehingga tidak tepat diobati dengan antibiotik. Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmoplantar menyerang daerah hipotenar dan tenar, sedangkan pada daerah plantar mengenai sisi dalam telapak kaki atau dengan sisi tumit. Perjalanan lesi kronis residif dimulai dengan vesikel bening, vesikopustul, pustul yang parah dan makulopapular kering coklat. Bentuk kronik disebut akrodermatitis kontinua supurativa dari Hallopeau, ditandai dengan pustul yang muncul pada ujung jari tangan dan kaki, bila mengering menjadi skuama yang meninggalkan lapisan merah kalau skuama dilepas. Destruksi lempeng kuku dan osteolisis phalangs distal sering terjadi. Bentuk psoriasis pustulosa palmoplantar mempunyai patogenesis berbeda dengan psoriasis dan dianggap lebih merupakan komorbiditas dibandingkan dengan bentuk psoriasis.1

Gambar 9. Psoriasis pustulosa palmar.4

Eritroderma Keadaan ini dapat muncul secara bertahap atau akut dalam perjalanan psoriasis plakat, dapat pula merupakan serangan pertama, bahkan pada anak. Lesi jenis ini harus dibedakan menjadi dua bentuk; psoriasis universalis yaitu lesi psoriasis plakat (vulgaris) yang luas hampir seluruh tubuh, tidak diikuti dengan gejala demam atau menggigil, dapat disebabkan kegagalan terapi psoriasis vulgaris. Bentuk kedua adalah bentuk yang lebih akut sebagai peristiwa mendadak vasodilatasi generalisata. Keadaan ini dapat dicetuskan antara lain oleh infeksi, tar, obat atau putus obat kortikosteroid sistemik. Kegawatdaruratan dapat terjadi disebabkan terganggunya sistem panas tubuh, payah jantung, kegagalan fungsi hati dan ginjal. Kulit pasien tampak eritema difus biasanya diserati dengan demam, menggigil dan malese. Bentuk psoriasis pustulosa generalisata dapat 10

kembali ke bentuk psoriasis eritroderma. Keduanya membutuhkan pengobatan segera menenangkan keadaan akut serta menurunkan peradangan sistemik, sehingga tidak mengancam jiwa.1

Histopatologik Pada pemeriksaan histopatologis psoriasis plakat yang matur dijumpai tanda spesifik berupa : penebalan (akantosis) dengan elongasi seragam dan penipisan epidermis diatas papila dermis. Masa sel epidermis meningkat 3-5 kali dan masih banyak dijumpai mitosis diatas lapisan basal. Ujung rete ridge berbentuk gada yang sering bertaut dengan rete ridge sekitarnya. Tampak hiperkeratosis dan parakeratosis dengan penipisan atau menghilangnya stratum granulosum. Pembuluh darah di papila dermis yang membengkak tampak memanjang, melebar dan berkelok-kelok. Pada lesi awal di dermis bagian atas tepat dibawah epidermis tampak pembuluh darah dermis yang jumlahnya lebih banyak daripada kulit normal. Infiltrat sel radang limfosit, makrofag, sel dendrit dan sel mast terdapat sekitar pembuluh darah. Pada psoriasis yang matang dijumpai limfosit tidak saja pada dermis tetapi juga epidermis. Gambaran spesifik psoriasis adalah bermigrasinya sel radang granulosit-neutrofilik berasal dari ujung subset kapiler dermal mencapai bagian atas epidermis yaitu lapisan parakeratosis stratum komeum yang disebut mikroabses Munro atau pada lapisan spinosum yang disebut spongioform pusutules of Kogoj.1 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang dermatopatologi, serologi dan kultur. Pada pemeriksaan dermatopatologi dapat ditemukan penebalan lapisan epidermis (akantosis), dan penipisan epidermis pada bagian pemanjangan papila dermal, peningkatan mitosis sel keratinosit, fibroblas dan endothelial, parakerotik hiperkeratosis, serta inflamasi sel dermis (limfosit dan monosit) dan epidermis (limfosit dan polimorfonuklear), membentuk mikroabses Munro pada stratum korneum.4 11

Pemeriksaan serologi dapat ditemukan titer antistreptolisin pada psoriasis gutata akut dengan infeksi streptokokus yang mendahuluinya. Asam urat serum meningkat pada 50% pasien, biasanya berkolerasi dengan penyebaran penyakit yang dapat menyebabkan artritis gout. Penurunan kadar asam urat menunjukkan efektivitas terapi. Pemeriksaan kultur diambil dari tenggorokan untuk mengetahui infeksi Streptococcus group A-β hemolitikus.4

Diagnosis Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis berupa papul dan plak eritematosa khas dengan skuama tebal berwarna perak pada tempat-tempat yang klasik. Pada kasus psoriasis gutata dapat ditemukan riwayat infeksi tenggorokan karena streptokokus; riwayat psoriasis pada keluarga juga membantu, khususnya bila lesi awal yang ditemukan. Cari lekukan kuku sebagai temuan tambahan. Kadang-kadang diperlukan biopsi untuk membedakan psoriasis dari penyakit papuloskuamosa lainnya. Ambil spesimen biopsi dari lesi yang belum diobati dan yang paling berkembang.5 Diagnosis Banding Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sukar membuat diagnosis. Kalau tidak khas, maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong dermatosis eritroskuamosa.2 Pada diagnosis banding hendaknya selalu diingat, bahwa psoriasis terdapat tanda-tanda yang khas, yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetesan lilin, dan fenomena Auspitz.2 Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan, bahwa eritema dapat terjadi hanya di pinggir hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya ialah keluhan pada dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.2 Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis. Penyakit tersebut sekarang jarang terdapat, perbedaannya pada sifilis terdapat sanggama tersangka, pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh, dan tes serologic untuk sifilis (T.S.S) positif.2 Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan kekuningan dan bertempat predileksi pada tempat yang seboroik.2

12

Psoriasis

gutata

akut

didiagnosis

banding

dengan

erupsi

obat

makulopapular, sifilis sekunder dan pityriasis rosea. Plak dengan sisik kecil didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, likenplanus kronis simpleks, tinea korporis, dan mikosis fungoides. Psoriasis dengan plak luas didiagnosis banding dengan tinea korporis dan mikosis fungoides. Psoriasis pada daerah skalp didiagnosis banding dengan tinea kapitis dan dermatitis seboroik. Psoriasis inverse didiagnosis banding dengan tinea, kandidiasis, intertrigo, penyakit Paget ekstramamme. Psoriasis pada kuku didiagnosis banding dengan onikomikosis.4

Pengobatan Jenis pengobatan psoriasis yang tersedia bekerja menekan gejala dan memperbaiki penyakit. Tujuan pengobatan adalah menurunkan keparahan penyakit sehingga pasien dapat beraktivitas dalam pekerjaan, kehidupan sosial sejahtera untuk tetap dalam kondisi kualitas hidup yang baik, tidak memperpendek masa hidupnya karena efek samping obat. Kebanyakan pasien tidak dapat lepas dari terapi untuk mempertahankan keadaan remisi. Prinsip pengobatan yang harus dipegang adalah :1 

Sebelum memilih pengobatan harus dipikirkan evaluasi dampak penyakit terhadap kualitas hidup pasien. Dikategorikan penatalaksanaan yang berhasil bila ada perbaikan penyakit, mengurangi ketidaknyamanan dan efek samping.



Mengajari pasien agar lebih kritis menilai pengobatan sehingga ia mendapat informasi sesuai dengan perkembangan penyakit terakhir. Diharapkan pasien tidak tergantung dokter, dapat mengerti dan mengenal obat dengan baik termasuk efek sampingnya. Menjelaskan bahwa pengobatan lebih berbahaya dari penyakitnya sendiri. Penetapan keparahan psoriasis penting dilakukan untuk menentukan

pengobatan, diperkirakan 40 cara dipakai untuk penilaian tersebut. Pengukuran keparahan psoriasis yang biasa dilakukan dilapangan antara lain : luas permukaan badan (LPB), psoriasis area severity indeks (PASI), dermatology life quality index (DLQI). Dinyatakan psoriasis dengan keparahan ringan bila BSA kurang dari 3% sedangkan bila BSA lebih dari 10% dinyatakan psoriasis berat. Selain pengobatan topikal yang diberikan secara runtun atau berpola rotasi dan sekuensial, tersedia pula pengobatan sistemik konvensional bahkan terapi biologik yang menawarkan 13

penanganan lebih mengarah ke sasaran patofisiologi psoriasis. Namun pemilihan pengobatan tidak semudah yang tersebut diatas karena ada faktor lain yang memengaruhi : lokasi lesi, umur, aktivitas, waktu dan kesehatan pasien secara umum juga menentukan terapi psoriasis mengikuti algoritma sebagai berikut :1 Apakah psoriasis ringan (3%)? Apakah pasien menjadi tak berdaya karena psoriasis?

Tidak (semua) Terapi topikal

Apakah psoriasis mempunyai akibat buruk yang bermakna atas kualitas hidupnya? Ya (satu diantaranya) Tidak (semua)

Apakah fototerapi kontraindikasi? Apakah lesi resisten terhadap fototerapi? Apakah ada psoriasis arthritis?

Fototerapi Terapi sistemik

Ya (satu diantaranya)

Terapi sistemik Pengobatan Topikal Sebagian besar pasien psoriasis mengalami kelainan kulit yang terbatas, misalnya di siku dan lutut. Untuk keadaan ini pengobatan topikal menjadi pilihan dengan atau tanpa penambahan terapi sistemik untuk artritis. Pengobatan topikal juga dapat ditambah pada pasien dengan fototerapi atau sistemik termasuk pengobatan biologik bila masih ada lesi tersisa. Selain untuk kelainan yang minimal pengobatan ini juga dipakai untuk mengontrol psoriasis yang kambuh.1

Topikal kortikosteroid Topikal kortikosteroid bekerja sebagai anti inflamasi, anti proliferasi dan vasokonstriktor masih tetap banyak dipakai dalam pengobatan psoriasis secara tunggal atau kombinasi. Terapi jenis ini masih diminati oleh banyak dokter maupun pasien karena efektif, relatif cepat, ditoleransi dengan baik, mudah digunakan, dan tidak terlal mahal dibanding terapi alternatif lainnya. Berdasarkan keparahan dan letak lesi, dapat digunakan berbagai kelas kekuatan kortikosteroid 14

topikal (menurut Stoughton-Cornell) yang merespons mekanisme vasokontriktor pembuluh darah kulit. Obat tersedia dalam vehikulum beragam, misalnya krim, salep, solusio, bahkan bedak, gel, spray, dan foam. Resistensi adalah gejala yang sering terlihat dalam pengobatan keadaan ini disebabkan oleh proses takifilaksis bila dalam 4-6 minggu lesi tidak membaik, pengobatan sebaiknya dihentikan diganti dengan terapi jenis lain, sedangkan kortikosteroid superpoten hanya diperbolehkan 2 minggu. Pemakaian secara oklusi hanya diperkenankan pada daerah telapak tangan dan kaki. Harus diingat psoriasis sensitif terhadap kortikosteroid, tetapi juga resisten terhadap obat yang sama, hal ini terjadi karena takifilaksis. Psoriasis di daerah siku, lutut, telapak tangan tampaknya berespons lambat dengan kortikosteroid, sebaliknya lesi pada daerah fleksural atau daerah dengan kulit relatif tipis, misalnya kelopak mata dan genital, berefek baik terhadap kortikosteroid. Efek samping yang mengancam cukup banyak, seperti penipisan kulit, atrofi, striae, telangiekrasis, erupsi akneiformis, rosasea, dermatitis kontak, perioral dermatitis, absorbsi sistemik yang dapat menimbulkan supresi aksis hipothalamus pituitari.1 Kalsipotriol/ Kalsipotrien Kalsipotriol adalah analog vitamin D yang mampu mengobati psoriasis ringan sampai sedang. Mekanisme kerja dari sediaan ini adalah antiproliferasi keratinosit, menghambat proliferasi sel, dan meningkatkan diferensiasi juga menghambat produksi sitokin yang berasal dari keratinosit maupun limfosit. Kalsipotriol merupakan pilihan utama atau kedua pengobatan topikal. Walaupun tidak seefektif kortikosteroid superpoten, namun obat ini tidak memiliki efek samping yang mengancam seperti kortikosteroid.

Dermatitis kontak iritan merupakan efek samping terbanyak yang dijumpai, pemakaian 100g seminggu dapat meningkatkan kadar kalsium darah. Kalsipotrien tersedia dalam bentuk krim, salap atau solusio yang dipakai dua kali sehari, sedangkan bentuk salap cukup dioles sekali sehari. Respons terapi terlihat lambat bahkan awalnya terlihat lesi menjadi merah. Penyembuhan baru tampak setelah pemakaian obat 53,5 hari (berkisar 14-78 hari). Reaksi iritasi berupa gatal dan rasa terbakar dapat mengawali keberhasilan terapi, tetapi adapula 15

yang tetap teriritasi dalam pemakaian ulangan. Lesi dapat menghilang sempurna, eritama dapat pula bertahan. Vitamin D lebih efektif dibandingkan dengan emolien ataupun tar untuk meredakan gejala psoriasis, namun setara dengan kortikosteroid poten. Kortikosteroid poten lebih efektif sedikit dibandingkan dengan vitamin D untuk pengobatan psoriasis kulit kepala. Obat topikal paling efektif adalah kortikosteroid superpoten yang mempunyai efek samping yang harus menjadi perhatian ketat. Vitamin D dan kortikosteroid poten mempunyai efektivitas terhadap psoriasis yang sangat baik bila dibandingkan dengan vitamin D tunggal atau kortikosteroid.1 Tazaroten Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.2 Preparat Ter Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari:2 

Fosil, misalnya iktiol.



Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.



Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens.

Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis, yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan iritasi juga besar.2 Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tersebut lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun kemungkinan timbulnya iritasi kecil. 16

Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan akan terjadi iritasi dan menjadi eritroderma.2 Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita karena berbau kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis detergens tidak demikian.2 Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 –5 %. Sebagai vehikulum harus digunakan salap.2 Ditranol (Antralin) Atralin disebut juga ditranol mempunyai efek antimitotik dan menghambat enzim proliferasi. Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta, salap, atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ –½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.2

Fototerapi Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan akan memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, di antaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.2

Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan salep likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan ialah pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and Severity Index). Hasil baik 17

dicapai pada 73,3% kasus terutama tipe plak.2 Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang sinergik. Mula-mula 10 –20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 –4 minggu, setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaan yang lama kemungkinan akan terjadi kanker kulit.2 Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter berasal dari batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan ialah crude coal tar yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4 –6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata bahwa UVB lebih efektif daripada UVA.2 Pengobatan Sistemik Sitostatik Obat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Indikasinya ialah untuk psoriasis, Psoriasis Pustulosa, Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar terkontrol dengan obat standar.2 Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek hambatan sintesis.6 Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberculosis, ulkus peptikum, colitis ulserosa, dan psikosis).2

Cara penggunaan metotreksat ialah demikian. Mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg per os untuk mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg, dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5 mg-5 mg per minggu. Biasanya dengan dosis 3 x 5 mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara lain ialah 18

diberikan i.m. 7,5 mg-2,5 mg dosis tunggal setiap minggu. Cara tersebut lebih banyak menimbulkan efek samping daripada cara pertama. Jika penyakitnya telah terkontrol dosis diturunkan dan masa interval diperpanjang kemudian dihentikan dan kembali ke terapi topikal.2 Setiap 2 minggu diperiksa Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, jumlah trombosit dan urin lengkap. Setiap ½ bulan diperiksa fungsi ginjal dan hati. Bila jumlah leukosit kurang dari 3500, metotreksat agar dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi hepar dilakukan setiap dosis total mencapai 1,5 g. kalau fungsi hepar abnormal, biopsi dikerjakan setiap dosis total mencapai 1 g.2 Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoietik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis ulserosa, dan psikosis. Efek samping metotreksat berupa nyeri kepala, alopesia, kerusakan kromosom, aktivasi tuberkulosis, nefrotoksik, juga terhadap saluran cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Sumsum tulang berakibat timbulnya leukopenia, trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis portal dan sirosis hepatik.2 Pada psoriasis arthritis, penggunaan obat ini harus digunakan secara dini untuk mencegah kerusakan tulang. Metotreksat satu kali dalam seminggu dapat digunakan sebagai lini pertama, infliximab atau etanercept juga memiliki efektivitas tinggi.4 Etretinat (tegison, tigason) Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.2 Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari.2 Efek sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar, 19

hiperostosis, dan teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat dihentikan.2 Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari.2 Siklosporin Siklosporin

berikatan

dengan

siklofilin

selanjutnya

menghambat

kalsineurin. Kalsineurin adalah enzim fosfatase dependent kalsium dan memegang peranan kunci dalam defosforilasi protein regulator di sitosol, yaitu NFATc (Nuclear Factor of Activated T Cell). Setelah mengalami defosforilasi, NFATc ini mengalami translokasi ke dalam nukleus untuk mengaktifkan gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2. Siklosporin juga mengurangi produksi IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi TGF-β yang merupakan penghambat kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya ekspresi 5TGF-β diduga memegang peranan penting pada efeknya imunosupresif. Dosisnya

1-4

ialah

mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan

hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.2 Agen biologik Obat ini bekerja dengan menghambat biomolekuler yang berperan dalam tahapan patogenesis psoriasis. Terdapat tiga tipe obat yang beredar di pasaran, yaitu recombinant human cytokine, fusi protein, dan monoklonal antibodi. Perkembangan agen biologik ini sangat pesat dan yang dikenal adalah alefacept, efalizumab, infiximab, dan ustekinumab. Pemakaian terbatas pada kasus yang berat atau yang tidak berhasil dengan pengobatan sistemik klasik. Efek samping yang harus diperhatikan adalah infeksi karena agen ini bersifat imunosupresif, reaksi infus dan pembentukan antibodi serta pemakaian jangka panjang masih harus evaluasi.1 Edukasi Pasien Edukasi pada pasien yang dapat diberikan antara lain :7 

Jelaskan bahwa tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan penyakit 20

bukan untuk menyembuhkan. 

Beritahu pasien tentang peran stress dalam menyababkan psoriasis. Bicarakan masalah gaya hidup (seperti olah raga, menghindari alkohol yang berlebihan) dan pengenalan stress.



Jelaskan bahwa penambahan secara bertahap dan berhati-hati paparan sinar matahari dapat membantu mengendalikan penyakit, tetapi tekankan untuk menghindari sengatan sinar matahari. Gunakan tabir surya pada daerah-daerah yang tidak terkena penyakit tetapi terpapar sinar matahari (misalnya wajah).



Ajari pasien untuk menghentikan obat-obat topikal bila daerah yang terkena telah sembuh dan alihkan ke obat berpotensi terendah yang masih dapat mengendalikan timbulnya lesi baru.

Prognosis Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi psoriasis bersifat kronis dan residif.2 Psoriasis gutata akut timbul cepat. Terkadang tipe ini menghilang secara spontan dalam beberapa minggu tanpa terapi. Seringkali, psoriasis tipe ini berkembang menjadi psoriasis plak kronis. Penyakit ini bersifat stabil, dan dapat remisi setelah beberapa bulan atau tahun, dan dapat saja rekurens sewaktu-waktu seumur hidup.4 Pada psoriasis tipe pustular, dapat bertahan beberapa tahun dan ditandai dengan remisi dan eksaserbasi yang tidak dapat dijelaskan. Psoriasis vulgaris juga dapat berkembang menjadi psoriasis tipe ini. Pasien denan psoriasis pustulosa generalisata sering dibawa ke dalam ruang gawat darurat dan harus dianggap sebagai bakteremia sebelum terbukti kultur darah menunjukkan negatif. Relaps dan remisi dapat terjadi dalam periode bertahun-tahun.4 BAB III KESIMPULAN

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan. Faktor predisposisi yang dapat 21

menimbulkan psoriasis adalah faktor herediter, faktor psikis, infeksi fokal, penyakit metabolik, gangguan pencernaan, dan faktor cuaca. Psoriasis dapat digolongkan berdasarkan bentuk kliniknya menjadi psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis inversa, psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik, psoriasis pustulosa, dan eritroderma psoriatik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang dermatopatologi, serologi dan kultur. Pemberian terapi dapat berupa topikal, oral, maupun fototerapi. Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun bersifat kronis dan residif. Menjaga kualitas hidup pasien dengan efek samping yang rendah menjadi seni pengobatan psoriasis yang akan terus berkembang.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Psoriasis. Dalam Jacoeb T. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta : FKUI; 2015.h. 213-21. 2. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta: FKUI; 2013.h.189-95. 3. Geng A., McBean J., Zeikus P.S., et al. Psoriasis. Dalam Kelly A.P., Taylor S.C., Editors. Dermatology for skin of color. New York: Mc Graw Hill; 2009. h.139-45. 4. Wolff K., Johnson R.A. Psoriasis. Dalam Wolff K., Johnson R.A. Fitzpatrick’s color atlas and synops ke enam. New York: Mc Graw Hill; 2009. h.53-71. 5. Siregar R.S. Psoriasis. Dalam Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. h.116-9. 6. Nafrialdi, Gan S. Antikanker. Dalam Gan S., Setiabudy R., Nafrialdi, Editors. Farmakologi dan terapi. Edisi kelima. Jakarta:Departemen Farmakologi

dan

Terapeutik

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia;2007.h.761-4. 7. Goldenstein B., Goldenstein A. Psoriasis. Dalam Goldenstein B., Goldenstein A., Melfiawaty., Pendit B.U., Editors. Dermatologi Praktis. Jakarta: Hipokrates; 2001. h.187.

23

Related Documents

Referat
May 2020 53
Referat Skizoid.docx
April 2020 17
Referat Carotid.docx
November 2019 20
Referat Faringitis.pptx
December 2019 28
Referat Cont.docx
December 2019 26
Referat Hnp.docx
June 2020 17

More Documents from "Nalda Nalda"