BAB I PENDAHULUAN
Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi pada bahu. Frozen shoulder, atau juga sering disebut sebagai kapsulitis adhesiva, merupakan suatu kelainan di mana terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat disekitar sendi glenohumeral, sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi keterbatasan gerak dan nyeri yang kronis. Frozen shoulder secara pasti belum diketahui penyebabnya. Penyebab terbanyak dari frozen shoulder antara lain tendinitis, rupture rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama, trauma serta diabetes mellitus. Respon autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang diduga menyebabkan penyakit tersebut (Apley,1995). Kapsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendonitis, infark miokard, diabetus mellitus, fraktur immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis. Keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang mengenai kapsul sendi dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi dan tulang rawan, ditandai dengan nyeri bahu yang timbul secara perlahan-lahan, nyeri yang semakin tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak. Pada pasien yang menderita capsulitis adhesiva menimbulkan keluhan yang sama seperti pada penderita yang mengalami peradangan pada jaringan disekitar sendi yang disebut dengan periarthritis, keadaan ini biasanya timbul gejala seperti tidak bisa menyisir karena nyeri disekitar depan samping bahu. Nyeri tersebut terasa pula saat lengan diangkat untuk mengambil sesuatu dari saku kemeja, ini berarti gerakan aktif dibatasi oleh nyeri,bila gerak pasif diperiksa ternyata gerakan itu terbatas karena adanya suatu yang menahan yang disebabkan oleh perlengketan. Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh adanya rasa nyeri, terutama rasa nyeri timbul sewaktu menggerakan bahu, penderita takut menggerakan bahunya. Aspek fisioterapi sindroma nyeri bahu pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva ini fisioterapis berperan dalam mengurangi nyeri ,meningkatkan luas gerak sendi (LGS) mencegah kekakuan lebih lanjut dan mengembalikan kekuatan otot serta meningkatkan aktifitas fungsional pasien. Untuk mengatasinya banyak modalitas fisioterapi yang dapat digunakan disini penulis mengambil modalitas fisioterapi berupa penggunaan 1
Short Wave Diathermy(SWD),microwave diathermy dan ultrasonic diathermy, serta dilakukan terapi manipulasi dan terapi latihan serta latihan fungsional.
2
BAB II LAPORAN KASUS
I.
IDENTIFIKASI a. Nama
: Tn. M R G
b. Umur
: 61 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
II.
d. Pekerjaan
: Pensiunan Imigrasi
e. Alamat
: Jl. Prajurit Nazarudin Ilir timur II, Palembang
f. Bangsa
: Indonesia
g. Suku
: Batak
h. Agama
: Kristen
i. Kunjungan
: 6 Juni 2017
j. No. medrek
: 248129
ANAMNESIS Keluhan utama
: nyeri dan kaku pada bahu kanan dan kiri.
Keluhan tambahan : Riwayat perjalanan penyakit : ± 1 bulan yang lalu, penderita mengeluh nyeri dan terasa kaku pada bahu kanan dan kiri. Nyeri tidak menjalar, nyeri seperti tertusuk-tusuk. Nyeri bertambah bila tangan digerakkan. Penderita menjadi kesulitan saat beraktivitas, seperti mengangkat barang, menggosok punggung dan menyisir rambut. Nyeri tidak menghilang saat beristirahat. Penderita tidak mengeluh sulit tidur karena nyeri tersebut. Penderita juga sulit menoleh ke kanan. Nyeri makin memberat pada malam hari. Kesemutan pada bahu disangkal.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat darah tinggi (+) Riwayat stroke (+) Riwayat trauma pada bahu disangkal (-)
Riwayat penyakit pada keluarga : Riwayat darah tinggi(+) 3
Riwayat kencing manis (+)
Riwayat pekerjaan : Pasien sebelumnya bekerja di kantor imigrasi.
Riwayat sosial ekonomi : Penderita tinggal bersama istri dan keempat anaknya. Istri seorang ibu rumah tangga .
Kesan ekonomi : menengah.
III.
PEMERIKSAAN FISIK A. Pemeriksaan Fisik Umum Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 160/100 mmHg
Nadi
: 84 X/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernafasan
: 22 x/ menit
Suhu
: 36,5 oC
Berat Badan
: 68 kg
Tinggi Badan
: 165 cm
BMI
: 27,9
Cara Berjalan
: Hemiplegik
B. Pemeriksaan Fisik Khusus Kulit
: Dalam batas normal
Status Psikis
: Sikap kooperatif, ekspresi wajah kesakitan, orientasi dan perhatian baik.
Nervus kranialis I-XII: Tidak diperiksa. Kepala
: Bentuk normal, normocephali.
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, RC (+/+).
Hidung
: Bagian luar tidak ada kelainan, deviasi septum (-), selaput
4
lendir dalam batas normal, epistaksis (-), sekret (+) serosa, konka inferior eutrofi. Telinga
: Bentuk normal, sekret (-), liang telinga kanan dan kiri lapang, membran timpani intak, RC +/+, nyeri tekan tragus/ aurikula (-).
Mulut
: Sianosis (-), arcus faring baik, hiperemis (-), uvula di tengah, tonsil T1-T1, hiperemis (-).
Leher
: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), massa (-). Luas Gerak Sendi
: Dalam batas normal
Tes Provokasi
: Tidak dilakukan
Thorax Pulmo Inspeksi: statis : kanan dan kiri simetris, dinamis: pergerakan dinding dada kanan=kiri. Palpasi: stemfremitus kanan=kiri. Perkusi: sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi: vesikular (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Cor Inspeksi: ictus cordis terlihat. Palpasi: ictus cordis tidak teraba, thrill (-) Perkusi: redup, batas jantung dalam batas normal. Auskultasi: HR: 84x/ menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi: datar, simetris, scar (-), spider nevi (-). Palpasi: lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-). Perkusi: timpani, shifting dullness (-). Auskultasi: Bising usus (+) normal.
Ekstremitas Ekstremitas superior : 5
Inspeksi
: deformitas (-), edema(-), tremor(-), nodus herbenden(-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), diskrepansi (-)
Neurologi :
Motorik Gerakan Abduksi lengan Fleksi siku Ekstensi siku Ekstensi wrist Fleksi jari-jari tangan Abduksi jari tangan Tonus Tropi Refleks Fisiologis Refleks tendon biseps Refleks tendon triseps Refleks Patologis Hoffman Tromner Sensorik Protopatik Proprioseptik Vegetatif Luas Gerak Sendi
Dextra Terbatas 3 3 3 3 3 3 Eutoni Eutropi
Sinistra Luas 5 5 5 5 5 5 Eutoni Eutropi
Normal Normal
Normal Normal
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Normal Normal Tidak ada Kelainan
Aktif Dextra Abduksi Bahu 0-110 Adduksi Bahu 180-110 Fleksi bahu 0-110 Extensi bahu 0-30 Endorotasi bahu (f0) 90-45 Eksorotasi bahu (f0) 0-45 Endorotasi bahu (f90) 90-45 Eksorotasi bahu (f90) 0-45 Fleksi siku 0-150 Ekstensi siku 150-0 Ekstensi pergelangan tangan 0-70 Fleksi pergelangan tangan 0-80 Supinasi 0-90 Pronasi 0-90
Aktif Sinistra 0-180 180-0 0-180 0-60 90-0 0-90 90-0 0-90 0-150 150-0 0-70 0-80 0-90 0-90
Pasif Dextra 0-110 180-110 0-110 0-30 90-45 0-45 90-45 0-45 0-150 150-0 0-70 0-80 0-90 0-90
Pasif Sinistra 0-180 180-0 0-180 0-60 90-0 0-90 90-0 0-90 0-150 150-0 0-70 0-80 0-90 0-90 6
Penilaian fungsi tangan dalam batas normal. Tes Provokasi : appley stratch test dextra (+).
Ekstremitas Inferior : Inspeksi
: deformitas (-), edema (-), tremor (-).
Palpasi
: Nyeri tekan (-), diskrepansi (-)
Neurologi :
Motorik Gerakan Kekuatan Fleksi paha Ekstensi paha Ekstensi lutut Fleksi lutut Dorsofleksi pergelangan kaki Dorsofleksi ibu jari kaki Plantar fleksi pergelangan kaki Tonus Tropi Refleks Fisiologis Refleks tendo patella Refleks tendo Achilles Refleks Patologis Babinsky Chaddock Sensorik Protopatik Proprioseptik Vegetatif
Dextra Luas
Sinistra Luas
5 5 5 5 5
5 5 5 5 5
5
5
Eutoni Eutropi
Eutoni Eutropi
Normal Normal
Normal Normal
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Normal Normal Tidak ada Kelainan
7
Luas Gerak Sendi
Aktif Dextra Fleksi paha 0-125 Ekstensi paha 0-30 Endorotasi paha 0-40 Adduksi paha 0-30 Abduksi paha 0-45 Fleksi lutut 0-135 Ekstensi lutut 0-120 Dorsofleksi pergelangan kaki 0-20 Plantar fleksi pergelangan kaki 0-50 Inversi kaki 0-35 Eversi kaki 0-20 Tes Provokasi Sendi Lutut
Aktif Sinistra 0-45 0-30 0-180 0-60 0-45 0-135 0-120 0-20 0-50 0-35 0-20
Pasif Dextra 0-125 0-30 0-110 0-30 0-45 0-135 0-120 0-20 0-50 0-35 0-20
Pasif Sinistra 0-45 0-30 0-180 0-60 0-45 0-135 0-120 0-20 0-50 0-35 0-20
: Negatif
EVALUASI No 1
Level ICF Struktur dan tubuh
2
Aktivitas
3
Partisipasi
Kondisi saat ini fungsi Nyeri pada bahu sebelah kanan Keterbatasan gerak sendi bahu kanan Nyeri saat menyetir mobil, mengangkat barang, menggosok punggung dan menyisir rambut, sulit tertidur
Sasaran Mengurangi nyeri pada bahu Memperluas gerakan sendi bahu kanan Meningkatkan kemampuan dan kemandirian untuk beraktivitas sebagai pegawai kantor.
Kegiatan sehari-hari : Menyetir mobil sendiri,menyisir rambut, memakai celana, mengambil benda di saku belakang celana. Gangguan gerak sendi Meningkatkan motivasi menyebabkan kurang pasien untuk menjalani terapi percaya diri dalam agar dapat beraktivitas dan pergaulan bersosialisasi dengan penuh percaya diri.
8
RESUME Seorang laki-laki berusia 61 tahun datang ke poli rehabilitasi medis RSMH dengan keluhan nyeri dan kaku pada bahu sebelah kanan dan kiri yang dirasakanya pada saat menggerakan bahu, nyeri ini dialaminya sekitar 1 bulan yang lalu. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar. Penderita menjadi kesulitan saat beraktivitas, seperti mengangkat barang, menggosok punggung dan menyisir rambut. Nyeri tidak menghilang saat beristirahat. Penderita juga mengeluh sulit tidur karena nyeri tersebut. Penderita mengeluh sulit saat menoleh ke kanan. Nyeri makin memberat pada malam hari. Kesemutan pada bahu disangkal. Penderita memiliki riwayat penyakit hipertensi, dan stroke.
DIAGNOSIS KLINIS : Frozen shoulder bilateral PROGRAM REHABILITASI MEDIK Fisioterapi Terapi panas
: Microwave Diathermy, Ultrasonic Diathermi pada bahu kanan (3x seminggu)
Terapi dingin
:
Stimulasi listrik
:
Terapi latihan
: active exercise, traksi, slide/terapi manipulasi, overhead pulley, codman pendular exercise, walking finger.
Okupasi terapi ROM exercise
: Melakukan gerakan pada persendian baik aktif maupun pasif
ADL exercise
: Melatih untuk menyisir rambut, membawa barang ringan dan bertambah secara bertahap.
Ortotik prostetik Ortotic
: Tidak ada
Prostetic
: Tidak ada
Alat bantu ambulansi : Tidak ada
Terapi wicara Afasia
: Tidak dilakukan
Disartria
: Tidak dilakukan
Disfagia
: Tidak dilakukan
Sosial medik
: Memberikan motivasi agar pasien datang terapi secara rutin.
Edukasi
: - Kompres panas ±15 menit pada bahu yang sakit 9
-
Tetap menggunakan lengan dalam batas toleransi pasien
-
Latihan dirumah sesuai metode codman pendular exercise dengan beban minimal dan ditambah bertahap, latihan walking fingers, latihan dengan handuk seperti huruf S terbalik, kedua lengan memegang handuk kemudian bahu sehat menarik hingga lengan yang sakit tertarik.
-
Hindari posisi lengan yang menetap dalam waktu lama
-
Hindari melakukan aktivitas fisik berlebihan seperti mengangkat benda berat.
PROGNOSA -
Medik
: Bonam (Bila pasien secara rutin dan teratur melakukan terapi)
-
Fungsional
: Bonam (Dengan terapi teratur, aktivitas sehari-hari dapat dilakukan)
FOLLOW UP
: Tidak dilakukan
10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kasus Definisi Frozen Shoulder Frozen shoulder atau bahu beku adalah kelainan sendi yang diakibatkan karena terjadi perlengketan antar kapsul sendi bahu dengan tendon otot-otot bahu di sekitarnya. Perlengketan ini umumnya disebabkan karena adanya peradangan pada salah satu tendon otot bahu yang berlangsung cukup lama atau kronis.
Penebalan dan perlengketan kapsul sendi karena proses peradangan lama Sumber gambar: www.moveforwardpt.com
Nama lain dari frozen shoulder adalah adhesive capsulitis. Kelainan ini menyebabkan rasa nyeri dan kekakuan pada sendi yang mengakibatkan terbatasnya gerakan bahu ke segala arah. Seiring waktu, bahu menjadi sangat sulit untuk digerakkan. Frozen shoulder terjadi pada sekitar 2% dari populasi umum dan termasuk 5 penyebab tersering keluhan nyeri pada bahu, paling sering mempengaruhi orang berusia antara 40-60 tahun dan wanita lebih rentan mengalaminya dibanding pria. Sendi bahu adalah sendi putar yang dikelilingi oleh banyak otot, tendon dan ligamen (jaringan pengikat dan jaringan penyangga). Sendi ini dibentuk oleh 3 macam tulang yaitu tulang lengan atas (humerus), tulang belikat (skapula) dan tulang selangka (klavikula). Bagian atas (kepala) tulang lengan atas akan masuk ke dalam suatu cekungan yang dibentuk oleh tulang belikat dan diikat oleh jaringan ikat yang kuat yang disebut sebagai kapsul bahu 11
yang berfungsi menstabilkan posisi lengan atas agar tetap berada dalam cekungannya. Kapsul bahu akan mengelilingi sendi bahu dan Rotator Cuff tendon.
Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan tanda-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu ke permukaan dan menyebar ke ruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi radang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekikis terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder. Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu : a. Primer/ idiopetik frozen shoulder Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada
12
lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang. b
Sekunder frozen shoulder
Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur, dislokasi, luka bakar yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.
Gambar 2. 1 Capsulitis Adhesiva pada bahu kiri anterior (sumber: http://www.health.harvard.edu/shoulders/frozen-shoulder) 1. Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint) Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu. Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulangtulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal. 13
Gambar 2.2 Persendian Bahu (Sumber: Bandy William D.,Reese Nancy B. 2016. Joint Range of Motion and Muscle Length Testing; Elsevier )
Berdasarkan sudut klinis terdapat 5 fungsi persendian bahu yang kompleks, yaitu: a. Sendi Glenohumerale Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale (Snell, 2008). Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya. Ligamen-ligamen ligamenglenoidalis,
yang
memperkuat
ligamenhumeral
sendi
tranversum,
glenohumeral ligamencoraco
antara
lain
humeral
dan
ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum anatomicum humeri (Snell,2008).
14
Ligament yang memperkuat antara lain: 1) ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari procesus coracoideus sampai tuberculum humeri. 2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus sampai acromion. 3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke colum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu: a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah cranial b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah ventral. c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation sebelah inferius. Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint: 1) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan tendon latisimus dorsi. 2) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan tuberositashumeri. 3) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio otot pectoralis mayor. 4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah otot deltoideus. 5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum coracoclaviculare. 6) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan otot subscapularis. 7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi glenoidal yaitu rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement . Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua 15
gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement. Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi terjadi rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral . b. Sendi sterno claviculare Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan kedua facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis luas,sehingga kemungkinan gerakan luas. Ligamentum yang memperkuat: 1) ligamentum
interclaviculare,
yang
membentang
diantara
medial
extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni. 2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama sampai permukaan bawah clavicula. 3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal incisura clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis claviculare. Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi 70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi terjadi roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10° (sampai fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah caudal dan slide clavicula kearah cranial. c. Sendi acromioclaviculare
16
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar. Ligamentum yang memperkuatnya: 1) ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion dataran ventral sampai dataran caudal clavicula. 2) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu: a) Ligamentum
conoideum,
yang
membentang
antara
dataran
medial
dataran
lateral
procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare. b) Ligamentum
trapezoideus,
yang
membentang
dari
procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare, Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan dengan gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula. d. Sendi subacromiale Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang berada di sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal, dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi. e. Sendi scapulo thoracic Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan scapula terhadap dinding thorax. Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang dalam klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi. Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative therapy untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi, gerakangerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/ traksi, (2). Compression/ kompresi, (3). Gliding. 17
1) Gliding Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru (selalu berubah) pada permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan sendi sesuai dengan hukum konkaf konvek yaitu : jika permukaan sendi konkaf, maka arah gliding berlawanan dengan gerakan tulang. Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka arah gliding searah dengan gerakan tulang. Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan dengan arah gerakan tulang, karena pertmukaan sendi konfek bergerak peda permukaan sendi konkaf (caput humei dengan cavitas glenoidal). 2) Traksi Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat mengurangi nyeri pada sendi, 3) Kompresi Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus tetapi kedua pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri (mudatsir, 2007). Pelaksanaan Join Play movement : Join Play dilakukan dengan pasien pada posisi tidur terlentang, rileks. Adapun gerakannya yaitu; backward glide of the humerus, forward glide of the humerus, lateral distraction of the humerus, caudal glide of the humerus, backward glide of the humerus in abduktion, lateral distraktion of the humerus in abduktion, anterior posterior dan cepalo caudal movement the clavicula in acromio clavicula, anterior posterior dan cepalo caudal movement the clavicula in sterno clavicula, dan general movement of the scapula (magee).
18
2.
Etiologi
Penyebab terjadinya frozen shoulder tidak sepenuhnya dipahami. Pada frozen shoulder, jaringan halus dari kapsul bahu akan mengeras, menebal dan meradang disertai timbulnya perlengketan antara kapsul bahu dengan tendon-tendon otot yang berada di sendi bahu. Hal ini umumnya terjadi akibat peradangan yang berlangsung cukup lama yang dipicu cedera ringan karena pemakaian berulang ataupun karena faktor lain seperti pada penyakit kronis.
Perlengketan dan penebalan kapsul sendi bahu
Beberapa faktor yang dapat membuat seseorang lebih berisiko untuk menderita frozen shoulder adalah sebagai berikut : •
Imobilisasi sendi bahu. Frozen shoulder sering terjadi pada seseorang yang terlalu
lama tidak menggunakan/menggerakkan bahunya. Umumnya ini terjadi pada penderita pasca operasi cedera tulang bahu, post operasi dada atau payudara, atau cedera lainnya atau karena kondisi kesehatan yang kronis seperti pada penderita diabetes, stroke atau adanya artritis inflamasi kronis pada sendi bahu. 19
•
Penderita penyakit medis tertentu seperti diabetes mellitus, hipertiroid (aktivitas
kelenjar tiroid yang berlebihan), hipotiroid (aktivitas kelenjar tiroid yang kurang), penderita penyakit kardiovaskuler (stroke, penyakit jantung), tuberculosis dan Parkinson. Penderita diabetes memiliki risiko untuk mengalami frozen shoulder sekitar 10–20%. Mekanisme pasti tidak diketahui secara jelas, namun beberapa diantaranya dikaitkan dengan penurunan aktivitas sendi bahu yang cukup berarti. •
Cedera khususnya yang diakibatkan aktivitas berulang dan berlebih yang
menggunakan sendi bahu. Gerakan berulang dan berlebih pada bahu dapat menyebabkan puncak dari tulang lengan atas bergesekan dengan sebagian sendi bahu dan tendonnya, sehingga menyobek serat-seratnya. Cedera ringan dapat menyebabkan reaksi radang lokal atau tenditinitis dan bursitis. Kondisi ini biasanya akan sembuh dengan sendirinya bila diistirahatkan dari gerakan-gerakan yang memicu gesekan tersebut. Namun rasa nyeri akibat peradangan pada tendon otot bahu sering menyebabkan penderita akan semakin mengurangi gerakannya, dan bila berlangsung cukup lama, justru akan menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya keluhan bahu beku (frozen shoulder). •
Wanita. Wanita umumnya pada masa menopause lebih berisiko mengalami frozen
shoulder dibanding pria. Namun mekanisme pasti juga tidak diketahui secara jelas Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai frozen shoulder, teori tersebut adalah : a. Teori hormonal. Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan datangnya menopause. b. Teori genetik. Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang sama. c. Teori auto immuno. Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal. d. Teori postur.
20
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu. 4. Patologi Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalamnya terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi, sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium normalnya bening, tidak membeku, tidak berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi relative kecil (1-3 ml). Cairan sinovium juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Capsulitis adhesiva merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi impingement yang terlalu lama (Appley, 1995). Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan sulit untuk diidentifikasi satu persatu bagian secara detail. Guna memahami penyebab dan patologi sindroma nyeri bahu, maka dapat dikelompokkan menjadi: a. Faktor Penyebab: 1) Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait dengan aktifitas gerak dan struktur anatomi 2) Faktor penyebab penyebab secara neurogenik yang berkaitan dengan keluhan neurologik yang menyertai baik secara langsung maupun tidak langsung yang berupa nyeri rujukan. b. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu : (a) Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler dan (b) Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang bukan mengikuti pola kapsuler. 21
5. Tanda dan gejala a. Nyeri Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali ringan, diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena. Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal ( Appley,1995 ). b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark myokard, diabetes melitus, fraktur immobilisasi berkepanjangan atau redikulitis cervicalis. Keadaan ini biasanya unilateral, terjadi pada usia antara 45–60 tahun dan lebih sering pada wanita. Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging). c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot Pada pemeriksaan fisik didapat adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukandengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai adanya atropi bahu (dalam berbagaoi tingkatan). Sedangkan pemeriksaan neurologik biasanya dalam batas normal.
22
d. Gangguan aktifitas fungsional Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara langsung akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya.
6. Komplikasi. Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan timbul problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2) Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial terjadinya deformitas pada sendi bahu (4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu (5) Adanya gangguan aktifitas keseharian (AKS). 7. Cara Diagnosis Diagnosis berdasarkan gejala nyeri yang ada dan riwayat penyakit atau aktivitas sebelumnya. Gejala yang timbul akibat frozen shoulder umumnya berjalan secara lambat dan bersifat kronis. Beberapa keadan lain seperti peradangan sendi atau otot bahu, artritis degeneratif sendi bahu, juga dapat memberikan keluhan dan gejala yang hampir sama, yaitu pembengkakan, nyeri dan kekakuan, namun gejala umumnya timbul lebih cepat. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan rentang gerak sendi bahu yang secara signifikan terbatas, baik ketika bahu digerakkan sendiri oleh penderita (pemeriksaan jangkauan gerak aktif) atau saat bahu digerakkan oleh pemeriksa (pemeriksaan jangkauan gerak pasif). Keterbatasan gerak bahu hampir ke segala arah baik pada pemeriksaan jangkauan aktif maupun pasif, dan hal ini yang membedakan dengan kelainan tendinitis pada Rotator Cuff (peradangan pada tendon otot-otot bahu), dimana nyeri dan keterbatasan arah
23
pergerakan sendi lebih sesuai dengan lokasi tendon yang mengalami peradangan (tidak ke segala arah). Tes “appley scratch” merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala. Pada Capsulitis adhesive pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot bahu sebagai penyebab keterbatasan. Nyeri
akan
bertambah
pada
penekanan
dari
tendon
yang
membentuk
muskulotendineus “rotatorcuff”. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid, supraspinatus dan otot “rotator cuff” lainnya.
Tes Appley scracth
Selain dibutuhkan pemeriksaan fisik, dalam mendiagnosa suatu penyakit juga dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penujang dilakukan sesuai dengan masing-masing penyakit. Pemeriksaan penunjang seperti rontgen, MRI (dilakukan bila tidak ada perbaikan dalam waktu 6-12 minggu) atau ultrasonografi kadang diperlukan untuk memastikan diagnosis ataupun untuk menyingkirkan penyebab lain dari keluhan yang timbul, seperti kemungkinan adanya artritis, atau sobekan pada tendon di Rotator Cuff.
24
8.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberpa kasus dilakukan TENS untuk mengurangi nyeri. Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison injeksikan pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu juga dapat diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi rupture pada kapsul untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini disebut hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang meragukan kegunaan terapi tersebut. Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk melepaskan perlengketan. Operasi dilakukan pada kasus yang cukup parah dan sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan berupa arthroskopi.
Penanganan Rehabilitasi Medik a.
Terapi dingin
Modalitas terapi ini biasanya untuk nyeri yang disebabkan oleh cedera muskuloskeletal akut. Demikian pula pada nyeri akut Capsulitis adhesive lebih baik diberikan terapi dingin. Efek terapi ini diantaranya mengurangi spasme otot dan spastisitas, mengurangi maupun membebaskan rasa nyeri, mengurangi edema dan aktivitas enzim destruktif
25
(kolagenase) pada radang sendi. Pemberian terapi dingin pada peradangan sendi kronis menunjukkan adanya perbaikan klinis dalam hal pengurangan nyeri. Adapun cara dan lama pemberian terapi dingin adalah sebagai berikut: o
Kompres dingin
Teknik: masukkan potongan – potongan es kedalam kantongan yang tidak tembus air lalu kompreskan pada bagian yang dimaksud. Lama: 20 menit, dapat diulang dengan jarak waktu 10 menit. o
Masase es
Teknik: dengan menggosokkan es secara langsung atau es yang telah dibungkus. Lama: 5-7 menit. Frekuensi dapat berulang kali dengan jarak waktu 10 menit.
b.
Terapi panas
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam, terjadi oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi fisiologis yang dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi. Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri serabut-serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot, meningkatkan aliran darah, juga membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan efek eksudasi. Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang bermanfaat sebagai analgesik.Terapi panas dangkal menghasilkan panas yang tertinggi pada permukaan tubuh namun penetrasinya kedalam jaringan hanya beberapa milimeter. Pada terapi panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi listrik atau suara ke energi panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi masuk kejaringan tubuh kita yang lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan dibawah kulit (subkutan). Golongan ini yang sering disebut diatermi, terdiri dari: o
Diatermi gelombang pendek (short wave diathermy = SWD)
o
Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)
o
Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)
Pada Capsulitis adhesive, modalitas yang sering digunakan adalah ultrasound diathermy (US) yang merupakan gelombang suara dengan frekuensi diatas 17.000 Hz dengan daya tembus yang paling dalam diantara diatermi yang lain. Gelombang suara ini selain memberikan efek panas/ termal, juga ada efek nontermal/ mekanik/ mikromasase, oleh karena itu banyak digunakan pada kasus perlekatan jaringan. Frekuensi yang dipakai untuk 26
terapi adalah 0,8 dan 1 MHz. Dosis terapi 0,5-4 watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau 2 hari sekali. US memerlukan media sebagai penghantarannya dan tidak bisa melalui daerah hampa udara. Menurut penelitian, medium kontak yang paling ideal adalah gel. Efek US pada Capsulitis adhesive :
Meningkatkan aliran darah
Meningkatkan metabolisme jaringan
Mengurangi spasme otot
Mengurangi perlekatan jaringan
Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.
Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini digunakan arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang 11m yang diubah menjadi panas sewaktu melewati jaringan.Pada umumnya pemanasan ini paling banyak diserap jaringan dibawah kulit dan otot yang terletak di permukaan.
c.
Elektrostimulasi : TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation )
Modalitas terapi fisik ini dapat dipergunakan untuk nyeri akut maupun nyeri kronis, dan sering digunakan untuk meredakan nyeri pada Capsulitis adhesive. Untuk peletakan elektroda dan pemilihan parameter perangsangan sampai sekarang masih lebih banyak bersifat seni dan subyektif. Namun peletakkan elektrode harus tetap berdasarkan pengetahuan akan dasar-dasar anatomi dan fisiologi. Letak elektroda yang biasa dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom saraf tepi, motor point, trigger point, titik akupuntur. Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Misalnya keterbatasan gerak abduksi, elektrode aktif (negatif) ditempatkan pada tepi depan aksila dan elektroda kedua diletakkan pada bahu atau diatas otot deltoid penderita. Pasien berdiri disamping sebuah dinding dan diminta meletakkan jari-jarinya pada permukaan dinding. Pada saat stimulasi, jari-jari tangan pasien diminta untuk berjalan ke atas di dinding tersebut. Lama pemberian stimulasi bervariasi dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Angka keberhasilan untuk menghilangkan nyeri bervariasi dari 25% sampai 80–95%.
27
d.
Latihan
Merupakan bagian yang terpenting dari terapi Capsulitis adhesive. Pada awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat. Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa nyeri yang timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif menentukan saat dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa nyeri sebelum akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga latihan gerakan aktif tidak diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat pada akhir gerakan yang terbatas, berarti masa akut sudah berkurang dan latihan secara aktif boleh dilakukan. Pada latihan gerak yang menimbulkan/ menambah rasa nyeri, maka latihan harus ditunda karena rasa nyeri yang ditimbulkan akan menurunkan lingkup gerak sendi. Tetapi bila gerakan pada latihan tidak menambah rasa nyeri maka kemungkinan besar terapi latihan gerak akan berhasil dengan baik. Latihan gerak dengan menggunakan alat seperti shoulder wheel , overhead pulleys, finger ladder, dan tongkat merupakan terapi standar untuk penderita frozen shoulder.
Gambar 2 : shoulder wheel
28
Gambar 3 : overhead pulleys
Gambar 4: finger ladder
Latihan Codman (Pendulum) Gravitasi menyebabkan traksi pada sendi dan tendon dari otot lengan. Codman memperkenalkan latihan untuk sendi bahu dengan menggunakan gravitasi. Bila penderita melakukan gerak abduksi pada saat berdiri tegak akan timbul raa nyeri hebat. Tetapi bila dilakukan dengan pengaruh dari gravitasi dan otot supraspinatus relaksasi maka gerakan tersebut terjadi tanpa disertai rasa nyeri. Pada pergerakan pendulum penderita membungkuk kedepan, daerah lengan yang sakit tergantung bebas tanpa atau dengan beban. Tubuh dapat ditopang dengan meletakkan lengan satunya diatas meja atau bangku, lengan digerakkan ke depan dan ke belakang pada bidang sagital (fleksi-ekstensi). Makin lama makin jauh gerakannya, kemudian gerakan kesamping, dilanjutkan gerakan lingkar (sirkuler) searah maupun berlawanan arah dengan jarum jam. Pemberian beban pada latihan pendulum akan menyebabkan otot memanjang dan dapat menimbulkan relaksasi pada otot bahu.
Gambar 5: Latihan Pendulum
29
Latihan dengan menggunakan tongkat Latihan dengan tongkat dapat berupa gerakan fleksi, abduksi, adduksi, dan rotasi. Gerakan dapat dilakukan dalam posisi berdiri, duduk ataupun berbaring.
Gambar 6 : Latihan dengan menggunakan tongkat
Latihan finger ladder Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan secara obyektif sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk melakukan latihan lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu diperhatikan agar penderita berlatih dengan posisi yang benar, jangan sampai penderita memiringkan tubuhnya, berjinjit maupun melakukan elevasi kepala. Gerakan yang dapat dilakukan adalah fleksi dan abduksi. Penderita berdiri menghadap dinding dengan ujung jari-jari tangan sisi yang terkena menyentuh dinding. Lengan bergerak keatas dengan menggerakkan jari-jari tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk gerakan abduksi dikerjakan dengan samping badan menghadap dinding.
Latihan dengan over head pulleys (katrol) Bila diajarkan dengan benar, sistem katrol sangat efektif untuk membantu mencapai lingkup gerak sendi bahu dengan penuh. Peralatan: dua buah katrol digantungkan pada tiang dengan seutas tali dihubungkan dengan kedua katrol tersebut. Kedua ujung tali diberi alat agar tangan dapat menggenggam dengan baik. Posisi penderita bisa duduk, berdiri atau berbaring terlentang dengan bahu terletak dibawah katrol tersebut. Dengan menarik tali pada salah satu tali yang lain akan terangkat. Sendi siku diusahakan tetap dalam posisi ekstensi dan penderita tidak boleh mengangkat bahu maupun mengangkat tubuh. Gerakan dilakukan perlahan-lahan. 30
Latihan dengan shoulder wheel Dengan instruksi yang benar shoulder whell dapat digunakan untuk memberi motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup gerak sendi bahu secara aktif. Cara penggunaan alat yaitu penderita berdiri sedemikian rupa sehingga aksis dari sendi bahu sama dengan aksis roda pemutar sehingga gerak lengan sesuai dengan gerak putaran roda. Penderita tidak diharuskan menggerakkan roda secara penuh, tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar kemampuan gerakan sendi bahunya. Harus pula diperhatikan pada waktu melakukan gerakan endorotasi maupun eksorotasi bahu dalam posisi abduksi 90o dan siku fleksi 90o. Dengan meletakkan siku pada aksis roda maka gerakan dapat dilakukan sampai pada keterbatasan lingkup gerak sendi.
9.
Diagnosis banding
Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan dapat bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan secara berangsurangsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku ( Appley,1995) Kondisi pembanding dari kondisi Frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis adhesiva antara lain: 1) Bursitis subacromial: Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis, keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping (abduksi aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi nyeri yang dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insertion otot deltoideus di tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis sub acromialis yang khas sekali, ini dapat dibuktikan dengan penekanan pada tuberkulum humeri. Tidak adanya nyeri tekan berarti nyeri rujukan. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya “Panfull arc sub acromialis” 700-1200, tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900 terjadi rasa nyeri. 2) Tendinitis bicipitalis: Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri, meskipun berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya merupakian reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi.
31
Pada kasus tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja keras dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali. Pemeriksaan fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya aduksi sendi bahu terbatas, nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes yorgason disamping timbul nyeri juga didapat penonjolan pada samping medial tuberkuluminus humeri, berarti tendon otot bisep tergelincir dan berada di luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi penipisan tuberkulum. 3) Lesi rotator cuff: Terjadi inflamasi atau pnjepitan pada otot – otot rotator cuff (supraspinatus, infrasupinatus, subcapsulatis, dan teres minor) di acromion ligament coracoacromial, sendi acromioclavicular dan prosessus coracoids. Banyak terjadi pada orang yang melakukan aktivitas bahu melewati kepala.
B. Problematika Fisioterapi. Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder adalah sebagai berikut : 1. Impairment. Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan yang ditimbulkan antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan penurunan kekuatan otot di sekitar bahu.
32
2. Functional limitation. Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder adalah keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering ditemukan keluhankeluhan seperti tidak mampu untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang kesulitan memakai breast holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan sendi bahu (Appley, 1995). 3. Participation restriction. Pasien yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk melakukan aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan pasien tersebut tidak percaya diri dan merasa kurang berguna dalam masyarakat, tapi pada umumnya frozen shoulder jarang menimbulkan disability atau kecacatan.
33
BAB IV ANALISIS KASUS
Seorang laki-laki berusia 61 tahun datang ke poli rehabilitasi medis RSMH dengan keluhan nyeri dan kaku pada bahu sebelah kanan dan kiri yang dirasakanya pada saat menggerakan bahu, nyeri ini dialaminya sekitar 1 bulan yang lalu. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar. Penderita menjadi kesulitan saat beraktivitas, seperti mengangkat barang, menggosok punggung dan menyisir rambut. Nyeri tidak menghilang saat beristirahat. Penderita juga mengeluh sulit tidur karena nyeri tersebut. Penderita mengeluh sulit saat menoleh ke kanan. Nyeri makin memberat pada malam hari. Kesemutan pada bahu disangkal. Penderita memiliki riwayat penyakit hipertensi, dan stroke. Keluhan pasien dapat dicurigai suatu kelainan muskuoskeletal ataupun neurologi. Keluhan ini lebih dititikberakan pada gangguan musculoskeletal karena pasien tidak mengeluhkan ada nyeri yang menjalar serta gangguan sensibilitas. Kasus ini merupakan kasus akut yang terjadi selama 1 bulan. Faktor risiko dari frozen shoulder adalah adanya penyakit sistemiks eperti diabetes, hipertiroid, hipotiroid serta sering berada dalam keadaan diam atau tidak banyak bergerak untuk jangka waktu yang lama. Tidak terdapat tanda inflamasi seperti kemerahan, bengkak dan juga tidak ada riwayat trauma, sehingga menyingkirkan diagnose banding yang mengarah ke fraktur ataupun inflamasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umu sakit sedang, tanda vital dalam batas normal, skala nyeri 4/10. Pada ekstremitas superior tidak didapatkan bentuk tak simetris, tak tampak atropi otot, tak tampak tanda inflamasi, ada nyeri tekan pada kedua bahu. Pemeriksaan luas gerakan sendi pada bahu kanan didapatkan keterbatasan gerakan pada sendi bahu baik aktif maupun pasif, pada bahu kiri gerakan aktif dan pasif masih dapat dilakukan walaupun menimbulkan nyeri. Diagnosis frozen shoulder dapat kita tegakan karena adanya keterbatasan gerak pada bahu. Terapi yang diberikan adalah terapi panas yaitu infrared radiation atau juga dapat dilakukan kompres hangat dirumah. Latihan dengan kedua lengan juga dapat dilakukan seperti gerakan pendulum, walking finger, dan tentunya penggunakan bahu kiri untuk aktifitas sehari-hari
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley & Solomon, 1995, Textbook of Orthopaedic & Fracture System Apley; Edition 7 translated by dr. Edy Nugroho, Widya Medika, Jakarta, p. 11-12 2. Bandy William D.,Reese Nancy B. 2016. Joint Range of Motion and Muscle Length Testing; Elsevier 3. David J. M., William S. Q., James E. Z., Robert C. M..2015.Pathology and Intervention in Musculoskeletal Rehabilitation. Elsevier Health Sciences. 4. Harpal Singh U., Jonathan Peter E., Christopher S..Frozen shoulder: A systematic review of therapeutic options. World J Orthop.2015 Maret; 6(2): 263-268 5. Priguna, Sidharta. 2003. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek Umum. Fakultas Kedokteran Indonesia: Jakarta. 6. Setianing, Retno., Kusumawati, K., Siswarni. 2011. Pelatihan Ketrampilan Medis Pemeriksaan Muskuloskeletal Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medk . Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta. 7. Sianturi, Golfried. 2008. Studi Komparatif Injeksi dan Oral Triamnicolone Acetonide pada sindroma Frozen Shoulder. Semarang. 8. William E, Morgan, DC& Sarah Ptthoff, DC. Managing the
Frozen Shoulder.
Available online at : http://drmorgan.info/data/documents/frozen-shoulder-ebook.pdf diakses tanggal 24 September 2015. 9. Harso S. 2010. BST Frozen Shoulder. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta : Yogyakarta.
35