Referat
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID
Disusun Oleh: Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Psikiatri Periode 31 Desember 2018 – 4 Februari 2019 Catherine Ienawi Ezra Hans Soputra Azillah Syukria Novitri Rosyila M. Rifki Al Ikhsan Thalia Triatikah Erika Sandra Nor Hanifah Maulia Sari Khairunnisa Alia Salvira M Dimas Djiwandono Daryanto
04054821719159 04054821719160 04054821719161 04084821719183 04084821719184 04084821719185 04084821719186 04084821719187 04084821719188 04084821719201
Pembimbing dr. Deddy Soestiantoro, SpKJ, M.Kes
BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM MOH. HOESIN PALEMBANG 2019
HALAMAN PENGESAHAN Judul Gangguan Kepribadian Skizoid Oleh: Catherine Ienawi Ezra Hans Soputra Azillah Syukria Novitri Rosyila M. Rifki Al Ikhsan Thalia Triatikah Erika Sandra Nor Hanifah Maulia Sari Khairunnisa Alia Salvira M Dimas Djiwandono Daryanto
04054821719159 04054821719160 04054821719161 04084821719183 04084821719184 04084821719185 04084821719186 04084821719187 04084821719188 04084821719201
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 31 Desember 2018 – 4 Februari 2019.
Palembang, Januari 2019 Pembimbing,
dr. Deddy Soestiantoro, SpKJ, M.Kes
2
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka dengan judul “Gangguan Kepribadian Skizoid” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Deddy Soestiantoro, Sp.KJ, M.Kes selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas ilmiah ini, semoga bermanfaat.
Palembang, Januari 2019
Tim Penulis
3
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii KATA PENGANTAR........................................................................................ iii DAFTAR ISI...................................................................................................... iv BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
..................................................................................4 2.1. Definisi Kepribadian.................................................................
4
2.2. Tokoh Teori tentang Kepribadian..............................................
5
2.3. Pembagian Kepribadian............................................................
5
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian
9
2.5. Faktor-Faktor yang Menghambat Pembentukan Kepribadian. .
10
2.6. Aspek-Aspek Kepribadian........................................................
12
2.7. Perkembangan Kepribadian ....................................................
13
2.8. Karakter Kepribadian................................................................
17
2.9. Ciri Kepribadian Sehat .............................................................
18
2.10. Definisi Gangguan Kepribadian ...............................................
23
2.11. Epidemiologi Gangguan Kepribadian ......................................
23
2.12. Etiologi ..................................................................................
24
2.13. Gambaran Klinis ......................................................................
24
2.14. Diagnosis ..................................................................................
25
2.15. Diagnosis Banding....................................................................
26
2.16. Tatalaksana ...............................................................................
27
2.17. Perjalanan Gangguan dan Prognosis ........................................
29
BAB III KESIMPULAN….............................................................................
30
4
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................
5
31
BAB I PENDAHULUAN Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas emosional dan perilau yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari. Kepribadian merupakan kata yang menunjukan pola perilaku yang menetap pada diri seseorang dan juga cara orang tersebut dalam merasakan sesuatu. Karakter kepribadian secara mencolok membedakan diri seseorang dengan orang lain. Kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter seseorang yang tidak seperti umumnya yang ditemukan pada sebagian besar orang. Sifat kepribadian yang tidak fleksibel dan maladaptif dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan bagi seseorang. Gejala gangguan kepribadian adalah aloastik yaitu dapat diterima oleh ego orang tersebut. Mereka dengan gangguan kepribadian tidak merasa cemas tentang perilaku maladaptifnya, karena orang tersebut tidak secara rutin merasakan sakit dari apa yang dirasakan oleh masyarakat sebagai gejalanya, mereka sering kali dianggap sebagai tidak bermotivasi untuk pengobatan dan tidak mempan terhadap pemulihan. Berdasarkan DSM-V, gangguan kepribadian dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu kelompok A terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan skizotipal; kelompok B terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, ambang, histrionik, dan narsistik; kelompok C terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen, obsesif-kompulsif dan kategori gangguan kepribadian yang tidak ditentukan. Gangguan kepribadian skizoid, menampilkan pola penarikan sosial seumur hidup. Orang dengan gangguan kepribadian ini cenderug tidak nyaman dengan interaksi manusia, tertutup dan terbatas sehingga mereka dilihat oleh masyarakat sebagai orang yang eksentrik, terisolasi atau kesepian. Penderita gangguan kepribadian skizoid ditandai dengan sikap acuh tak acuh, tak peduli (detachment), emosi dingin (emotional coldness), kurangnya keinginan untuk menjalin hubungan dan memiliki minat yang mendalam terhadap 1
2
filsafat atau seni. Tidak heran, jika pada penderita gangguan kepribadian skizoid mempunyai masalah dalam mengekalkan suatu hubungan jangka panjang sesama manusia di masyarakat. Pengobatan untuk gangguan kepribadian skizoid juga jarang ditemukan melainkan sudah terbentuknya gangguan pada Aksis I. Dilaporkan bahwa prevalensi gangguan kepribadiam skizoid kurang dari 2% dimana prevalensi ini sedikit lebih kecil pada perempuan dibanding laki-laki. Angka komorbiditas tertinggi pada gangguan kepribadian skizotipal, menghindar, dan paranoid. Kemungkinan terbesar karena kesamaan kriteria diagnostik pada empat kategori tersebut. Kriteria diagnostik bagi gangguan kepribadian skizoid juga sama dengan beberapa simtom fase prodormal (sebelum terjadinya penyakit) dan residual (setelah terjadinya penyakit) skizofrenia. Konsep gangguan kepribadian skizoid sangat berikatan dengan konsep spektrum skizofrenia. Dalam suatu penelitian yang dilakukan di Belanda pada orang-orang yang lahir selama masa kelaparan di tahun 1944-1946, ditemukan hal yang menarik mengenai kemungkinan faktor risiko dari perkembangan gangguan kepribadian. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa kekurangan gizi selama di kandungan menjadi faktor risiko perkembangan gangguan kepribadian skizoid sampai usia 18 tahun. Pengobatan
untuk
gangguan
kepribadian
skizoid
berfokus
pada
keterampilan orang tersebut meningkat sosial, kontak sosial dan perasaannya. Terapis bertindak sebagai model ekspresi perasaan untuk klien sehingga membantu klien mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaannya sendiri. Beberapa terapis merekomendasikan terapi kelompok untuk orang dengan gangguan kepribadian skizoid untuk melatih keterampilan dalam membangun hubungan interpersonal dan keterampilan sosial yang baru secara langsung pada orang lain. Penilaian gangguan kepribadian skizoid penting untuk dilakukan dalam menegakkan diagnosis multiaksial. Dalam menentukan diagnosis yang baik, diperlukan pemahaman mengenai gangguan kepribadian skizoid terhadap pasien. Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk memahami lebih lanjut mengenai gangguan kepribadian skizoid.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Definisi Kepribadian Kepribadian merupakan sebuah karakteristik individu akan afek, pengaturan emosi, perilaku, motivasi, kognisi, dan interaksi individu dengan yang lainnya yang bersifat menetap dan muncul sejak awal fase dewasa (adolescence). Aspek kpribadian mencakup cara individu berpikir tentang dirinya sendiri (contoh: percaya diri tinggi atau kurang percaya diri), cara berinteraski dengan orang disekitarnya (contoh: cenderung ramah atau pemalu), cara individu memahami kejadian dalam lingkungan tertentu (contoh: orang dengan gangguan kepribadian paranoid yakin bahwa orang lain memperhatikannya dan mungkin akan menyerangnya) dan rekasi emosional individu terhadap situasi tertentu. American Psychiatric Association (APA) menuliskan bahwa gangguan kepribadian ditandai oleh "pola penyimpangan perilaku dan pengalaman individu yang memunculkan penyimpangan pada kebiasaan individu, bersifat lama, pervasif dan menetap, dan tidak stabil. Gangguan kepribadian muncul pada masa dewasa atau awal masa dewasa, stabil pada kurun waktu tertentu dan akan berujung pada kondisi distress atau tidak stabil. Terdapat 10 tipe gangguan kepribadian yang didiagnosis berdasarkan kriteria diagnosis tertentu, yaitu gangguan kepribadian paranoid, skizoid, skizotypal, antisosial, borderline, histrionik, narsistik, avoidant/cemas atau menghindar, obsessive-compulsive dan dependen. Orang
dengan
gangguan
kepribadian
antisosial
adalah
ketidakmampuan untuk memenuhi norma sosial yang asalnya mengatur banyak aspek perilaku remaja dan dewasa seseorang. Meskipun ditandai dengan tindakan antisosial atau criminal yang terus-menerus, gangguan ini tidak sama dengan kriminalitas.1
4
5
2.2.
Tokoh Teori tentang Kepribadian Menurut Gordon W. Allport kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb. Menurut George Kelly kepribadian adalah cara unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sigmund Freud menyatakan bahwa kepribadian merupakan suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id, ego, dan super ego, sedangkan tingkahlaku lain merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga unsur dalam sistem kepribadian tersebut. Menurut Browner, kepribadian adalah corak tingkahlaku sosial, corak ketakutan, dorongan dan keinginan, gerakgerik, opini dan sikap seseorang. Perilaku ada yang bersifat tampak dan ada pula yang tidak tampak.
2.3.
Pembagian Kepribadian Dalam dunia psikologi, terdapat 4 tipe kepribadian, yang diperkenalkan pertama kali oleh Hippocrates (460-370 SM). Hal ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa alam semesta beserta isinya tersusun dari empat unsur dasar yaitu: kering, basah, dingin, dan panas. Dengan demikian dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat yang didukung oleh keadaan konstitusional berupa cairan-cairan yang ada di dalam tubuhnya, yaitu: sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning), sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam), sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendir), dan sifat panas terdapat dalam sanguis (darah). Keempat cairan tersebut terdapat di dalam tubuh dengan proporsi tertentu. Jika proporsi cairan-cairan tersebut di dalam tubuh berada dalam keadaan normal, maka individu akan normal atau sehat, namun apabila keselarasan proporsi tersebut terganggu maka individu akan menyimpang dari keadaan normal atau sakit.
6
Pendapat Hippocrates disempurnakan oleh Galenus (129-200 SM) yang mengatakan bahwa di dalam tubuh manusia terdapat 4 macam cairan tersebut dalam proporsi tertentu. Apabila suatu cairan terdapat di dalam tubuh melebihi proporsi yang seharusnya (dominan) maka akan menimbulkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang khas. Sifat-sifat kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai akibat dari dominannya salah satu cairan tersebut yang oleh Galenus sehingga menggolongkan manusia menjadi
empat
tipe
berdasarkan
temperamennya,
yaitu
Koleris,
Melankolis, Phlegmatis dan Sanguinis. Menurut Galenus, seorang koleris mempunyai sifat khas yaitu hidup, besar semangat, daya juang besar, hatinya mudah terbakar, dan optimis. Sedangkan seorang melankolis mempunyai sifat mudah kecewa, daya juang kecil, muram dan pesimistis. Sifat khas phlegmatis tidak suka terburu-buru (calm, tenang), tak mudah dipengaruhi dan setia. Seorang sanguinis mempunyai sifat khas hidup, mudah berganti haluan, ramah, lekas bertindak tapi juga lekas berhenti. Selain itu, Florence littauer juga mengembangkan lagi tipe kepribadian yang telah dijelaskan oleh Hipocrates dan Galenus. Dalam bukunya yang berjudul Personality Plus, Littauer menjelaskan lebih rinci mengenai sifat masing-masing kepribadian. Seorang sanguinis pada dasarnya mempunyai sifat ekstrovert, membicara dan optimis. Dari segi emosi, ciri seorang sanguinis yaitu kepribadian yang menarik, suka bicara, menghidupkan pesta, rasa humor yang hebat, ingatan kuat untuk warna, secara fisik memukau pendengar, emosional dan demonstrative, antusias dan ekspresif, periang dan penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, baik dipanggung, lugu dan polos, hidup dimasa sekarang, mudah diubah, berhati tulus, selalu kekanak-kanakan. Dari segi pekerjaan, sifat seorang sanguinis yaitu sukarelawan untuk tugas, memikirkan kegiatan baru, tampak hebat dipermukaan, kreatif dan inovatif, punya energi dan antusiasme, mulai dengan cara cemerlang, mengilhami orang lain untuk ikut dan mempesona orang lain untuk bekerja. Seorang sanguinis sebagai
7
teman mempunyai sifat mudah berteman, mencintai orang, suka dipuji, tampak menyenangkan, disukai anak-anak, bukan pendendam, mencegah suasana membosankan, suka kegiatan spontan. Kelemahan dari sanguinis yaitu terlalu banyak bicara, mementingkan diri sendiri, orang yang suka pamer, terlalu bersuara, orang yang kurang disiplin, senang menceritakan kejadian berulang kali, lemah dalam ingatan, tidak dewasa, tidak tetap pendirian. Seorang melankolis pada dasarnya mempunyai sifat introvert, pemikir dan pesimis. Dari segi emosi, ciri seorang melankolis yaitu mendalam dan penuh pemikiran, analitis, serius dan tekun, cenderung jenius, berbakat dan kreatif, artistic atau musikal, filosofis dan puitis, menghargai keindahan, perasa terhadap orang lain, suka berkorban, penuh kesadaran, idealis. Dari segi pekerjaan, sifat seorang melankolis yaitu berorientasi jadwal, perfeksionis, standar tinggi, sadar perincian, gigih dan cermat, tertib terorganisir, teratur dan rapi, ekonomis, melihat masalah, mendapat pemecahan kreatif, perlu menyelesaikan apa yang dimulai, suka diagram, grafik, bagan dan daftar. Dari segi pertemanan atau sosialisasi seorang
melankolis
mempunyai
sifat
hati-hati
dalam
berteman,
menetapkan standar tinggi, ingin segalanya dilakukan dengan benar, mengorbankan keinginan sendiri untuk orang lain, menghindari perhatian, setia dan berbakti, mau mendengarkan keluhan, bisa memecahkan masalah orang lain, sangat memperhatikan orang lain, mencari teman hidup ideal. Kelemahan dari melankolis yaitu mudah tertekan, punya citra diri rendah, mengajukan tuntutan yang tidak realistis kepada orang lain, sulit memaafkan dan melupakan sakit hati, sering merasa sedih atau kurang kepercayaan, suka mengasingkan diri, suka menunda-nunda sesuatu. Seorang koleris pada dasarnya mempunyai sifat ekstrovert, pelaku dan optimis. Dari segi emosi, ciri seorang koleris yaitu berbakat pemimpin, dinamis dan aktif, sangat memerlukan perubahan, harus memperbaiki kesalahan, berkemauan kuat dan tegas, memiliki motivasi berprestasi, tidak emosional bertindak, tidak mudah patah semangat, bebas
8
dan mandiri, memancarkan keyakinan, bisa menjalankan apa saja. Dari segi pekerjaan, sifat seorang koleris yaitu berorientasi target, melihat seluruh gambaran, terorganisasi dengan baik, mencari pemecahan praktis, bergerak cepat untuk bertindak, mendelegasikan pekerjaan, menekankan pada hasil, membuat target, merangsang kegiatan, berkembang karena saingan. Dari segi pertemanan atau sosialisasi koleris mempunyai sifat tidak terlalu perlu teman, mau memimpin dan mengorganisasi, biasanya selalu benar, unggul dalam keadaan darurat, mau bekerja untuk kegiatan, memberikan kepemimpinan yang kuat, menetapkan tujuan. Kelemahan dari koleris yaitu pekerja keras, suka memerintah, mendominasi, tidak peka terhadap perasaan orang lain, tidak sabar, merasa selalu benar, merasa sulit secara lisan atau fisik memperlihatkan kasih sayang dengan terbuka, keras kepala, tampaknya tidak bisa tahan atau menerima sikap, pandangan, atau cara orang lain. Seorang phlegmatis pada dasarnya mempunyai sifat introvert, pengamat dan pesimis. Dari segi emosi, ciri seorang phlegmatis yaitu kepribadian rendah hati, mudah bergaul dan santai, diam, tenang, sabar, baik keseimbangannya, hidup konsisten, tenang tetapi cerdas, simpatik dan baik hati, menyembunyikan emosi, bahagia menerima kehidupan, serba guna. Dari segi pekerjaan, sifat seorang phlegmatis yaitu cakap dan mantap, damai dan mudah sepakat, punya kemampuan administrative, menjadi penengah masalah, menghindari konflik, baik di bawah tekanan, menemukan cara yang mudah. Dari segi pertemanan/ sosialisasi plegmatis mempunyai sifat mudah diajak bergaul, menyenangkan, tidak suka meninggung, pendengar yang baik, punya banyak teman, punya belas kasihan dan perhatian, tidak tergesa-gesa, bisa mengambil hal baik dari yang buruk, tidak mudah marah. Kelemahan dari phlegmatis yaitu cenderung tidak bergairah dalam hidup, sering mengalami perasaan sangat khawatir, sedih atau gelisah, orang yang merasa sulit membuat keputusan, tidak mempunyai keinginan untuk mendengarkan atau tertarik pada
9
perkumpulan, tampak malas, lambat dalam bergerak, mundur dari situasi sulit. Dalam bukunya, Florence Littauer juga mengatakan bahwa diantara 4 tipe kepribadian diatas, manusia juga dapat mempunyai kemungkinan campuran diantara ke empatnya. Tipe kepribadian campuran tersebut antara lain: 1) Campuran Alami yaitu antara kepribadian sanguinis dengan koleris serta campuran antara kepribadian melankolis dan phlegmatic 2) Campuran pelengkap yaitu antara kepribadian koleris dan melankolis serta campuran kepribadian sanguinis dan phlegmatic 3) Campuran yang berlawanan yaitu antara kepribadian sanguinis dan melankolis serta antara kepribadian koleris dan phlegmatis. 2.4.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian Ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian, yaitu: a. Faktor internal Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam seseorang itu sendiri. Biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Maksudnya faktor genetis yaitu faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan meruapakn pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari kedua orangtuanya atau bisa juga gabungan atau kombinasi dari sifat orangtuanya. b. Faktor eksternal Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor ini biasanya pengaruh yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor ini biasanya pengaruh yang berasal dari lingkungan anak dimana anak mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan dunia sosialnya yaitu
teman-temannya.
Faktor-faktor
pendukung
terbentuknya
kepribadian dan watak ialah unsur-unsur badan dan jiwa manusia disatu pihak dan lingkungan di lain pihak. Badan dan jiwa disebut sebagai
10
faktor endogen, dan lingkungan adalah faktor eksogen. Faktor endogen disebut juga faktor dalam, faktor internal, faktor bawaan dan faktor keturunan. Sedangkan faktor eksogen disebut juga faktor luar, faktor eksternal empiris, dan faktor pengalaman. 2.5.
Faktor-Faktor yang Menghambat Pembentukan Kepribadian Adapun faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian juga terdapat faktor yang menghambat pembentukan kepribadian antara lain: a.
Faktor Biologis Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjarkelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.
b.
Faktor Sosial Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat ; yakni manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan,
bahasa,
dan
sebagainya
yang
berlaku
dimasyarakat itu. Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan
11
dan suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian anak. Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian. c.
Faktor Kebudayaan Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masingmasing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain: 1. Nilai-nilai (Values) Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu. 2. Adat dan Tradisi. Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
12
3. Pengetahuan dan Keterampilan. Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya. 4. Bahasa Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan cirriciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain. 5. Milik Kebendaan (material possessions) Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu. 2.6.
Aspek-Aspek Kepribadian Sementara
itu,
Abin
Syamsuddin
(2003)
mengemukakan
tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup : 1. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. 2. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan. 3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
13
4. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa 5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi. 6. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. 2.7.
Perkembangan Kepribadian Perkembangan
kepribadian
menurut
Gardener
Murphy
Perkembangan kepribadian dalam pandangan Gardener Murphy : merupakan tahap-tahap dinamis, berubah-ubah yang terdiri dari fase keseluruhan (tanpa differensiasi), kemudian fase diferensiasi dan fase integrasi yaitu fungsi yang sudah mengalami diferensiasi diitegrasikan dalam satu unit yang berkoordinasi. Fase keseluruhan merupakan watak umum yang mendominasi seperti pemarah, pemberani, semangat, penipu, pembelajar, petualang. Dalam perkembangan berikutnya terdiferensiasi misalnya pemberani yang memilki semangat pembelajar, penipu yang memiliki darah seni. fase integrasi yaitu fungsi yang sudah mengalami diferensiasi diitegrasikan dalam satu unit yang berkoordinasi biasanya di atas 40 tahun kepribadiannya menjadi mantap dan cenderung menetap a.
Perkembangan Kepribadian menurut Sigmund Freud Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi
14
pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap. Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun yaitu: (1) Tahap oral Mouth rule (menghisap, menggigit, mengunyah), Lima mode pada tahap oral yang masing-masing membentuk suatu prototipe karakteristik kepribadian tertentu di kemudian hari, yaitu mode : mengambil, memeluk, menggigit, meludah dan membungkam. Mengambil : menjadi petunjuk tingkah laku rakus, Memeluk : menjadi petunjuk dalam mengambil keputusan dan tingkah laku keras kepala. Menggigit : menjadi petunjuk tingkah laku destruktif; sarkasme, sinis & mendominasi, Meludah : prototipe tingkah laku reject, Membungkam: tingkah laku reject, introvert. (2) Tahap anal: 1-3 tahun Akhir tahap oral bayi dianggap telah dapat membentuk kerangka kasar kepribadian, meliputi : sikap, mekanisme untuk memenuhi tuntutan id dan realita, dan ketertarikan pada suatu aktivitas atau objek. Kebutuhan menyangkut pemuasan anak terhadap kontrol mengenai hal-hal yang menyangkut anal (mis: bagaimana anak mengontrol keinginan untuk BAK dan bagaimana beradaptasi dengan toilet. Tujuan tahap ini : terpenuhinya pemuasan anak dengan tidak berlebihan akan membentuk self control yang adekuat . (3) Tahap phalic: 3-6 tahun Solusi permasalahan pada fase oral & anal membentuk pola kerangka yang mendasar tahap berikutnya yaitu phalik. Pada tahap ini kesenangan dan permasalahan berpusat sekitar alat kelamin. Stimulasi pada alat genital menimbulkan dorongan biologis, dorongan dikurangi timbul kepuasan. Permasalah yang timbul : oedipus complex. (4) Tahap laten: 6-12 tahun
15
Periode lambat , dimana desakan seksual mengendur. Sebaiknya digunakan untuk mencari keterampilan kognitif/pengetahuan dan mengasimilasi nilai-nilai budaya. Pada periode ini ego & superego terus dikembangkan.
(5) Tahap genital: 12-18 tahun Dorongan/impuls-impuls menguat lagi dengan drastis. Pecapaian ego ideal sudah tercapai pada tahap ini. (6) Tahap dewasa Tahap dewasa yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja. Konsep psikolanalisis menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pembinaan akhlak individual, Islam menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik. b. Perkembangan Kepribadian menurut Erikson Perkembangan kepribadian dalam teori psikoanalisis Erickson, yaitu: 1.
Trust VS Mistrust (0-1/1,5 tahun). Perkembangan basic trust, essensial. Dalam derajat tertentu diperlukan juga perkembangan ketidakpercayaan (mistrust) untuk mendeteksi suatu bahaya atau suatu yang tidak menyenangkan & membedakan orang-orang yang dapat dipercaya / tidak.
16
2.
Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu ( early chilhood : 1/1,5-3 tahun). Mulai mengembangkan kemandirian. Bisa timbul kegelisahan, ketakutan dan kehilangan rasa pencaya diri apabila suatu kegagalan terjadi.
3.
Inisiatif VS Rasa Bersalah (late chilhood: 3-6th). Komponen positif adalah berkembangnya inisiatif. Modalitas dasar psikososialnya: “membuat”, “ campur tangan”, “mengambil inisiatif”, membentuk”, melaksanakan pencapaian tujuan dan berkompetisi”.
4.
Industri VS Inferiority ( usia sekolah: 6-12 tahun). Dimulai industrial age. Pengalaman berhasil memberikan rasa produktif, menguasai dan kompetitif. Kegagalan menimbulkan perasaan tidak adekuat & inferioritas merasa diri tidak tidak berguna.
5.
Identitas & Penolakan VS difusi Identitas (masa remaja: 12-20 tahun). Tahap perkembangan sebelumnya memberi kontribusi yang berarti pada pembentukkan Identitas dapat terjadi krisis identitas. Fungsi dasar remaja: mengintegrasikan berbagai identifikasi yang mereka dapat pada masa kanak-kanak untuk melengkapi proses pencarian identitas.
6.
Intimasi dan Solidaritas VS Isolasi (Early adulthood : 20-35 th). Perkembangan identitas mendasari perkembangan keakraban indvidu dengan orang lain. Kemampuan mengembangkan hubungan dengan sejenis/lawan jenis. Salah satu aspek keintiman adalah solidaritas. Jika keintiman gagal dicapai, individu cenderung menutup diri.
7.
Generativitas VS Stagnasi/mandeg ( middle adulthood: 35-65 th ).
17
Generativitas bertitik tolak pada ‘ pentingnya dan pengarahan generasi berikutnya’. Penting menumbuhkan upaya-upaya kreatif dan produktif . Bila generativitas gagal, terjadi stagnasi. 8.
Integritas VS Keputusasaan (later years: diatas 65 th). Secara ideal telah mencapai integritas Integritas: menerima keterbatasan hidup, merasa menjadi bagian dari generasi sebelumnya, memiliki rasa kearifan sesuai bertambahnya usia, merupakan integrasi akhir dari tahap-tahap sebelumnya. Bila integritas gagal : timbul keputusasaan, penyesalan terhadap apa yang telah dan belum dilakukannya, ketakutan dalam menghadapi kematian
c.
Perkembangan Kepribadian ( Harry Stack Sullivan) Harry membagai perkembngan kepribadian menjadi beberapa masa, yaitu: 1.
Masa bayi : Kebutuhan akan rasa aman dalam mengembangkan rasa percaya yang mendasar (basic trust).
2.
Masa kanak-kanak awal: belajar berkomunikasi
3.
Pra sekolah : mengembangkan body image
4.
Usia sekolah : mengembangkan hubungan dengan sebaya, melalui kompetisi, kompromi dan kooperatif.
5.
Remaja : mengembangkan kemandirian,melakukan hubungan dengan jenis kelamin yang berbeda.
6.
Dewasa : belajar untuk saling tergantung, tanggung jawab terhadap orang lain.
2.8.
Karakter Kepribadian Karakter kepribadian didefinisikan sebagai deskripsi orang dalam hal pola perilaku yang relatif stabil, pikiran, dan emosi. Model Lima Faktor (FFM) adalah taksonomi karakter kepribadian yang paling banyak diteliti ciri-ciri di seluruh dunia dalam model ini, sejumlah besar sifat digabungkan menjadi lima dimensi sifat luas yang memuat ke orthogonal.
18
Faktor-faktor dan ciri-ciri deskriptif untuk masing-masing adalah disediakan dalam Tabel 1.
1.
Extraversion: mudah bersosialisasi, bergairah, banyak bicara, tegas, dan ekspresi emosi yang tinggi.
2.
Agreeableness: Dimensi kepribadian ini mencakup atribut seperti kepercayaan, altruisme, kebaikan, kasih sayang, dan perilaku prososial lainnya.
3.
Conscientiousness: Fitur umum dari dimensi ini termasuk tingkat perhatian yang tinggi, dengan kontrol impuls yang baik dan perilaku yang diarahkan pada tujuan.
4.
Neuroticism: Individu yang tinggi dalam sifat ini cenderung mengalami ketidakstabilan emosi, kecemasan, kemurungan, lekas marah, dan kesedihan.
5.
Keterbukaan: Sifat ini memiliki karakteristik seperti imajinasi dan wawasan, dan mereka yang tinggi dalam sifat ini juga cenderung memiliki berbagai kepentingan.
2.9.
Ciri Kepribadian Sehat Kepribadian seseorang mempunyai ciri-ciri tertentu sehingga tahu mana kepribadian yang sehat dan kepribadian yang tidak sehat, Samsu menjelaskan bahwa kepribadian yang sehat di tandai dengan: a) Mampu menilai diri secara realistik. Individu yang kepribadian sehat mampu
menilai
diri
apa
adanya,
baik
kelebihan
maupun
19
kelemahannya, menyangkut fisik (fostur tubuh, wajah, keutuhan dan kesehatan) dan kemampuan (kecerdasan dan keterampilan. b) Mampu menilai situasi secara realistik. Individu dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerimanya secara wajar. Dia tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai suatu yang harus sempurna. c) Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik. Individu dapat menilai prestasinya (keberhasilan yang diperolehnya) secara realistik dan mereaksinya secara rasional. Dia tidak menjadi sombong, angkuh, mengalami “superiority complex”, apabila memperoleh prestasi yang tinggi, atau kesuksesan dalam hidupnya. Apabila mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustasi, tetapi dengan sikap optimistik (penuh harapan). d) Menerima tanggung jawab. Individu yang sehat adalah individu yang bertanggung jawab. Sehingga mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasinya masalah-masalah kehidupan yang di hadapinya. e) Kemandirian (autonomy). Individu memiliki sifat mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, dalam mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya. f)
Dapat mengontrol emosi. Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat menghadapinya situasi frustasi, depresi, atau stres secara positif atau konstruktif, tidak destruktif (merusak).
g) Berorientasi tujuan. Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin di capainya. Namun dalam merumuskan tujuan itu ada yang tidak realistik. Individu yang sehat adalah kepribadian yang dapat merumuskan tujuannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar. Dia berupa untuk
20
mencapai
tujuannya
tersebuat
dengan
cara
mengembangkan
kepribadian dan keterampilan. h) Berorientasi keluar. Individu yang sehat memiliki orientasi keluar (ekstrovert). Sehingga bersifat respek (hormat), empati terhadap orang lain mempunyai kepedulian terhadap situasi, atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berpilir. Sifat-sifat individu yang berorintasi keluar yaitu: (a). Menghargai dan menilai orang lain seperi dirinya sendiri, (b). Merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, (c). Tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadikorban orang lain dan tidak mengorbankan orang lain karena kekecewaannya. i)
Penerimaan sosial. Individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisifasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
j)
Memiliki filsafat hidup. Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
k) Berbahagia. Individu yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan.
Kebahagiaan
itu
di
dukung
oleh
faktor-faktor
pencapaian prestasi, penerimaan dari orang lain, perasaan dicintai dan disayangi orang lain. Selanjutnya menurut Samsu kepribadian yang tidak sehat antara lain: a) Mudah marah (tersinggung). b) Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan. c) Sering merasa tekanan (stres atau depresi). d) Bersikap kejam atau senang menganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan). e) Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah di peringati atau di hukum. f)
Mempunyai kebiasaan berbohong.
21
g) Hiperaktif h) Bersikap memusuhi terhadap semua otritas i)
Senang mengkriktik/mencemooh orang lain.
j)
Sulit tidur.
k) Kurang memiliki rasa tanggung jawab. l)
Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan bersifat organis).
m) Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama. n) Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan. o) Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan. Menurut
teori
psikoanalistisnya
Jung
Siswanto
menjelaskan
kepribadian yang sehat adalah: Manusia yang matang karena sudah melewati jalan berliku,panjang, dan penuh kesukaran untuk menyadari dirinya yang sejati. Manusia yang mencapai individuasi adalah manusia yang mampu membawa ketidak sadaranya ke dalam kesadaran, mampu menyadari keberadaanya dialektika dalam kepribadianya, antara persona dengan anima/animusnya/arketipenya, antara ego dan mengintekrasikan semuanya kedalam diri yang sebenarnaya. Selanjutnya dijelaskan Daler tentang tanda-tanda kepribadian orang yang sehat dan kurang sehat. a.
Tanda-tanda kepribadian yang sehat 1) Kepercayaan mendalam pada diri sendiri dan orang lain. Kepercayaan pada dunia luar itu dipupuk sejak masih kecil dalam asuhan Ibu. 2) Tidak ragu-ragu, tidak malu, tetap berani. Harus dapat berdiri sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. 3) Inisiatif berkembang dan tidak selalu merasa dirinya bersalah atau berdosa. Yang sering mematikan inisiatif adalah suasana hati yang selalu merasa bersalah.
22
4) Tidak merasa minder, tetapi mempunyai semangat kerja. Pujian yang tidak wajar dan teguran-teguran yang terlalu sering bisa mematikan semangat kerja. 5) Bersikap jujur terhadap diri sendiri. Berani melihat dengan sadar akan kekurangan diri sendiri. 6) Mampu berdedikasi penyerahan diri sendiri. Jangan disamakan dengan sikap “mengalah” yang tidak pada tempatnya sehingga mudah ditindas oleh orang lain dan tidak mempunyai kekuatan untuk mempertahankan diri. 7) Senang berkomunikasi dengan sesama. Kemampuan komunikasi dinyatakan dalam tukar pikiran, membuka diri diimbangi dengan kemampuan untuk menutup diri dari menjaga rahasia. 8) Generatifitas (kebapak-Ibuan). Melanjutkan keturunan, dalam arti jasmani dan rohani. Dalam arti rohani, misalnya sesorang guru mempunyai
anak
didik.
Generativitas
merupakan
suatu
kesenangan menghadapi masa depan. 9) Integritas, yakni: (1) mempunyai kontinuitas dalam hidupnya masa lampau tak di sangkal, dan dengan gairah memandang masa depan, (2) kesanggupan untuk memperjuangkan nilai-nilai hidup yang nyata, bukan seorang yang penjual diri, oportunis, pengkhianat; (3) berani memimpin dengan bertanggung jawab, berani menanggung resiko, mempunyai jiwa kepemimpinan, hidup dianggapnya sebagai tantangan. b.
Tanda tanda kepribadian yang kurang sehat. 1) Tak mampu melakukan persahabatan, mengisolasikan diri. 2) Daya konsentrasi buyar, ketekunan dalam pekerjaan hancur, terlalu banyak melamun. 3) Penyangkal terhadap nama, asal usul, suku bangsa, masa lampau, dan sebagainaya. 4) Tak mampu memperjuangkan diri, bahkan kadang-kadang timbul keinginan mengakhiri hidup, bertalian dengan kebosanan hidup.
23
5) Sifat ingin membalas dendam; beraksi terlalu radikal terhadap orang lain maupun diri sendiri; tidak mengakui dan tidak menerima masa lampaunya, lalu mau mengubah diri secara sangat radikal (identitas negatif). 2.10. Definisi Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang bersifat tidak fleksibel dan maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna dan penderitaan subjektif. Orang dengan gangguan kepribadian memiliki respons yang benar-benar kaku terhadap situasi pribadi, hubungan dengan orang lain ataupun lingkungan sekitarnya. Kekakuan tersebut menghalangi mereka untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan eksternal, sehingga akhirnya pola tersebut bersifat self-defeating. Gangguan kepribadian skizoid didefinisikan sebagai pola perilaku berupa pelepasan diri dari hubungan sosial disertai kemampuan ekspresi emosi yang terbatas dalam hubungan interpersonal. Bersifat pervasif, berawal sejak dewasa muda dan nyata dalam berbagai konteks. Pasien umumnya dilihat oleh orang lain sebagai orang yang aneh, terisolasi, dan kesepian. 2.11.
Epidemiologi Gangguan Kepribadian Data menunjukkan bahwa prevalensi gangguan kepribadian berkisar 2–4% dari populasi umum. Prevalensi gangguan kepribadian skizoid belum dibuktikan secara jelas, tetapi gangguan ini mempengaruhi 7,5% dari seluruh populasi. Ratio berdasarkan gender juga belum diketahui; beberapa penelitian melaporkan ratio pria:wanita adalah 2:1. Orang dengan gangguan ini tertarik pada pekerjaan yang sendirian yang hanya mencakup sedikit bahkan tidak ada kontak dengan orang lain. Banyak yang lebih memilih pekerjaan pada malam hari dibandingkan siang, sehingga mereka tidak harus berhubungan dengan orang lain.
24
2.12. Etiologi Penelitian telah dijalankan untuk mengetahui etiologi dan patologi dari gangguan kepribadian skizoid. Secara teori dikatakan gangguan ini terjadi hasil dari perilaku dan ciri-ciri kepribadian orang tua
seperti
menyendiri, emosi dingin, dan tidak peduli (detachment) yang menjadi contoh atau role model kepada anak-anak. Namun, tidak ada penelitian khusus dijalankan untuk menegakkan hipotesis ini. Gangguan kepribadian skizoid juga mempunyai varian dari patologik gangguan psikotik skizofrenia. Perbedaan secara simptomatis gangguan psikotik skizofrenia adalah melalui gejala-gejala positif dan negative. Gejala-gejala
positif
mencakup
halusinasi,
waham,
afek
inappropriate dan asosiasi longgar. Gejala-gejala negatif termasuk afek datar, alogia, anhedonia dan avolisi. Gangguan kepribadian skizoid memiliki ciri-ciri varian dari gejala-gejala negatif dari gangguan psikotik skizofrenia yaitu, afek datar, anhedonia dan avolisi (menyendiri dan mengisolasi diri). Dikatakan juga terdapat hubungan gen yang kuat antara gangguan kepribadian skizotipal dan skizofrenia tetapi, hubungan gen antara skizoid dan skizofrenia tidak kuat. 2.13. Gambaran Klinis Orang dengan gangguan kepribadian skizoid tampaknya menjadi dingin dan menyendiri, mereka tampak terpencil dan menunjukkan tidak ada keterlibatan dengan peristiwa sehari-hari dan keprihatinan terhadap orang lain. Mereka tampil tenang, jauh, exclusive, dan tidak ramah. Mereka mungkin mengejar kehidupan mereka sendiri dengan kebutuhan sangat sedikit atau kerinduan untuk ikatan emosional, dan mereka yang terakhir menyadari perubahan dalam mode populer. Sejarah kehidupan dari orang-orang tersebut mencerminkan kepentingan soliter dan sukses di nonkompetitif, pekerjaan kesepian
25
dimana orang lain sulit untuk mentolerir. Kehidupan seksual mereka mungkin ada secara eksklusif dalam fantasi, dan mereka dapat menunda tanpa batas seksualitas dewasa. Pria mungkin tidak menikah karena mereka tidak mampu mencapai keintiman; wanita pasif mungkin setuju untuk menikah dengan pria yang agresif yang ingin pernikahan. Orang dengan
gangguan
kepribadian
skizoid
biasanya
mengungkapkan
ketidakmampuan seumur hidup untuk mengekspresikan kemarahan secara langsung. Mereka dapat menginvestasikan energi afektif yang sangat besar dalam kepentingan yang tidak berkaitan dengan manusia, seperti matematika dan astronomi, dan mereka mungkin sangat melekat pada hewan. Mode diet dan kesehatan, gerakan filosofis, dan skema perbaikan sosial, terutama yang tidak memerlukan keterlibatan pribadi, sering memikat mereka. Meskipun orang-orang dengan gangguan kepribadian skizoid muncul egois dan hilang dalam lamunan, mereka memiliki kapasitas normal untuk mengenali realitas. Karena tindakan agresif jarang dimasukkan dalam repertoar respon biasa, ancaman yang paling nyata atau khayalan, yang ditangani oleh kemahakuasaan-angan atau pengunduran diri. Mereka sering dilihat sebagai menyendiri, namun orang-orang seperti kadang-kadang dapat memahami, mengembangkan, dan memberikan kepada dunia ide-ide benar-benar asli dan kreatif. 2.14. Diagnosis Pada pemeriksaan psikiatrik, pasien dengan gangguan kepribadian skizoid dapat tampak sakit dalam keadaan istirahat di tempat. Mereka jarang mengadakan kontak mata, dan pewawancara dapat menduga bahwa pasien ingin sekali menyudahi wawancara. Afek terbatas, menyendiri, atau tidak tepat serius, tetapi di balik sikap acuh tak acuh, dokter yang sensitif dapat mengenali ketakutan. Pasien-pasien ini sulit untuk menjadi ceria. Upaya pada humor mungkin tampak remaja dan melenceng. Kemampuan bicara mereka
26
terarah, tetapi mereka cenderung memberikan jawaban singkat untuk pertanyaan dan untuk menghindari percakapan spontan. Mereka kadangkadang dapat menggunakan kiasan yang tidak biasa, seperti metafora aneh, dan mungkin terpesona dengan benda mati atau konstruksi metafisik. Konten mental mereka dapat mengungkapkan rasa yang tidak beralasan dari keintiman dengan orang-orang yang mereka tidak tahu siapa mereka baik atau tidak dilihat untuk waktu yang lama. Kemampuan sensoris utuh, fungsi memori baik, dan interpretasi pepatah mereka abstrak. Pedoman Diagnostik (PPDGJ-III) Gangguan kepribadian yang memenuhi deskripsi berikut : a) Sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan. b) Emosi dingin, afek mendatar atau tak peduli (detachment) c) Kurang mampu untuk mengekspresikan kehangantan, kelembutan atau kemarahan terhadap orang lain. d) Tampak nyata ketidakpedulian baik terhadap pujian maupun kecaman. e) Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain (perhitungkan usia penderita). f)
Hampir selalu memilih akivitas yang dilakukan sendiri.
g) Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yag berlebihan. h) Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab (kalau ada hanya satu) dan tidak ada keinginan untuk menjalin hubungan seperti itu. i)
Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan yang berlaku.
*Untuk diagnosis paling sedikit 3 dari di atas. 2.15. Diagnosis Banding Gangguan kepribadian skizoid dibedakan dari skizofrenia, gangguan delusi, dan gangguan afektif dengan fitur psikotik berdasarkan periode dengan gejala psikotik yang positif, seperti delusi dan halusinasi di bagian kedua.
27
Walaupun pasien gangguan kepribadian paranoid memiliki banyak kemiripan dengan pasien gangguan kepribadian skizoid, pasien gangguan paranoid menunjukkan keterlibatan lebih ikatan sosial, sejarah perilaku verbal agresif, dan kecenderungan lebih besar untuk proyeksi perasaan mereka ke orang lain. Jika hanya secara emosional terbatas, pasien dengan obsesif-kompulsif dan gangguan kepribadian menghindar mengalami kesepian sebagai dysphoric, memiliki sejarah yang lebih kaya dari hubungan-hubungan objek masa lalu, dan tidak terlibat sebanyak dalam lamunannya autis. Secara teoritis, perbedaan utama antara pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal dan satu dengan gangguan kepribadian skizoid adalah bahwa pasien yang skizotipal lebih mirip dengan pasien dengan skizofrenia dalam keanehan persepsi, pikiran, perilaku, dan komunikasi. Pasien dengan gangguan kepribadian menghindar terisolasi tapi sangat ingin berpartisipasi dalam kegiatan, karakteristik tersebut tidak ditemukan pada mereka dengan gangguan kepribadian skizoid. Gangguan kepribadian skizoid dibedakan dari gangguan autistik dan sindrom Asperger dengan lebih interaksi sosial sangat terganggu dan perilaku stereotip. 2.16. Tatalaksana Pengobatan pada gangguan kepribadian skizoid fokus pada keterampilan orangtersebut meningkat sosial, kontak sosial dan kesadaran ini atau perasaannya sendiri. Terapis mungkin menggunakan model ekspresi perasaan untuk klien akan membantu klien mengidentifikasi dan mengungkapkanperasaannya
sendiri.
Pelatihan
keterampilan
sosial,
dilakukan melalui tugas pekerjaan rumah dimana klien mencoba keluar keterampilan sosial yang baru dengan orang lain, merupakan komponen penting dari terapi kognitif. Beberapa terapi merekomendasikan terapi kelompok untuk orang dengan gangguan kepribadian skizoid. Dalam teks sesi kelompok, anggota kelompok dapat menggunakan model hubungan
28
interpersonal dan orang dengan gangguan kepribadian skizoid dapat berlatih keterampilan sosial yang baru secara langsung denga norang lain. A. Psikoterapi Tatalaksana pasien dengan gangguan kepribadian skizoid mirip dengan penanganan pada orang dengan gangguan kepribadian paranoid. Pasien dengan skizoid cenderung mengarah introspeksi, bagaimanapun juga, kecenderungan ini bersifat konsisten dengan harapan psikoterapis, dan pasien menjadi sangat setia. Seiring berkembangnya kepercayaan, pasien dengan skizoid dapat dengan kegaduhan yang hebat, menunjukkan fantasi yang sangat banyak, teman imaginer, dan ketakutan atas ketergantungan yang tidak tertahankan meskipun bersatu dengan terapis. Dalam keadaan terapi kelompok, pasien dengan gangguan kepribadian skizoid dapat diam untuk waktu yang lama; meskipun demikian, mereka nantinya akan berpartisipasi. Pasien harus dilindungi terhadap serangan agresif dari anggota kelompok karena kecenderungannya untuk diam. Seiring waktu, anggota kelompok akan menjadi penting bagi pasien dengan skizoid dan menumbuhkan satu-satunya interaksi sosial dalam kehidupannya yang terisolasi. B. Farmakoterapi Farmakoterapi dengan dosis kecil anti-psikotik, anti-depresan, dan psikostimulan memberikan keuntungan bagi beberapa pasien. Agen serotonergik membuat pasien kurang sensitif terhadap penolakan. interpersonal.
Benzodiazepine
dapat
mengurangi
kecemasan
29
2.17. Perjalanan Gangguan dan Prognosis Timbulnya gangguan kepribadian skizoid biasanya terjadi pada anak usia dini. Seperti dengan semua gangguan kepribadian, gangguan kepribadian skizoid adalah tahan lama, tetapi belum tentu seumur hidup. Proporsi pasien yang dikenakan skizofrenia tidak diketahui.
BAB III KESIMPULAN Gangguan kepribadian skizoid didefinisikan sebagai pola perilaku berupa pelepasan diri dari hubungan sosial disertai kemampuan ekspresi emosi yang terbatas dalam hubungan interpersonal. Bersifat pervasif, berawal sejak dewasa muda dan nyata dalam berbagai konteks. Pasien umumnya dilihat oleh orang lain sebagai orang yang aneh, terisolasi, dan kesepian. Prevalensi gangguan kepribadian skizoid belum dibuktikan secara jelas, tetapi gangguan ini mempengaruhi 7,5% dari seluruh populasi. Ratio berdasarkan gender juga belum diketahui; beberapa penelitian melaporkan ratio pria:wanita adalah 2:1. Orang dengan gangguan ini tertarik pada pekerjaan yang sendirian yang hanya mencakup sedikit bahkan tidak ada kontak dengan orang lain. Banyak yang lebih memilih pekerjaan pada malam hari dibandingkan siang, sehingga mereka tidak harus berhubungan dengan orang lain. Orang dengan gangguan kepribadian skizoid tampaknya menjadi dingin dan menyendiri, mereka tampak terpencil dan menunjukkan tidak ada keterlibatan dengan peristiwa sehari-hari dan keprihatinan terhadap orang lain. Mereka tampil tenang, jauh, exclusive, dan tidak ramah. Pada pemeriksaan psikiatrik, pasien dengan gangguan kepribadian skizoid dapat tampak sakit dalam keadaan istirahat di tempat. Mereka jarang mengadakan kontak mata, dan pewawancara dapat menduga bahwa pasien ingin sekali menyudahi wawancara. Afek terbatas, menyendiri, atau tidak tepat serius, tetapi di balik sikap acuh tak acuh, dokter yang sensitif dapat mengenali ketakutan. Kemampuan sensoris utuh, fungsi memori baik, dan interpretasi pepatah mereka abstrak. Seperti dengan semua gangguan
kepribadian,
gangguan
kepribadian skizoid adalah tahan lama, tetapi belum tentu seumur hidup. Proporsi
pasien
yang
dikenakan
skizofrenia
tidak
Penatalaksanaan dapat berupa psikoterapi dan farmakoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
30
diketahui.
38
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-5®). American Psychiatric Pub. Alex, Sobur. 2003. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia. h. 35-37 . Departemen Kesehatan RI, 1985. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi II. Dirjen Pelayanan Medis RI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis RI. Jakarta. Littauer, F. 1996. Personality Plus. (A. Adiwiyoto, Terj.). Jakarta: Binarupa Aksara. (Naskah asli dipublikasikan tahun 1992). Hal. 122. Mangindaan, Lukas. Ed: Elvira, S. D., & Hadisukanto, G. 2014. Buku Ajar Psikiatri: Gangguan Kepribadian. Edisi ke 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal 329-334. Sadock, BJ, Sadock VA.Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th Edition. New York: Lippincott William&Wilkins; 2015.p. 1595-1602. Setyonegoro, Kusumanto. 1967. Buku Pedoman Pengantar Ilmu Kedokteran Djiwa (Psikiatri). Jakarta: Bagian Ilmu Keokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Siswanto. Kesehatan Mental Konsep, Cakupan Dan Perkembangannya. 2007. yogyakarta: Andi offset. h. 154. Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Sujanto, A., Lubis, H., & Hadi, T. 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 213. Suryabrata, S. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Hal. 78, 145. Syamsu, Yusuf. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. h.12-14 20.