I.
II.
IDENTITAS Nama
: Ny. CN
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 22 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
:-
Alamat
: Jl. Bakti Mulya no. 12 Jakarta Timur
Tanggal pemeriksaan
:11 April 2019
ANAMNESIS Auto anamnesis pada tanggal 11 April 2019 di Ruang Poliklinik Mata RS FMC
Keluhan utama Kedua mata merah sejak 1 hari sebelum datang ke Rumah Sakit
Keluhan tambahan Mata terasa gatal, berair dan nyeri pada kelopak mata.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dating dengan keluhan kedua mata merah sejak 1 hari yang lalu sebelum dating ke rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa penglihatanya tidak buram selama muncul keluhan. Selain mata merah terdapat keluhan tambahan seperti mata terasa gatal, berair dan perih jika kelopak mata di sentuh atau digerakan. Pasien mengaku 2 hari sebelumnya matanya normal saja tidak ada keluhan, keesokan harinya saat bangun tidur mata kanan pasien mulai merah dan perih pada bagian kelopak mata, hingga sore harinya mata kiri pasien juga ikut memerah dan terasa gatal. Pasien mengaku sulit membuka mata ketika pagi hari bangun tidur karena banyak kotoran pada matanya. Keluhan tumbuh jaringan berwarna putih atau selaput putih pada mata disangkal, pandangan kabur dan menyempit disangkal. Pasien sempat mencoba mengobati keluhan yang dideritanya dengan meneteskan obat mata warung namun keluhan tidak kunjung baik. Saat ini pasien mengatakan tidak batuk namun pilek, demam (+), trauma (-), nyeri 1
tenggorokan (-), dirumah pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan serupa. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat DM disangkal, Riwayat hipertensi disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat alergi disangkal, trauma (-). Keluhan penyakit serupa sebelumnya (-) Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), Alergi (-), pasien mengatakan saat ini dirumah anggota keluarganya tidak ada yang mempunyai keluhan serupa.
III.
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: Tekanan Darah
Kepala/leher
: 120/80
Frekuensi Nadi
: 88 kali/menit
Frekuensi Nafas
: 16 kali/menit
: Pembesaran KGB (-) ,Nyeri Tekan (-)
STATUS OFTALMOLOGIS OD
OS
+ KM 6/85
+ KM 6/85
Visus koreksi
-
-
Addisi
-
-
N/Palpasi
N/Palpasi
Visus
Pemeriksaan TIO Kedudukan Bola Mata
Ortoforia
Gerakan Bola Mata
2
Baik ke segala arah
Baik ke segala arah
Lapang Pandang
Dalam Batas Normal
Dalam Batas Normal
Supra Silia
Dalam Batas Normal
Dalam Batas Normal
Palpebra Superior
Edema (+)
Edema (-)
Benjolan (-)
Benjolan (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Nyeri tekan (+)
Nyeri tekan (-)
Hematom (-)
Hematom (-)
Edema (-)
Edema (-)
Benjolan (-)
Benjolan (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Hematom (-)
Hematom (-)
Konjungtiva tarsal
Hiperemis (+)
Hiperemis (-)
superior
Papil (-)
Papil (-)
Edema (-)
Edema (-)
Konjungtiva tarsal
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
inferior
Papil (-)
Papil (-)
Edema (-)
Edema (-)
Injeksi siliar (-)
Injeksi siliar (-)
Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi konjungtiva (-)
Perdarahan subkonjungtiva
Perdarahan subkonjungtiva
(+)
(-)
Jernih
Jernih
Ulkus (-)
Ulkus (-)
Infiltrat (-)
Infiltrat (-)
Sikatriks (-)
Sikatriks (-)
arkus senilis (-)
arkus senilis (-)
Bilik mata depan/ COA
Kedalaman sedang ; jernih
Kedalaman sedang ;jernih
Iris
Bulat; batas tegas;Cokelat ;
Bulat ; bats tegas ;Cokelat ;
kripte (+) ; sinekia (-)
kripte (+) ; sinekia (-)
Bulat ; diameter 3mm ; RL
Bulat ; diameter 3mm ; RL
(+) ; RCTL (+)
(+) ; RCTL (+)
Jernih
Jernih
; shadow test (-)
shadow test (-)
Normal perpalpasi
Nomal perpalpasi
Palpebra Inferior
Konjungtiva bulbi
Kornea
Pupil
Lensa
TIO perpalpasi
3
Funduskopi
IV.
V.
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan dengan Loop
Pemeriksaan hitung jenis leukosit
Biakan virus/kultur virus
PCR
Tes antibodi spesifik
RESUME Ny. CN dengan usia 22 tahun, datang dengan keluhan kedua mata merah sejak 1 hari yang lalu sebelum datang ke rumah sakit. Mata merah juga disertai dengan gatal, mata berair dan nyeri pada kelopak mata. Riwayat penyakit dahulu : DM (-), HT (-), Asma (-), Alergi (-), TBC (-), keluhan serupa sebelumnya (-) riwayat penyakit keluarga : tidak ada STATUS OFTALMOLOGI : VISUS : OD + KM 6/85 OS + KM 6/85
4
KONJUNGTIVA TARSAL Hiperemis (+) KONJUNGTIVA BULBI Injeksi Konjungtiva ODS (+) Pendarahan Subkonjungtiva ODS (+) SKLERA Merah ODS VI.
DIAGNOSIS KERJA Konjungtivitis Hemoragik Akut ODS
VII.
DIAGNOSIS BANDING -
Pendarahan Subkonjungtiva ODS
VIII. PENATALAKSAAN 1. Terapi
Fluorometason 1mg/ml + Neomisin Sulfat 3,5 mg/ml (C. Polynel) eye drops 4 dd gtt 1 ODS
Levofloksasin (C. LFX) eye drops gtt 1 setiap 2 jam ODS
HPMC Dextran (C. Eyefresh) eye drops 4 dd gtt 1 ODS
Paracetamol 3 x 500 mg
2. Monitoring
IX.
Evaluasi Klinis pasien setelah diberi tatalaksana awal
Evaluasi jika ada perburukan kondisi pasien.
EDUKASI
Menjelaskan bahwa konjungtivitis menular, sebelum dan sesudah memakai obat, dianjurkan mencuci tangan dengan bersih
Usahakan tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit, tidak mengucek-ngucek mata
Jangan menggunakan handuk atau lap bersama penghuni rumah yang lain
5
Sebisa mungkin kurangi terlebih dahulu hal-hal yang dapat mengiritasi mata seperti paparan debu saat naik motor atau berjalan kaki diluar rumah.
X.
FOLLOW UP S : Mata sudah tidak merah atau mata tenang. Pasien sudah tidak mengeluhkan mata terasa panas, berair. O :
Tarsal superior OD
: hiperemis (-)
Tarsal inferior OD
: hiperemis (-)
Bulbi OD
: hiperemis (-)
Tarsal superior OS
: hiperemis (-)
Tarsal inferior OS
: hiperemis (-)
Bulbi OS
: hiperemis (-) , bercak perdarahan (+)
A :Konjungtivitis Hemoragik Akut OD P :Terapi lanjut XI.
PROGNOSIS OD
OS
Ad Vitam
:
bonam
bonam
Ad Fungsionam
:
bonam
bonam
Ad Sanationam
:
bonam
bonam
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Konjungtivitis atau yang biasa dikenal sebagai pink eye merupakan suatu peradangan
pada konjungtiva atau selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata yang di tandai dengan hyperemia dengan adanya secret. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak secret purulen kental. Penyebab penyakit ini umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.3,4 Perdarahan konjungtivitis akut (AHC) merupakan suatu peradangan pada konjungtiva yang mudah menular dan ditandai dengan perdarahan subkonjungtiva yang bervariasi (mulai dari petekie hingga perdarahan yang konfluens), kongesti konjungtiva, dilatasi vaskular, kemerahan, nyeri pada mata dan edema pada kelopak mata secara mendadak. Karakteristik AHC yaitu adanya perdarahan yang muncul dalam waktu yang cepat.3,5 Pada infeksi virus biasanya akan menimbulkan respons imunitas pada sel mononuklear. Manusia merupakan satu-satunya host bagi enterovirus. Virus ini menyebar dengan mudah melalui fecal-oral. Tingkat infeksi AHC biasanya tinggi pada keadaan hygienitas yang buruk, dan sering terjadi penyebaran antara ibu dan anak.5
2.2
Anatomi Konjungtiva Konjungtiva merupakan sebuah membran mukosa yang meliputi palpebra dan bola mata.
Konjungtiva transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet, musin ini akan membasahi bola mata terutama kornea.1,4,6 Konjungtiva palpebralis (tarsalis) melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Teradapat glandula Meibom di dalamnya, yang tamapak membayang sebagai garis sejajar berwarna putih. Permukaanya licin, dicelah konjungtiva terdapat kelenjat henle. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.4,6 Konkungtiva forniks, dimana memiliki struktur yang sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan denga jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan7
lekukan. Juga mengandung banyak pemebuluh darahh. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi, bila terdapat peradangan mata. Dengan berkelok-keloknya konjungtiva ini , pergerakan mata menjadi lebih mudah. Dibawah konjungtiva forniks superior terdapat glandula lakrimalis dan Kraus. Melalui konjungtiva forniks superior juga terdapat muara saluran air mata.6 Konjungtiva bulbaris tipis dan transparan , melliputi bagian anterior bulbus okuli. Melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (duktus-duktus lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior). Strukturnya sama dengan kelenjar palpebralis tetapi tidak mempunyai kelenjar. Dari limbus epitel konjungtiva meneruskan diri sebagai epitel kornea. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sclera di bawahnya, kecuali di limbus ( tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm). Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak (plika semilunaris) terletak di kantus internus. Struktur epidemoid kecil semacam daging (caruncula) menempel secara superficial ke bagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membrane mukosa.4 Lapisan epitelium merupakan lapisan terluar konjungtiva dengan struktur yang bervariasi di setiap regio. Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mucus, mukus yang terbentuk mendorong intinsel goblet ke tepi dan diperlukan untuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk disperse lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basaL berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.2,4 Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.4 Kelenjar lakrimalis aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks superior, sisanya ada di forniks inferior. Kelenjar wolfring terletak di tepi atas tarsus superior.4
8
Konjungtiva di perdarahi oleh arteri konjungtiva posterior, arteri silisaris anterior, dan arteria palpebralis. Arteri-arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya-membentuk jaring-jaring vascular konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus trigeminus. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relative sedikit.4
2.3
Epidemiologi Prevalensi konjungtivitis hemoragik akut (AHC) lebih rendah di Amerika Serikat
daripada di negara-negara berkembang, dan insidensinya diperkirakan mencapai setengah dari populasi di daerah endemik. Tidak ada prevalensi akurat mengenai konjungtivitis yang dibabkan oleh virus karena pada umumnya orang jarang dating kerumah sakit untuk berobat.5 AHC telah tercatat di seluruh wilayah tropis di dunia tanpa memperhatikan latar belakang ras atau etnis dan tidak memiliki predileksi terhadap jenis kelamin. Perdarahan konjungtivitis dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun predileksi tertinggi yaitu pada awal masa remaja.5 Di Indonesia konjungtivitis menduduki peringkat 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2009, yaitu dari 135.749 pasien yang berkunjung ke poli mata, 73% adalah kasus konjungtivitis.7
2.4
Etiologi Konjungtivitis sering terjadi bersama atau sesudah infeksi saluran napas dan umumnya
terdapat riwayat kontak dengan pasien konjungtivitis viral. Penyebaran virus umumnya terjadi melalui tangan, peralatan mandi yang digunakan bersama, bantal kepala yang digunakan bersama atau kontak dengan alat pemeriksaan mata yang terkontaminasi.2 Virus dalam kelompok family Poilikicornaviridae (picornaviruses) menyebabkan konjungtivitis hemoragik akut (AHC). Secara khusus, CA24 dan EV70 yang telah dikaitkan sebagai agen penyebab perdarahan konjugtivitis akut. Pada pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) menunjukan hasil positif untuk CA24 dan EV70, serta antibodi penetral terhadap CA24 dan EV70 pada pasien-pasien dengan AHC.1,5
9
2.5
Patogenesis Mata tersusun dari jaringan penyokong yang salah satu fungsinya adalah melawan infeksi
secara mekanik. Orbita, kelopak mata, bulu mata, kelenjar lakrimal dan kelenjar meibom berperan dalam produksi, penyaluran dan drainase air mata. Jaringan ikat di sekitar mata dan tulang orbita berfungsi sebagai bantalan yang melindungi mukosa okular. Kelopak mata berkedip 10-15 kali per menit untuk proses pertukaran dan produksi air mata, serta mengurangi waktu kontak mikroba dan iritan ke permukaan mata. Mata memiliki jaringan limfoid, kelenjar lakrimal dan saluran lakrimal yang berperan dalam sistem imunitas didapat. Makromolekul yang terkandung dalam air mata memiliki efek antimikroba seperti lisozim, laktoferin, IgA, dan sitokin lainnya.2 Epitel konjungtiva yang tidak terinfeksi menghasilkan CD8 sitotoksik dan sel langerhans, sedangkan substansia propia konjungtiva memiliki sel T CD4 dan CD8, sel natural killer, sel mast, limfosit B, makrofag dan sel polimorfonuklear.2 Pembuluh darah dan limfe berperan sebagai media transpor komponen imunitas dari dan ke mata. Pada inflamasi, berbagai
mediator
menyebabkan
vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas dan diapedesis sel inflamasi dari pembuluh darah yang mengakibatkan mata menjadi merah dalam hal ini adalah a. ciliaris anterior dan a. palpebralis sehingga mata terlihat menjadi lebih merah.2 Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar, sehingga kemungkinan terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar yang akan menyebabkan peradangan, sehingga timbul berbagai macam gejala. Kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke dalam konjungtiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon radang atau inflamasi. Tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa.9 Masuknya benda asing ke dalam konjungtiva tersebut pertama kali akan di respon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata. Lisozyne pada air mata akan merusak dinding sel mikroorganisme pertama kali dan berusaha mengeluarkan air mata yang berlebih. Jika bakteri tersebut gagal dihancurkan maka tubuh akan mengaktifkan sistem komplemen yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik humoral utama tubuh akan diaktifkan, sehingga memicu peningkatan permeabilitas vaskuler, rekrutmen fagosit serta lisis dan opsonisasi bakteri.9 Peningkatan permeabilitas kapiler dapat menambah aliran plasma dan komplemen ke lokasi infeksi, juga mendorong fagosit menempel di dinding kapiler dan msuk kedalam jaringan. Sekali fagosit bekerja, mereka akan mati. Sel -sel mati ini bersama 10
jaringan rusak dan air membentuk pus, ini lahyang menyebabkan munculnya sekret pada mata, semakin banyak sel bakteri yang mati maka sekret pun semakin banyak terbentuk. Selain itu peningkatan permeabilitas vaskuler tersebut akan menyebabkan masuknya cairan dan sel dari kapiler ke jaringan terjadi akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema).9
2.6
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis penting pada konjungtivitis yaitu adanya sensasi benda asing, seperti
sensasi tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia.4 Konjungtivitis hemoragik akut (AHC) merupakan suatu infeksi virus yang progresifitasnya cepat dan mudah menular. Penyakit ini khas memiliki masa inkubasi yang pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat 5-7 hari. Gejala yang di tunjukan bergantung pada tahap di mana pasien terlihat pada awalnya. Gambaran klinis pada kornea dapat menunjukkan perubahan epitel superfisial. AHC dimulai dengan fase inisial inflamasi pada selaput lendir, kemudian menunjukan suatu gambaran klinis yang lebih bereaktif dengan adanya kemunculan petechiae pada konjungtiva dimulai dari konjungtiva bulbaris superior dan menyebar ke bawah. Petekie-petikie tersebut akan menyatu dan membentuk suatu gambaran perdarahan subconjunctival. Gambaran klinis lainnya dapat berupa edema dan indurasi pada kelopak mata, folikel konjungtiva, chemosis, nyeri dan iritasi, dan terlihat adanya tanda-tanda peradangan pada jaringan periokular dan kelopak mata. 4,5 Hiperemia merupakan tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok. Kemerahan paling jelas di forniks dan makin berkurang kearah limbus karena dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Visibilitas, lokasi, dan ukuran dari pembuluh darah yang mengalami dilatasi (injeksi) dapat menjadi kriteria yang penting dalam menentukan diagnosa banding. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri, dan tampilan putih susu mengesankan konjungtivitis alergika. Hyperemia tanpa infiltrasi sel mengesankan iritasi oleh penyebab fisik seperti angin, matahari, asap, dll. Berikut adalah beberapa macam tipe injeksi: 4
11
Injeksi konjungtiva: merah terang, pembuluh darah yang dilatasi terlihat jelas dan mengikuti pergerakan konjungtiva, hiperemis menurun di dekat limbus
Injeksi perikorneal: mengenai pembuluh darah superfisial, berbentuk sirkular pada area di sekitar limbus (melingkari limbus).
Injeksi siliar: tidak dapat dilihat dengan jelas, pembuluh darah nonmobil pada episklera dekat dengan limbus
Injeksi gabungan
Mata berair (epifora) seringkali menyolok pada konjungtivitis. Sekresi air mata di akibatkan oleh adanya sensasi benda asing , sensasi terbakar atau tergores, atau rasa gatal. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh-pembuluh yang hiperemik dan menambah jumlah air mata.4 Eksudasi merupakan ciri semua jenis konjungtivitis akut. Pada hampir semua jenis konjungtivitis, didapatkan banyak kotoran mata di palpebra saat bangun tidur; jika eksudat sangat banyak dan palpebra sering melengket. Jumlah dan jenis eksudat yang keluar dari mata tergantung pada etiologi:4
Bakterial: eksudat yang purulen atau mukopurulen
Viral: eksudat yang cair, lebih jernih
Alergi: eksudat putih kental
Toksik: tanpa eksudat
Kemosis konjungtiva sangat mengarah pada konjungtivitis alergika, tetapi dapat timbul pada konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada pada konjungtivitis adenoviral.4 Folikel konjungtiva merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal dalam lapisan limfoid konjungtiva, tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis virus dan semua kasus konjungtivitis klamidia. Folikel-folikel di forniks inferior dan tepi tarsus memiliki nilai diagnostik yang sedikit, tetapi bila terdapat pada tarsus (terutama tarsus suoerior), harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidia, viral, atau toksik (paskamedikasi topical).4 Pembengkakan limfonodus terjadi pada preaurikular karena aliran limfe dari mata yang mengalir ke daerah tersebut. Pembesaran kelenjar getah bening preaurikular kecil tanpa nyeri tekan terdapat pada faringokonjungtiva dan konjungtivitis hemoragik akut.4
12
2.8
Diagnosis Gejala klinis konjungtivitis dapat menyerupai penyakit mata lain sehingga penting untuk
membedakan konjungtivitis dengan penyakit lain yang berpotensi mengganggu penglihatan.2 Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mata yang teliti untuk menentukan tata laksana gangguan mata termasuk konjungtivitis. Infeksi virus biasanya menyerang satu mata lalu ke mata lain beberapa hari kemudian disertai pembesaran kelenjar limfe dan edema palpebra. Tajam penglihatan secara intermiten dapat terganggu karena sekret mata. Jenis sekret mata dan gejala okular dapat memberi petunjuk penyebab konjungtivitis. Sekret mata berair merupakan ciri konjungtivitis viral dan sekret mata kental berwarna kuning kehijauan biasanya disebabkan oleh bakteri. Konjungtivitis viral jarang disertai fotofobia, sedangkan rasa gatal pada mata biasanya berhubungan dengan konjungtivitis alergi.2 Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis konjungtivitis viral memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 94% untuk adenovirus. Tes tersebut dapat mendeteksi virus penyebab konjungtivitis dan mencegah pemberian antibiotik yang tidak diperlukan. Akurasi diagnosis konjungtivitis viral tanpa pemeriksaan laboratorium kurang dari 50% dan banyak terjadi salah diagnosis sebagai konjungtivitis bakteri. Meskipun demikian, pemeriksaan laboratorium sangat jarang dilakukan karena deteksi antigen belum tersedia. Sementara itu, kultur dari sekret konjungtiva memerlukan waktu tiga hari sehingga menunda terapi. Pendekatan algoritmik menggunakan riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan sederhana dengan penlight dan loupe dapat untuk mengarahkan diagnosis dan memilih terapi. Konjungtivitis dan penyakit mata lain dapat menyebabkan mata merah, sehingga diferensial diagnosis dan karakteristik tiap penyakit penting untuk diketahui. Penamaan diagnosis konjungtivitis virus bervariasi, tetapi umumnya menggambarkan gejala klinis khas lain yang menyertai konjungtivitis dan dari gambaran klinis khas tersebut dapat diduga virus penyebabnya.2 Apabila diagnosis kurang meyakinkan atau dugaan konjungtivitis terhadap suatu organisme namun tidak sembuh dengan terapi yang sudah diberikan, maka dapat dilakukan conjunctival smear. Epithelial smear dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya patogen klamidia secara khusus atau mengidentifikasi patogen lainnya dengan lebih jelas secara umum. Hasil penemuannya adalah sebagai berikut:4 •
Konjungtivitis bakterial : PMN, bakteri
•
Konjungtivitis viral: limfosit, monosit
•
Konjungtivitis chlamydia: badan inklusi, limfosit, sel plasma
•
Konjungtivitis alergi: eosinofil, limfosit 13
•
2.9
Konjungtivitis jamur: pewarnaan dengan giemsa akan menunjukkan adanya hifa
Diagnosis banding Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat penting
dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini, pasien akan mengeluhkan gejala-gejala yang berkaitan dengan proses infeksi (bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari pasien akan mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian depan telinga (preaurikula). Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan pemeriksaan bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudomembrane pada jaringan di bagian bawah kelopak mata pada konjungtiva.8 Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang menahun dan sering mengalami kekambuhan, dan pada reaksi konjungtiva yang atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan pada konjungtivitis virus ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik pemeriksaan dengan memaparkan organisme penyebab kepada tubuh manusia untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu. Deteksi terhadap antigen virus dan klamidia dapat dipertimbangkan.8
Gejala Klinis
Virus
Bakteri
Klamidia
Alergik
Gatal
Minimal
Minimal
Minimal
Hebat
Hyperemia
++
+++
++
+
Berair
Banyak
Sedang
Sedang
Minimal
Eksudasi
Minimal, cair
Banyak (purulen, mukopurulen)
Banyak
Minimal
Tidak ada
Eosinofil
Adenopati preaurikular
Sering
jarang
Hanya sering pada konjungtivitis inklusi
Swab pada eksudat
Monosit
PMN, bakteri
PMN, sel plasma, badan inklusi
14
Demam
Tidak ada/minimal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
2.10 Penatalaksanaan Konjungtivitis hemoragik akut biasanya akan sembuh dengan sendirinya, sehingga pengobatannya hanya bersifat simptomatik yaitu dengan pemberian kompres hangat, air mata artifisial atau antihistamin topikal bermanfaat untuk meredakan gejala. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan jika konjungtivitis tidak sembuh setelah 10 hari dan diduga terdapat superinfeksi bakteri.2,5 Penggunaan deksametason 0,1% topikal membantu mengurangi peradangan konjungtiva, sementara steroid dikontraindikasikan dan antibiotik tidak diperlukan kecuali adanya superinfeksi bakteri. Sebuah penelitian mengatakan bahwa pengobatan dengan antivirus penghambat RNA dapat menurunkan replikasi virus sehingga akan menghambat perjalanan penyakit.2
2.11 Komplikasi Komplikasi dari konjungtivitis viral yaitu infeksi pada kornea (keratitis) dan apabila tidak ditangani bisa menjadi ulkus kornea.1
2.12 Prognosis Prognosis konjungtivitis virus adalah baik karena akan sembuh dengan sendirinya. Meskipun demikian untuk mencegah penularan perlu diperhatikan kebersihan diri dan lingkungan. Bila gejala belum reda dalam 7-10 hari dan terjadi komplikasi pada kornea sebaiknya pasien dirujuk ke dokter spesialis mata.2
2.13 Pencegahan Konjungtivitis virus sangat menular dengan risiko transmisi sekitar 10%-50%. Virus menyebar melalui jari tangan yang tercemar, peralatan medis, air kolam renang, atau barangbarang pribadi. Masa inkubasi diperkirakan 5-12 hari dan menular hingga 10-14 hari. Pada 95% kasus, aktivitas replikasi virus terlihat sepuluh hari setelah gejala timbul dan hanya 5% kasus yang tampak pada hari ke-16 setelah gejala muncul. Berdasarkan tingginya angka penularan, maka perlu dibiasakan cuci tangan, desinfeksi peralatan medis, dan isolasi penderita. Pasien tidak boleh saling bertukar barang pribadi dengan orang lain dan harus 15
menghindari kontak langsung atau tidak langsung (seperti di kolam renang) selama dua minggu.2 Cara pencegahan penularan yang paling efektif adalah meningkatkan daya tahan tubuh, menghindari bersentuhan dengan sekret atau air mata pasien, mencuci tangan setelah menyentuh mata pasien sebelum dan sesudah menggunakan obat tetes mata. Selain itu, hindari penggunaan tetes mata dari botol yang telah digunakan pasien konjungtivitis virus, hindari penggunaan alat mandi dan bantal kepala yang sama. Penggunaan kaca mata hitam bertujuan mengurangi fotofobia, namun tidak bermanfaat mencegah penularan.2
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Scott,IU.2011. Viral Conjunctivitis. Available: http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall 2. Sitompul, Ratna. 2017. Tinjauan Pustaka, Konjungtivitis Viral: Diagnosis dan Terapi di Pelayanan Kesehatan Primer. Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK Universitas Indonesia- RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 3. Dorland WAN. 2012. Kamus Kedokteran Dorland edisi 3. EGC: Jakarta. 4. Biswell R., Vaughan D.G., Asbury T., 2009, Ophtalmology Umum Ed. 14. Jakarta. EGC 5. Plechaty , George. Acute Conjunctivitis Hemorrhagic. Update Mar 20, 2015. Available:http://emedicine.medscape.com/article/1203216 overview#showall 6. Gilani CJ, Yang A, Yonkers M, Boysen-Osborn M. 2017. Differentiating urgent and emergent causes of acute red eye for the emergency physician. West J Emerg Med.; article in press 7. Ilyas S. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 8. Lambert L. 2017. Diagnosing red eye: an allergy or an infection. S Afr Pharm J.;84(1):24-30. 9. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. External disease and cornea. Italia: American Academy of Ophtalmology; 2014. 10. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata.Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2011. Hal 42-55
17