Preskas Dr Suratno Rev 003.docx

  • Uploaded by: Debby Sejahtera
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Preskas Dr Suratno Rev 003.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,662
  • Pages: 41
PRESENTASI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 54 TAHUN DENGAN MIELOPATI EC TRAUMA PATOLOGIS DARI BONE METASTASE DISEASE

Periode : 18 November – 15 Desember 2018

Oleh : Debby Nirma Sari S.

G99181018

Ahmad Yasin

G99182003

Pembimbing dr. Suratno, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2018

BAB I STATUS PASIEN

I. Identitas Penderita Nama

: Tn. S

Umur

: 54 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Jaten, Karanganyar

No. RM

: 0144xxxx

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Swasta

Masuk Bangsal

: 25 November 2018

Pemeriksaan

: 30 November 2018

II. DATA DASAR A. Keluhan Utama : Kelemahan 4 anggota gerak B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merupakan rujukan dari RS PKU Karanganyar dengan kelemahan 4 anggota gerak sejak + 10 hari SMRS. Kelemahan dirasakan tiba-tiba setelah pasien pijat urut. Saat pijat pasien mengeluhkan nyeri yang sangat di daerah leher. Sensasi seperti nyeri menjalar, kemudian pasien mengeluhkan 4 anggota gerak lemas. Pasien sebelumnya mengeluhkan leher kencang-kencang + 1 bulan ini. Pasien saat ini mengeluhkan juga kesemutan dan tebal dari leher kebawah. Pasien juga belum BAB sejak + 10 hari yang lalu. BAK saat dirawat di RS PKU Karanganyar sulit sehingga dipasang selang. Baru dilepas tadi dan pasien mulai merasakan BAK nya. 1

Riwayat benjolan (-), trauma leher selain pijat (-), demam (-), makan dan minum tidak ada keluhan. Pasien sebelumnyadirawat di RS PKU Karanganyar selama 10 hari.

C. Riwayat Penyakit Dahulu : 1.

Riwayat keluhan serupa

: disangkal

2.

Riwayat trauma

: (+) pijat leher

3.

Riwayat batuk lama

: disangkal

4.

Riwayat benjolan

: disangkal

5.

Riwayat BB turun

: disangkal

6.

Riwayat hipertensi

: disangkal

7.

Riwayat diabetes mellitus

: disangkal

8.

Riwayat sakit jantung

: disangkal

9.

Riwayat hiperkolesterol

: disangkal

10. Riwayat stroke

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga 1. Riwayat hipertensi

: disangkal

2. Riwayat diabetes melitus

: disangkal

3. Riwayat sakit jantung

: disangkal

4. Riwayat stroke

: disangkal

5. Riwayat tumor/ca

: disangkal

E. Riwayat Kebiasaan 1. Riwayat makan

: pasien makan 3x sehari dengan porsi sedang

2. Riwayat merokok

: disangkal

3. Riwayat minum alkohol : disangkal 4. Riwayat olahraga

: jarang

2

F. Riwayat sosial ekonomi Pasien adalah seorang laki-laki berusia 54 tahun. Pasien adalah seorang pegawai swasta. Pasien berobat dengan biaya BPJS Kelas 3.

III. PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Keadaan Umum

Sakit sedang, compos mentis GCS E4V5M6, kesan gizi cukup

Tanda Vital

Status gizi

Tekanan darah

: 126/83 mmHg

Denyut nadi

: 101x/menit

Respirasi

: 18x/menit

Suhu

: 36,4oC

NRS

: 5-6

BB

: 60 kg

TB

: 160 cm

BMI : 23 kg/m2 Kesan : status normoweight Kepala

Mesocephal. Atrofi m temporalis (-), rontok (-), massa (-)

Mata

Ptosis (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), eksopthalmus (-/-), nistagmus (-/-)

Leher

JVP R+2 cm, trakea di tengah, KGB membesar (-)

Kulit

Warna sawo matang, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (), kering (-), petechie (-), ikterik (-), deskuamasi (+).

Thorax

Normochest, simetris, retraksi intercostal (-), sela iga melebar

(-),

pembesaran

KGB

axilla

(-/-),

KGB

supraklavikular (-/-), KGB infraklavikuler (-) Cor

I : Iktus cordis tak tampak P : Iktus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra, tidak kuat angkat 3

P : Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra Batas jantung kanan bawah : SIC V linea sternalis dekstra Batas jantung kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra Batas jantung kiri bawah : SIC V linea midclavicular sinistra A : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising(-) gallop (-). Pulmo

Pulmo : I : normochest, simetris, pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri P : fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri. P : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC VI linea medioclavicularis dextra et sinistra A :Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan: wheezing (-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus (-/-)

Abdomen :

I : Dinding perut sejajar dinding dada, ascites (-), striae (-), ikterik (-) A : Bising usus (+) 12x/menit, bruit hepar (-), bising epigastrium (-) P : Timpani, ascites (-) P : nyeri tekan (-), distended (-), hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas

Akral dingin _

Edema

-

-

_

STATUS NEUROLOGIS Kesadaran

: GCS E4M5V6

Fungsi luhur

: dalam batas normal 4

-

N.CRANIALIS N.II

: visus dalam batas normal

N.III, IV, VI

: Ptosis (-/-), Strabismus, (-) Nistagmus (-) Gerakan bola mata dalam batas normal Pupil : bulat, iskokor, kanan Ø 3 mm dan kiri Ø 3mm Refleks cahaya langsung : +/+ Refleks cahaya tidak langsung : +/+

N.V

: Sensibilitas : sama kanan dan kiri Membuka dan menutup mulut : baik Menggigit : baik

N.VII

: Kerutan dahi

: simetris kanan dan kiri

Menutup mata : kelopak mata kanan dan kiri menutup Menyeringai N.VIII

: simetris kanan kiri

: Fungsi pendengaran masih baik Fungsi keseimbangan sulit dievaluasi

N.IX, X

: Inspeksi orofaring : arcus pharyngeus kedua sisi simetris, uvula di tengah Reflek muntah (+), Reflek bersin (+)

N.XI

: Mengangkat bahu

: sama kanan dan kiri

N.XII

: Lidah saat dijulurkan : di tengah Lidah saat diam

: di tengah

Atrofi lidah

: tidak ada

TANDA RANGSANG MENINGEAL Kaku kuduk

: (-)

Brudzinski I

: (-)

Brudzinski II

: (-)

Brudzinski III

: (-)

Brudzinski IV : (-) Kernig

: (-) 5

MOTORIK Tonus

: Normotonus │ Normotonus Normotonus │ Normotonus

Kekuatan

: 3/3/3 | 3/3/3 3/3/3 | 3/3/3

REFLEKS FISIOLOGIS Refleks Biceps

: +3/+3

Refleks Triceps

: +2/+2

Refleks Patella (KPR) : +3/+3 Refleks Achilles (APR) : +4/+4

REFLEKS PATOLOGIS Babinski

: +/+

Chaddock

: -/-

Schaeffer

: -/-

Openheim

: -/-

Gordon

: -/-

Stranski

: -/-

Gonda

: -/-

Hoffman-Trommer: -/-

SENSORIK Hipoestesia setinggi VC 5-6

FUNGSI KOORDINASI Sulit dievaluasi

FUNGSI COLLUMNA VERTEBRALIS Patrick

: (-) 6

Contrapatrick

: (-)

Laseque

: (-)

Contralaseque : (-) Kernig

: (-)

FUNGSI OTONOM Miksi

: retensi urin

Defekasi

: retensi alvi

7

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium darah tanggal 26 November 2018 di RS Dr. Moewardi Pemeriksaan HbA1c GDP GD2PP Asam Urat Cholesterol total Cholesterol LDL Cholesterol HDL Trigliserida

Hasil Satuan KIMIA KLINIK % 4.6 82 Mg/dl 90 Mg/dl Mg/dl 6.5 141 Mg/dl 101 Mg/dl 33 Mg/dl 92 Mg/dl

Rujukan 4.8 – 5.9 70 - 110 80 – 140 2.4 – 6.1 50 – 200 50 – 200 28 – 63 <150

Laboratorium serologi tumor marker tanggal 27 November 2018 di RS Dr. Moewardi Pemeriksaan CEA

Hasil Satuan SEROLOGI TUMOR MARKER 1.83 Ng/ml

Rujukan <3

Laboratorium serologi tumor marker tanggal 30 November 2018 di RS Dr. Moewardi Pemeriksaan

Hasil Satuan SEROLOGI TUMOR MARKER Prostat Spesific Ng/ml 15.34 Agent

8

Rujukan 0.00 – 3.50

B. EKG (25 November 2018)

Sinus Ritmis 93 bpm, normoaxis, tidak ada hipertrofi, tidak ada infark

C. Radiologi 1. Foto Thorak PA (25 September 2018) di RS Dr. Moewardi

Foto Thorax AP

Cor

: ukuran dan bentuk normal 9

Pulmo

: Tak tampak infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronkovaskular normal

Sinus costophrenicus kanan kiri tajam Hemidiaphragma kanan kiri normal Trakea di tengah Sisterna tulang baik Tampak lesi litik di 1/3 medial os humeri kanan Kesimpulan : a. Cor dan pulmo tak tampak kelainan b. Lesi litik di 1/3 medial os humeri kanan

2. Foto cervical AP dan Lat (25 November 2018) di RS Dr. Moewardi

Alignment baik, curve normal Trabekulasi tulang di luar lesi normal Superior dan inferior endplate tak tampak kelainan Corpus, pedicle dan spatium intervertebralis tampak normal Tak tampak erosi/destruksi tulang Tak tampak paravertebral soft tissue mass/swelling Trakea di tengah, airway patent 10

Kesimpulan : Tak tampak fraktur maupun dislokasi

3. MRI Cervical Thoracal Kontras (29 November 2018) di RS Dr. Moewardi

11

Tampak kompresi VC 3-4 yang menekan medula spinalis 12

Tampak perubahan intensitas bone marrow di hampir seluruh tulang vertebrae dan costae yang tervisualisasi pada T1W1 dan T2W1 tampak hipointense Tak tampak loss of intense pada discus intervertebralis Level C 2-3: tampak protrusio disc sentral menekan medula spinalis Level C 3-4: tampak protrusio disc sentral menekan medula spinalis Level C 4-5: tampak baik Level C 5-6: tampak baik Level C 6-7: tampak baik Level C 7 – Th 1: tampak baik Level Th 1-2: tampak baik Level Th 2-3: tampak baik Level Th 3-4: tampak baik Level Th 4-5: tampak baik Level Th 5-6: tampak baik Level Th 6-7: tampak baik Level Th 7-8: tampak baik Level Th 8-9: tampak baik Level Th 9-10: tampak baik Tak tampak lesi hipo/hiperintense abnormal di intramedulla dan extramedulla yang pada pemberian kontras tak tampak abnormal contrast enchancement Tak tampak gambaran abses soft tissue MR Myelography: tampak hambatan partial aliran liquor cerebrospinalis stinggi level C 3-4 Insidental finding: tampak perubahan intensitas bone marrow pada 1/3 proksimal os humerus kanan yang pada T1W1dan T2W1 tampak hipointense

Kesimpulan : 13

Kompresi pada VC 3 dan VC 4 yang menyebabkan hambatan partial liquor cerebrospinalis setinggi level C 3-4dan bone marrow changes pada hampir seluruh tulang vertebrae dan costae yang tervisualisasi serta 1/3 proksimal os humerus kanan mengarah gambaran bone metastase

V. ASSESSMENT Klinis

: Tetraparese UMN, Riwayat trauma (+), hipoestesi setinggi VC 5-6, retensi urin dan alvi

Topis

: Segmen cervical 5-6

Etiologi

: Mielopati ec trauma patologik susp. MBD

VI. Terapi 1. Infus RL 20 tpm 2. Diet nasi 1700 kkal 3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV 4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam 5. Inj. Methylprednison 125 mg/6jam IV (tappering off) 6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam IV 7. Kapsul garam 2x1 tab 8. Gabapentin 1x 300mg

VII. PLAN 1.

Rawat inap bangsal biasa sesuai kelas

2.

Cek lab DR 2, ureum, creatinin, GDS, HbsAg

3.

Ro cervical AP/Lat/Oblique

4.

EKG

5.

Edukasi keluarga

6.

Evaluasi miksi di bangsal, jika masih retensi pasang DC

7.

Pro MRI cervical 14

VII. PROGNOSIS Ad vitam

: dubia

Ad sanam

: dubia

Ad fungsionam

: dubia

15

FOLLOW UP

Tanggal

Follow Up

25/11/18

S : Kelemahan 4 anggota gerak

DPH 0

O: Tekanan darah

: 169/95 mmHg

Denyut nadi

: 60x/menit

Respirasi

: 18x/menit

Suhu

: 36,3oC

Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi luhur

: kesan dalam batas normal

Cara bicara

: dalam batas normal

Meningeal sign

: (-)

Nn. Craniales N.II, III

: pupil isokor (3mm/3mm), refleks n

n

cahaya (+/+)

N.III, IV, VI

: gerakan bola mata dalam batas

normal N VII , XII

: dalam batas normal

Fungsi motorik

:

Kekuatan 333 333 333 333

Tonus

R. Fisiologis

R. Patologis

N

N

+3

+3

-

-

N

N

+3

+3

+

+

Fungsi sensorik

: Hipoestesi setinggi VC 5-6

Fungsi otonom

: retensi urin + alvi

Fungsi koordinasi

: sulit dievaluasi

A: Klinis

: Tetraparese UMN, Riw. Trauma (+), hipoestesi setinggi VC 5-6, retensi urin + alvi 16

Topis

: Segmen cervical 5-6

Etiologi

: Mielopati ec trauma

P: 1. Infus RL 20 tpm 2. Diet nasi 1700kkal 3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV 4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV 5. Inj. Methylprednison 125mg/6jam IV tapp off 6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam Plan : Lacak hasil foto Ro cervical AP/Lat/Oblique Usul MRI cervical

26/11/18

S : Kelemahan 4 anggota gerak

DPH 1

O: Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Denyut nadi

: 77x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu

: 35,6oC

Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi luhur

: kesan dalam batas normal

Cara bicara

: dalam batas normal

Meningeal sign

: (-)

Nn. Craniales N.II, III

: pupil isokor (3mm/3mm), refleks n

n

cahaya (+/+)

N.III, IV, VI

: gerakan bola mata dalam batas

normal N VII , XII

: dalam batas normal

Fungsi motorik

: 17

Kekuatan

Tonus

333 333 333 333

R. Fisiologis

R. Patologis

N

N

+3

+3

-

-

N

N

+3

+3

+

+

Fungsi sensorik

: hipoestesi setinggi VC 5-6

Fungsi otonom

: retensi urin+alvi

Fungsi koordinasi

: sulit dievaluasi

A: Klinis

: Tetraparese UMN, Riw. Trauma (+), hipoestesi setinggi VC 5-6, retensi urin + alvi

Topis

: Segmen cervical 5-6

Etiologi

: Mielopati ec trauma patologic susp metastatic

bone disease P: 1. Infus RL 20 tpm 2. Diet nasi 1700kkal 3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV 4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV 5. Inj. Methylprednison 125mg/6jam IV tapp off 6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam 7. Kapsul garam 2x1 tab Plan : Usul MRI cervical Allopurinol 1x10mg

27/11/18

S : Kelemahan 4 anggota gerak

DPH 2

O: Tekanan darah

: 124/81 mmHg

Denyut nadi

: 76x/menit

Respirasi

: 20x/menit 18

Suhu

: 36,5oC

Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi luhur

: kesan dalam batas normal

Cara bicara

: dalam batas normal

Meningeal sign

: (-)

Nn. Craniales N.II, III

: pupil isokor (3mm/3mm), refleks n

n

cahaya (+/+)

N.III, IV, VI

: gerakan bola mata dalam batas

normal N VII , XII

: dalam batas normal

Fungsi motorik

:

Kekuatan 333 333 333 333

Tonus

R. Fisiologis

R. Patologis

N

N

+3

+3

-

-

N

N

+3

+3

+

+

Fungsi sensorik

: hipoestesi setinggi VC 5-6

Fungsi otonom

: retensi urin+alvi

Fungsi koordinasi

: sulit dievaluasi

A: Klinis

: Tetraparese UMN, Riw. Trauma (+), hipoestesi setinggi VC 5-6, retensi urin + alvi

Topis

: Segmen cervical 5-6

Etiologi

: Mielopati ec trauma patologic susp metastatic bone

disease P: 1. Infus RL 20 tpm 2. Diet nasi 1700kkal 3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV 4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV 19

5. Inj. Methylprednison 125mg/6jam IV tapp off 6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam 7. Kapsul garam 2x1 tab Plan : Usul protokol MRI cervicothoracal kontras Konsul RM Konsul paru

28/11/18

S : Kelemahan 4 anggota gerak

DPH 3

O: Tekanan darah

: 126/83 mmHg

Denyut nadi

: 81x/menit

Respirasi

: 19x/menit

Suhu

: 36,3oC

Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi luhur

: kesan dalam batas normal

Cara bicara

: dalam batas normal

Meningeal sign

: (-)

Nn. Craniales N.II, III

: pupil isokor (3mm/3mm), refleks n

n

cahaya (+/+)

N.III, IV, VI

: gerakan bola mata dalam batas

normal N VII , XII

: dalam batas normal

Fungsi motorik

:

Kekuatan 333 333 333 333

Tonus

R. Fisiologis

N

N

+3

+3

-

-

N

N

+3

+3

+

+

Fungsi sensorik

R. Patologis

: hipoestesi setinggi VC 5-6 20

Fungsi otonom

: retensi urin+alvi

Fungsi koordinasi

: sulit dievaluasi

A: Klinis

: Tetraparese UMN, Riw. Trauma (+), hipoestesi setinggi VC 5-6, retensi urin + alvi

Topis

: Segmen cervical 5-6

Etiologi

: Mielopati ec trauma patologic susp metastatic bone

disease P: 1. Infus RL 20 tpm 2. Diet nasi 1700kkal 3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV 4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV 5. Inj. Methylprednison 125mg/6jam IV tapp off 6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam 7. Kapsul garam 2x1 tab 8. Gabapentin 1x300mg Plan : MRI cervicothoracal kontras

29/11/18

S : Kelemahan 4 anggota gerak

DPH 4

O: Tekanan darah

: 125/80 mmHg

Denyut nadi

: 70x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu

: 36,3oC

Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi luhur

: kesan dalam batas normal

Cara bicara

: dalam batas normal

Meningeal sign

: (-) 21

Nn. Craniales N.II, III

: pupil isokor (3mm/3mm), refleks n

n

cahaya (+/+)

N.III, IV, VI

: gerakan bola mata dalam batas

normal N VII , XII

: dalam batas normal

Fungsi motorik

:

Kekuatan 333 333 333 333

Tonus

R. Fisiologis

R. Patologis

N

N

+3

+3

-

-

N

N

+3

+3

+

+

Fungsi sensorik

: hipoestesi setinggi VC 5-6

Fungsi otonom

: retensi urin+alvi

Fungsi koordinasi

: sulit dievaluasi

A: Klinis

: Tetraparese UMN, Riw. Trauma (+), hipoestesi setinggi VC 5-6, retensi urin + alvi

Topis

: Segmen cervical 5-6

Etiologi

: Mielopati ec trauma patologic susp metastatic bone

disease P: 1. Infus RL 20 tpm 2. Diet nasi 1700kkal 3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV 4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV 5. Inj. Methylprednison 125mg/6jam IV tapp off 6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam 7. Kapsul garam 2x1 tab 8. Gabapentin 1x300mg

22

Plan : MRI cervicothoracal kontras (Jum’at) Konfirmasi RM (pemasangan cervical collar)

30/111/18

S : Kelemahan 4 anggota gerak

DPH 5

O: Tekanan darah

: 124/82 mmHg

Denyut nadi

: 78x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu

: 36,5oC

Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi luhur

: kesan dalam batas normal

Cara bicara

: dalam batas normal

Meningeal sign

: (-)

Nn. Craniales N.II, III

: pupil isokor (3mm/3mm), refleks n

n

cahaya (+/+)

N.III, IV, VI

: gerakan bola mata dalam batas

normal N VII , XII

: dalam batas normal

Fungsi motorik

:

Kekuatan 333 444 333 444

Tonus

R. Fisiologis

R. Patologis

N

N

+3

+3

-

-

N

N

+3

+3

+

+

Fungsi sensorik

: hipoestesi setinggi VC 5-6

Fungsi otonom

: retensi urin+alvi

Fungsi koordinasi

: sulit dievaluasi

A: Klinis

: Tetraparese UMN, Riw. Trauma (+), hipoestesi 23

setinggi VC 5-6, retensi urin + alvi Topis

: Segmen cervical 5-6

Etiologi

: Mielopati ec trauma patologic susp metastatic bone

disease P: 1. Infus RL 20 tpm 2. Diet nasi 1700kkal 3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV 4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV 5. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam 6. Kapsul garam 2x1 tab 7. Gabapentin 1x300mg

Plan : MRI cervicothoracal kontras (lacak hasil) Konfirmasi pemasangan cervical collar

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MEDULA SPINALIS Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Medula spinalis terletak di dalam canalis vertebralis columna vertebra dan dibungkus oleh meningen serta diliputi oleh cairan serebrospinal. Bagian medula spinalis mulai dari perbatasan dengan medula oblongata (decussatio pyramidum) sampai setinggi 24

vertebra L1-2 yang terdiri dari 31 segmen: 8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, 1 koksigeal. Pada bagian bawah, medula spinalis menipis menjadi conus medularis dan berlanjut sebagai filum terminale yang melekat pada os coccygea. Akar saraf lumbal dan sakral terkumpul dan disebut dengan cauda equina. Masing-masing segmen membentuk sepasang radiks saraf spinal yang keluar melalui foramen intervertebral yaitu bagian dorsal dan ventral. Akar bagian dorsal berisi serabut saraf sensorik dan memiliki struktur ganglia yang berisi neuron sensoris, sedangkan akar bagian ventral berisi serabut saraf motorik dengan neuron motoriknya terletak pada cornu anterior medula spinalis. Medula spinalis tersusun oleh substansia alba yang berwarna putih di bagian luar dan substansia grisea yang berwarna abu-abu di bagian dalam. Substansia grisea membentuk cornu anterior dan posterior sehingga tampak seperti gambaran huruf H atau kupu-kupu pada potongan melintang. Di dalam substansia alba berisi lintasan-lintasan asenden dan desenden. Di dalam substansia grisea pada daerah cornu anterior terdapat motor neuron yang bertanggung jawab dalam penghantaran impuls motorik somatik. Medula spinalis dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen. Medula spinalis diperdarahi oleh satu arteri spinalis anterior dan dua arteri spinalis posterior yang berasal dari arteri vertebralis dari dalam intrakranial dan berjalan secara longitudinal di sepanjang medula spinalis dan bergabung dengan arteri segmental dari masing-masing regio yang merupakan cabang dari arteri besar yang memperdarahi masing-masing regio, seperti: 

Arteri vertebralis yang berasal dari arteri subklavia di leher



Arteri intercostalis posterior yang berasal dari aorta thorakalis



Arteri lumbalis yang berasal dari aorta abdominalis



Arteri sacral lateral yang berasal dari arteri iliaka interna pelvis Aliran pembuluh vena medula spinalis berawal dari vena radikularis yang

bergabung menuju vena segmentalis kemudian terkumpul di: 

Vena cava superior 25



Sistem vena azygos thorakalis



Vena cava inferior Medula spinalis terdiri dari substansia alba dan grisea. Sama seperti pada

otak substansia grisea medula spinalis mengandung badan sel neuron primer dan dendritnya, interneuron, dan sel glia. Substansia alba terdiri dari traktus-traktus yang merupakan kumpulan serat saraf (akson) yang memanjang dari otak ke sepanjang medula spinalis dan mentransmisikan informasi spesifik. Traktus asending mentransmisikan sinyal input dari aferen ke otak, sedangkan traktus desending menghantarkan pesan impuls dari otak ke neuron eferen.7 Substansia grisea terbagi menjadi cornu anterior (ventral), cornu posterior (dorsal), dan cornu lateral. Cornu posterior mengandung badan sel dari interneuron aferen. Cornu anterior mengandung badan sel dari neuron eferen motorik untuk otot skeletal. Badan sel serat saraf otonom, baik simpatis maupun parasimpatis, yang mempersarafi jantung, otot polos, dan kelenjar eksokrin terdapat di cornu lateral.7 Persarafan pada badan disuplai oleh masing-masing regio saraf spinal secara spesifik yang dikenal dengan istilah dermatom. Beberapa saraf spinal juga mempersarafi organ dalam sehingga terkadang penjalaran rasa sakit yang berasal dari organ dalam tersebut dirasakan sebagai sensasi nyeri yang berlokasi sesuai dengan dermatom persarafan organ tersebut, hal ini dikenal sebagai referred pain atau nyeri alih. Contohnya, nyeri yang berasal dari jantung sering dirasakan juga pada bahu dan lengan kiri. Medula spinalis terletak antara otak dan serat aferen dan eferen system saraf perifer sehingga hal ini menyebabkan medula spinalis memiliki dua fungsi: (1) sebagai jembatan transmisi informasi antara otak dan seluruh tubuh, dan (2) sebagai pusat refleks antara input aferen dan output eferen tanpa melibatkan otak. Refleks ini disebut sebagai refleks spinal. Refleks merupakan suatu respon yang terjadi secara otomatis tanpa usaha secara sadar. Ada dua tipe refleks: (1) simpel atau dasar, yang merupakan refleks alami tanpa perlu dipelajari seperti menjauhkan tangan dari api; dan (2) didapat atau terkondisikan, yang merupakan hasil dari belajar dan latihan berulang-ulang seperti 26

musisi yang membaca partitur secara otomatis memainkannya. Lengkung refleks melibatkan lima komponen dasar: 1. Reseptor sensoris 2. Jalur aferen 3. Pusat integrasi 4. Jalur eferen 5. Efektor Reseptor menangkap stimulus yang terdeteksi kemudian memberikan respon berupa potensial aksi yang dihantarkan oleh jalur aferen menuju ke pusat integrasi yaitu sistem saraf pusat (otak atau medula spinalis). Pusat integrasi ini kemudian mengolah informasi yang didapat dari reseptor dan kemudian ‘memutuskan’ respon yang akan diberikan. Respon tersebut dihantarkan dari pusat integrasi melalui jalur eferen menuju ke efektor (otot atau kelenjar). Respon refleks dapat diprediksi karena selalu melalui jalur yang sama.

B. MIELOPATI SERVIKAL 1. Definisi Mielopati merupakan gangguan fungsional atau struktur atau perubahan patologis dari medula spinalis. Mielopati servikal berarti terdapatnya gangguan tersebut medula spinalis bagian servikal (C1-C8). Keadaan ini umumnya terjadi akibat penyempitan kanalis spinalis yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal sehingga menyebabkan terjadinya penekanan pada medula spinalis yang 27

berakibat terganggunya fungsi medula spinalis. Lesinya dapat komplit atau inkomplit, sehingga gejala klinis yang ditimbulkan dapat bermacam-macam. 2. Epidemiologi Data yang pasti tentang insidensi myelopati masih sulit ditemukan. Berdasarkan laporan yang ada, 43% penderita myelopathy akut disebabkan oleh multiple sklerosis, 16,5% disebabkan oleh penyakit sistemik. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan terutama pada myelopathy karena trauma. 3. Etiopatogenesis Patogenesis dari mielopati dapat bermacam-macam, antara lain: 

Trauma vertebra yang berakibat kompresi medula spinalis



Proses inflamasi, contohnya myelitis



Tumor yang mendesak medula spinalis



Penyakit vaskular, seperti mielopati vaskular



Kongenital akibat stenosis kanalis spinalis



Penyakit degeneratif, misal spondilosis atau herniasi diskus intervertebralis yang berakibat kompresi pada medula spinalis

Penyakit degeneratif merupakan indikasi untuk dilakukannya pembedahan oleh bedah saraf. Mielopati servikal akibat proses degenerasi sering disebut juga sebagai spondilosis mielopati servikal (cervical spondylotic myelopathy / CSM) yang menunjukkan bahwa penyebab utama terseringnya merupakan spondilosis. Kanalis spinalis servikal dapat menjadi sempit akibat perubahan dari proses degenerasi tulang belakang pada orang tua. Terbentuknya osteofit, penonjolan diskus, dan penebalan ligamen dapat menyebabkan penekanan pada medula spinalis. Faktor dinamik biomekanika gerak vertebra servikal normal dapat memperburuk cedera medula spinalis yang dicetuskan oleh kompresi statis secara langsung. Ketika fleksi, medula spinalis memanjang sehingga teregang melewati daerah osteofit ventral. Ketika ekstensi, ligamentum flavum melengkung ke arah medula spinalis menyebabkan berkurangnya ruang medula 28

spinalis. Penyakit metastatik merupakan keganasan yang paling umum dari tulang. Setengah dari hampir 1,4 juta 6 kasus kanker baru didiagnosa setiap tahun melibatkan tumor yang sering bermetastasis ke tulang. Kanker prostat, payudara, paru-paru, ginjal, dan tiroid sebanyak 80% mengalami metastase ke tulang. Kecenderungan untuk kerangka aksial terlihat dimana mungkin karena penyebaran ke aliran darah di vena Batson di pleksus. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum dari metastasis tulang adalah tulang belakang, panggul, tulang rusuk, tengkorak, dan femur proksimal. Pada akral (yaitu, distal) mengalami metastasis ke tangan dan kaki terjadi, biasanya paling sering berasal dari paru-paru primer. Metastasis tulang dimulai ketika sel-sel tumor primer melepaskan diri dari tempat awal mula tumor dengan membentuk pembuluh darah baru (angiogenesis) dan menyerang pembuluh darah tersebut. Sel-sel tumor kemudian membentuk agregat dan akhirnya melekat pada sel endotel pembuluh darah kapiler yang jauh dari tulang. Selanjutnya, sel-sel melepaskan diri ke sirkulasi, menginvasi stroma sumsum, dan akhirnya melekat pada permukaan endosteal tulang (yaitu, pada antarmuka tulang dan sumsum) dan mengalami proliferasi Selain

faktor

pertumbuhan

banyak

hadir

dalam

matriks

tulang

termineralisasi, sumsum tulang terdiri dari sel induk hematopoietik, sel stroma, dan sel kekebalan yang melepaskan sejumlah sitokin dan faktor pertumbuhan. Ini kemudian menginduksi pertumbuhan tumor sel yang telah bermigrasi ke tulang. Setelah sel tumor telah dikolonisasi dalam matriks tulang, mereka mengeluarkan sejumlah besar faktor pertumbuhan larut yang merangsang aktivitas osteoklas dan / atau osteoblas dan mengganggu re-modeling tulang yang normal. Aktivasi osteoklas dan resorpsi tulang menyebabkan pelepasan lebih lanjut dari tulang yang diturunkan dari faktor pertumbuhan yang meningkatkan kelangsungan hidup dan proliferasi sel tumor. Akibatnya, homeostasis normal dari tulang terganggu dan kemudian terjadi resorpsi tulang yang berlebihan. 29

4. Manifestasi klinis Mielopati akibat sindromspinal akan memberikan gejala sesuai tanda dengan tinggi/lokasi lesinya secara umum dibagi menjadi: (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, (5) Conus Medullaris Syndrome, dan sindrom inkomplit yang jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome. Karakteristik

Central Cord

Anterior Cord

Brown Sequard

Posterior Cord

Klinik

Syndrome

Syndrome

Syndrome

Syndrome

Kejadian

Sering

Jarang

Jarang

Sangat jarang

Biomekanika

Hiperekstensi

Hiperfleksi

Penetrasi

Hiperekstensi

Motorik

Gangguan

Sering paralisis

Kelemahan anggota

Gangguan

bervariasi,

komplit

gerak ipsilateral

bervariasi,

jarang paralisis

(gangguan

lesi, gangguan

gangguan

komplit

traktus

traktus desenden

traktus

desenden),

(+)

desenden ringan

biasanya bilateral Protopatik

Gangguan

Sering hilang

Sering hilang total

Gangguan

bervariasi tidak

total (gangguan

(gangguan traktus

bervariasi,

khas

traktus

asenden)

biasanya ringan

asenden),

kontralateral

bilateral Propioseptik

Jarang sekali

Biasanya utuh

terganggu

Hilang total

Terganggu

ipsilateral, gangguan traktus asenden

Perbaikan

Sering nyata dan

Paling buruk di

Fungsi buruk

cepat, khas

antara lainnya

namun

kelemahan

independensi paling

tangan dan jari

baik

NA

menetap

Tabel 2. Komparasi karakteristik klinik sindroma cedera medulla spinalis

Keluhan yang timbul akibat mielopati bermacam-macam dan banyak yang 30

tidak spesifik, ditambah dengan perkembangan penyakitnya yang lambat dan bertahap sehingga menyulitkan untuk dideteksi. Penting untuk diingat bahwa mielopati servikal merupakan penyakit kelainan pada tulang vertebra servikalis yang bermanifestasi pada ekstremitas atas dan bawah. Umumnya gejala yang timbul adalah akibat dari kompresi yang terjadi pada medula spinalis, tergantung letak segmen yang terkena. Kompresi ini dapat menimbulkan

gejala

sensorik

(nyeri

atau

parestesi),

gejala

motorik

(kelumpuhan), atau gejala otonom (gangguan respirasi, sirkulasi, miksi, dan defekasi). Gejala klasik dari mielopati adalah kehilangan keseimbangan dengan koordinasi yang kurang, keterampilan fungsi sehari-hari menurun, kelemahan, rasa baal, dan pada kasus yang parah dapat menimbulkan paralisis. Nyeri banyak dikeluhkan pasien, namun pada beberapa kasus tidak didapatkan adanya keluhan nyeri sehingga menimbulkan keterlambatan dalam diagnosis. Lesi pada vertebra C3-C6 menyebabkan kesulitan dalam menulis dan perubahan tidak spesifik berupa sensasi dan kelemahan lengan. Lesi pada C6-C8 sering menimbulkan sindroma spastisitas dan hilangnya propriosepsi tungkai. Pasien dapat mengalami gangguan gaya jalan dan sering terjatuh. Gejala subyektif yang sering dikeluhkan pasien antara lain: 

Tungkai terasa berat



Radikulopati



Kemampuan motorik halus yang menurun



Fenomena L’Hermitte’s, yaitu sensasi seperti tersengat listrik yang hilang timbul pada anggota gerak yang dicetuskan oleh fleksi leher



Baal dan kesemutan anggota gerak Keluhan-keluhan ini dapat timbul secara akut, subakut, atau kronik

progresif. Terkadang tidak diketahui penyebabnya serta tidak ditemuinya tandatanda radang.

5. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 31

Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda yang sering ditemukan adalah tanda lesi UMN (upper motor neuron), seperti: 

Kelemahan, terutama lebih dirasakan pada ekstremitas atas



Gaya jalan ataxic gait



Hipertonus



Hiperrefleks



Klonus ankle (+)



Babinski (+)



Hoffman (+) Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan

hal yang sangat penting. Pemeriksaan status neurologis lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association (AISA). Klasifikasi dibuat berdasar rekomendasi AISA, A: untuk lesi komplit sampai dengan E: untuk keadaan normal. Motorik Asal Inervasi

Otot

Fungsi

C5

M. deltoideus dan biceps brachii

Abduksi bahu dan fleksi siku

C6

M. extensor carpi radialis longus dan brevis

Ekstensi pergelangan tangan

C7

M. flexor carpi radialis

Fleksi pergelangan tangan

C8

M.

flexor

digitorum

superfisialis

dan

Fleksi jari-jari tangan

profunda T1

M. interosseus palmaris

Abduksi jari-jari tangan

L2

M. iliopsoas

Fleksi panggul

L3

M. quadricep femoris

Ekstensi lutut

L4

M. tibialis anterior

Dorsofleksi kaki

L5

M. extensor halluces longus

Ekstensi ibu jari kaki

S1

M. gastrocnemius-soleus

Plantarfleksi kaki

Sensoris protopatik Asal inervasi C2 - C4

Dermatom Dermatom oksiput sampai bagian belakang leher

32

C5 - T1

Lengan sampai jari-jari

T2 - T12

Bagian dada dan aksila, beberapa titik penting: T4 papila mamae, T10 umbilicus, T12 inguinal

L1 - L5

Tungkai

S1 - S5

Tumit, bagian belakang tungkai, regio perineal

Tabel 5. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis mielopati, antara lain: 

Laboratorium darah Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi ataupun penyakit sistemik yang menjadi penyebab mielopati. Pemeriksaan ini lebih bermakna bila dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah ke proses infeksi, namun dapat juga sebagai penyingkir diagnosis kausa infeksi apabila hasil tidak menunjang.5



Rontgen vertebra Merupakan pilihan awal untuk mengetahui apakah ada kelainan pada tulang belakang seperti spondilosis, spondilolistesis, atau osteofit. Dianjurkan melakukan pemeriksaan tiga posisi standar (AP, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CT-scan atau MRI.



CT-scan / MRI Dilakukan untuk mengetahui gambaran struktur tulang belakang sehingga

dapat diketahui lokasi kelainan atau letak lesi, dapat pula untuk mengetahui kausa apakah terdapat trauma pada vertebra atau tumor yang menyebabkan kompresi pada medula spinalis. MRI merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/trauma ataupun adanya penyempitan kanalis spinalis.

33

Klasifikasi lain yang juga digunakan secara umum adalah European Myelopathy Score. Score

Definition

Gait Function 1

Unable to walk, wheelchair

2

Walking of flat ground only with cane or aid

3

Climbing stairs only with aid

4

Gait clumsy, but no aid necessary

5

Normal walking and climbing stairs

Bladder and Bowel Function 1

Retention, no control over bladder and/or bowel function

2

Inadequate micturition and urinary frequency

3

Normal bladder and bowel function

Hand Function 1

Handwriting and eating with knife and fork impossible

2

Handwriting and eating with knife and fork impaired

3

Handwriting, tying shoelaces or a tie clumsy

4

Normal handwriting

Proprioception and Coordination 1

Getting dressed only with aid

34

2

Getting dressed clumsily and slowly

3

Getting dressed normally

Paraesthesia/Pain 1

Invalidity due to pain

2

Endurable paraesthesia and pain

3

No paraesthesia and pain

Tabel 3. European Myelopathy Score Total perhitungan skor dengan tabel di atas sebagai berikut: skor 17-18 fungsi normal, skor 13-16 grade 1, skor 9-12 grade 2, dan skor 5-8 grade 3. Selain European Myelopathy Score yang digunakan secara umum, terdapat pula klasifikasi Nurick untuk menentukan derajat keterbatasan gerak fungsional akibat mielopati servikal. Grade

Level of Neurological Involvement

Grade I

No difficulty in walking

Grade II

Mild gait involvement not interfering with employment

Grade III

Gait abnormality preventing employment

Grade IV

Able to walk only with assistance

Grade V

Chairbound or bedridden

Tabel 4. Nurick’s Functional Scale 6. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis mielopati dimulai dari anamnesis yang sistemik. Adanya tanda dan gejala disfungsi dari medula spinalis menjadi kunci anamnesis awal. Selanjutnya digali apakah disfungsi tersebut mengarah pada kelainan yang bersifat kompresi atau non kompresi medula spinalis sebagaimana tabel. Bila didapatkan kecurigaan disfungsi medula spinalis tersebut langkah selanjutnya adalah memastikan disfungsi tersebut dengan pemeriksaan fisik dan penunjang seperti pada gambar alur di bawah ini.

35

7. Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk mielopati umumnya dari segi penyebabnya, apakah infeksi, trauma, tumor, proses degenerasi, gangguan vaskularisasi, mutipel sklerosis, ataupun defisiensi vitamin B kompleks. Hal ini berkaitan dengan tata laksana yang akan diberikan, terutama pertimbangan tindakan operasi maupun pemberian antibiotik atau kemoterapi 8. Tatalaksana Penanganan meilopati tergantung dari etiologinya dan lokasinya. Penanganan yang diberikan pada akut meilopati bisa nelibatkan pembedahan. Untuk terapi non bedah yang diberikan adalah plasma exchange dan treatment immunodulatory yang lain. Untuk terapi jangka panjang, harus dilakukan rehabilitias sesuai dengan disfungsi yang terjadi. Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikerjakan seawall mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, 36

dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak. Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup seharihari. Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien. Penelitian prospektif selama 3 tahun meunjukkan bahwa suatu program rehabilitasi

yang

terpadu

(hidroterapi,

elektroterapi,

psikoterapi,

penatalaksanaan gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status fungsional pada penderita cedera medula spinalis. Terapi konservatif dapat dilakukan pada pasien dengan gejala mielopati ringan, umumnya dilakukan observasi apakah terdapat perbaikan fungsi. Pemberian analgetik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi rasa nyeri akibat gejala radikular. Penggunaan collar neck dapat digunakan apabila diketahui terdapat instabilitas vertebra. Tindakan operasi perlu dilakukan untuk menghilangkan kompresi pada medula spinalis, apakah akibat trauma, stenosis, atau tumor yang mendesak medula spinalis.

37

9. Prognosis Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah disbanding populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologi yaitu: 38

pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

York JE. Approach to the patient with acute nervous system trauma. Best Practice of Medicine. September 2000. 39

Young W. Spinal cord injury levels and classification. Care Cure Community. Keek Centre for Collaborative Neuroscience. 2002. Hoppenfield S. Orthopaedic neurology: a diagnosis guide to neurologic levels. JB Lippincott Williams. 1977. Pinzon R. Mielopati servikal trauma: telaah pustaka terkini. Cermin Dunia Kedokteran 154; 2007: 39-42. Hansen JT. Netter’s clinical anatomy. 2nd Ed. Philadelphia; Saunders Elsevier: 2010. p.60-3. Sherwood L. Human physiology from cells to systems. 7th Ed. California; Brooks/Cole: 2010. p.172-7. Klezl

Z, Coughlin TA. Cervical myelopathy. 2013. Available http://www.boneandjoint.org.uk/content/focus/cervical-myelopathy. Accessed on February 19, 2014.

at:

Department of Neurosurgery Columbia University. Cervical myelopathy. 2014. Available at: http://www.columbianeurosurgery.org/conditions/cervicalmyelopathy/. Accessed on February 20, 2014. Young W. Cervical spondylotic myelopathy: a common cause of spinal cord dysfunction in older persons. Am Fam Physician. 2000;62(5):1064-70.

40

Related Documents


More Documents from "Anggi Suryati"