Proposal Kti Aku Lll (sent).docx

  • Uploaded by: Sarah Aqila
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Kti Aku Lll (sent).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,903
  • Pages: 16
PROPOSAL KTI GAMBARAN REALISASI PENGADAAN OBAT – OBATAN DI RSUD. R. SYAMSUDIN, SH KOTA SUKABUMI PADA BULAN JULI TAHUN 2018

Oleh : NOVIA UTAMI AMINUDDIN NIM : P17335118320

Untuk Memenuhi TUGAS AKHIR PRODI DIII FARMASI POLTEKES KEMENKES BANDUNG SUKABUMI 2019

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan

secara paripurna, berdasarkan SK menteri Kesehatan RI no. 883/Menkes/SK/XII/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit adalah tempat yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar spesialistik dan subspesialistik, serta memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu pelayanan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan bermutu adalah pelayanan farmasi. Hal ini diperjelas dalam Peraturan Menteri kesehatan, standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasiaan, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). (Peraturan Menteri Kesehatan RI no 58 tahun 2014). Pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit merupakan segi manajemen rumah sakit yang penting. Pengelolaan Sediaan Farmasi meliputi: pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi. Obat sebagai salah satu unsur penting bagi upaya penyembuhan dan operasional rumah sakit. Di rumah sakit pengelolaan obat di laksanakan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Tujuan pengelolaan obat yang baik di rumah sakit adalah agar obat yang di perlukan tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup dan terjamin untuk mendukung pelayanan bermutu. (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016).

Pada umumnya rumah sakit memiliki biaya rutin terbesar pada pengadaan sediaan farmasi, menurut kebijakan obat nasional menyatakan bahwa biaya obat merupakan bagian yang cukup besar dari seluruh biaya kesehatan. Dari berbagai survei dapat disimpulkan bahwa biaya untuk pembelanjaan obat dirumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50% dari jumah operasional pelayanan kesehatan (Istinganah, 2006). Pengadaan obat merupakan proses yang penting di sebuah Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Pengadaan obat yang baik dan tepat akan memberikan dampak yang baik bagi rumah sakit, tujuan pengadaan obat itu sendiri adalah tesedianya obat dengan jenis jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan, mutu obat terjamin, obat dapat diperoleh pada saat diperlukan. Dalam pengadaan obat kita harus mempertimbangkan secara detail dan merencanakan secara rinci tentang kebutuhan obat yang harus dipenuhi. Sehingga dapat menjalankan fungsi utama dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam memenuhi kebutuhan obat yang bermutu. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah sebagaimana disebutkan bahwa pengadaan barang/ jasa di instansi pemerintahan dilakukan secara manual. Di awal tahun 2013 Kementerian Kesehatan melalui Menteri Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran NOMOR KF/MENKES/337/VII/2013 tentang Pengadaan Obat Pemerintah melalui Mekanisme EPurchasing berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue). Katalog elektronik (E-catalogue) adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah. Tata cara pembelian ini dilakukan dengan Epurchasing yaitu pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. Pengaturan pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik ini bertujuan untuk menjamin transparansi/keterbukaan, efektifitas dan efisiensi proses pengadaan obat sehingga pada akhirnya dapat mengurangi terjadinya korupsi. Karena dengan E-

catalogue pengadaan atau pembeliaan terhubung dengan LKPP sehingga pembelian yang dilakukan terdokumentasikan di LKPP (Peraturan Menteri Kesehatan. No 63, 2014). Menurut hasil pertemuan rutin dan rapat evaluasi penggunaan E-catalogue direktorat bina obat publik dengan industri farmasi dan distributor (2016), diketahui masih banyak kendala yang sering dihadapai dalam pembelian secara E-purchasing. Kendala yang sering dijumpai adalah ketersediaan obat, karena masih banyak item obat yang belum tercantum dalam E-catalogue sehingga satker tidak dapat melakukan pengadaan. Lalu pihak penyedia obat sering over supply, dan masih ada permasalahan penyedia tidak melayani pemesananan manual E-catalogue sesuai dengan Permenkes 63 tahun 2014. Selain itu jumlah obat dalam E-catalogue masih lebih sedikit dari Fornas (Formularium Nasional), fornas merupakan acuan dalam menetapkan obat dalam Ecatalogue. Jumlah obat dan BMHP yang sudah ada di E-catalogue baru berjumlah 796 item sediaan, bukan item obat. Sementara Fornas 2015 terdiri dari 1060 item sediaan dari 574 item obat dan terbagi dalam 29 Kelas Terapi dan 90 Sub Kelas Terapi (Hani, 2016). Jumlah obat inilah yang membuat Satker atau pembeli obat secara E-purchasing harus menyesuaikan pembelian dengan obat yang ada sehingga obat yang tidak ada di dalam daftar harus dibeli diluar E-catalogue yang harganya lebih mahal. (Muhammad Luqman, 2017). Dalam hal ini RSUD. R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi sebagai rumah sakit negeri andalan di Provinsi Jawa Barat telah menerapkan kebijakan sistem pengadaan obat dengan prosedur e-Purchasing berdasarkan e-Catalogue dalam pengadaan obat. Namun setelah kebijakan ini diterapkan, terjadi keterbatasan stok obat di Instalasi Farmasi di RSUD. R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi, sehingga menyebabkan pemberian obat mengalami keterlambatan. Hal ini terkait dengan berbagai hambatan dan kendala yang ditemukan dalam system pengadaan. Sistem pengadaan obat di

RSUD. R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi dahulu menggunakan Tabel Perbandingan Harga Obat (daftar obat dengan nama generik dan atau nama lain yang diberikan oleh pabrik yang memproduksinya serta daftar harganya). Namun kini berubah ke sistem eCatalogue melalui e-Purchasing yang membutuhkan proses dan tidak bisa instan. Kekurangan dan keterlambatan obat ini membuat pasien menggunakan uang sendiri untuk membeli obat di luar rumah sakit. Dari total keseluruhan kebutuhan obat pada bulan Juli 2018, sebanyak hampir 50% merupakan obat e-katalog. Karena jumlahnya yang begitu besar, maka realisasi pengadaannya menjadi sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan obat di Instalasi Farmasi. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti gambaran realisasi pengadaan obat di RSUD. R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi pada bulan Juli tahun 2018. Hal ini perlu dilakukan melihat betapa pentingnya ketersediaan stok obat di Rumah Sakit, karena ketersediaan obat merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian dan pelayanan rumah sakit yang berkualitas.

1.2

Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah realisasi

pengadaan obat - obatan di RSUD. R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi sudah baik?”

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Utama Untuk mengetahui gambaran realisasi pengadaan obat- obatan di Rumah Sakit

Umum Daerah. R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi.

1.3.2

Tujuan Khusus

a)

Untuk mengetahui efisiensi pengadaan obat

b)

Untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan obat dan ketersediaan obat

c)

Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam

implementasi metode pengadaan obat-obatan yang digunakan di RSUD. R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi d)

Untuk mengetahui penyebab kekosongan obat dan upaya menyelesaikannya

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1

Bagi Penulis

a)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan

terkait dengan pengelolaan obat-obatan, khususnya pengadaan. b)

Sebagai syarat kelulusan dalam menyelesaikan pendidikan DIII Farmasi.

1.4.2

Bagi Institusi

a)

Hasil penelitian ini di harapkan menjadi satu masukan bagi Rumah Sakit,

khususnya yang menerapkan sistem pengadaan obat dengan e-purchasing. b)

Menjadikan hasil penelitian ini sebagai evaluasi dan masukan bagi manajemen

Rumah Sakit dalam pengadaan obat di Instalasi Farmasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Pengertian Obat Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, obat memiliki pengertian sebagai bahan

yang digunakan untuk mengurangi, menghilangkan penyakit atau menyembuhkan seseorang dari penyakit. Secara garis besar pengertian obat tersebut hanya penjelasan yang spesifik mengenai obat yaitu hanya berfungsi dalam proses penyembuhan penyakit. Namun sebenarnya obat dapat digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kekebalan tubuh dan juga dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit (Bahfen, 2006). Sedangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Obat adalah adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Beberapa istilah dalam penggunaan obat yaitu: 1. Obat jadi, adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam berbagai

bentuk obat yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia

2. Obat paten, merupakan obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakan dan dijual dalam bentuk bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya 3. Obat baru, adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut atau komponen lain yang tidak dikenal sehingga belum dikenal 4. Obat esensial, adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang meliputi diagnose, profilaksis terapi dan rehabilitasi 5. Obat generik, merupakan obat esensial yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin karena diproduksi dengan CPOB dan diuji ulang oleh BPOM.

2.2 Pengadaan Obat Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan farmasi, dan sumbangan atau hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, mutu yang baik, pengiriman barang yang terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu yang berlebihan. Secara umum pengadaan obat di rumah sakit dapat dilakukan dengan cara tahunan, triwulan, mingguan. Dalam menentukan jumlah pengadaan perlu diketahui adanya stok minimum dan maksimum, stok rata-rata, stok pengaman, reordering level, economic order quantity, waktu tunggu dan batas kadaluarsa. Beberapa jenis obat dan bahan aktif yang mempunyai kadaluarsa relatif pendek harus diperhatikan waktu pengadaannya, untuk itu harus dihindari pengadaan dalam jumlah besar (Depkes RI, 2004).

Pengadaan obat merupakan suatu proses dari penentuan item obat dan jumlah tiap item berdasarkan perencanaan yang telah dibuat, pemilihan pemasok penulisan surat pesanan (SP) hingga SP diterima pemasok. Tujuannya adalah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga yang layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar, tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan (Quick et al, 1997) Menurut WHO (1996), pengadaan obat merupakan bagian terbesar dari anggaran kesehatan. Di negara maju, biaya obat berkisar 10-15 % dari anggaran kesehatan. Sementara di negara berkembang, biaya ini lebih besar lagi antara 35-65 % sedangkan di Indonesia 39 %. Tanggung jawab pengadaan obat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, akan tetapi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. (Satibi, 2014) 2.3

Proses Pengadaan Obat Proses pengadaan obat yang efektif akan menjamin ketersediaan obat yang baik

dalam jumlah yang tepat, harga yang wajar dan kualitas yang sesuai dengan standar yang diakui (Quick, 2007). Untuk memperoleh obat dapat dilakukan dengan pembelian, produksi sediaan farmasi, atau sumbangan/hibah. Dalam pengadaan obat terdapat suatu siklus yang terdiri dari : 1. Pemilihan Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi,

Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini

berdasarkan: a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi; b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah ditetapkan; c. pola penyakit;

d. efektifitas dan keamanan; e. pengobatan berbasis bukti; f. mutu; g. harga; dan h. ketersediaan di pasaran. (Permenkes no. 72 Tahun 2016)

2. Perencanaan Kebutuhan Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

3. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pem bayaran. Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.

2.3.1

Pengadaan obat dengan Pembelian Langsung Pengadaan obat dengan pembelian langsung biasanya digunakan dalam

pembelian jumlah kecil dan perlu segera tersedia. Dalam pengadaan obat dengan penunjukan langsung, setelah proses perencanaan selesai dan dihasilkan daftar usulan pengadaan

barang,

dilakukan

pemilihan

penyedia.

Beberapa

factor

yang

mempengaruhi pemilihan penyedia diantaranya kualitas pelayanan terhadap pelanggan, ketersediaan barang yang ditawarkan, kecepatan pengiriman barang (dipengaruhi jarak tempuh penyedia dan pelanggan), serta ketepatan penyedia dalam menangani keluhan pelanggan.

Adapun alur dalam sistem pengadaan obat dengan pembelian langsung sebagai berikut:

Daftar Usulan Pengadaan Barang

Memilih Penyedia

Menghubungi penyedia/ membuat surat pesanan

Barang datang sesuai pesanan

Pengadaan obat dengan pembelian langsung sangat menguntungkan karena di samping waktunya cepat, juga: a.

volume obat tidak begitu besar sehingga tidak menumpuk atau macet di gudang.

b.

harganya lebih murah karena langsung dari distributor atau sumbernya.

c.

mendapatkan kualitas seperti yang diinginkan.

d.

bila ada kesalahan mudah mengurusnya.

e.

mendapat jangka waktu pembayaran.

f.

memperpendek lead time.

g.

sewaktu-waktu kehabisan atau kekurangan obat dapat langsung menghubungi

distributor (Istinganah dkk, 2006).

2.3.2

Pengadaan obat dengan sistem e-Purchasing berdasarkan e-catalogue e-purchasing adalah pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik

yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Berdasarkan penjelasan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, obat termasuk dalam kriteria barang/jasa khusus karena jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sehingga dapat dilakukan pengadaan melalui penunjukan langsung. Dengan dikembangkannya sistem e-catalogue untuk obat, maka pengadaan obat dapat dilaksanakan dengan: 1) Pengadaan obat yang tersedia dalam daftar e-catalogue Portal Pengadaan Nasional dilakukan dengan prosedur e-purchasing. 2) Pengadaan obat yang belum ada dalam e-catalogue menggunakan proses pengadaan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan barang/jasa dengan prosedur e-purchasing bertujuan untuk menunjang proses pengadaan obat pemerintah yang harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip pemerintah yang baik dan bersih, prinsip keadilan, transparansi, profesional dan akuntabel untuk mendapatkan produk yang berkualitas dengan harga yang wajar baik untuk Program Jaminan Kesehatan Nasional maupun program kesehatan lainnya. Maksud dan fungsi adanya E-Catalog dan E-Purchasing antara lain memberikan kemudahan dalam melaksanakan pengadaan obat, memberikan kepastian spesifikasi

teknis dan acuan harga yang seragam, memudahkan monitoring dan memudahkan dalam mendapatkan bahan analisa, mengurangi dan memperkecil biaya dalam system operasional pengadaan, serta mempercepat penyediaan dan realisasi pengadaan obat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan E-Catalogue terdapat tata cara dalam melakukan pengadaan obat pemerintah yang akan dijabarkan sebagai berikut : 1. Persiapan Pengadaan obat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) atau Pejabat Pengadaan Satuan Kerja berdasarkan perintah dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja di Bidang Kesehatan. a. Satuan Kerja Bidang Kesehatan di daerah maupun pusat menyampaikan rencana kebutuhan obat kepada PPK b. PPK melihat E-Catalogue obat dalam Portal Pengadaan Nasional yang memuat nama, provinsi, nama obat, nama penyedia, kemasan, harga satuan terkecil, distributor dan kontrak payung penyediaan obat. c. PPK menetapkan Daftar Pengadaan Obat sesuai kebutuhan dan ketersediaan anggaran yang terdiri atas: 1) Daftar Pengadaan Obat berdasarkan E-Catalogue 2) Daftar Pengadaan Obat diluar E-Catalogue d. Daftar Pengadaan Obat berdasarkan E-Catalogue ditandatangani oleh PPK selanjutnya diteruskan kepada Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan untuk diadakan dengan metode E-Purchasing e. Daftar Pengadaan Obat diluar E-Catalogue ditandatangani oleh PPK selanjutnya diteruskan kepada Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan untuk diadakan dengan metode lain sesuai Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012.

2. Pengadaan obat Pengadaan obat dengan E-Purchasing berdasarkan E-Catalogue dilakukan oleh PPK dan Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan melalui aplikasi E-Purchasing pada website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Untuk dapat menggunakan aplikasi tersebut PPK dan Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan harus memiliki kode akses (user id dan password) dengan cara melakukan pendaftaran sebagai pengguna kepada LPSE setempat. Adapun tahapan E-Purchasing adalah sebagai berikut : a. Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan membuat paket pembelian obat dalam aplikasi EPurchasing berdasarkan Daftar Pengadaan Obat sebagaimana tercantum dalam formulir yang diberikan oleh PPK b. Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan selanjutnya mengirimkan permintaan pembelian kepada penyedia obat/ industri farmasi yang termasuk dalam kelompok paket pengadaan c. Penyedia obat/ industri farmasi yang telah menerima permintaan pembelian obat melalui E-Purchasing dari Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan memberikan persetujuan atas permintaan pembelian obat dan menunjuk distributor/ PBF. Apabila menolak harus menyampaikan alasan penolakan d. Persetujuan penyedia obat/ industri farmasi kemudian oleh Pokja ULP/Pejabat Pengadaan kepada PPK untuk ditindaklanjuti e. PPK selanjutnya melakukan perjanjian/ kontrak jual beli terhadap obat yang telah disetujui dengan distributor/ PBF yang ditunjuk penyedia obat/ industri farmasi f. Distributor/ PBF kemudian melaksanakan penyediaan obat sesuai dengan isi perjanjian/ kontrak jual beli g. PPK selanjutnya mengirim perjanjian pembelian obat serta melengkapi riwayat pembayaran dengan cara mengunggah pada aplikasi E-Purchasing.

h. PPK melaporkan item dan jumlah obat yang ditolak atau tidak dipenuhi oleh penyedia obat/ industri farmasi kepada Kepala Lembaga Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP). Dalam hal aplikasi E-Purchasing mengalami kendala operasional/ offline (gangguan daya listrik, gangguan jaringan atau kerusakan aplikasi) maka pembelian dapat dilakukan secara manual dengan tetap melalui koordinasi PPK dan Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan beserta pihak penyedia obat/ industri farmasi.

2.4

Perencanaan dan pengadaan obat di RSUD. R. SYAMSUDIN, SH Kota

Sukabumi Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/Pmk.02/2006 Tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa Pada Badan Layanan Umum, BLU yang telah berstatus penuh dapat diberikan fleksibilitas dalam pengadaan barang dan jasa yang sumber dananya berasal dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah tidak terikat dari masyarakat atau badan lain, dan hasil kerjasama BLU. Dalam pengadaan barang dan jasa harus mengikuti prinsip transparansi, adil, akuntabilitas dan praktik bisnis yang sehat. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan oleh panitia pengadaan, yaitu tim/unit yang dibentuk oleh pemimpin BLU yang ditugaskan secara khusus untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa BLU. Berdasarkan hal tersebut, proses pengadaan obat di RSUD R, Syamsudin, SH Kota Sukabumi dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa, atas permintaan dari Instalasi Farmasi dan melibatkan Tenaga Kefarmasian. Instalasi Farmasi membuat data perencanaan kebutuhan obat dan menyerahkannya ke bagian ULP, dan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu: a) Kebutuhan obat sesuai e-Katalog b) Kebutuhan obat non- e-Katalog

Obat –obat non- e-katalog terdiri dari obat yang tercantum di dalam Formularium Rumah Sakit, dan obat tambahan diluar Formularium Rumah Sakit.

Related Documents

Lll
August 2019 41
Lll
May 2020 21
Lll
May 2020 22
Kti Proposal Fix.docx
April 2020 5
Proposal Kti 16003.docx
December 2019 13

More Documents from "Adi prastiyo"