Gangguan Kepribadian Skizoid.docx

  • Uploaded by: Alzena Dwi Saltike
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gangguan Kepribadian Skizoid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,320
  • Pages: 41
Referat

GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID

Disusun Oleh: Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Psikiatri Periode 31 Desember 2018 – 4 Februari 2019 Ratih Haerany R Margaretha Carolina Siti Farahhiyah D.M. Andini Fatma Trinata Kms.M.Afif Rahman Atika Amaliah Nur Haniyyah Darian Davin M. Rizky Rasyadi Anindya Ayu P. K.Muhammad Tasrif Sandy Prasaja

04054821719159 04054821719160 04054821719161 04084821719183 04084821719184 04084821719185 04084821719186 04084821719187 04084821719188 04084821719201 04084821719202 04084821719203

Deanita Rahmanda P Sharah Aqila Muhammad Rusdi Fira Andriani Bianca Theodeanna Afkur Mahesa N Muhammad Ihsan Muhammad Emir AS Nicho Saputra Riska Mareta Dika Dwiyasa Muhammad Galih W

04084821719225 04084821719226 04084821719227 04084821719228 04084821719229 04084821719230 04084821719231 04084821719232 04054821820134 04054821820135 04054821820136 04084881820003

Pembimbing dr. Deddy Soestiantoro, SpKJ, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM MOH. HOESIN PALEMBANG 2019

HALAMAN PENGESAHAN Judul

Gangguan Kepribadian Skizoid

Oleh: Ratih Haerany R Margaretha Carolina Siti Farahhiyah D.M. Andini Fatma Trinata Kms.M.Afif Rahman Atika Amaliah Nur Haniyyah Darian Davin M. Rizky Rasyadi Anindya Ayu P. K.Muhammad Tasrif Sandy Prasaja

04054821719159 04054821719160 04054821719161 04084821719183 04084821719184 04084821719185 04084821719186 04084821719187 04084821719188 04084821719201 04084821719202 04084821719203

Deanita Rahmanda P Sharah Aqila Muhammad Rusdi Fira Andriani Bianca Theodeanna Afkur Mahesa N Muhammad Ihsan Muhammad Emir AS Nicho Saputra Riska Mareta Dika Dwiyasa Muhammad Galih W

04084821719225 04084821719226 04084821719227 04084821719228 04084821719229 04084821719230 04084821719231 04084821719232 04054821820134 04054821820135 04054821820136 04084881820003

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 31 Desember 2018 – 4 Februari 2019.

Palembang, Januari 2019 Pembimbing,

dr. Deddy Soestiantoro, SpKJ, M.Kes

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka dengan judul “Gangguan Kepribadian Skizoid” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Deddy Soestiantoro, Sp.KJ, M.Kes selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas ilmiah ini, semoga bermanfaat.

Palembang, Januari 2019

Tim Penulis

iii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .........................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................

ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................

iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................

iv

BAB I

PENDAHULUAN .............................................................................

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................

4

2.1. Definisi Kepribadian .................................................................

4

2.2. Tokoh Teori tentang Kepribadian .............................................

5

2.3. Pembagian Kepribadian ............................................................

5

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian

9

2.5. Faktor-Faktor yang Menghambat Pembentukan Kepribadian ..

10

2.6. Aspek-Aspek Kepribadian ........................................................

12

2.7. Perkembangan Kepribadian ....................................................

13

2.8. Karakter Kepribadian ................................................................

17

2.9. Ciri Kepribadian Sehat .............................................................

18

2.10. Epidemiologi Gangguan Kepribadian ......................................

23

2.11. Etiologi

..................................................................................

23

2.12. Diagnosis ..................................................................................

23

2.13. Gambaran Klinis ......................................................................

28

2.14. Diagnosis Banding ....................................................................

29

2.15. Perjalanan Penyakit ..................................................................

31

2.16. Tatalaksana ...............................................................................

33

2.17. Prognosis ..................................................................................

35

BAB III KESIMPULAN….... .........................................................................

37

DAFTAR PUSTAKA

38

..................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas emosional dan perilau yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari. Kepribadian merupakan kata yang menunjukan pola perilaku yang menetap pada diri seseorang dan juga cara orang tersebut dalam merasakan sesuatu. Karakter kepribadian secara mencolok membedakan diri seseorang dengan orang lain. Kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter seseorang yang tidak seperti umumnya yang ditemukan pada sebagian besar orang. Sifat kepribadian yang tidak fleksibel dan maladaptif dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan bagi seseorang. Gejala gangguan kepribadian adalah aloastik yaitu dapat diterima oleh ego orang tersebut. Mereka dengan gangguan kepribadian tidak merasa cemas tentang perilaku maladaptifnya, karena orang tersebut tidak secara rutin merasakan sakit dari apa yang dirasakan oleh masyarakat sebagai gejalanya, mereka sering kali dianggap sebagai tidak bermotivasi untuk pengobatan dan tidak mempan terhadap pemulihan. Berdasarkan DSM-V, gangguan kepribadian dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu kelompok A terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan skizotipal; kelompok B terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, ambang, histrionik, dan narsistik; kelompok C terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen, obsesif-kompulsif dan kategori gangguan kepribadian yang tidak ditentukan. Gangguan kepribadian skizoid, menampilkan pola penarikan sosial seumur hidup. Orang dengan gangguan kepribadian ini cenderug tidak nyaman dengan interaksi manusia, tertutup dan terbatas sehingga mereka dilihat oleh masyarakat sebagai orang yang eksentrik, terisolasi atau kesepian. Penderita gangguan kepribadian skizoid ditandai dengan sikap acuh tak acuh, tak peduli (detachment), emosi dingin (emotional coldness), kurangnya

1

2

keinginan untuk menjalin hubungan dan memiliki minat yang mendalam terhadap filsafat atau seni. Penilaian gangguan kepribadian antisosial penting untuk dilakukan dalam menegakkan diagnosis multiaksial. Dalam menentukan diagnosis yang baik, diperlukan pemahaman mengenai gangguan kepribadian Antisosial terhadap pasien. Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk memahami lebih lanjut mengenai gangguan kepribadian antisosial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Kepribadian Kepribadian merupakan sebuah karakteristik individu akan afek, pengaturan emosi, perilaku, motivasi, kognisi, dan interaksi individu dengan yang lainnya yang bersifat menetap dan muncul sejak awal fase dewasa (adolescence). Aspek kpribadian mencakup cara individu berpikir tentang dirinya sendiri (contoh: percaya diri tinggi atau kurang percaya diri), cara berinteraski dengan orang disekitarnya (contoh: cenderung ramah atau pemalu), cara individu memahami kejadian dalam lingkungan tertentu (contoh: orang dengan gangguan kepribadian paranoid yakin bahwa orang lain memperhatikannya dan mungkin akan menyerangnya) dan rekasi emosional individu terhadap situasi tertentu. American Psychiatric Association (APA) menuliskan bahwa gangguan kepribadian ditandai oleh "pola penyimpangan perilaku dan pengalaman individu yang memunculkan penyimpangan pada kebiasaan individu, bersifat lama, pervasif dan menetap, dan tidak stabil. Gangguan kepribadian muncul pada masa dewasa atau awal masa dewasa, stabil pada kurun waktu tertentu, dan akan berujung pada kondisi distress atau tidak stabil. Terdapat 10 tipe gangguan kepribadian yang didiagnosis berdasarkan kriteria diagnosis tertentu.10 tipe gangguan kepribadian tersebut yaitu gangguan kepribadian paranoid, skizoid, skizotypal, antisosial,

borderline,

histrionik,

narsistik,

avoidant/cemas

atau

menghindar, obsessive-compulsive dan dependen. Orang

dengan

gangguan

kepribadian

antisosial

adalah

ketidakmampuan untuk memenuhi norma sosial yang asalnya mengatur banyak aspek perilaku remaja dan dewasa seseorang. Meskipun ditandai dengan tindakan antisosial atau criminal yang terus-menerus, gangguan ini tidak sama dengan kriminalitas.1

4

5

2.2.

Tokoh Teori tentang Kepribadian Menurut Gordon W.Allport kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb. Menurut George Kelly kepribadian adalah cara unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sigmund Freud menyatakan bahwa kepribadian merupakan suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id, ego, dan super ego, sedangkan tingkahlaku lain merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga unsur dalam sistem kepribadian tersebut. Menurut Browner kepribadian adalah corak tingkahlaku sosial, corak ketakutan, dorongan dan keinginan, gerakgerik, opini dan sikap seseorang. Perilaku ada yang bersifat tampak dan ada pula yang tidak tampak.

2.3.

Pembagian Kepribadian Dalam dunia psikologi, terdapat 4 tipe kepribadian, yang diperkenalkan pertama kali oleh Hippocrates (460-370 SM). Hal ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa alam semesta beserta isinya tersusun dari empat unsur dasar yaitu: kering, basah, dingin, dan panas. Dengan demikian dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat yang didukung oleh keadaan konstitusional berupa cairan-cairan yang ada di dalam tubuhnya, yaitu: sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning), sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam), sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendir), dan sifat panas terdapat dalam sanguis (darah). Keempat cairan tersebut terdapat di dalam tubuh dengan proporsi tertentu. Jika proporsi cairan-cairan tersebut di dalam tubuh berada dalam keadaan normal, maka individu akan normal atau sehat, namun apabila keselarasan proporsi tersebut terganggu maka individu akan menyimpang dari keadaan normal atau sakit.

6

Pendapat Hippocrates disempurnakan oleh Galenus (129-200 SM) yang mengatakan bahwa di dalam tubuh manusia terdapat 4 macam cairan tersebut dalam proporsi tertentu. Apabila suatu cairan terdapat di dalam tubuh melebihi proporsi yang seharusnya (dominan) maka akan menimbulkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang khas. Sifat-sifat kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai akibat dari dominannya salah satu cairan tersebut yang oleh Galenus sehingga menggolongkan manusia menjadi empat tipe berdasarkan

temperamennya, yaitu Koleris,

Melankolis, Phlegmatis, dan Sanguinis. Menurut Galenus, seorang koleris mempunyai sifat khas yaitu hidup, besar semangat, daya juang besar, hatinya mudah terbakar, dan optimis. Sedangkan seorang melankolis mempunyai sifat mudah kecewa, daya juang kecil, muram dan pesimistis. Sifat khas phlegmatis tidak suka terburu-buru (calm, tenang), tak mudah dipengaruhi dan setia. Seorang sanguinis mempunyai sifat khas hidup, mudah berganti haluan, ramah, lekas bertindak tapi juga lekas berhenti. Selain itu, Florence littauer juga mengembangkan lagi tipe kepribadian yang telah dijelaskan oleh Hipocrates dan Galenus. Dalam bukunya yang berjudul Personality Plus, Littauer menjelaskan lebih rinci mengenai sifat masing-masing kepribadian. Seorang sanguinis pada dasarnya mempunyai sifat ekstrovert, membicara dan optimis. Dari segi emosi, ciri seorang sanguinis yaitu kepribadian yang menarik, suka bicara, menghidupkan pesta, rasa humor yang hebat, ingatan kuat untuk warna, secara fisik memukau pendengar, emosional dan demonstrative, antusias dan ekspresif, periang dan penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, baik dipanggung, lugu dan polos, hidup dimasa sekarang, mudah diubah, berhati tulus, selalu kekanak-kanakan. Dari segi pekerjaan, sifat seorang sanguinis yaitu sukarelawan untuk tugas, memikirkan kegiatan baru, tampak hebat dipermukaan, kreatif dan inovatif, punya energi dan antusiasme, mulai dengan cara cemerlang, mengilhami orang lain untuk ikut dan mempesona orang lain untuk bekerja. Seorang sanguinis sebagai

7

teman mempunyai sifat mudah berteman, mencintai orang, suka dipuji, tampak menyenangkan, disukai anak-anak, bukan pendendam, mencegah suasana membosankan, suka kegiatan spontan. Kelemahan dari sanguinis yaitu terlalu banyak bicara, mementingkan diri sendiri, orang yang suka pamer, terlalu bersuara, orang yang kurang disiplin, senang menceritakan kejadian berulang kali, lemah dalam ingatan, tidak dewasa, tidak tetap pendirian. Seorang melankolis pada dasarnya mempunyai sifat introvert, pemikir dan pesimis. Dari segi emosi, ciri seorang melankolis yaitu mendalam dan penuh pemikiran, analitis, serius dan tekun, cenderung jenius, berbakat dan kreatif, artistic atau musikal, filosofis dan puitis, menghargai keindahan, perasa terhadap orang lain, suka berkorban, penuh kesadaran, idealis. Dari segi pekerjaan, sifat seorang melankolis yaitu berorientasi jadwal, perfeksionis, standar tinggi, sadar perincian, gigih dan cermat, tertib terorganisir, teratur dan rapi, ekonomis, melihat masalah, mendapat pemecahan kreatif, perlu menyelesaikan apa yang dimulai, suka diagram, grafik, bagan dan daftar. Dari segi pertemanan atau sosialisasi seorang

melankolis

mempunyai

sifat

hati-hati

dalam

berteman,

menetapkan standar tinggi, ingin segalanya dilakukan dengan benar, mengorbankan keinginan sendiri untuk orang lain, menghindari perhatian, setia dan berbakti, mau mendengarkan keluhan, bisa memecahkan masalah orang lain, sangat memperhatikan orang lain, mencari teman hidup ideal. Kelemahan dari melankolis yaitu mudah tertekan, punya citra diri rendah, mengajukan tuntutan yang tidak realistis kepada orang lain, sulit memaafkan dan melupakan sakit hati, sering merasa sedih atau kurang kepercayaan, suka mengasingkan diri, suka menunda-nunda sesuatu. Seorang koleris pada dasarnya mempunyai sifat ekstrovert, pelaku dan optimis. Dari segi emosi, ciri seorang koleris yaitu berbakat pemimpin, dinamis dan aktif, sangat memerlukan perubahan, harus memperbaiki kesalahan, berkemauan kuat dan tegas, memiliki motivasi berprestasi, tidakemosional bertindak, tidak mudah patah semangat, bebas

8

dan mandiri, memancarkan keyakinan, bisa menjalankan apa saja. Dari segi pekerjaan, sifat seorang koleris yaitu berorientasi target, melihat seluruh gambaran, terorganisasi dengan baik, mencari pemecahan praktis, bergerak cepat untuk bertindak, mendelegasikan pekerjaan, menekankan pada hasil, membuat target, merangsang kegiatan, berkembang karena saingan. Dari segi pertemanan atau sosialisasi koleris mempunyai sifat tidak terlalu perlu teman, mau memimpin dan mengorganisasi, biasanya selalu benar, unggul dalam keadaan darurat, mau bekerja untuk kegiatan, memberikan kepemimpinan yang kuat, menetapkan tujuan. Kelemahan dari koleris yaitu pekerja keras, suka memerintah, mendominasi, tidak peka terhadap perasaan orang lain, tidak sabar, merasa selalu benar, merasa sulit secara lisan atau fisik memperlihatkan kasih sayang dengan terbuka, keras kepala, tampaknya tidak bisa tahan atau menerima sikap, pandangan, atau cara orang lain. Seorang phlegmatis pada dasarnya mempunyai sifat introvert, pengamat dan pesimis. Dari segi emosi, ciri seorang phlegmatis yaitu kepribadian rendah hati, mudah bergaul dan santai, diam, tenang, sabar, baik keseimbangannya, hidup konsisten, tenang tetapi cerdas, simpatik dan baik hati, menyembunyikan emosi, bahagia menerima kehidupan, serba guna. Dari segi pekerjaan, sifat seorang phlegmatis yaitu cakap dan mantap, damai dan mudah sepakat, punya kemampuan administrative, menjadi penengah masalah, menghindari konflik, baik di bawah tekanan, menemukan cara yang mudah. Dari segi pertemanan/ sosialisasi plegmatis mempunyai sifat mudah diajak bergaul, menyenangkan, tidak suka meninggung, pendengar yang baik, punya banyak teman, punya belas kasihan dan perhatian, tidak tergesa-gesa, bisa mengambil hal baik dari yang buruk, tidak mudah marah. Kelemahan dari phlegmatis yaitu cenderung tidak bergairah dalam hidup, sering mengalami perasaan sangat khawatir, sedih atau gelisah, orang yang merasa sulit membuat keputusan, tidak mempunyai keinginan untuk mendengarkan atau tertarik pada

9

perkumpulan, tampak malas, lambat dalam bergerak, mundur dari situasi sulit. Dalam bukunya, Florence Littauer juga mengatakan bahwa diantara 4 tipe kepribadian diatas, manusia juga dapat mempunyai kemungkinan campuran diantara ke empatnya. Tipe kepribadian campuran tersebut antara lain: 1) Campuran Alami yaitu antara kepribadian sanguinis dengan koleris serta campuran antara kepribadian melankolis dan phlegmatic 2) Campuran pelengkap yaitu antara kepribadian koleris dan melankolis serta campuran kepribadian sanguinis dan phlegmatic 3) Campuran yang berlawanan yaitu antara kepribadian sanguinis dan melankolis serta antara kepribadian koleris dan phlegmatis.

2.4.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian Ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian, yaitu: a. Faktor internal Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam seseorang itu sendiri. Biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Maksudnya faktor genetis yaitu faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan meruapakn pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari kedua orangtuanya atau bisa juga gabungan atau kombinasi dari sifat orangtuanya. b. Faktor eksternal Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor ini biasanya pengaruh yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor ini biasanya pengaruh yang berasal dari lingkungan anak dimana anak mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan dunia sosialnya yaitu

teman-temannya.

Faktor-faktor

pendukung

terbentuknya

kepribadian dan watak ialah unsur-unsur badan dan jiwa manusia disatu pihak dan lingkungan di lain pihak. Badan dan jiwa disebut sebagai

10

faktor endogen, dan lingkungan adalah faktor eksogen. Faktor endogen disebut juga faktor dalam, faktor internal, faktor bawaan dan faktor keturunan. Sedangkan faktor eksogen disebut juga faktor luar, faktor eksternal empiris, dan faktor pengalaman.

2.5.

Faktor-Faktor yang Menghambat Pembentukan Kepribadian Adapun faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian juga terdapat faktor yang menghambat pembentukan kepribadian antara lain: a.

Faktor Biologis Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjarkelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.

b.

Faktor Sosial Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat ; yakni manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan,

bahasa,

dan

sebagainya

yang

berlaku

dimasyarakat itu. Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan

11

dan suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian anak. Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian.

c.

Faktor Kebudayaan Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masingmasing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain: 1. Nilai-nilai (Values) Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu. 2. Adat dan Tradisi. Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.

12

3. Pengetahuan dan Keterampilan. Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya. 4. Bahasa Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan cirriciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain. 5. Milik Kebendaan (material possessions) Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.

2.6.

Aspek-Aspek Kepribadian Sementara

itu,

Abin

Syamsuddin

(2003)

mengemukakan

tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup : 1. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. 2. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan. 3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen 4. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa

13

5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi. 6. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

2.7.

Perkembangan Kepribadian Perkembangan

kepribadian

menurut

Gardener

Murphy

Perkembangan kepribadian dalam pandangan Gardener Murphy : merupakan tahap-tahap dinamis, berubah-ubah yang terdiri dari fase keseluruhan (tanpa differensiasi), kemudian fase diferensiasi dan fase integrasi yaitu fungsi yang sudah mengalami diferensiasi diitegrasikan dalam satu unit yang berkoordinasi. Fase keseluruhan merupakan watak umum yang mendominasi seperti pemarah, pemberani, semangat, penipu, pembelajar, petualang. Dalam perkembangan berikutnya terdiferensiasi misalnya pemberani yang memilki semangat pembelajar, penipu yang memiliki darah seni. fase integrasi yaitu fungsi yang sudah mengalami diferensiasi diitegrasikan dalam satu unit yang berkoordinasi biasanya di atas 40 tahun kepribadiannya menjadi mantap dan cenderung menetap a.

Perkembangan Kepribadian menurut Sigmund Freud Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap. Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun yaitu: (1) Tahap oral Mouth rule (menghisap, menggigit, mengunyah), Lima mode pada tahap oral yang masing-masing membentuk suatu prototipe

14

karakteristik kepribadian tertentu di kemudian hari, yaitu mode : mengambil, memeluk, menggigit, meludah dan membungkam. Mengambil : menjadi petunjuk tingkah laku rakus, Memeluk : menjadi petunjuk dalam mengambil keputusan dan tingkah laku keras kepala. Menggigit : menjadi petunjuk tingkah laku destruktif; sarkasme, sinis & mendominasi, Meludah : prototipe tingkah laku reject, Membungkam: tingkah laku reject, introvert. (2) Tahap anal: 1-3 tahun Akhir tahap oral bayi dianggap telah dapat membentuk kerangka kasar kepribadian, meliputi : sikap, mekanisme untuk memenuhi tuntutan id dan realita, dan ketertarikan pada suatu aktivitas atau objek. Kebutuhan menyangkut pemuasan anak terhadap kontrol mengenai hal-hal yang menyangkut anal (mis: bagaimana anak mengontrol keinginan untuk BAK dan bagaimana beradaptasi dengan toilet. Tujuan tahap ini : terpenuhinya pemuasan anak dengan tidak berlebihan akan membentuk self control yang adekuat . (3) Tahap phalic: 3-6 tahun Solusi permasalahan pada fase oral & anal membentuk pola kerangka yang mendasar tahap berikutnya yaitu phalik. Pada tahap ini kesenangan dan permasalahan berpusat sekitar alat kelamin. Stimulasi pada alat genital menimbulkan dorongan biologis, dorongan dikurangi timbul kepuasan. Permasalah yang timbul : oedipus complex. (4) Tahap laten: 6-12 tahun Periode lambat , dimana desakan seksual mengendur. Sebaiknya digunakan untuk mencari keterampilan kognitif/pengetahuan dan mengasimilasi nilai-nilai budaya. Pada periode ini ego & superego terus dikembangkan.

15

(5) Tahap genital: 12-18 tahun Dorongan/impuls-impuls menguat lagi dengan drastis. Pecapaian ego ideal sudah tercapai pada tahap ini. (6) Tahap dewasa Tahap dewasa yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja. Konsep psikolanalisis menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pembinaan akhlak individual, Islam menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik. b. Perkembangan Kepribadian menurut Erikson Perkembangan kepribadian dalam teori psikoanalisis Erickson, yaitu: 1.

Trust VS Mistrust (0-1/1,5 tahun). Perkembangan basic trust, essensial. Dalam derajat tertentu diperlukan juga perkembangan ketidakpercayaan (mistrust) untuk mendeteksi suatu bahaya atau suatu yang tidak menyenangkan & membedakan orang-orang yang dapat dipercaya / tidak.

2.

Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu ( early chilhood : 1/1,5-3 tahun). Mulai mengembangkan kemandirian. Bisa timbul kegelisahan, ketakutan dan kehilangan rasa pencaya diri apabila suatu kegagalan terjadi.

16

3.

Inisiatif VS Rasa Bersalah (late chilhood: 3-6th). Komponen positif adalah berkembangnya inisiatif. Modalitas dasar psikososialnya: “membuat”, “ campur tangan”, “mengambil inisiatif”, membentuk”, melaksanakan pencapaian tujuan dan berkompetisi”.

4.

Industri VS Inferiority ( usia sekolah: 6-12 tahun). Dimulai industrial age. Pengalaman berhasil memberikan rasa produktif, menguasai dan kompetitif. Kegagalan menimbulkan perasaan tidak adekuat & inferioritas merasa diri tidak tidak berguna.

5.

Identitas & Penolakan VS difusi Identitas (masa remaja: 12-20 tahun). Tahap perkembangan sebelumnya memberi kontribusi yang berarti pada pembentukkan Identitas dapat terjadi krisis identitas. Fungsi dasar remaja: mengintegrasikan berbagai identifikasi yang mereka dapat pada masa kanak-kanak untuk melengkapi proses pencarian identitas.

6.

Intimasi dan Solidaritas VS Isolasi (Early adulthood : 20-35 th). Perkembangan identitas mendasari perkembangan keakraban indvidu dengan orang lain. Kemampuan mengembangkan hubungan dengan sejenis/lawan jenis. Salah satu aspek keintiman adalah solidaritas. Jika keintiman gagal dicapai, individu cenderung menutup diri.

7.

Generativitas VS Stagnasi/mandeg ( middle adulthood: 35-65 th ). Generativitas bertitik tolak pada ‘ pentingnya dan pengarahan generasi berikutnya’. Penting menumbuhkan upaya-upaya kreatif dan produktif . Bila generativitas gagal, terjadi stagnasi.

8.

Integritas VS Keputusasaan (later years: diatas 65 th). Secara ideal telah mencapai integritas Integritas: menerima keterbatasan hidup, merasa menjadi bagian dari generasi sebelumnya, memiliki rasa kearifan sesuai bertambahnya usia,

17

merupakan integrasi akhir dari tahap-tahap sebelumnya. Bila integritas gagal : timbul keputusasaan, penyesalan terhadap apa yang telah dan belum dilakukannya, ketakutan dalam menghadapi kematian c.

Perkembangan Kepribadian ( Harry Stack Sullivan) Harry membagai perkembngan kepribadian menjadi beberapa masa, yaitu: 1.

Masa bayi : Kebutuhan akan rasa aman dalam mengembangkan rasa percaya yang mendasar (basic trust).

2.

Masa kanak-kanak awal: belajar berkomunikasi

3.

Pra sekolah : mengembangkan body image

4.

Usia sekolah : mengembangkan hubungan dengan sebaya, melalui kompetisi, kompromi dan kooperatif.

5.

Remaja : mengembangkan kemandirian,melakukan hubungan dengan jenis kelamin yang berbeda.

6.

Dewasa : belajar untuk saling tergantung, tanggung jawab terhadap orang lain.

2.8.

Karakter Kepribadian Karakter kepribadian didefinisikan sebagai deskripsi orang dalam hal pola perilaku yang relatif stabil, pikiran, dan emosi. Model Lima Faktor (FFM) adalah taksonomi karakter kepribadian yang paling banyak diteliti ciri-ciri di seluruh dunia dalam model ini, sejumlah besar sifat digabungkan menjadi lima dimensi sifat luas yang memuat ke orthogonal. Faktor-faktor dan ciri-ciri deskriptif untuk masing-masing adalah disediakan dalam Tabel 1.

18

1.

Extraversion: mudah bersosialisasi, bergairah, banyak bicara, tegas, dan ekspresi emosi yang tinggi.

2.

Agreeableness: Dimensi kepribadian ini mencakup atribut seperti kepercayaan, altruisme, kebaikan, kasih sayang, dan perilaku prososial lainnya.

3.

Conscientiousness: Fitur umum dari dimensi ini termasuk tingkat perhatian yang tinggi, dengan kontrol impuls yang baik dan perilaku yang diarahkan pada tujuan.

4.

Neuroticism: Individu yang tinggi dalam sifat ini cenderung mengalami ketidakstabilan emosi, kecemasan, kemurungan, lekas marah, dan kesedihan.

5.

Keterbukaan: Sifat ini memiliki karakteristik seperti imajinasi dan wawasan, dan mereka yang tinggi dalam sifat ini juga cenderung memiliki berbagai kepentingan.

2.9.

Ciri Kepribadian Sehat Kepribadian seseorang mempunyai ciri-ciri tertentu sehingga tahu mana kepribadian yang sehat dan kepribadian yang tidak sehat, Samsu menjelaskan bahwa kepribadian yang sehat di tandai dengan: a) Mampu menilai diri secara realistik. Individu yang kepribadian sehat mampu

menilai

diri

apa

adanya,

baik

kelebihan

maupun

kelemahannya, menyangkut fisik (fostur tubuh, wajah, keutuhan dan kesehatan) dan kemampuan (kecerdasan dan keterampilan.

19

b) Mampu menilai situasi secara realistik. Individu dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerimanya secara wajar. Dia tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai suatu yang harus sempurna. c) Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik. Individu dapat menilai prestasinya (keberhasilan yang diperolehnya) secara realistik dan mereaksinya secara rasional. Dia tidak menjadi sombong, angkuh, mengalami “superiority complex”, apabila memperoleh prestasi yang tinggi, atau kesuksesan dalam hidupnya. Apabila mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustasi, tetapi dengan sikap optimistik (penuh harapan). d) Menerima tanggung jawab. Individu yang sehat adalah individu yang bertanggung jawab. Sehingga mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasinya masalah-masalah kehidupan yang di hadapinya. e) Kemandirian (autonomy). Individu memiliki sifat mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, dalam mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya. f)

Dapat mengontrol emosi. Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat menghadapinya situasi frustasi, depresi, atau stres secara positif atau konstruktif, tidak destruktif (merusak).

g) Berorientasi tujuan. Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin di capainya. Namun dalam merumuskan tujuan itu ada yang tidak realistik. Individu yang sehat adalah kepribadian yang dapat merumuskan tujuannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar. Dia berupa untuk mencapai

tujuannya

tersebuat

kepribadian dan keterampilan.

dengan

cara

mengembangkan

20

h) Berorientasi keluar. Individu yang sehat memiliki orientasi keluar (ekstrovert). Sehingga bersifat respek (hormat), empati terhadap orang lain mempunyai kepedulian terhadap situasi, atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berpilir. Sifat-sifat individu yang berorintasi keluar yaitu: (a). Menghargai dan menilai orang lain seperi dirinya sendiri, (b). Merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, (c). Tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadikorban orang lain dan tidak mengorbankan orang lain karena kekecewaannya. i)

Penerimaan sosial. Individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisifasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.

j)

Memiliki filsafat hidup. Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.

k) Berbahagia. Individu yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan.

Kebahagiaan

itu

di

dukung

oleh

faktor-faktor

pencapaian prestasi, penerimaan dari orang lain, perasaan dicintai dan disayangi orang lain.

Selanjutnya menurut Samsu kepribadian yang tidak sehat antara lain: a) Mudah marah (tersinggung). b) Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan. c) Sering merasa tekanan (stres atau depresi). d) Bersikap kejam atau senang menganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan). e) Ketidak mampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah di peringati atau di hukum. f)

Mempunyai kebiasaan berbohong.

g) Hiperaktif h) Bersikap memusuhi terhadap semua otritas i)

Senang mengkriktik/mencemooh orang lain.

21

j)

Sulit tidur.

k) Kurang memiliki rasa tanggung jawab. l)

Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan bersifat organis).

m) Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama. n) Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan. o) Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan.

Menurut

teori

psikoanalistisnya

Jung Siswanto

menjelaskan

kepribadian yang sehat adalah: Manusia yang matang karena sudah melewati jalan berliku,panjang, dan penuh kesukaran untuk menyadari dirinya yang sejati. Manusia yang mencapai individuasi adalah manusia yang mampu membawa ketidak sadaranya ke dalam kesadaran, mampu menyadari keberadaanya dialektika dalam kepribadianya, antara persona dengan anima/animusnya/arketipenya, antara ego dan mengintekrasikan semuanya kedalam diri yang sebenarnaya. Selanjutnya dijelaskan Daler tentang tanda-tanda kepribadian orang yang sehat dan kurang sehat. a.

Tanda-tanda kepribadian yang sehat 1) Kepercayaan mendalam pada diri sendiri dan orang lain. Kepercayaan pada dunia luar itu dipupuk sejak masih kecil dalam asuhan Ibu. 2) Tidak ragu-ragu, tidak malu, tetap berani. Harus dapat berdiri sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. 3) Inisiatif berkembang dan tidak selalu merasa dirinya bersalah atau berdosa. Yang sering mematikan inisiatif adalah suasana hati yang selalu merasa bersalah. 4) Tidak merasa minder, tetapi mempunyai semangat kerja. Pujian yang tidak wajar dan teguran-teguran yang terlalu sering bisa mematikan semangat kerja.

22

5) Bersikap jujur terhadap diri sendiri. Berani melihat dengan sadar akan kekurangan diri sendiri. 6) Mampu berdedikasi penyerahan diri sendiri. Jangan disamakan dengan sikap “mengalah” yang tidak pada tempatnya sehingga mudah ditindas oleh orang lain dan tidak mempunyai kekuatan untuk mempertahankan diri. 7) Senang berkomunikasi dengan sesama. Kemampuan komunikasi dinyatakan dalam tukar pikiran, membuka diri diimbangi dengan kemampuan untuk menutup diri dari menjaga rahasia. 8) Generatifitas (kebapak-Ibuan). Melanjutkan keturunan, dalam arti jasmani dan rohani. Dalam arti rohani, misalnya sesorang guru mempunyai

anak

didik.

Generativitas

merupakan

suatu

kesenangan menghadapi masa depan. 9) Integritas, yakni: (1) mempunyai kontinuitas dalam hidupnya masa lampau tak di sangkal, dan dengan gairah memandang masa depan, (2) kesanggupan untuk memperjuangkan nilai-nilai hidup yang nyata, bukan seorang yang penjual diri, oportunis, pengkhianat; (3) berani memimpin dengan bertanggung jawab, berani menanggung resiko, mempunyai jiwa kepemimpinan, hidup dianggapnya sebagai tantangan. b.

Tanda tanda kepribadian yang kurang sehat. 1) Tak mampu melakukan persahabatan, mengisolasikan diri. 2) Daya konsentrasi buyar, ketekunan dalam pekerjaan hancur, terlalu banyak melamun. 3) Penyangkal terhadap nama, asal usul, suku bangsa, masa lampau, dan sebagainaya. 4) Tak mampu memperjuangkan diri, bahkan kadang-kadang timbul keinginan mengakhiri hidup, bertalian dengan kebosanan hidup. 5) Sifat ingin membalas dendam; beraksi terlalu radikal terhadap orang lain maupun diri sendiri; tidak mengakui dan tidak

23

menerima masa lampaunya, lalu mau mengubah diri secara sangat radikal (identitas negatif).

2.10. Epidemiologi Gangguan Kepribadian Data menunjukkan bahwa prevalensi gangguan kepribadian berkisar 2 – 4% dari populasi umAum. Prevalensi gangguan kepribadian Antisosial sendiri adalah

2-3% populasi di Amerika. Mereka Gabbard, 2005

ditemukan di daerah tengah kota yang miskin, banyak yang drop out dari sekolah. Populasi ASPD di penjara kira-kira 75%. Perbandingan laki dan perempuan bervariasi dari 4:1 hingga 7,8:1. Onset terjadinya sebelum usia 15 tahun. Pada laki-laki dapat lebih awal. Antisosial dapat timbul pada perempuan. Perempuan yang menarik, menggairahkan dengan pesona interpersonal, manipulatif sering dianggap histeria, histrionik dan borderline. Setiap orang akan memberinya keuntungan tanpa ragu-ragu. Pola familial, 5 kali lebih sering pada sanak saudara first degree dari laki-laki.

2.11. Etiologi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik terlibat pada gangguan kepribadian ini. Disfungsi atau kerusakan otak dapat dijumpai pada kelainan ini, seperti perinatal head injury, trauma kepala, dan encephalitis. Riwayat diabaikan orang tua atau abuse sering dijumpai. Hukuman yang berulang, sewenang-wenang, atau keras oleh orang tua diperkirakan sebagai faktor terjadinya ganguan kepribadian Antisosial.5

2.12. Diagnosis Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial dapat mengoceh bahkan klinisi yang paling berpengalaman. Di dalam wawancara, pasien dapat tampak tenang dapat dipercaya, tetapi di balik kepalsuan tersebut (atau untuk menggunakan istilah Hervey Cleckley, topeng kewarasan), terdapat ketegangan, permusuhan. Iritabilitas, dan kemarahan. Wawancara

24

dengan

penekanan

ketidakkonsistensian

berupa riwayat

pengonfrontasian mereka,

mungkin

pasien

dengan

diperlukan

untuk

mengungkapkan patologi. Pemeriksaan diagnostik harus mencakup pemeriksaan neurologis yang menyeluruh, karena pasien sering menunjukkan hasil EEG abnormal dan tanda neurologis ringan yang mengesankan adanya kerusakan otak minimal di masa kanak-kanak, temuan ini dapat digunakan untuk mengonfirmasi kesan klinis.

Pedoman Diagnostik (PPDGJ II) A. Usia sekurang-kurangnya 18 tahun B. Timbulnya gejala sejak usia di bawah 15 tahun dan dinyatakan oleh riwayat penyakit yang menunjukkan sekurang-

kurangnya tiga atau

lebih dari hal-hal berikut ini: 1.

Sering membolos

2.

Kenakalan kanak-kanak/remaja (ditangkap atau diadili pengadilan anak, karena tingkah lakunya)

3.

Dikeluarkan atau diskors dari sekolah oleh karena berkelakuan buruk

4.

Sering kali lari dari rumah (minggat) dan bermalam di luar rumahnya

5.

Selalu berbohong

6.

Berulang-ulang

melakukan

hubungan

seks,

walaupun

hubungannya belum akrab 7.

Sering kali mabuk atau menyalahgunakan zat

8.

Sering kali mencuri

9.

Sering kali merusak barang milik orang lain

10. Prestasi di sekolah yang jauh di bawah taraf kemmpuan kecerdasan (iq) sehingga dpt berakjbat tidak naik

kelas

11. Sering kali melawan aturan-aturan di rumah dan atau di sekolah (selain membolos)

25

12. Sering kali memulai perkelahian C. Setelah usia 18 tahun, manifestasi gangguan ini sekurang-kurangnya ada empat dari hal-hal berikut ini: 1.

Tidak mampu bekerja tetap seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut: a. Sering kali berganti pekerjaan yang tidak oleh sifat pekerjaan, keadaan ekonomi atau kerja musiman b. Sering kali menganggur (misalnya enam atau lebih dalam lima tahun, padahal ia mampu & mempunyai kesempatan untuk bekerja) c. Sering kali absen bekerja d. Sering kali berhenti bekerja tanpa alasan (Catatan: perilaku yang serupa dapat pula terjadi selama beberapa tahun terakhir, apabila individu itu bersekolah atau kuliah dan tidak bekerja)

2.

Tidak mampu berfungsi sebagai orang tua dan bertanggung jawab, sehingga anak-anaknya terlantar yang dinyatakan oleh paling sedikit satu dari: a. Kekurangan gizi pada anak-anaknya b. Anak-anaknya sakit yang diakibatkan kurang dipenuhinya standar higiene c. Menelantarkan anak yang sakit berat d. Menelantarkan

anak-anaknya

sehingga

anakanaknya

bergantung kepada tetangga atau kepada siapa saja untuk memperoleh makan atau perlindungan e. Tidak mencari pengasuh bagi anaknya yang berusia di bawah 6 tahun apabila ia pergi f. Sering kali menghamburkan uang keperluan rumah tangga untuk kebutuhan diri sendiri 3.

Tidak menuruti norma-norma sosial dan bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku, seperti: berulang-ulang mencuri, melakukan pekerjaan yang tidak sah (pelacuran, menjual obat terlarang,

26

muncikari/germo), sering kali berurusan dan ditangkap polisi, berhubungan dengan kelompok penjahat 4.

Tidak mampu memelihara hubungan dengan pasangannya, seperti sering kali bercerai atau berpisah,

meninggalkan

pasangannya, atau bertukar pasangan (promiskuitas) 5.

Iritabilitas dan agresivitas, seperti sering berkelahi atau memukul orang lain ( bukan karna hal itu memang pekerjaannya atau membela orang lain, atau diri sendiri), termasuk pasangannya ataupun pada anak-anak nya

6.

Kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab keuangan, misalnya: sering kali berhutang tanpa membayar kembali dan tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan ekonomi keluarganya secara teratur

7.

Impulsif, atau tidak mempunyai perencanaan untuk masa depan, seperti: sering berpergian dr satu tempat ke tempat lain tanpa direncanakan sebelumnya, atau tanpa perincian kerja atau tujuan yang jelas, atau tak

jelas bilamana kepergiannya itu akan

berakhir, atau tak ada alamat yang tetap selama paling sedikit satu bulan 8.

Sering kali berbohong, melakukan praktek penipuan, sering memakai nama-nama samaran (palsu)

9.

Sering kali melakukan tlndakan seenaknya sendiri tanpa mengindahkan peraturan, seperti: mengebut atau mengendarai kendaraan dalam keadaan intoksikasi

D. Terdapatnya pola tingkah laku antisosial yang terus menerus berupa pelanggaran hak-hak orang lain, tanpa selang waktu remisi (bebas gejala) paling sedikit lima tahun sesudah berusia 15 tahun sampai sekarang (dewasa), (kecuali apabila selang waktu itu dilewatkan dalam penjara atau rumah sakit)

27

E. Tingkah laku antisosial itu tidak diakibatkan oleh retardasi mental berat, skizofrenia, atau episode manik.

Pedoman Diagnostik (PPDGJ-III) Gangguan kepribadian ini biasanya menjadi perhatian disebabkan adanya perbedaan yang besar antara perilaku dan norma sosial yang berlaku, dan ditandai oleh : a) Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain b) Sikap yang amat tidak bertangguang jawab dan berlangsung terus menerus (persistent), serta tidak peduli terhadap norma, peraturan dan kewajiban sosial. c) Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya. d) Toleransi terhadap frustasi sngat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan. e) Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya dari hukuman. f)

Sangat cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat.

*Untuk diagnosis paling sedikit 3 dari di atas.

Kriteria Diagnostik DSM-5-TM untuk Gangguan Kepribadian Antisosial A. Terdapat pola pervasif tidak menghargai dan melanggar hak orang lain yang terjadi sejak usia 15 tahun, seperti yang ditunjukkan oleh 3 (atau lebih) hal berikut : (1) Gagal mengikuti norma sosial yang ditunjukkan dengan perilaku patuh hukum, seperti yang ditunjukkan dengan melakukan tindakan berulang yang dapat menjadi dasar penangkapan.

28

(2) Penipuan seperti yang ditunjukkan dengan berbohong berulang menggunakan nama palsu atau melawan orang lain untuk keuntungan atau kesenangan pribadi. (3) Impulsivitas atau kegagalan untuk memiliki rencana ke depan. (4) Iritabilitas dan agresivitas, seperti yang ditunjukkan dengan perkelahian atau penyerangan fisik berulang. (5) Mengabaikan keselamatan diri atau orang lain dengan ceroboh. (6) Terus menerus tidak bertanggung jawab, seperti yang ditunjukkan dengan kegagalan berulang utnuk mempertahankan perilaku kerja atau menghargai kewajiban keuangan. (7) Tidak ada rasa menyesal, seperti yang ditunjukkan dengan bersikap acuh terhadap atau merasionalisasi perilaku menyakiti, salah memperlakukan atau mencuri dari orang lain.

B. Orang tersebut setidaknya berusia 18 tahun. C. Terdapat bukti gangguan tingkah laku sebelum onset usia 15 tahun. D. Adanya perilaku antisocial tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan skizofrenia atau episode manic.

2.13. Gambaran Klinis Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial seringkali tampak normal dan menarik, namun riwayat hidupnya menunjukkan riwayat membohong, menipu, melarikan diri dari rumah, membolos, mencuri, berkelahi, penyalahgunaan zat serta berperilaku melanggar hukum yang seringkali berawal sejak masa kanak-kanak. Tidak mengalami waham dan pikiran tidak rasional, mudah sekali menjebak orang lain untuk ikut dalam aktivitasnya, mudah mencari uang atau mencapai ketenaran. Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial ini juga tidak mempunyai standar moral, sering promiskuis, melakukan kekerasan terhadap pasangan dan anak-anak, sering menyetir kendaraan dalam

29

keadaan mabuk. Secara khas, tidak ada rasa penyesalan terhadap perbuatannya dan nampak tidak ada hati nurani.

2.14. Diagnosis Banding Diagnosis Gangguan Kepribadian Antisosial tidak bisa diberikan kepada individu berusia kurang dari 18 tahun dan diberikan hanya jika ada riwayat gejala gangguan perilaku sebelum individu berusia 15 tahun. Untuk individu berusia lebih dari 18 tahun, diagnosis gangguan perilaku diberikan hanya jika tidak memenuhi kriteria Gangguan Kepribadian Antisosial. Gangguan Penyalahgunaan Zat Ketika perilaku antisosial pada orang dewasa berhubungan dengan Gangguan Penyalahgunaan Zat, tidak dapat ditegakkan diagnosis Gangguan

Kepribadian

Antisosial

kecuali

tanda-tanda

Gangguan

Kepribadian Antisosial juga muncul pada masa kanak-kanak dan berlanjut sampai dewasa. Ketika penyalahgunaan zat dan perilaku antisosial muncul pada masa kanak-kanak dan berlajut sampai dewasa, harus didiagnosis sebagai Gangguan Penyalahgunaan Zat dan Gangguan Kepribadian Antisosial jika memenuhi kriteria untuk keduanya, meskipun beberapa perilaku antisosial merupakan akibat dari Gangguan Penyalahgunaan Zat (mis., penjualan obat-obatan secara ilegal, mencuri uang untuk membeli obat-obatan). Gangguan Skizofrenia dan Bipolar Perilaku antisosial yang muncul hanya pada saat Skizofrenia atau Gangguan Bipolar tidak dapat didiagnosis sebagai Gangguan Kepribadian Antisosial. Gangguan Kepribadian Lainnya Gangguan kepribadian lain mungkin sulit dibedakan dengan Gangguan Kepribadian Antisosial karena terdapa beberapa sifat yang mirip, sehingga penting untuk membedakan gangguan kepribadian tersebut berdasarkan perbedaan pada sifat khas. Meskipun demikian, jika

30

individu memiliki sifat kepribadian yang memenuhi satu atau lebih gangguan kepribadian selain Gangguan Kepribadian Antisosial, dapat didiagnosis sebagai keduanya. Individu dengan Gangguan Kepribadian Antisosial dan Gangguan Kepribadian Narsisistik sama-sama memiliki kecenderungan untuk berpikiran keras, lincir mulut, superfisial, ekploitatif, dan kurang empati. Namun, Gangguan Kepribadian Narsisistik tidak memiliki karakter impulsif, agresif, dan penuh tipu daya. Selain itu, individu dengan Gangguan Kepribadian Antisosial mungkin tidak tampak membutuhkan pujian dan rasa iri dari orang lain. Individu dengan Gangguan Kepribadian Narsisistik biasanya tidak memiliki riwayat gangguan perilaku pada masa kanak-kanak atau perilaku kriminal pada masa dewasa. Individu dengan Gangguan Kepribadian Antisosial dan Gangguan Kepribadian Histrionik sama-sama memiliki kecenderungan untuk menjadi impulsif, superfisial, mencari kesenangan, gegabah, menggoda, dan manipulatif. Namun, individu dengan Gangguan Kepribadian Histrionik cenderung berlebihan dalam menampakkan emosi dan tidak menampakkan ciri perilaku antisosial. Individu dengan Gangguan Kepribadian Histrionik dan Borderline cenderung manipulatif untuk mendapatkan pengasuhan/kasih sayang, sedangkan individu dengan Gangguan

Kepribadian

Antisosial

cenderung

manipulatif

untuk

mendapatkan keuntungan, kekuasaan, atau kepuasan material lainnya. Individu dengan Gangguan Kepribadian Antisosial cenderung untuk kurang stabil secara emosi dan lebih agresif dibanding individu dengan Gangguan Kepribadian Borderline. Meskipun perilaku antisosial bisa muncul pada individu dengan Gangguan Kepribadian Paradnoid, biasanya itu tidak dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk mengeksploitasi orang lain seperti pada Gangguan Kepribadian Antisosial, namun lebih disebabkan oleh keinginan untuk membalas dendam.

31

Perilaku Kriminal yang Tidak Berhubungan dengan Gangguan Kepribadian Gangguan Kepribadian Antisosial harus dibedakan dari perilaku kriminal yang dilakukan untuk keuntungan yang tidak disertai oleh karakteristik gangguan kepribadian. Gangguan Kepribadian Antisosial dapat ditegakkan hanya ketika ciri kepribadian antisosial tidak fleksibel, maladaptif, dan persisten dan menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan atau menyebabkan distress subjektif.6

2.15. Perjalanan Penyakit Gangguan kepribadian antisosial memiliki perjalanan tanpa remisi, dengan puncak perilaku antisosial biasanya terjadi pada masa remaja akhir. Prognosisnya beragam. Onset yang lebih awal akan mengakibatkan prognosis yang lebih buruk. Beberapa laporan menunjukkan bahwa gejala berkurang seiring dengan bertambah tuanya pasien. Banyak pasien memiliki gangguan sistematisasi dan gangguan fisik multiple. Gangguan depresif, gangguan penggunaan alcohol, dan penyalahgunaan zat lainnya lazim ditemukan. Freud membayangkan 3 struktur dalam pikiran id, ego dan superego. Id, paling primitif dari personality dan satu-satunya yang ada sejak lahir, bekerja berdasarkan prinsip kesenangan. Dorongan seksual dan yang agresif harus segera direspon langsung: jika seseorang membuatmu marah, bunuhlah. Pertama, reward dapat diperoleh dengan mengikuti urutan tingkah laku tertentu, misalnya, sebuah mobil baru membutuhkan uang, berarti membutuhkan perkerjaan layak, dimana membutuhkan pendidikan/latihan tertentu. Inilah yang dikerjakan oleh “ego”. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas. Kedua, batasan pemenuhan keinginan dipaksakan oleh superego. Melalui peran model penuh kasih tetapi tegas, anak-anak normal belajar bahwa orang lain merupakan individu berbeda, memiliki perasaan dan

32

kemampuan yang berbeda, tetapi sama berharganya seperti dirinya sendiri. Dalam diri orang normal, superego yang dewasa berkembang menjadi parental

values

dan

larangan-larangan

diinternalisasi

sebagai

conscience/kesadaran/hati nurani dan ego ideal. Ego ideal terdiri dari nilainilai yang mengarah kepada aktualisasi diri, apa yang seharusnya dilakukan seseorang untuk memperoleh self-esteem dan memenuhi potensi khusus seseorang sebagai manusia. Kepribadian antisosial mudah dimengerti dalam kerangka klasik psikoanalitis, ego berkembang, tetapi superego tidak berkembang. Akibatnya seluruh kepribadian didominasi oleh “id kanak-kanak“ beserta prinsip mengutamakan kesenangan. Sama seperti id tidak 8 memiliki toleransi atas rasa frustasi, pula antisosial. Mereka hanya dapat dihalangi oleh ancaman hukuman yang konkrit. Menurut buku Psikologi Abnormal karya Nevid dkk: “Orang dengan gangguan kepribadian antisosial melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum”. Mereka mengabaikan norma dan konvesi sosial dan impulsif. Meski demikian mereka biasanya menunjukan karisma dalam penampilan luar mereka dan paling tidak memiliki intelegasi di atas rata-rata orang normal pada umumnya. Penderita gangguan Psikopat, sosiopat, atau antisosial ini identik dengan perilaku tidak bermoral dan asosial, impulsif serta kurang memiliki penyesalan dan rasa malu. Pola perilaku yang menandai gangguan kepribadian antisosial dimulai dari masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut hingga dewasa. Perilaku antisosial dan kriminal yang terkait dengan gangguan ini cenderung menurun sesuai usia, dan mungkin akan menghilang pada saat orang tersebut mencapai umur 40 tahun. Namun, tidak demikian dengan trait kepribadian yang mendasari gangguan antisosial-trait seperti egosentrisitas; manipulatif; kurangnya empati; kurangnya rasa bersalah atau penyesalan; dan kekejaman pada orang lain. Hal-hal tersebut relatif stabil meski terdapat penambahan usia.

33

Pasien dengan jenis psikopat yang bersamaan dengan gangguan kepribadian antisosial biasanya resisten terhadap terapi. Gibbens dll, menyimpulkan bahwa kepribadian psikopat tidak dapat disamakan dengan prognosis antisosial tanpa psikopat. Psikopat yang agresif memiliki prognosis yang lebih buruk diabnding dengan psikopat inadekuat. Psikopat gresif memiliki lebih banyak rekonsiliasi dan berkomitmen untuk melakukan pelanggaran yang lebih agresif, seperti kerusakan yang disengaja dan serangan akibat mabuk.

2.16. Tatalaksana Jika pasien dengan gangguan kepribadian antisosial dibuat tidak dapat pergi kemana – mana (contohnya, di rumah sakit), mereka sering menjadi

setuju

terhadap

psikoterapi.

Pengobatan

biasanya

dipaksakan/disertai ancaman/mungkin dikeluarkan dari sekolah/dipecat dari

pekerjaan/dihadapkan

pada

perceraian/dipenjarakan.

Terapi

farmakologis dan terapi individual tidak efektif bagi antisosial murni. Beberapa terapis percaya, perubahan seiring bertambahnya usia. Selama terapi, pasien-pasien ini dapat berbohong, curang, mencuri, mengancam dan memperdaya. Jika pasien merasa bahwa mereka berada di antara teman senasib, tidak adanya motivasi untuk perubahan menghilang. Mungkin untuk alasan ini kelompok menolong diri sendiri lebih berguna daripada penjara di dalam menghilangkan gangguan ini. Sebelum terapi dimulai, batasan yang tegas penting diberikan. Terapis harus mencari cara untuk menghadapi perilaku merusak-diri pasien. Dan untuk mengatasi rasa takut pasien akan keintiman, terapis harus mencegah keinginan pasien untuk lari dari kejujuran seseorang. Dalam melakukannya, terapis menghadapi tantangan memisahkan kendali dari hukuman dan memisahkan pertolongan dan konfrontasi dari retribusi dan isolasi sosial. Terapi diarahkan untuk mengurangi gangguan pola pikir pasien kepribadian anti sosial. Pikiran-pikiran tersebut berupa ketidakmampuan

34

mengendalikan diri untuk melanggar norma demi kesenangan pribadi. Terapi pola pikir memfokuskan pada perubahan dari pemikiran global dan sugestif ke pemikiran yang metodik, sistematik dan terstruktur atas suatu masalah. Terapi ini meningkatkan kemampuan individu dengan gangguan kepribadian anti sosial agar dapat menyelesaikan masalah sendiri dengan lebih baik. a.

Terapi kelompok : Terapi kelompok ditujukan untuk membantu individu dengan gangguan kepribadian anti sosial agar dapat memperbaiki hubungan interpersonal, yaitu belajar untuk dapat mengatasi rasa takut pasien terhadap keintiman.

b.

Terapi keluarga : Terapi ini mengarahkan agar individu dengan kepribadian anti sosial untuk dapat lebih terbuka pada anggota keluarga dibanding menghindari mereka. Dukungan dari keluarga yang memberikan individu dengan kepribadian antisosial dapat menjadi dorongan yang kuat bagi individu tersebut untuk menghadapi perilaku merusak diri sendiri.

Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki gangguan kepribadian antisosial atau tidak, pekerja sosial harus bekerja sama dengan pihak medis dan juga psikolog melihat gangguan kepribadian antisosial bukan seperti gangguan-gangguan mental yang lainnya melalui tes medis ataupun melawati analisis psikolog. Pihak medis dan juga psikolog juga melakukan asesmen kondisi berisiko dan berbahaya agar para medis mendapatkan gambaran kemungkinan adanya kondisi berisiko. Adapun yang dapat dilakukan kepada penderita gangguan kepribadian antisosial adalah: 

Terapi kognitif dan analisa secara menyeluruh terhadap lingkungan dan keluarga



Dirumah sakit penderita mampu menjalani psikoterapi

35



Kelompok yang menolong diri sendiri (selfhelp group) akan lebih berguna Pengobatan

dikeluarkan

biasanya

dari

dipaksakan/disertai

sekolah/dipecat

dari

ancaman/mungkin

pekerjaan/dihadapkan

pada

perceraian/dipenjarakan. Terapi farmakologis dan terapi individual tidak efektif bagi antisosial murni. Beberapa terapis apercaya, perubahan seiring bertambahnya usia. Selama terapi, pasien-pasien ini dapat berbohong, curang, mencuri, mengancam dan memperdaya. Antisosial dan perilaku agresif pada remaja yang menunjukkan CU trait disarankan memakai metode terapi fisik seperti electric shock. Bila gangguan sangat berat dapat dilakukan prefrontal lobotomy, topectomy dan transorbital lobotomy. Salah satu terapi yang berkembang sejak akhir tahun 1970-an yaitu Multisystemic Therapy (MST), melibatkan individu, keluarga

dan

lingkungan/extrafamilial

(peer,

sekolah,

tetangga).

Pendekatannya sangat kompleks Target utama MST adalah mengurangi aktivitas kriminal remaja, menurunkan perilaku antisosial bentuk lain seperti drug abuse, mengurangi pengeluaran biaya dengan menurunnya penahanan. Sebelum terapi dimulai, batasan yang tegas penting diberikan. Terapisharus mencari cara untuk menghadapi perilaku merusak diri pada pasien. Untuk mengatasi rasa takut pasien akan keintiman, terapis harus mencegahkeinginan pasien untuk lari dari kejujuran seseorang. Dalam melakukannya,terapis menghadapi tantangan memisahkan kendali dari hukuman danmemisahkan pertolongan dan konfrontasi dari retribusi dan isolasi sosial.

2.17. Progonosis Prognosis tidak terlalu baik karena 2 faktor yang mempengaruhi. Pertama, karena gagal dalam menyesuaikan diri dengan norma-norma masyarakat, karena orang-orang dengan gangguan ini memiliki perilaku

36

kriminal. Kedua, kurangnya insight tentang gangguan yang dialami. Oangan dengan gangguan kepribadian antisosial biasanya melihat dunia yang memiliki masalah, bukan dirinya yang memiliki masalah, sehingga jarang untuk mencari pertolongan terapi. Jika progresi berjalan terus makan dapat berjalan dalam waktu yang lama. Faktor lain yang mempengaruhi kesuksesan dari terapi adalah orangrang dengan gangguan ini sering memiliki kurangnya hubungan antara perasaan dan perilaku. Pasien ini juga sering mengalami kesulitan untuk menentukan pemilik autoritas sehingga dapat tidak mempercayai terapis. Karena ada faktor ini, terapi yang efektif untuk gangguan kerpibadian antisosial terbatas, dan cenderung lebih buruk. Namun, gejala dari gangguan kepribadian antisosial, termasuk agresifitas dan perilaku kriminal akan berkurang sejalan dengan usia. Gangguan kepribadian antisosial berhubungan dengan peningkatan resiko kematian. Suatu studi menemukan bahwa pria muda dibawah 40 tahun dengan gangguan keprbadian antisosial memiliki angka kematian prematur yang tinggi dan hal ini mengakibatkan peningkatan angka kematian karena bukan hanya peningkatan angka bunuh diri, tapi juga peningkatan perilaku sembarangan seperti penyalahgunaan obat, agresi, kecelakaan lalu lintas, dan pembunuhan. Akibat dari sifat impulsif dari gangguan kepribadian antisiosial ini, biasanya akan mengakibatkan pasien masuk ke penjara atau kematian yang lebih cepat karena kecelakaan, membunuh, atau bunuh diri. Orang dengan gangguan kepribadian antisosial jarang mencari pertolongan untuk mengobati dirinya sendiri, sehingga motivasi untuk memulai dan teratur dalam terapi akan rendah. Perlu dilakukan rujuk pada kasus seperti ini agar terapi dapat dilakukan dengan tepat. Sekali gangguan kepribadian antisosial berkembang, perjalanannya akan terus menerus, perilaku antisosial memberat, biasanya terjadi pada remaja akhir. Prognosisnya bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan berkurangnya gejala pada usia tua.

BAB III KESIMPULAN Gangguan kepribadian antisosial adalah perilaku maladaptif yang ditandai oleh tindakan antisosial atau kriminal yang terus menerus, tetapi tidak sinonim dengan kriminalitas. Gangguan ini adalah ketidakmampuan untuk mematuhi norma sosial yang melibatkan banyak aspek perkembangan remaja dan dewasa pasien. Ciri pokok kelainan anti social adalah riwayat tingkah laku anti social terus menerus yang merupakan pelanggaran hak-hak orang lain. Penderita tidak bertanggung jawab, tabiat misantropik atau kurang manusiawi, sering kehilangan pekerjaan dan mempunyai kebiasaan menipu. Gangguan kepribadian anti social harus dibedakan dari perilaku illegal dimana gangguan kepribadian anti social melibatkan banyak bidang dalam kehidupan seseorang. Untuk mendiagnosis gangguan kepribadian anti social harus mempertimbangkan efek yang mengganggu dari status sosio ekonomi, latar belakang kultural, dan jenis kelamin pada manifestasinya, selain itu diagnosis gangguan kepribadian anti social tidak diperlukan jika retardasi mental, skizofrenia, atau mania dapat menjelaskan gejala. Prognosis gangguan kepribadian anti social adalah bervariasi. Gejala dapat menurun saat pasien menjadi semakin bertambah umur. Banyak pasien memiliki gangguan somatisasi dan keluhan fisik multiple. Gangguan depresif, gangguan penyalahgunaan zat dan alcohol adalah sering pada kepribadian anti sosial. Penatalaksanaan dapat berupa psikoterapi dan farmakoterapi untuk menghadapi gejala seperti kecemasan, penyerangan dan depresi.

37

38

DAFTAR PUSTAKA American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-5®). American Psychiatric Pub. Alex, Sobur. 2003. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia. h. 35-37 . Departemen Kesehatan RI, 1985. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi II. Dirjen Pelayanan Medis RI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis RI. Jakarta. Littauer, F. 1996. Personality Plus. (A. Adiwiyoto, Terj.). Jakarta: Binarupa Aksara. (Naskah asli dipublikasikan tahun 1992). Hal. 122. Mangindaan, Lukas. Ed: Elvira, S. D., & Hadisukanto, G. 2014. Buku Ajar Psikiatri: Gangguan Kepribadian. Edisi ke 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal 329-334. Sadock, BJ, Sadock VA.Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th Edition. New York: Lippincott William&Wilkins; 2015.p. 1595-1602. Setyonegoro, Kusumanto. 1967. Buku Pedoman Pengantar Ilmu Kedokteran Djiwa (Psikiatri). Jakarta: Bagian Ilmu Keokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Siswanto. Kesehatan Mental Konsep, Cakupan Dan Perkembangannya. 2007. yogyakarta: Andi offset. h. 154. Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Sujanto, A., Lubis, H., & Hadi, T. 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 213. Suryabrata, S. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Hal. 78, 145. Syamsu, Yusuf. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. h.12-14 20.

Related Documents


More Documents from "Henry Pacheco"