Privatisasi Sumberdaya Air Di Indonesia

  • Uploaded by: Fik FikriyaAh
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Privatisasi Sumberdaya Air Di Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 1,640
  • Pages: 9
PRIVATISASI SUMBERDAYA AIR DI INDONESIA : Peralihan Hak dan Wewenang dari Public Sector ke Privat Sector Oleh Fikriyah, 0706265415

1. Pendahuluan Keinginan pemerintah Indonesia untuk melakukan restrukturisasi pengelolaan sumberdaya air dari regulasi menjadi provatisasi sudah bulat, diiperlihatkanya dengan semakin kuatnya desakan-desakan untuk mengesahkan RUU Sumberdaya Air kepada pata legislative, dimana RUU sumberdaya air tersebut kini sedang dibahas Panitia Kerja (Panja) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Diluar lambannya reformasi institusi dan ketidakpastian legal formal disektor air, secara bersamaan privatisasi air sendiri sudah dijalankan oleh pemerintah Indonesia, khususnya privatisasi PDAM antara lain : 1. Tahun 1997, World Bank mensponsori privatusasi air di Jakarta yang dibagi kepada Thames Water UK dan Suez-Lyonnaise (France). 2. Provatisasi PDAM Batam oleh Biwater (UK) 3. Provatisasi PDAM Pekanbaru dan Manado (masih dalam proses). 4. Provatisasi air oleh Ondo-Suez yang beroperasi diJakarta, Medan, Semarang, dan Tangerang. 5. Provatisasi air di Sidoarjo oleh Vivendi (France) Di beberapa kota di Indonesia, privatisasi PDAM tidak berjalan lancar karena tidak semua pihak menyetujui rencana privatisasi tersebut. pemerintah propinsi berkeinginan untuk menguasai pengelolaan sumberdaya air baku karena air telah dipandang sebagai komoditas yang dapat diperjual belikan. PDAM beberapa kota di Indonesia sendiri menolak privatisasi Karena keuntungan terbesar akan dinikmati oleh pengusaha yang menjadi minta PDAM. 2. Isi dan Pembahasan Privatisasi dalam sektor sumberdaya air, adalah mengalihkan sebagian atau seluruh asset atau pengelolaan dari perusahaan-perusahaan publik yang mengelola

sumberdaya air (misalnya PDAM) ke tangan pihak swasta. Ada banyak bentuk privatisasi sumberdaya air. Mulai dari hanya mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke pihak swasta dalam mengelola sistem pelayanan air bersih, atau dialihkan secara lebih menyeluruh bukan hanya dalam pengelolaannya, tapi juga dalam hal kepemilikannya. Atau, yang lebih gawat lagi, penjualan sebuah sumberdaya air yang menjadi hak masyarakat local (hak masyarakat adat, hak ulayat) ke tangan pihak swasta. Saat ini, usaha tawaran dan usaha untuk memprivatisasi air atau sumberdaya air makin meningkat. Datangnya, dari perusahaan perusahaan raksasa trans-nasional (TNCs). Instrumennya, melalui kebijakan-kebijakan Lembaga-lembaga Keuangan Internasional. Trend privatisasi atau mendukung sektor swasta yang dipromosikan oleh lembagalembaga keuangan internasional tersebut, baru membahana di awal-awal tahun 1990-an. Sebelumnya, jika kita melihat ke belakang, antara tahun 1960-an sampai 1980-an proyekproyek pinjaman Bank Dunia di sektor air ke negara-negara berkembang adalah untuk pembangunan dan pengembangan perusahaan-perusahaan publik. Pada masa itu, fokus pinjamannnya adalah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur besar, karena pada masa itu, para pakar ekonomi dunia masih menganut faham ekonomi yang percaya bahwa investasi di perusahaan-perusahaan publik (BUMN seperti PDAM) dan proyek-proyek infrastruktur dapat memacu pembangunan. Bentuk Privatisasi Privatisasi bentuknya bisa bermacam-macam, dari yang sifatnya hanya sebagian dialihkan ke swasta, sampai pada bentuk privatisasi dimana peran, tanggung jawab, bahkan kepemilikan pemerintah sama sekali dihilangkan. Cara memilah-milahnyanya pun bemacammacam, tergantung pada bagaimana pengaturannya, bentuk kontrak dan modelnya. Perlu ditekankan disini, bahwa bagaimanapun bentuknya, bahkan jika kepemilikan atau ownershipnya masih ditangan pemerintah dan swasta hanya mengelola saja, semuanya adalah bentuk Privatisasi.

Umumnya,

istilah

privatisasi

menjadi

perdebatan

karena

orang

mengasosiasikannya dengan kepemilikan. Jika sudah terjadi divestasi atau penjualan aset Negara secara penuh, baru dikatakan sebagai privatisasi. Padahal, walaupun aset tersebut masih milik negara dan yang dialihkan hanyalah tugas-tugasnya/ pengelolaannya, tetap merupakan bentuk privatisasi. Namun, banyak pihak seperti Bank Duniayang kemudian lebih suka untuk menggunakan istilah lain jika suatu aset/perusahaan status kepemilikannya masih milik negara. Istilah yang kemudian dipopulerkan adalah Private Sektor Participation (PSP – Partisipasi Sektor Swasta) atau Public Private Partnership (PPP – Kemitraan Publik dan Swasta). Juga, karena masalah mengenai privatisasi pelayanan dasar seperti air

menimbulkan banyak perdebatan dan pertentangan dimana-mana, apalagi jika sampai sebuah sumberdaya air kepemilikannya ada di tangan swasta (private ownership), maka model yang dipromosikan saat ini adalah PSP dan PPP. Dari hasil kajian yang dikeluarkan oleh Pacific Institute – AS, berikut adalah fungsi-fungsi system jasa air yang dapat diprivatisasi: Perencanaan pengembangan modal dan penganggaran (termasuk konservasi air dan isuisu reklamasi

sistim

pembuangan

air),

Pendanaan

pengembangan

modal,

Disain

dari

pengembangan modal, Konstruksi dari pengembangan modal, Pengoperasian dan fasilitas, Pemeliharaan fasilitas, Keputusan mengenai harga (pricing), Manajemen tagihan (billing) dan pengumpulan pendapatan, Manajemen pembayaran terhadap pekerja atau kontraktor, Manajemen finansial dan resiko, Establishment, monitoring and enforcement dari kualitas air dan standar-standar pelayanan lainnya. Model-model privatisasi/PSP/PPP yang ada, tercipta dari hasil kombinasi fungsi-fungsi diatas.

Privatisasi di Indonesia difokuskan pada sektor sanitasi atau penyediaan air bersih diperkotaan. Dalam hal ini, keterlibatan swasta berupa penyediaan prasarana, distribusi, dan penarikan retribusi pemakaian air dari konsumen. Fokus pada wilayah perkotaan disebabkan adanya kemudahan dalam investasi prasarana distribusi air dan kemampuan konsumen untuk membayar (willing to pay) tinggi. Prasarana distribusi air diperkotaan relative

sudah

terbangun.

Sementara

pedesaan,

cukup

pengelolaan

air

akan

membutuhkan investasi prasarana yang cukup besar, willing to pay masyarakat pedesaan yang lemah dan adanya persoalan penggunaan irigasi oleh petani. Pengelolaan sumberdaya air secara privatisasi ini sendiri banyak Negara menimbulkan perdebatan pro-kontra, tidak hanya dinegara sedang berkembang dinegara majupun tidak sedikit perdebatan muncul privatisasi yang merupakan pengalihan hak wewenang dari public sector ke privat sector, mengandung permasalahan yang besar baik secara terbuka maupun terselubung. Oleh karena itu, kajian dari sudut positif dan negatifnya dari privatisasi perlu dilakukan. Dampak positif dari provatisasi pengelolaan sumberdaya air, adalah : a. Efisiensi dari sisi pengelolaan sumberdaya air dan peningkatan kualitas sumberdaya air. Adanya privatisasi, pengadaan air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari terjamin. b. Dengan adanya privatisasi pengelolaan sumberdaya air memungkinkan kawasan yang belum tersentuh jaringan air tebuka untuk pembangunan sarana dan prasana air sehingga seluruh lapisan masyarakat mendapat kemudahan terhadap akses air bersih. c. Ketersediaan modal atau dana yang besar yang disediakan oleh investor (dalam

negeri maupun asing) memungkinkan untuk dilakukan tidak hanya pembangunan sarana dan prasarana tetaoi juga pemeliharaan dan berkelanjutannya, karena seluruh biaya pengelolaan dan perawatan jaringan air dan sumberdaya air leinya telah disediakan oleh investor. d. Menjamin akses yang adil dan merata pada sumberdaya air, penggunaan semenamena air yang merupakan anugerah Tuhan akan dibatasi. Penggunaan ini akan hemat dan pemakaian sesuai dengan kebutuhan. e. Desentralisasi menurut UU no.22 tahun 1999 menunjukan adanya paradigm pemikiran atau perspektif etika lingkungan yang menyatakan bahwa konsep “hak atas air” tidak dapat diterima dan tidak dapat diklaim sebagai milik siapapun. Air sebagai ‘common resources’ dan ‘public goods’ tidak dikelola secara bersama – sama sehingga membuka ‘peluang’ pengelolaan kepada kelompok tertentu. Disamping aspek positif, privatisasi pengelolaan sumberdaya air juga mengandung aspek negative, yaitu : a. Mengurangi dan menutup akses masyarakat kelas bawah akan air bersih. Privatisasi mengharuskan air yang digunaka memiliki ‘harga’ yang tidak mudah bagi masyarakat miskin untuk menyediakan dana sejumlah ‘harga’ air tersebut. b. Tariff air menjadi mahal karena perusahan menetapkan keuntungan sebagai tujuan pertama (profit first). Privatisasi ini akan membuat akses masyarakat terhadap air terbatas dan mahal, dengan membebankan pertambahan tarif air pada konsumen. c. Ketergantungan yang tinggi terhadap investor sehingga dibeberapa Negara menunjukan fennomena monopoli baru, yang berdampak pada peningkatan air beberapa kali lipat. d. Dari beberapa contoh Negara yang telah mem-privatisasi-kan sumberdaya airnya, menunjukan bahwa dalam penyediaan air bersih investor akan memilih untuk lebih melayani daerah-daerah yang menguntungkan, seperti di Pulau Jawa. Sebaliknya, menganaikan daerah-daerah diluar Jawa yang terpencil yang membutuhkan biaya pembanguna jaringan air yang besar, kecuali dengan pengenaan tariff tinggi. e. Hak penguasaan air yang dapat dipindahkan-tangankan dari public sector ke privat sector. Disatu sisi, air merupakan bagian dari hak asasi karena memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Disisi lain, adanya privatisasi dengan skema WATSAL melalui hutang bersyarat 300 juta dollar AS adalah satu fenomena ancaman hilangnya hak-hak hidup masyarakat dalam mengakses air bersih, baik di

hulu dan hilir. f.

Ketidaksertaan penggunaan air bersih, jika kuat posisi ekonomi maka lebih besar akses pada air bersih; dan kelompok miskin harus mengeluarkan dana lebih besar untuk memenuhi air bersih, sebagai contoh kasus di Bolivia setelah di privatisasi oleh Bechtel maka kaum miskin mengeluarhan 35 % dari penghasilannya untuk air dan yang lebih miskin mengeluarkan 75%.(Sanin, 2003)

g. Ketidakadilan penggunaan air. Manusia membutuhkan 50 liter air per hari untuk kehidupannya ; warga USA rata-rata menggunakan 250-300 liter air per hari sementara warga Somalia hanya menggunakan 9 liter air per hari. (Sanin, 2003) h. Bagi kaum kapitalis dan investor asing, kebuthan akan air bersih yang semakin meningkat dari tahun ke tahun merupakan ‘peluang emas’ dari bisnis yang menggiurkan.

Hingga

saat

ini,

dikenal

beberapa

transnasional

company

perusahaan air raksasa dunia utnuk menjalin kerja sama dalam pengelolaan air bersih dengan Negara sedang berkembang, antara lain Themes Water, Suez, Vivendi Universal, United Utilities, Betchel Group, Saur dan RWE AG. Keragaman pendapatan dari perusahaan air dunia tersebut disajikan pada table.1 (Lampiran).

3. Penutup dan Kesimpulan Uraian dalam paper ini telah menunjukkan bahwa privatisasi atau pelibatan swasta dalam pengelolaan sumber daya air merupakan sebuah opsi yang tidak disarankan, mengingat banyak sekali kejadian, bukti-bukti dan analisa dampak privatisasi yang merugikan rakyat dan keberlanjutan lingkungan. Menganggap air sebagai barang ekonomi dan memperlakukan air sebagai komoditi juga menimbulkan banyak implikasi yang menyangkut fair pricing, akuntabilitas publik, dampak lingkungan, efisiensi penggunaan air, marjinalisasi kaum miskin dan petani, sampai pada dampak kultural terhadap pengalihan system pengeloaan air tradional ke yang baru. Namun, melihat trend yang terjadi di seluruh dunia dan kenyataan yang kita hadapi di Indonesia dimana privatisasi atau konsep PPP dan PSP ini sudah terjadi dan kemungkinan besar akan bertambah dan terus terjadi, maka ada beberapa prinsip mengenai pengelolaan sumber daya air yang harusnya tidak boleh dilanggar. Pada prinsipnya, kami percaya bahwa tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya air dan penyediaan air bersih harus tetap berada ditangan negara/publik, dan harus ada usaha-usaha untuk memperkuat kemampuan pemerintah dalam penyediaan kebutuhan dasar rakyatnya akan air bersih.

Daftar Pustaka

1. Sanim, Bunasor. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen Pengembangan Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. Bogor : Pusat Pengembangan Sumberdaya Regional dan Pemberdayaan Masyarat 2. A, Sarwoko dan Anshori, I. 2003. Keterpaduan Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Pendayagunaan yang Berkelanjutan. Direktorat Jendral sumberdaya Air, Dep. Kimpraswil. Maret 2003 3. http://www.bradstone.com/garden Thursday, 05 March 2009 07:06 WIB 4. http://westjavawater.blogspot.com/2005/06/air-tanah-di-jakarta-ground-water-in.html akses : April 21st 2009 15.53 WIB

Lampiran 1 : Data (tabel) Tabel 1 Daftar Korporasi Paling Atas dalam Industri Air

Tabel 2

Lampiran 2 : Gambar

Gambar 2

Sumber : www.bmg.go.id akses April 21st 2009

Related Documents


More Documents from "kim"