PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIFITAS TEHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN POSISI TRIPOD TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN PPOK (STUDI KASUS)
ADI PRASTIYO 16003
AKADEMI KEPERAWATAN HANG TUAH JAKARTA TAHUN 2018
KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIFITAS TEHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN POSISI TRIPOD TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN PPOK (STUDI KASUS)
Karya Tulis Ilmiah Ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
ADI PRASTIYO 16003
AKADEMI KEPERAWATAN HANG TUAH JAKARTA TAHUN 2018
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Adi Prastiyo
Tempat/tanggal lahir
: Jakarta, 11 April 1996
Alamat
: Jl. Pondok Jaya 1 No.36L Rt.001 Rw.006 Kel. Pela Mampang Kec. Mampang Prapatan Jakarta Selatan.
Nomor Hp
: 082210497211
Alamat email
:
[email protected]
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penelitian saya yang berjudul : “EFEKTIFITAS TEHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN POSISI TRIPOD TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN PPOK” bebas dari plagiarisme dan bukan hasil karya orang lain. Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian dari karya tulis ilmiah dan hasil-hasil penelitian tersebut terdapat indikasi plagiarisme, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa unsur paksaan dari pihak siapapun. Mengetahui, Pembimbing
Jakarta, 12 Agustus 2018 Yang membuat pernyataan
Ns. Tri Purnamawati, M.Kep, Ns, SpKep,An
Adi Prastiyo NIM. 16003 i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Posisi Tripod Terhadap Frekuensi Pernapasan Pada Pasien PPOK”. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, mendapat bantuan dari berbagai pihak, makan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Direktur Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta, Ns. Rita Wismajuwani, SKM, S.Kep, M.A.P. 2. Wadir I Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta, Elvi Oberty, S.Kp, M.Kep. 3. Wadir II Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta, Soeroso, AMKG. 4. Wadir III Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta, Ns. Sugeng Haryono, S.Kep, M.Kep,. 5. KA Prodi Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta, Ns. Eny Susyanti, S.Kep, M.Kep. 6. Koordinator Mata Ajar Pengantar Riset Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta, Tri Purnamawati, Ns., Sp. Kep. An. 7. Bagian Akademik Mutu Akper Hang Tuah Jakarta,Ns. Amir Wibianto, S.Kep, M.KM,.
ii
iii
8. Kepala LPPM Akper Hang Tuah Jakarta, Ns. Hairunnisa, S.kep, selaku Penasehan Akademik. 9. Wali Kelas Tingkat 3 Angkatan XXI Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta, Ns. Tri Purnamawati, S.kep, M.kep. Kedua Orang Tua yang selalu memberikan doa dan dukungannya. 10. Kedua orang tua yang telah membantu dan mendukung baik secara moral maupun material. 11. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan proposal. Dalam penyusunan proposal ini, penulis masih banyak kekurangan baik pada tata cara penulisan maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan proposal ini. Semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Jakarta, 12 Agustus 2018 Penulis
iv
Daftar Isi PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .............................................................................. i KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 7 2.1 Konsep PPOK...................................................................................................... 7 2.1.1 Definisi 7 2.1.2 Etiologi 7 2.1.3 Patofisiologi .............................................................................................. 8 2.1.4 Tanda dan Gejala..................................................................................... 11 2.1.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 11 2.1.6 Penatalaksanaan ...................................................................................... 13 2.1.7 Komplikasi .............................................................................................. 16 BAB 3 METODE PENELITIAN .......................................................................................... 17 3.1 Rancangan Penelitian ......................................................................................... 17 3.2 Subjek Penelitian................................................................................................ 17 3.2.1 Kriteria inklusi :....................................................................................... 17 3.2.2 Kriteria eksklusi : .................................................................................... 19 3.3 Fokus Studi ........................................................................................................ 19 3.4 Definisi Operasional .......................................................................................... 19 3.5 Instrumen Penelitian .......................................................................................... 19 3.6 Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 20 3.6.1 Metode Observasi ................................................................................... 20 3.6.2 Metode Wawancara................................................................................. 20 3.7 Lokasi & Waktu Penelitian ............................................................................... 20 3.8 Analisis Data dan Pengolahan Data .................................................................. 20 3.9 Etika Penelitian.................................................................................................. 21 3.9.1 Informed consent ..................................................................................... 21 3.9.2 Anomity (Tanpa nama) ............................................................................ 21 3.9.3 Confidentiality (Kerahasiaan) ................................................................. 22 3.9.4 Veracity (Kejujuran)................................................................................ 22 3.9.5 Justice (Keadilan).................................................................................... 22
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) adalah penyakit yang ditandai adanya hambatan aliran pernafasan bersifat reversible sebagian dan progresif yang berhubungan dengan respon inflamasi abnormal dari paru terhadap paparan partikel atau gas berbahaya (Global Obstructive Lung Disease, 2005).
PPOK merujuk pada beberapa hal yang menyebabkan terganggunya pergerakan udara masuk dan keluar paru. Meskipun beberapa jenis yang paling penting bronchitis obstruktif, emfisema paru, dan asma dapat muncul sebagai penyakit tunggal, sebagian besar terjadi pertumpangan dalam manifestasi klinisnya. Berbeda dengan asma, penyakit PPOK menyebabkan obstruksi saluran pernafasan yang bersifat ireversibel. Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersamaan dengan gejala primer dari penyebab penyakit ini (Tabrani, 2010).
PPOK merupakan penyebab utama morbiditas dan kematian diseluruh dunia. prevalensi, morbiditas dan mortalitas terkait dengan PPOK telah meningkat dari waktu kewaktu dan lebih tinggi pada pria dibandingkan pada. lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK. Salah satu penyebab PPOK adalah asap tembakau (perokok aktif). Perubahan gaya hidup karena pembangunan ekonomi mempengaruhi peningkatan penggunaan tembakau di negara-negara
1
2
berpenghasilan tinggi. Kematian terkait penyebab PPOK terus meningkat. (WHO, 2014). Di Indonesia penderita PPOK meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Penderita PPOK tahun 2013 lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Kasus PPOK
tertinggi terdapat di perdesaan dibanding perkotaan dan
cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak 3,7 % per mil. Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan masingmasing 6,7 % (Riskesdas, 2013).
Di Semarang penderita PPOK semakin meningkat seiring meningkatnya frekuensi kejadian penyakit di masyarakat. Prevalensi penderita PPOK di kota Semarang selama tahun 2010 – 2014 adalah sebanyak 10.246 orang. Pada tahun 2010 sebanyak 2.846 orang, tahun 2011 sebanyak 4.249 orang, pada tahun 2012 sebanyak 1.342 orang, tahun 2013 sebanyak 820 orang, dan tahun 2014 sebanyak 989 orang. Dari data tersebut prevalensi PPOK kembali meningkat pada tahun 2014 (Kemenkes, 2014).
Tanda gejala yang dominan pada penderita PPOK adalah sesak nafas yang seringkali dimulai saat aktivitas (Muttaqin, 2008). Seringkali gejala PPOK disertai batuk yang mungkin produktif menghasilkan sputum. Gejala umum bersifat progresif dengan sesak nafas yang semakin berat dan berkurangnya toleransi aktivitas.
3
Manifestasi klinis berupa sesak nafas pada pasien PPOK dapat dikurangi dengan diberikan obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, antihistamin, steroid, antibiotik, dan ekspektoran (Muttaqin, 2008)
Selain diberikan obat-obatan tersebut, latihan keperawatan mandiri bagian tubuh bawah dan atas juga disarankan yaitu berupa latihan pernafasan diafragmatik, pemberian posisi tripod, latihan batuk kencang atau batuk terkontrol, olahraga aerobic, terapi berhenti merokok juga disarankan untuk memperlambat progresi penyakit (Tabrani, 2010).
Pasien PPOK biasanya mengalami ketakutan pada onset mendadak dari nyeri dada parah dan ketidakmampuan bernafas. Kecemasan, rasa gelisah, dan rasa takut umum ditemui. Kecemasan dan nyeri dapat meningkatkan permintaan oksigen dan dispnea. Latihan bernafas seperti pernafasan diafragma dan tehnik relaksasi nafas dalam dengan mengerucutkan bibir disarankan untuk menciptakan perasaan kontrol diri dan kemampuan memfasilitasi nafas agar dapat megurangi kecemasan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pailak (2013) dengan judul “Perbedaan pengaruh tehnik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RS Telogorejo Semarang” yang dilakukan pada 30 responden menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh tehnik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Posisi semi fowler atau fowler tinggi memungkinkan ekspansi dada yang maksimum pada pasien tirah baring,
4
khususnya bagi pasien dispnea. Posisi tripod merupakan penyesuaian dari posisi fowler tinggi. Posisi ini memberikan keuntungan lebih banyak. Proses ventilasi akan meningkat pada pasien sesak nafas yang di beri posisi tripod. Posisi ini akan mengurangi obstruksi jalan nafas dan membantu peningkatan fungsi paru sehingga oksigen yang berpindah ke kapiler paru akan meningkat dan CO2 yang dikeluarkan oleh alveolus akan meningkat (Kozeir et al., 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Istiyani (2015) dengan judul “Perbedaan posisi tripod dan posisi semi fowler terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien asma di RS. Ario Wirawan Salatiga” yang dilakukan pada 22 responden menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan bermakna terhadap peningkatan saturasi oksigen sebelum dan setelah pemberian posisi tripod.
Berdasarkan uraian fenomena tersebut, maka peneliti ingin mengetahui apakah tehnik relaksasi nafas dalam dan posisi tripod juga efektif untuk pasien PPOK. Sehingga dilakukan penelitian tentang tehnik relaksasi nafas dalam dan posisi tripod terhadap frekuensi pernafasan pada pasien PPOK.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Keefektifitasannya Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Posisi Tripoid Terhadap Frekuensi Pernapasan Pada Pasien PPOK ?” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
5
Mengetahui keefektifitasannya Teknik relaksasi nafas dalam dan posisi tripoid terhadap perubahan frekuensi pernapasan pada pasien PPOK. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Diketahuinya tingkat frekuensi pernapasan pasien sebelum dilakukan Teknik relaksasi nafas dalam dan posisi tripoid pada penderita PPOK. 1.3.2.2 Diketahuinya tingkat frekuensi pernapasan pasien sesudah diberikan Teknik relaksasi nafas dalam dan posisi tripoid pada penderita PPOK. 1.3.2.3 Diketahuinya pengaruh keefektifitasan Teknik relaksasi nafas dalam dan posisi tripoid terhadap frekuensi normal pernapasan pada penderita PPOK. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai cara menurunkan tingkat frekuensi pernapasan dengan teknik relaksasi nafas dalam dan posisi tripoid pada penderita PPOK. 1.4.2
Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan Sebagai salah satu sumber informasi bagi pelaksanaan penelitian dibidang keperawatan tentang tindakan Teknik relaksasi nafas dalam dan mengubah posisi pasien menjadi posisi tipoid pada masa yang akan datang dalam rangka peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.
1.4.3 Bagi Peneliti
6
Memperoleh
pengalaman
dalam
melaksanakan
aplikasi
riset
keperawatan dan menambah pengetahuan peneliti tentang efektifitas Teknik relaksasi nafas dalam dan posisi tripoid terhadap frekuensi pernapasan pada pasien PPOK.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep PPOK 2.1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. Gangguan yang penting adalah bronkitis obstruktif, efisema, dan asma bronkial. (Muttaqin, 2008). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik dengankarakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresifnoreversibel atau reversible parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikelatau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). PPOK termasuk dalam penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti banyaknya jumlah perokok, serta pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar ruangan. (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011). 2.1.2
Etiologi Etiologi penyakit ini belum diketahui, Menurut Muttaqin Arif (2008), penyebab dari PPOK adalah: 1.
Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronchitis dan emfisema.
7
8
2. Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia. 3.
Polusi oleh zat-zat pereduksi.
4.
Faktor keturunan.
5.
Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.
Pengaruh dari masing – masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan. 2.1.3
Patofisiologi Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratsakit. Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebasmempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
9
menyebabkanterjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan
sel
makrofag
alveolar,
aktivasi
sel
tersebut
akanmenyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrienB4, tumuor necrosis factor (TNF),monocyte chemotactic peptide(MCP)-1 danreactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofagdan neutrophil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion super oksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl). Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yangmenuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap rokok.
10
Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass fuels menyebabkan inflamasi pada paru, respons normal ini kelihatannya berubah pada pasien yang berkembang menjadi PPOK. Respons inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan parenkim (menyebabkan emfisema), mengganggu perbaikan normal dan mekanisme pertahanan (menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air trapping dan terbatasnya aliran udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas PPOK lainnya. Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi dari respons inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok. Mekanisme untuk menjelaskan inflamasi ini tidak sepenuhnya dimengerti tetapi mungkin terdapat keterlibatan genetik. Pasien bisa mendapatkan PPOK tanpa adanya riwayat merokok, dasar dari respons inflamasi pasien ini tidak diketahui. Stres oksidatif dan penumpukan proteinase pada paru selanjutnya akan mengubah inflamasi paru. Secara bersamaan, mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi paru menetap setelah memberhentikan merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui, walaupun autoantigen dan mikroorganisme persisten juga berperan. Perubahan yang khas pada PPOK dijumpai pada saluran nafas, parenkim paru, dan pembuluh darah paru. Perubahan patologi tersebut meliputi: inflamasi kronik, dengan peningkatan sejumlah sel inflamasi spesifik yang merupakan akibat dari trauma dan perbaikan berulang. Secara umum, inflamasi dan perubahan
11
struktur pada jalan nafas meningkat dengan semakin parahnya penyakit dan menetap walaupun merokok sudah dihentikan. 2.1.4
Tanda dan Gejala Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe perokok 1. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis (blue bloater). 2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers). Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut: a. Kelemahan badan b. Batuk c. Sesak nafas d. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi e. Mengi atau wheezing f. Ekspirasi yang memanjang g. Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut h. Penggunaan obat bantu pernafasan i. Suara nafas melemah j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal k. Edema kaki, asietas dan jari tabuh.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang 1. Tes Faal Paru a. Spirometri (FEV1, FEV1 prediksi, FVC, FEV1/FVC) Obstruksi ditentukan oleh nilai FEV1 prediksi (%) dan atau FEV1/FVC (%). FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila
12
spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%. b. Peak Flow Meter 2. Radiologi (foto toraks) Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi
atau
bronkovaskuler
hiperlusen, meningkat,
diafragma jantung
mendatar,
pendulum,
dan
corakan ruang
retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien. 3. Analisa gas darah Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada hipoksemia kronis kadar hemiglobin dapat meningkat. 4. Mikrobiologi sputum 5. Computed temography Dapat memastikan adanya bula emfimatosa Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD, 2011) PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut : a. Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
13
Spirometri : Normal b. Derajat I (PPOK ringan) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak1. Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80% . c. Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%. d. Derajat III (PPOK berat) Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih sering terjadi Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50% e. Derajat IV (PPOK sangat berat) Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%. 2.1.6 Penatalaksanaan 1.
Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah: a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas. b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20- 40% kasus.
14
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L). d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat. e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas (Davey, 2002). 2.
Penatalaksanaan keperawatan Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah: a. Mempertahankan patensi jalan nafas b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas c. Meningkatkan masukan nutrisi d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobata.
3.
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah: a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik. b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya
15
dapat dideteksi lebih awal. 4. Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut: a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera Menghentikan meroko menghindari polusi udara. b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara. c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba
tidak
perlu
diberikan.
Pemberian
antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial. e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya. f. Pengobatan simtomatik. g. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. h. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikandengan aliran lambat1 – 2 liter/menit. i. Tindakan rehabilitasi yang meliputi: 1). Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus. 2). Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif. 3). Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan
16
untuk memulihkan kesegaran jasmani. 4). Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula 2.1.7 Komplikasi Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah: 1. Bronkhitis akut Bronkitis akut, juga dikenal sebagai flu pada dada adalah peradangan dan pembengkakan pada saluran pernapasan yang terletak di paruparu. 2. Pneumonia Pneumonia atau dikenal juga dengan istilah paru-paru basah adalah infeksi yang memicu inflamasi pada kantong-kantong udara di salah satu atau kedua paru-paru 3. Emboli pulmo kondisi ketika arteri pulmonalis (pembuluh darah yang membawa darah dari jantung menuju paru-paru) mengalami penyumbatan, biasanya akibat gumpalan darah yang berasal dari kaki atau bagian tubuh lainnya. 4. Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK Stabil
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan studi kasus dengan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian kasus atau studi kasus, dimana penelitian melaporkan data dari satu subjek yang diteliti. Studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal dapat berarti satu orang atau sekelompok penduduk yang terkena suatu masalah. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh tehnik relaksasi nafas dalam dan posisi tripoid pada pasien PPOK terhadap penurunan frekuensi pernapasan atau batas normal frekuensi pernapasan.
3.2 Subjek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah penderita PPOK yang berada di Jakarta Pusat pada tahun 2018 yang berjumlah 2 orang penderita yang memenuhi kriteria : 3.2.1 Kriteria inklusi : Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. 3.2.1.1 Penderita dengan Bronkhitis Kronis 17
18
3.2.1.2 Penderita dengan Emfisema 3.2.1.3 Penderita dengan Asma Bronkhi
19
3.2.2 Kriteria eksklusi : Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. 3.2.2.1 Penderita dengan Bronkhitis Kronis 3.2.2.2 Penderita yang mengalami peningkatan frekuensi napas 3.2.2.3 Penderita dengan Emfisema 3.2.2.4 Penderita dengan Asma Bronkhial
3.3 Fokus Studi Fokus studi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah keefektifitasan tehnik relaksasi nafas dalam dan posisi tripoid terhadap frekuensi pernapasan pada pasien PPOK
3.4 Definisi Operasional Definisi oprasional adalah mendefiniskan variabel secara oprasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.
3.5 Instrumen Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan lembar observasi. Metode observasi dilakukan untuk mengamati pengaruh hasil dari pemberian tehnik relaksasi
20
napas dalam dan posisi tripoid dengan menggunakan alat ukur pernapasan yaitu menggunakan stetoskop.
3.6 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu : 3.6.1
Metode Observasi Observasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui pengamatan langsung terhadap aktivitas responden atau partisipan yang terencana, dilakukan secara aktif dan sistematis.
3.6.2
Metode Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara berinteraksi, bertanya dan mendengarkan apa yang disampaikan secara lisan oleh responden atau partisipan.
3.7 Lokasi & Waktu Penelitian Lokasi dalam penelitian ini akan dilakukan di RSAL Dr. Mintohardjo dan RSPI Sulianti Saroso selama 3 hari.
3.8 Analisis Data dan Pengolahan Data 3.8.1
Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan. Pengolahan data menggunakan satu tahapan yaitu editing dimana peneliti melakukan
21
pengecekan dan perbaikan isian data dari hasil wawancara, lembar observasi, atau angket. 3.8.2
Setelah dilakukan pengolahan data dan didapatkan hasil penelitian, maka data atau hasil penelitian harus disajikan. Cara penyajian data penelitian dapat dilakukan melalui berbagai bentuk, yaitu bentuk teks, bentuk tabel dan bentuk menyajikan
grafik. Pada penelitian
ini, peneliti
hasil penelitian dalam bentuk teks (textular) yaitu,
penyajian data hasil penelitian dalam bentuk uraian kalimat. Selain itu peneliti juga menyajikan dalam bentuk tabel yaitu suatu tabel yang berisi seluruh data atau variabel hasil penelitian.
3.9 Etika Penelitian Prinsip etika dalam penelitian terdiri dari: 3.9.1 Informed consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden
Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. 3.9.2
Anomity (Tanpa nama)
22
Untuk
menjaga
kerahasiaan
responden
maka
peneliti
tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data cukup dengan memberikan kode pada masing-masing lembar obesevasi 3.9.3
Confidentiality (Kerahasiaan) Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset atau hasil dari penelitian
3.9.4
Veracity (Kejujuran) Veracity berarti penuh dengan kebenaran. Pemberi pelayanan kesehatan harus menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan memastikan bahwa pasien sangat mengerti dengan situasi yang dia hadapi. Dengan kata lain, prinsip ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran
3.9.5
Justice (Keadilan) Prinsip ini dibutuhkan untuk tercapainya keadilan terhadap orang lain dengan
tetap
menjunjung
prinsip-prinsip
moral,
legal,
dan
kemanusiaan. Nilai ini terefleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar, sesuai dengan hukum, standar praktik, keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan
23
24
25